• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS NELAYAN MELALUI PENERAPAN PROGRAM SEA FARMING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBERDAYAAN KOMUNITAS NELAYAN MELALUI PENERAPAN PROGRAM SEA FARMING"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS NELAYAN MELALUI

PENERAPAN PROGRAM SEA FARMING

(Studi Kasus Komunitas Nelayan Sea Farming Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Jakarta)

RIO I34051998

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(2)

Abstract

Sea Farming as a program of empowerment that based on community development has its advantages for the community. The program focussed to fish culture of Epinephelus fuscoguttatus and it has successful descripted the empowerment grow process in fisheries community at Panggang Island. As the indicator of community empowerment, the community autonomus may based from Arnstein Participation Level (1969). The empowerment that based on community development requires that people have the capacity to define their own needs and to act to have them met. In this case, the community has successful to define their own needs in this fish culture, and they know how to solve that.

(3)

RINGKASAN

RIO. PEMBERDAYAAN KOMUNITAS NELAYAN MELALUI

PENERAPAN PROGRAM SEA FARMING : Studi Kasus Komunitas Nelayan Sea Farming Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Jakarta. (Di bawah bimbingan YATRI INDAH KUSUMASTUTI).

Sea farming sebagai suatu program pemberdayaan komunitas nelayan

merupakan suatu sistem aktifitas berbasis marikultur dengan tujuan akhir pada peningkatan stok sumberdaya perikanan dan menjadi pendukung bagi kegiatan pemanfaatan sumberdaya perairan lainnya seperti penangkapan ikan dan pariwisata. Program ini selaras dengan keinginan dari Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Jakarta yang menginginkan kepulauan seribu sebagai ladang dan taman kehidupan bahari yang berkelanjutan. Maka dari itu, program Sea Farming ini diterapkan di komunitas nelayan Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Jakarta. Sangat menarik ketika bisa mengamati proses perkembangan keberdayaan komunitas nelayan Sea Farming. Penelitian ini fokus terhadap proses perkembangan keberdayaan komunitas nelayan Sea Farming menuju kemandirian komunitas.

Tujuan penelitian ini adalah, pertama untuk menggambarkan proses perkembangan keberdayaan komunitas nelayan Sea Farming di Pulau Panggang. Kedua, menganalsis sejauh mana Sea Farming dapat memandirikan komunitas nelayan. Yang terakhir, menganalisis kebutuhan kelompok nelayan Sea Farming.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dan menggunakan teknik triangulasi data. Subjek dalam penelitian ini adalah komunitas nelayan Sea Farming dan unit analisisnya adalah individu yang tergabung dalam kelompok Sea Farming. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh secara langsung di lapangan dari hasil observasi dan wawancara mendalam dengan informan. Sedangkan data sekunder didapatkan dari dokumen-dokumen instansi terkait. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan tiga tahapan analisis data, yaitu reduksi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

(4)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses perkembangan keberdayaan komunitas nelayan Sea Farming jika dilihat berdasarkan Delapan Tingkatan Partisipasi Arnstein, telah sampai pada tahap kemitraan dan pendelegasian kekuasaan. Kemandirian secara material telah sangat terlihat jelas dari pengamatan dan pengakuan para informan. Namun secara kelompok masih perlu bianaan lebih jauh lagi. Untuk kemandirian intelektual, masing-masing anggota Sea Farming telah cukup berkembang bahkan sudah dapat mengembangkan teknik budidaya sendiri melalui penggabungan ilmu pelatihan, pengalaman, dan pengetahuan lokal. Kemudian untuk kemandirian manajerial, secara individu sudah cukup tercapai karena tiap anggota sudah mampu merencanakan usaha budidaya dengan baik. Namun secara kelompok masih perlu pendampingan lagi, mengingat bahwa kelompok ini ingin berkembang menjadi satu kelembagaan yang kuat secara aturan dan pengelolaan, yaitu koperasi.

Berdasarkan hasil analisis, kebutuhan kelompok Sea Farming saat ini ada enam poin. Pertama, mereka membutuhkan teknik yang lebih efisien, efektif, ramah lingkungan dan murah. Kedua, pasokan benih yang jelas dan pasti baik dari segi jumlah dan kualitas. Ketiga, pelatihan pengembangan usaha budidaya, khususnya pengelolaan bersama penjualan hasil panen untuk dijual ke pasar. Keempat, pengelolaan kelompok yang kuat. Kelima, pengembangan kelompok menjadi kelompok usaha. Keenam, pemahaman lebih dalam tentang peran masing-masing pihak yang terkait dalam kelembagaan SF sehingga kelompok SF dapat memahami peran dan posisinya dalam kelembagaan SF.

(5)

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS NELAYAN MELALUI PENERAPAN PROGRAM SEA FARMING

(Studi Kasus Komunitas Nelayan Sea Farming Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Jakarta)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Oleh : RIO I34051998

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(6)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PEMBERDAYAAN KOMUNITAS NELAYAN MELALUI PENERAPAN PROGRAM SEA FARMING (STUDI KASUS KOMUNITAS NELAYAN SEA FARMING PULAU PANGGANG, KELURAHAN PULAU PANGGANG,

KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU JAKARTA)”

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN KECUALI KUTIPAN YANG ADA DALAM TULISAN INI. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA.

Bogor, Agustus 2009

RIO I34051998

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 April 1987 dari Ayah bernama Newdel Marleman dan Ibu Na Swie Lan. Penulis merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis yaitu tahun 1993 di SD Negeri Harapan Baru dan lulus pada tahun 1999, melanjutkan ke SLTP Negeri 13 Bekasi pada tahun 1999 dan lulus tahun 2002, kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 4 Bekasi di tahun yang sama dan lulus tahun. Pada tahun 2005 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis masuk di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.

Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis pernah mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Music Agriculture Expressions!! (MAX!!) IPB pada tahun 2005 sampai 2008. Menjadi ketua Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) pada tahun 2007 sampai 2009, dan juga aktif di Onigiri Japan Club sejak 2 tahun 2006 sampai sekarang. Selain itu penulis juga pernah bekerja sebagai Asisten Mata Kuliah Dasar-Dasar Komunikasi dan Mata Kuliah Perilaku Konsumen tahun 2007, Asisten Mata Kuliah Komunikasi Bisnis 2008-2009.

