IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
VI. KEBUTUHAN KOMUNITAS
6.4. Manajemen Kelompok
Pada awal pembentukan kelompok sebelumnya diadakan FGD tentang
permasalahan, aturan main, dan sanksi. Semuanya ditentukan oleh komunitas
yang akan menjadi kelompok SF. Mulai dari pemilihan ketua sampai pelaksanaan
aturan dan pemberian sanksi dijalankan berdasarkan kesepakatan yang telah
mereka buat.
Berdasarkan cerita para informan, kemudian peneliti mencoba menganalisis.
Kelompok SF saat ini, dalam hal manajemen kelompok belum begitu kuat. Hal ini
terlihat dari kegiatan budidaya masing-masing anggota yang bergerak secara
individu. Peran pengurus kelompok baru sebatas membagikan jatah benih dan
menerima pembayaran benih. Belum ada usaha untuk membuat kelompok ini
berkembang jauh. Walaupun niatan tersebut sudah ada dari beberapa pengurus
kelompok, yaitu untuk menjadi sebuah koperasi simpan pinjam tetapi di bidang
budidaya kerapu. Tetapi hanya sebatas keinginan dan belum ada langkah pasti.
Hal ini mungkin juga disebabkan karena kapasitas masing-masing anggota yang
belum mencukupi untuk dibuat sebuah koperasi simpan pinjam. Hal lain juga
terlihat dari pengelolaan penjualan ikan siap panen, yang sudah dibahas
sebelumnya.
Peran pengurus kelompok cukup kuat dalam hal penerapan aturan dan
sanksi. Misalnya, jika ada anggota yang tidak membayar pinjaman benih tanpa
alasan jelas maka akan langsung dikeluarkan dan tidak boleh menjadi anggota
lagi. Dalam hal menjaga nama baik kelompok pun beberapa anggota sangat loyal.
atau program SF itu sendiri. Mereka akan memberi penjelasan mengenai hal
tersebut dan menyelesaikan masalahnya.
Pengamatan di lapang menunjukkan hubungan antar anggota kelompok ini
sangat kuat. Mereka saling berbagi teknik dan ilmu budidaya sesama mereka.
Kedekatan ini juga terlihat di luar konteks SF, misalnya kehidupan bertetangga.
Karena memang anggota-anggota yang bertahan sampai saat ini adalah mereka
yang berhasil di budidaya kerapu ini. Mereka merasa bahwa program SF ini
sangat menguntungkan bagi mereka dan membawa perubahan dalam hidup
mereka. Jadi wajar saja jika ada yang menjelekan kelompok atau program SF,
mereka tidak akan segan-segan untuk membela SF.
Kurangya dukungan pemerintah setempat juga menjadi penghambat
berkembangnya kelompok ini. Berdasrkan pengakuan Pak FN, dari pihak
kelurahan kurang mendukung adanya kelompok SF ini. Beliau sebagai salah satu
ketua kelompok yang ada di masyarakat tidak pernah diundang jka ada acara
kelurahan yang berhubungan dengan pengembangan masyarakat setempat.
Walaupun demikian beliau selalu datang meski tidak diundang ke acara tersebut.
Beliau datang sebagai warga yang ingin tahu perkembangan, tidak peduli
diundang atau tidak.
Kebutuhan kelompok SF saat ini adalah pengembangan kapasitas
masing-masing anggota, terutama pengurus untuk pembentukan kelompok usaha seperti
koperasi. Namun dukungan dari pemerintah setempat dan pihak-pihak yang
terkait dengan kelembagaan SF sangat diperlukan. Karena kelompok ini
6.5. Kelembagaan SF
Berdasarkan dari pengertian SF sendiri, yaitu sistem aktifitas berbasis
marikultur dengan tujuan akhir pada peningkatan stok sumberdaya perikanan dan
menjadi pendukung bagi kegiatan pemanfaatan sumberdaya perairan lainnya
seperti penangkapan ikan dan pariwisata. Berarti yang berperan dalam
kelembagaan ini tidak hanya kelompok SF sendiri. Kelompok-kelompok atau
instansi lain yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam di Kelurahan
Pulau Panggang juga turut berperan. Di Kelurahan Pulau Panggang terdapat
beberapa kelompok dan instansi yang terkait dengan kelembagaan SF.