Kegiatan-kegiatan lain di luar kampus yang pernah diikuti oleh penulis juga cukup banyak. Pada tahun 2008, penulis pernah magang pada sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bernama Institut for Global Justice (IGJ) di Jakarta. Kegiatan magang tersebut dilakukan dalam rangka Kuliah Kerja Profesi (KKP). Kemudian pada tahun 2009, menjadi relawan untuk Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI). Penulis pernah juga menjadi pendamping pada kegiatan “Pembekalan Pendampingan UKM Program Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pola Kemitraan”

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, petunjuk, dan nikmat-Nya dalam mengerjakan skripsi ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

Skripsi ini berjudul “Pemberdayaan Komunitas Nelayan Melalui Penerapan Program Sea Farming (Studi Kasus Komunitas Nelayan Sea Farming Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Jakarta)” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Mayor Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Dalam penyelesaiannya, baik skripsi ini dan pendidikan penulis di Departemen Sains KPM-FEMA, IPB tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah mendukung dan berkontribusi:

1. Ir. Yatri Indah Kusumastuti, MSi sebagai dosen pembimbing akademik dan skripsi yang dengan sabar telah memberikan bimbingan, koreksi, pemikiran, serta sarannya sehingga penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Keluarga tercinta (ibu dan kedua adik) yang selalu memberikan dukungan, doa, dan motivasi. Yang selalu menguatkan tekad ketika hati merasa goyah. Almarhum Ayahanda tercinta yang pesan-pesan beliau selalu penulis ingat sebagai pembangkit semangat.

3. Dr. Ir. Rilus A. Kinseng, MA selaku penguji utama dalam sidang skripsi. 4. Ir. Ana Fatchiya selaku dosen penguji perwakilan departemen.

5. Staf pengajar Departemen Sains KPM-FEMA, IPB. 6. Staf penunjang Departemen Sains KPM-FEMA, IPB

7. Teman-teman dari departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 42 khususnya dan KPM angkatan 38-44.

8. Pihak-pihak dari PKSPL-IPB, anggota kelompok Sea Farming, Pihak-pihak Taman Nasional Kepulauan Seribu Jakarta, Pihak-pihak Kelurahan Pulau Panggang, Teman-teman satu mess selama penelitian di pulau.

(9)

9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan dan doanya.

Penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dan masyarakat yang akan menjadikan skripsi ini sebagai rujukan pustaka.

Bogor, Agustus 2009

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan ... 4

1.4. Kegunaan... 4

BAB II PENDEKATAN TEORITIS ... 6

2.1. Tinjauan Pustaka ... 6

2.1.1. Konsep Pemberdayaan.. ... 6

2.1.2. Kategori Kemandirian ... 8

2.1.3. Pengertian Komunitas ... 9

2.1.4. Pengertian Partisipasi ... 10

2.1.5. Konsep Wilayah dan Masyarakat Pesisir... ... 12

2.1.6. Masyarakat Nelayan... ... 13

2.1.7. Konsep Sea Farming... ... 13

2.1.8. Sistem Pengetahuan Lokal... ... 17

2.2. Kerangka Pemikiran ... 17

2.2.1. Kerangka Pemahaman Sea Farming... ... 17

2.2.2. Kerangka Penelitian... ... 22

2.2.3. Hipotesa Pengarah... ... 22

2.2.4. Definisi Konseptual... ... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 24

3.1. Strategi Penelitian ... 24

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 25

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 26

3.5. Teknik Analisis Data ... 27

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 28

4.1. Letak Geografis dan Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang... 28

4.2. Kondisi Demografis ... 29

4.3. Sosial Budaya Masyarakat Kelurahan Pulau Panggang... 31

4.4. Sosial Ekonomi Masyarakat Kelurahan Pulau Panggang ... 33

4.5. Karakteristik Nelayan di Pulau Panggang... 36

4.6. Konteks Lokasi Sea Farming ... 37

4.7. Ikan Kerapu Sebagai Komoditas Utama Sea Farming ... 39

(11)

BAB V PROSES PERKEMBANGAN KEBERDAYAAN ... 42

5.1. Manipulasi, Terapi, dan Pemberitahuan... 44

5.2. Konsultasi dan Placation ... 47

5.2.1. Mandiri Secara Intelektual ... 49

5.2.2. Berbagi Ilmu Sesama Nelayan... 52

5.2.3. Pengetahuan Lokal Dicampur dengan Ilmu Pelatihan... 53

5.2.4. Kemampuan Manajemen Pengelolaan Budidaya Kerapu ... 55

5.3. Kemitraan dan Pendelegasian Kekuasaan ... 57

5.3.1. Pengelolaan Kelompok SF ... 57

5.3.2. Mandiri Secara Ekonomi ... 61

5.4. Simpulan Bab ... 63

BAB VI KEBUTUHAN KOMUNITAS ... 65

6.1. Aspek Teknik Budidaya ... 68

6.2. Ketersediaan Benih ... 69

6.3. Aspek Manajemen Usaha ... 71

6.4. Manajemen Kelompok ... 74

6.5. Kelembagaan Sea Farming ... 76

6.6. Simpulan Bab ... 77

BAB VII SEA FARMING SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN ... 79

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

7.1. Kesimpulan ... 83

7.2. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 87

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tingkatan Pastisipasi Arnstein (1969) ... 11 2. Nama dan Luas Pulau di Kelurahan Pulau Panggang, 2008 ... 28 3. Jumlah Penduduk Kelurahan Pulau Panggang Menurut Jenis Kelamin, ... 30 4. Jumlah Penduduk Kelurahan Pulau Panggang Menurut Jenjang Pendidikan,

2008 ... 31 5. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Pulau Panggang, 2008 ... 34 6. Jenis dan Jumlah Kegiatan Usaha Penduduk Kelurahan Pulau Panggang,

2008 ... 35 7. Road Map SF Berdasarkan Rencana PKSPL-IPB dengan Hasil Pengamatan

di Lapang ... 43 8. Modifikasi Tingkatan Partisipasi Arnstein (1969) oleh Peneliti, Berdasarkan

Hasil Temuan di Lapang ... 44 9. Matriks Kebutuhan Komunitas ... 67

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Tahapan Pemberdayaan ... .7 2. Sistem Kelembagaan SF ... .14 3. Skema Dasar SF ... 15 4. Simulasi SF ... 16

5. Kerangka Pemahaman Peneliti Tentang SF ... 19

6. Kerangka Penelitian ... 21

7. Balai Hatcheri Karang Congkak ... 38

8. Balai SF di Semak Daun ... 38

9. Keramba Apung di Perairan Sekitar Balai SF Semak Daun ... 39

10. Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) ... 40

11. Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) ... 40

12. Sekretariat Kelompok SF ... 58

(14)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kepulauan Seribu sebagai bagian dari pemerintahan kota Jakarta telah

menjadi daerah Pemerintahan Administratif Kepulauan Seribu. Wilayah

Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta

dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara, Pulau Sebira terletak di jarak sekitar

100 mil dari daratan Teluk Jakarta. Posisi ini bila dikaitkan dengan Jakarta yang

tidak lain adalah sebuah kota pelabuhan, maka Kepulauan Seribu adalah bagian

muka dari Jakarta.

Lokasinya berada antara 06°00’40” dan 05°54’40” Lintang Selatan dan

106°40’45” dan 109°01’19” Bujur Timur. Pada separuh teluk bagian barat,

terdapat beberapa pulau kecil yang sebagian besar telah dipergunakan sebagai

areal permukiman penduduk dan sebagian lainnya dipergunakan sebagai tempat

peristirahatan. Total luas keseluruhan wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan

Seribu kurang lebih hampir 11 kali luas daratan Jakarta, yaitu luas daratan

mencapai 897.71 hektar dan luas perairan Kepulauan Seribu mencapai 6.997,50

kilometer persegi (Pemda Kep. Seribu, 2004).

Berawal dari Visi Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yang

menginginkan ”kepulauan seribu sebagai ladang dan taman kehidupan bahari

yang berkelanjutan”. Juga ada Perda No. 55/2001 yang menginginkan

pembangunan pesisir, laut, dan PPK berbasis masyarakat1 maka pemerintah

daerah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu ingin menjadikan Kepulauan

(15)

Seribu sebagai salah satu tujuan wisata, baik lokal maupun asing. Selain itu agar

Kepulauan Seribu sendiri dapat dijadikan sebagai sumber mata pencaharian bagi

masyarakatnya. Sehingga rehabilitasi ekosisistem pesisir dan laut dan juga

pemberdayaan ekonomi masyarakat pulau menjadi tujuan utama diterapkannya

konsep Sea Farming ini.

Masyarakat di Kelurahan Pulau Panggang2 sendiri yang berprofesi sebagai

nelayan mencapai 1.722 orang. Ini artinya hampir sebagian besar masyarakat di

Kelurahan Pulau Panggang berprofesi sebagai nelayan. Kebanyakan dari mereka

adalah nelayan kecil yang bekerja secara individu atau kelompok kecil. Hal ini

menjadi permasalahan bagi mereka sendiri, mengingat jika bergerak sendiri atau

dalam kelompok kecil maka hasil yang didapat juga kecil. Selain itu nelayan jika

berlaut mempunyai resiko tinggi, hasil yang didapat sedikit dan tidak menentu.

Nelayan adalah orang-orang yang berusaha “menaklukan”alam, yaitu laut,

sedangkan laut tidak dapat diprediksi dan sumberdaya perikanan bersifat tidak

pasti. Berbagai ancaman bahaya apapun bisa terjadi di laut. Mulai dari cuaca yang

tidak menentu dampai serangan ikan besar yang jumlahnya tidak sedikit di lautan.

Berbeda dengan masyarakat petani/agraris yang ciri sumberdayanya pasti dan

lebih mudah diprediksi.

Rusaknya ekosistem laut sekitar Kepulauan Seribu membuat masyarakat

setempat tidak lagi dapat tergantung sepenuhnya pada laut. Pendapatan mereka

sebagai nelayan berkurang dan mereka tidak mempunyai cukup akses untuk

beralih ke pekerjaan lain, mengingat jarak Kepulauan Seribu yang cukup jauh dari

2

Kelurahan Pulau Panggang terdiri atas 13 pulau tetapi hanya dua pulau yang berpenghuni dan banyak masyarakatnya, yaitu Pulau Panggang dan Pulau Pramuka

(16)

Jakarta (± 1 jam ke pulau terdekat) dan memerlukan biaya cukup besar untuk

kapal.

Berdasarkan permasalahan tersebut dikembangkanlah konsep Sea Farming

(SF) yang diterapkan di Kepulauan Seribu khususnya di Kelurahan Pulau

Panggang. Konsep ini diinisiasikan oleh Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan

Laut-Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB) bekerja sama dengan Dinas Kelautan

dan Perikanan Pemda DKI Jakarta. Konsep dari SF sendiri dapat didefinisikan

sebagai sistem aktifitas berbasis marikultur dengan tujuan akhir pada peningkatan

stok sumberdaya perikanan dan menjadi pendukung bagi kegiatan pemanfaatan

sumberdaya perairan lainnya seperti penangkapan ikan dan pariwisata

(PKSPL-IPB, 2006). Program ini telah berjalan sejak tahun 2004 dan akan berakhir pada

tahun 2010.

Konsep SF mencoba menggabungkan hal yang pasti dari pengelolaan

sumberdaya agraris dengan kekayaan sumberdaya perairan. Realisasi in terwujud

dalam pembentukan keramba apung dan Balai SF di perairan laut Pulau Semak

Daun yang digunakan untuk pembibitan dan pembesaran ikan kerapu. Pemilihan

kerapu didasarkan karena ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) atau

yang biasa disebut oleh orang pulau sebagai ikan balong (rakus). Pemilihan

kerapu macan didasarkan karena ikan kerapu merupakan komoditas perairan yang

mempunyai nilai jual tinggi di pasaran.