Kelompok-kelompok tersebut adalah Coral Reef, Kelonpis, Area Perlindungan Laut (APL),
Elang Ekowisata, Dolphin, Pernitas, Sentra Penyuluhan Konservasi Pedesaan
(SPKP), Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKS), Kelurahan Pulau Panggang,
dan Sudin Kelautan dan Perikanan Pemda DKI Jakarta.
Kelompok-kelompok dan instansi tersebut sangat berperan dalam
keberlangsungan kelembagaan SF. Sinergi antar lembaga tersebut sangat
mempengaruhi tercapainya tujuan dari SF ini dan visi misi dari Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu itu sendiri. Masing-masing mempunyai peran
yang berbeda tetapi saling berkaitan satu sama lain. Misalnya saja lembaga Coral
Reef, lembaga yang berperan dalam menjaga ekosistem terumbu karang di sana.
Ikan kerapu merupakan ikan karang yang hidup di perairan dangkal dan terumbu
karang adalah habitat ikan tersebut. Jika ekosistem terumbu karang yang ada
rusak maka bisa dipastikan tidak ada lagi ikan kerapu di perairan tersebut. Padahal
perairan di sekitar pulau-pulau di sana dahulunya merupakan habitat ikan kerapu.
aktifitas masyarakat sendiri. Maka dari itu kegiatan restocking yang dilakukan
pada tanggal 19 Juni 2009 yang lalu, merupakan salah satu usaha mengembalikan
lagi ekosistem ikan kerapu di sana.
Peneliti pernah mengikuti salah satu kegiatan FGD yang membahas
mengenai aturan tentang penangkapan ikan kerapu yang dilepas saat restocking.
Dalam FGD tersebut dikumpulkan kelompok dan instansi terkait kelembagaan SF.
Dalam FGD tersebut peneliti memperhatikan dinamika FGD yang terjadi.
Masing-masing perwakilan anggota lembaga yang terkait memberikan masukan
dan saran, tidak jarang juga terjadi perdebatan. Terlihat masing-masing dari
mereka ada yang membawa kepentingan pribadi, setuju dengan apapun hasil yang
dicapai, dan ada juga yang memikirkan jauh ke depan permasalahan dalam FGD.
Dari pengamatan tersebut peneliti dapat menganalisis, bahwa belum ada
pemahaman lebih dalam tentang peran masing-masing dalam kelembagaan SF ini.
Mereka masih membawa kepentingan sendiri dan terlihat mencari kesempatan
untuk mengambil keuntungan dari adanya program SF ini. Peneliti merasakan
perlunya pemahaman kembali tentang program SF ini. Sehingga mereka dapat
lebih mengetahui peran masing-masing dalam kelembagaan dan program SF.
Tujuan dari pemahaman kembali peran masing-masing adalah agar kelompok SF
bisa memahami peran dan posisinya dalam kelembagaan SF. Kemudian mereka
dapat merencanakan sesuatu agar kelompok bisa terus berkembang.
6.6. Simpulan Bab
Kesimpulan dalam bab ini adalah terdapat beberapa aspek yang menjadi
adalah teknik budidaya, ketersediaan benih, manajemen usaha, manajemen
kelompok, dan kelembagaan SF. Dari aspek-aspek tersebut dianalisis
permasalahannya dan kemudian dicari apa yang menjadi kebutuhan kelompok SF.
Kebutuhan-kebutuhan kelompok SF setelah dianalisis permasalahannya
adalah sebagai berikut:
1. Teknik yang lebih efisien, efektif, ramah lingkungan dan murah
2. Pasokan benih yang jelas dan pasti, baik dari segi jumlah maupun kualitas
3. Pelatihan pengembangan usaha budidaya, khususnya pengelolaan bersama
penjualan hasil panen untuk dijual ke pasar.
4. Pengelolaan kelompok yang kuat
5. Pengembangan kelompok menjadi kelompok usaha
6. Pemahaman lebih dalam tentang peran masing-masing pihak yang terkait
dalam kelembagaan SF sehingga kelompok SF dapat memahami peran dan
posisinya dalam kelembagaan SF.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut di atas, merupakan hasil analisis peneliti
dalam melihat kebutuhan mendasar yang dirasakan oleh kelompok. Peneliti
mencoba merumuskannya dalam sebuah matriks yang sebisa mungkin dimengerti
oleh pembaca. Matriks tersebut menggambarkan aspek-aspek, permasalahan, dan