Bidang pembudidayaan ikan kerapu macan dilaksanakan di Pulau

Panggang. Sasarannya adalah komunitas nelayan Pulau Panggang. Output dari

program ini adalah masyarakat diharapkan dapat menjadi mandiri dalam

(17)

pertanyaan besar yang melandasi penelitian ini yaitu sejauh prose perkembangan

keberdayaan komunitas nelayan SF di Pulau Panggang sehingga membentuk

kemandirian nelayan baik secara individu maupun kelompok.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka peneliti

merumuskan permasalahan yang akan diteliti. Secara umum rumusan masalah

yang akan diteliti ada dua aspek yaitu partisipasi dan kemandirian.

1. Bagaimana proses perkembangan keberdayaan komunitas nelayan SF

sehingga membentuk kemandirian komunitas?

2. Apa yang menjadi kebutuhan bagi pengembangan kelompok SF saat

ini?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka terdapat beberapa tujuan dari

penelitian ini, yaitu:

1. Menggambarkan proses perkembangan keberdayaan komunitas nelayan

SF di Pulau Panggang.

2. Menganalisis sejauh mana SF dapat memandirikan komunitas.

3. Menganalisis kebutuhan bagi pengembangan kelompok nelayan SF.

1.4. Kegunaan Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi suatu pembelajaran mengenai

(18)

dapat menggambarkan proses-proses yang terjadi pada penerapan dan

pengembangan program SF. Penelitian ini juga diharapkan menjadi masukan

sebagai bahan evaluasi dan literatur terhadap program SF bagi pemerintah,

akademisi, dan PKSPL-IPB khususnya sebagai lembaga yang telah

(19)

II. PENDEKATAN TEORITIS

2.1.Tinjauan Pustaka

2.1.1. Konsep Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah “membantu” komunitas dengan sumberdaya,

kesempatan, keahlian, dan pengetahuan agar kapasitas komunitas meningkat

sehingga dapat berpartisipasi untuk menentukan masa depan warga komunitas

(Nasdian, 2006). Berarti pemberdayaan adalah bagaimana membuat komunitas

bisa bekerja sendiri berdasarkan kemampuan yang telah mereka miliki. Tetapi

sebelumnya kemampuan komunitas harus ditingkatkan agar mereka dapat

berpatisipasi dan menyesuaikan diri dalam memenuhi kebutuhan sekarang dan

nanti. Sehingga mereka dapat menentukan dan merancang masa depan mereka

sendiri.

Konsep pemberdayaan masyarakat mencakup pengertian community

development (pembangunan masyarakat dan community-based delopment

(pembangunan yang bertumpu pada masyarakat), dan tahap selanjutnya muncul

istilah community driven development yang diterjemahkan sebagai pembangunan

yang diarahkan masyarakat atau diistilahkan pembangunan yang digerakan

masyarkat (Randy & Riant, 2007).

Pemberdayaan adalah sebuah proses menjadi bukan sebuah proses instan.

Artinya, perlu ada suatu tahapan dimana setiap tahap terjadi proses perkembangan

menuju perbaikan. Proses tersebut memerlukan waktu yang relatif lama dan

partisipasi menyeluruh dari komunitas itu sendiri. Tidak bisa dijadikan dalam

(20)

penyadaran pendayaan hilang sampai program berikutnya datang. Sebagai proses, pemberdayaan

mempunyai tiga tahapan: penyadaran, pengkapasitasan, dan pendayaan.

Gambar 1. Tahapan Pemberdayaan (Randy & Riant, 2007)

Pemberdayaan merupakan proses “pemetaan” dari hubungan atau relasi

subjek dengan objek. Proses ini mementingkan adanya pengakuan subjek akan

kemampuan atau daya yang dimiliki objek. Secara gari besar proses ini melihat

pentingnya mengalirkan daya (kuasa) (flow of power) dari subjek ke objek. Dalam

pengertian yang lebih luas, mengalirnya daya ini merupakan upaya atau cita-cita

untuk mensinerjikan masyarakat miskin ke dalam aspek kehidupan yang lebih

luas. Hasil akhir dari pemberdayaan adalah “beralihnya fungsi individu atau

kelompok yang semula sebagai objek menjadi subjek (yang baru)”, sehingga

relasi sosial yang ada nantinya hanya akan dicirikan dengan relasi antar “subjek”

dengan subjek yang lain. Dengan demikian, proses pemberdayaan mengubah pola

relasi lama subjek-objek menjadi subjek-subjek (Nasution, 2006).

Secara operasional, pemberdayaan “bergerak” dari pemahaman sisi dimensi

generatif, yang merupakan suatu proses perubahan dengan menempatkan

kreatifitas dan prakarsa warga komunitas yang sadar diri dan terbina sebagai titik

tolak. Dengan pengertian tersebut pemberdayaan mengandung dua elemen pokok,

yakni: kemandirian dan partisipasi. Dalam konteks ini, yang berorientasi pengkapasitasan

(21)

memperkuat kelembagaan komunitas, maka pemberdayaan warga komunitas

merupakan tahap awal menuju kepada partisipasi warga komunitas (empowerment

is road to participation) khususnya dalam proses pengambilan keputusan untuk

menumbuhkan kemandirian komunitas. Dengan kata lain, pemberdayaan

dilakukan agar warga komunitas mampu berpartisipasi untuk mencapai

kemandirian. Dalam pengertian lain pemberdayaan adalah sebuah proses

membantu individual atau kelompok-kelompok yang tidak beruntung dengan cara

mengajarkan mereka bernegosiasi, menggunakan media, terlibat dalam kegiatan

politik, mengerti bagaimana “bekerja system”, dan lainnya (Ife, 1946).

Keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang

bersenyawa dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat

bersangkutan. Keberdayaan masyarakat adalah unsur-unsur yang memungkinkan

masyarakat untuk bertahan dan dalam pengertian dinamis mengembangkan diri

dan mencapai kemajuan (Randy & Riant, 2007).

2.1.2. Kategori kemandirian

Dengan kemampuan warga komunitas berpartisipasi diharapkan komunitas

dapat mencapai kemandirian, yang dapat dikategorikan sebagai “kemandirian

material, kemandirian intelektual, dan kemandirian manajemen (Nasution, 2006).

1. Kemandirian material

Tidak sama dengan konsep sanggup mencukupi kebutuhan sendiri.

Kemandirian material adalah kemampuan produktif guna memenuhi materi

dasar serta cadangan dan mekanisme untuk dapat bertahan pada waktu

(22)

2. Kemandirian intelektual

Merupakan pembentukan dasar pengetahuan otonom oleh komunitas

yang memungkinkan mereka menanggulangi bentuk-bentuk dominasi yang

lebih halus yang muncul di luar kontrol terhadap pengetahuan itu.

3. Kemandirian manajemen

Kemandirian manajemen adalah kemampuan otonom untuk membina

diri dan menjalani serta mengelola kegiatan kolektif agar ada perubahan

dalam situasi kehidupan mereka.

2.1.3. Pengertian Komunitas

Komunitas ialah suatu unit atau kesatuan sosial yang terorganisasikan dalam

kelompok-kelompok dengan kepentingan bersama (communities of common

interest), baik yang bersifat fungsional maupun yang mempunyai teritorial. Istilah community dapat diterjemahkan sebagai “masyarakat setempat”. Apabila

anggota-anggota suatu kelompok, baik kelompok besar maupun kelompok kecil, hidup

bersama sedemikian rupa sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat

memenuhi kepentingan-kepentingan hidup yang utama, maka kelompok tadi

disebut komunitas (Nasdian, 2006).

Dalam suatu komunitas aktifitas anggotanya dicirikan dengan partisipasi

dan keterlibatan langsung anggota komunitas dalam kegiatan tersebut, dimana

semua usaha swadaya masyarakat diintegrasikan dengan usaha-usaha pemerintah

setempat untuk meningkatkan taraf hidup, dengan sebesar mungkin

ketergantungan pada inisiatif penduduk sendiri, serta pembentukan pelayanan

(23)

sifat berswadaya, dan kegotongroyongan sehingga proses pembangunan berjalan

efektif (Nasdian, 2006). Dengan demikian kuat atau lemahnya suatu komunitas

dilihat dari tingkat partisipasi anggotanya terhadap suatu kegiatan/program dari

pemerintah. Kesadaran mereka untuk mau ikut serta dalam pemberdayaan sangat

mempengaruhi keefektifan suatu proses pembangunan.

Syahyuti (2005) dalam Furqon (2009), menegaskan bahwa secara umum,

komunitas (community) diartikan sekelompok orang yang hidup bersama pada

lokasi yang sama sehingga mereka telah berkembang menjadi sebuah “kelompok

hidup” (group lives) yang diikat oleh kesamaan kepentingan (common interest).

Artinya, ada sosial relationship yang kuat di antara mereka, pada satu batasan

geografis tertentu. Elemen dasar yang membentuk adalah adanya interaksi yang

intensif di antara anggotanya, dibandingkan dengan orang-orang di luar batas

wilayah. Ukuran derajat hubungan sosial, terkait dengan kesamaan tujuan adalah

pemenuhan kebutuhan utama individu dan anggota pembentuk kelompok

masyarakat.

2.1.4. Pengertian Partisipasi

Partisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas

sendiri, dibimbing oleh cara pikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana

dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol

secara efektif. Partisipasi dapat dikategorikan: Pertama, warga komunitas

dilibatkan dalam tindakan yang yang telah dipilihkan atau dirancang oleh orang

lain dan dikontrol oleh orang lain. Kedua, partisipasi merupakan proses

(24)

partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan

tindakan tersebut sebgai subjek yang sadar (Nasution, 2006)

Banyak alasan dapat diberikan untuk menyertakan masyarakat dalam

pengelolaan lingkungan dan sumberdaya. Melalui konsultasi dengan masyarakat

yang tinggal di wilayah yang akan terkena kebijakan program atau proyek,

dimungkinkan (1) merumuskan persoalan dengan lebih efektif, (2) mendapatkan

informasi dan pemahaman di luar jangkauan dunia ilmiah, (3) merumuskan

alternatif penyelesaian masalah yang secara sosial akan dapat diterima, dan (4)

membentuk perasaan memiliki terhadap rencana dan penyelesaian, sehingga

memudahkan penerapan (Mitchell, 1997).

2.1.4.1.Tingkatan partisipasi

Dalam penelitian ini peneliti berusaha untuk menjawab sampai tingkatan

mana komunitas diikutsertakan dalam program SF ini. Untuk itu peneliti akan

mengukurnya melalui Delapan Tingkatan Patisipasi menurut Arnstein (1969).

Tabel 1. Tingkatan Pastisipasi

Tingkatan partisipasi Hakekat Kesertaan Tingkatan Pembagian Kekuasaan

1. Manipulasi Komite berstempel Tidak ada partisipasi

2. Terapi Pemegang kekuasaan mendidik

rakyat

3. Pemberitahuan Hak-hak masyarakat dan

pelihan-pilihannya diidentifikasikan

Tokenism

4. Konsultasi Masyarakat didengar, tetapi

tidak dipakai sarannya

5. Placation Saran masyarakat diterima, tetapi tidak selalu dilaksanakan

6. Kemitraan Timbal balik dinegosiasikan

7. Pendelegasian kekuasaan Masyarakat diberikan kekuasaan untuk sebagian atau seluruh program

Tingkatan kekuasaan masyarakat

8. Kontrol oleh masyarakat

(25)

2.1.5. Konsep Wilayah dan Masyarakat Pesisir

Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas

ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang

masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut,

perembesan air laut (intrusi) yang dicirikan oleh vegetasinya yang khas,

sedangkan batas wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batas terluar

daripada daerah paparan benua (continental shelf), dimana ciri-ciri perairan ini

masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan

aliran air tawar, maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat

seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Bengen, 2002)3

Secara teoritis, masyarakat pesisir didefinisikan sebagai masyarakat yang

tinggal dan melakukan aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan sumberdaya

wilayah pesisir dan lautan. Dengan demikian, secara sempit masyarakat pesisir

memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan potensi dan kondisi

sumberdaya pesisir dan lautan. Namun demikian, secara luas masyarakat pesisir

dapat pula didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal secara spasial di wilayah

pesisir tanpa mempertimbangkan apakah mereka memiliki aktifitas sosial

ekonomi yang terkait dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan.

Sedangkan jika mengacu pada UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang

pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dimaksud dengan wilayah

pesisir adalah, daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi

oleh perubahan di darat dan di laut. Kemudian pengertian masyarakat pesisir

3 http://jchkumaat.files.wordpress.com/2007/01/pengertian-pengelolaan-bahan-kuliah-pengelolaan-pesisir-geog.doc

(26)

adalah, masyarakat yang terdiri dari masyarakat adat dan masyarakat lokal yang

bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

2.1.6. Masyarakat Nelayan

Nelayan didefinisikan sebagai orang yang secara aktif melakukan pekerjaan

dalam operasi penangkapan ikan atau budidaya binatang air. Pada budidaya

binatang atau tanaman air, orang yang dikategorikan sebagai nelayan adalah orang

yang melakukan pekerjaan pemeliharaan binatang atau tanaman air. Termasuk

dalam kategori pekerjaan pemeliharaan adalah pekerjaan pembenihan, pemberian

makanan ikan, pemupukan dan pemberantasan hama, pengairan tambak atau

kolam ikan (Dinas Perikanan Propinsi DATI I Jawa Tengah, 1994 dalam Amir

Fadhilah, 2003)

Hal ini berarti bahwa orang yang membuat jaring, istri, anak serta orang tua

nelayan yang tidak aktif dalam operasi penangkapan ikan tidak dimasukan dalam

kategori nelayan. Orang yang bekerja pada waktu pemanenan ikan atau membajak

tambak atau kolam ikan tidak dimasukan ke dalam kategori nelayan (Amir

Fadhilah, 2003)

2.1.7. Konsep Sea Farming

Sea Farming (SF) yang dapat didefinisikan sebagai sistem aktifitas berbasis

marikultur dengan tujuan akhir pada peningkatan stok sumberdaya perikanan dan

menjadi pendukung bagi kegiatan pemanfaatan sumberdaya perairan lainnya

(27)

Populasi P. Panggang Lokasi Sea Farming Demarcated Fishing Right Implementasi Sea Farming Community Based Agribusiness System

Hatchery Pendeder-1 Pendeder-2

Pendeder-3 Grower Pasar Distribusi Perdagangan Nelayan Stock Enhancement Kesepakatan Lokal Definisi Pelaku SF Monitoring dan Evaluasi Berbasis Masyarakat Pendampingan, Monitoring dan Evaluasi Berbasis Masyarakat Pendampingan, Monitoring dan Evaluasi Berbasis Masyarakat

merupakan sebuah sistem yang terdiri dari tiga sub-sistem yaitu sub-sistem input,

sub-sistem marikultur (proses) dan sub-sistem output4.

Gambar 2. Sistem Kelembagaan SF (PKSPL-IPB, 2006)

Sub-sistem pendukung merupakan prasyarat awal pembentukan

kelembagaan SF yang memiliki fungsi utama sebagai penyedia faktor pendukung

(supporting factors) bagi beroperasinya SF di lokasi yang dituju. Dalam

sub-sistem ini, faktor paling penting adalah berfungsinya demarcated fishing rights

sebagai persyaratan batas sistem operasi SF secara geografis (sistem boundary).

Pembentukan sistem fishing rights (FR) ini dilakukan dengan menggunakan

pendekatan riset partisipatif hingga mencapai kesepakatan lokal. Penentuan FR

4

(28)

ini tidak dapat dilepaskan dari analisis kesesuaian ekosistem sebagai penyokong

keberhasilan operasi SF secara teknis-ekologis.

Hetchery

Beackyard Hetchery di Masyarakat (Daratan/Pulau)

Beackyard Hetchery

di Laut (Tancap) Pen Culture PendederanBalai Sea Farming

Pembesaran Keramba Apung Restocking 16 Cm Restocking 16 Cm 13 Cm 3 Cm 3 Cm 6 Cm 6 Cm 13 Cm Gambar 3. Skema Dasar SF (PKSPL-IPB, 2006)

Sub-sistem kedua adalah marikultur (budidaya kelautan) di mana kegiatan

pembenihan, pendederan hingga pembesaran komoditas SF dilakukan.

Sub-sistem ini merupakan jantung dari implementasi SF karena input dan output

ekonomi SF pada dasarnya berasal dari sub-sistem marikultur ini. Agar akselerasi

sistem marikultur ini dapat dilakukan sesuai dengan tujuan, maka dalam

sub-sistem ini digunakan pendekatan community-based agribusiness sub-sistem (sub-sistem

agribisnis berbasis pada masyarakat, SABM). Dalam SABM ini, sebagian besar

pelaku adalah masyarakat lokal sehingga diharapkan manfaat ekonomi langsung

(29)

masyarakat lokal. Sebagai contoh, dengan implementasi intermediary mariculture

process yang melibatkan pendeder 1, pendeder 2, dan seterusnya (lihat Gambar 2)

maka alur finansial dalam bentuk perdagangan benih dapat dilakukan

menggantikan sistem konvensional yang hanya terbatas pada grower

(pembesaran). Pen culture Pen culture Pen culture Cage culture Cage culture Stock Enhancement

PASAR

BALAI SEA FARMING

Marikultur

Wisata Bahari

Penangkapan Ikan berkelanjutan Sea Ranching

Gambar 4. Simulasi SF (PKSPL-IPB, 2006)

Sub-sistem ketiga adalah sub-sistem output di mana komoditas SF akan

diperdagangkan melalui sistem distribusi dan perdagangan yang adil antar pelaku

SF dan pada saat yang sama berfungsi juga sebagai penyedia stok bagi

kepentingan konservasi dan pengkayaan stok ikan (stock enhancement). Fungsi

konservasi ini dapat melibatkan pemerintah daerah sebagai penjamin pasar bagi

pelaku SF. Dengan kata lain, pemerintah daerah membeli stok dari pelaku SF

bukan untuk kepentingan komersial melainkan untuk konservasi dan pengkayaan

(30)

2.1.8. Sistem Pengetahuan Lokal

Mitchell (1997) menjelaskan bahwa konsep sistem pengetahuan lokal

berakar dari sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal atau tradisional.

Masyarakat lokal atau asli dapat ditemukan di setiap daerah. Dengan definisi

masyarakat lokal atau asli yang cukup beragam tetapi beberapa elemen dasar yang

biasanya termasuk antara lain:

a. Keturunan penduduk asli suatu daerah yang kemudian dihuni oleh

sekelompok masyarakat dari luar yang lebih kuat

b. Sekelompok orang yang mempunyai bahasa, tradisi, budaya, dan agama

yang berbeda kelompok yang lebih dominan.

c. Selalu diasosiasikan dengan beberapa tipe kondisi ekonomi masyarakat.

d. Keturunan masyarakat berburu, nomadik, ladang berpindah.

e. Masyarakat dengan hubungan sosial yang menekankan pada kelompok,

pengambilan keputusan melalui kesepakatan serta pengelolaan

sumberdaya secara kelompok

2.2.Kerangka Pemikiran

2.2.1. Kerangka Pemahaman SF

Sebelum memasuki kerangka penelitian, peneliti ingin terlebih dulu

menjelaskan kerangka pemahaman peneliti terhadap proses pemberdayaan

masyarakat Pulau Panggang melalui konsep SF.

Secara konseptual, pemberdayaan terbagi menjadi tiga tahap yaitu, tahap

penyadaran, tahap pengkapasitasan, dan tahap pemberdayaan. Pada saat

(31)

diberdayakan dan mereka mempunyai hak untuk mendapatkan sesuatu. Tahap ini

bisa melalui sosialisasi dan prinsip dsarnya adalah membuat mereka mengerti

bahwa mereka perlu diberdayakan dan proses itu harus dimulai dari dalam diri

mereka. Setelah program disosialikan, tidak semua masyarakat menerima program

tersebut ada yang akomodatif dan ada juga yang resisten. Masyarakat yang

akomodatif tentunya akan mengadopsi program tersebut dan akan berlanjut ke

tahap kedua. Masyarakat yang resisten bukan berarti menolak mentah-mentah

program tersebut, walaupun ada kemungkinan untuk hal tersebut. Mereka

mungkin hanya tidak cocok dengan beberapa metode atau tujuan yang diberikan.

Ini akan menjadi masukan berupa saran dan kritikan terhadap program yang

tentunya akan diperbaiki dan disosialisasikan lagi.

Tahap kedua adalah pengkapasitasan atau biasa disebut capacity building .

mereka diberikan bekal berupa ilmu agar mereka mempunyai kecakapan (skill)

dan dapat berdaya. Cara ini bisa menggunakan pelatihan, workshop, dan seminar.

Proses pengkapasitasan ini mencakup tiga hal yaitu manusia, organisasi dan

sistem nilai. Pada tahap ini juga masyarakat yang telah menerima bekal akan

memberikan masukan dan saran terhadap program berdasarkan pengetahuan yang

mereka punya sebelumnya

Terakhir adalah pendayaan atau pemberian daya. Pada tahap ini mereka

diberikan daya, kekuasaan, otoritas, dan peluang sesuai dengan apa yang mereka

dapat pada tahap pengkapasitasan. Pada tahap ini mereka juga akan memberikan

masukan dan saran berdasarkan pengalaman yang telah mereka lakukan selama

(32)

Pengenalan/Awareness Pengkapasitasan/Capacity Building Pemberdayaan Sosialisasi Perbaikan Respon Respon Respon

Gambar 5. Kerangka Pemahaman Peneliti Terhadap SF

Program PKSPL (sea farming) Kemandirian Komunitas belajar & berkembang -manusia -organisasi -sistem nilai -pelatihan -seminar -workshop Komunitas (masy. P. panggang) Adopsi Masyarakat berdaya Akomodatif Resisten

(33)

Secara keseluruhan proses ini adalah proses yang berulang dimana ketika

PKSPL-IPB mensosialisasikan program pada awal pengenalan program akan

mendapat respon berupa penolakan program dari masyarakat yang mungkin

belum mengerti atau tidak memerlukan program ini. Kemudian akan ada

perbaikan dan disosialisasikan lagi. Pada saat pelaksanaan pun ada masukan dari

masyarakat berupa saran mengenai program.

2.2.2. Kerangka Penelitian

Penerapan program SF untuk masyarakat Pulau Panggang khusus untuk

pembesaran ikan kerapu merupakan proses pemberdayaan masyarakat setempat

agar dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dalam arti yang lebih luas. Jika

dilihat dari gambar kerangka penelitian maka ada dua aspek yang akan menjadi

fokus utama yaitu aspek kemandirian warga dan partisipasi warga untuk menjadi

anggota dari program SF. Alasan kenapa dua aspek tersebut yang diteliti adalah

karena pemberdayaan merupakan tahap awal agar komunitas dapat berpartisipasi

dalam program lebih khusus dalam proses pengmabilan keputusan yang

dimaksudkan untuk menumbuhkan keandirian komunitas.

Untuk aspek kemandirian, variabel yang akan diukur adalah kemandirian

materi, kemandirian intelektual, dan kemandirian manajemen. Peneliti akan

melihat variable mana yang berkembang setelah masyarakat mengikuti program

SF ini. Dalam pemberdayaan Sedangkan untuk aspek partisipasi akan dilihat

menlalui delapan tingkat partisipasi masyarakat menurut Arnstein (1969) dalam

Mitchell (1997). Delapan tingkatan tersebut adalah manipulasi, terapi,

(34)

kontrol oleh masyarakat. Peneliti akan melihat pada level mana masyarakat ikut

serta dalam program SF.

= mempengaruhi = Batasan penelitian

Gambar 6. Kerangka Penelitian

2.2.3. Hipotesa Pengarah

1. Penerapan konsep SF mempengaruhi Partisipasi komunitas nelayan di Pulau

Panggang.

2. Partisipasi komunitas terhadap penerapan dan pengembangan SF telah sampai

pada tahap kemitraan dan pendelegasian kekuasaan. Diharapkan bergerak

menuju kontrol oleh masyarakat.

Program Sea Farming Kemandirian -kemandirian material -kemandirian intlektual Kemandirian manajemen Partisipasi -manipulasi -terapi -pemberitahuan -konsultasi -placation -kemitraan -pendelegasian kekuasaan -kontrol oleh masyarakat Kesejahteraan Masyarakat Tingkat keberdayaan peserta

(35)

3. Partisipasi masyarakat dalam tahap kemitraan dan pendelegasian kekuasaan

telah mempengaruhi tingkat kemandirian komunitas dalam hal kemandirian

material, intelektual, dan manajemen.

2.2.4. Definisi Konseptual

1. SF adalah sistem aktifitas berbasis marikultur dengan tujuan akhir pada

peningkatan stok sumberdaya perikanan dan menjadi pendukung bagi

kegiatan pemanfaatan sumberdaya perairan lainnya seperti penangkapan ikan

dan pariwisata

2. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi

penangkapan ikan atau pembudidaya ikan.

3. Pemberdayaan adalah Pemberdayaan adalah “membantu” komunitas dengan

sumberdaya, kesempatan, keahlian, dan pengetahuan agar kapasitas

komunitas meningkat sehingga dapat berpartisipasi untuk menentukan masa

depan warga komunitas

4. Partisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri,

dibimbing oleh cara pikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan

proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol

secara efektif.

5. Kemandirian material adalah Kemandirian material adalah kemampuan

produktif guna memenuhi materi dasar serta cadangan dan mekanisme untuk

dapat bertahan pada waktu krisis.

6. Kemandirian intelektual adalah pembentukan dasar pengetahuan otonom oleh

(36)

dominasi yang lebih halus yang muncul di luar kontrol terhadap pengetahuan

itu.

7. Kemandirian manajemen adalah kemampuan otonom untuk membina diri dan

menjalani serta mengelola kegiatan kolektif agar ada perubahan dalam situasi

(37)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Strategi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif. Penelitian

kualitatif hendak membangun (melaporkan bangunan) suatu struktur sosial

masyarakat di tempat penelitian (Agusta, 1998). Oleh karena itu pendekatan

kualitatif mampu menggambarkan dan memberikan pemahaman yang mendalam

dan rinci tentang suatu peristiwa atau gejala sosial yang sedang terjadi. Melalui

metode ini juga peneliti mampu menggali berbagai informasi dan realitas sosial

yang terjadi di Pulau Panggang berdasarkan pemahaman masyarakat tentang SF.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan studi kasus. Hal ini karena

studi kasus merupakan strategi penelitian yang menggabungkan berbagai macam

teknik seperti wawancara, pengamatan, dan analisis dokumen. Studi kasus disebut

juga strategi penelitian multi dimensi. Studi kasus juga merupakan studi aras

mikro yang menyoroti satu atau beberapa kasus. Dalam penelitian ini yang akan

disorot adalah komunitas lokal di Pulau Panggang yang telah ikut SF.

Tipe studi kasus yang digunakan adalah studi kasus intrinsik. Studi kasus

intrinsik adalah studi yang dilakukan karena peneliti ingin mendapatkan

pemahaman yang lebih baik tentang suatu kasus khusus (Stake, 1994:237 dalam

Sitorus, 1998). Dalam penelitian ini, peneliti ingin mendeskripsikan dan mengkaji

(38)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu Jakarta.

Penelitian ini difokuskan pada program pemberdayaan masyarakat melalui

penerapan SF. Program SF adalah program yang diinisiasikan oleh PKSPL untuk

masyarakat Pulau Panggang. Lokasi tersebut dipilih karena masyarakat Pulau

Panggang merupakan masyarakat pesisir yang lokasi pulaunya berada di

Kepulauan Seribu, Jakarta. Lokasi tersebut masih bisa dijangkau oleh peneliti baik

dari segi biaya maupun jarak lokasi. Waktu penelitian direncanakan akan dimulai

pada awal Mei sampai akhir Juni. Dilaksanakan selama enam minggu kalender

dan dilakukan mulai tanggal 1 Mei-30 Juni 2009.

3.3.Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data dalam penelitian ini ada dua jenis data yaitu, data

primer dan data sekunder. Data primer didapat oleh peneliti dari pengalaman

langsung di lapang dan informasi dari pihak yang berkompeten. Kemudian untuk

data sekunder didapat dari literatur-literatur yang berkaitan dan mendukung

penelitian ini seperti laporan akhir program dari PKSPL-IPB, laporan kelompok,

buku keanggotaan kelompok, laporan akhir dari Suku Dinas Kelautan dan

Perikanan Pemda DKI Jakarta. Data yang digunakan adalah data yang berasal dari

kelompok Sea Farming, PKSPL-IPB, dan Sudin Kelautan dan Perikanan Pemda

(39)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini pengumpulan data

menggunakan teknik triangulasi data yaitu kombinasi dari beberapa teknik

pengumpulan data seperti wawancara mendalam, observasi lapang, dan

penelusuran dokumen dan literatur. Kemudian menggunakan catatan harian

sebagai hasil dari pengamatan di lapangan.

Wawancara mendalam digunakan untuk menggali informasi langsung dari

informan yang sudah ditentukan sebelumnya yang diperkirakan dapat

memberikan data yang akurat. Dilakukan dalam suasana yang informal dan santai

dengan tujuan untuk memahami pandangan tineliti tentang program SF.

Observasi yang dilakukan bersifat observasi berperanserta terbatas.

Artinya peneliti berusaha memahami perilaku atau tindakan informan terhadap

orang lain dengan terlibat secara langsung dalam kegiatan program SF. Peneliti

juga mengamati kejadian dan proses yang terjadi di sekitar lingkungan informan

dan juga masyarakat Pulau Panggang dalam hal program SF.

Selama penelitian di lapang, peneliti mengikuti berbagai macam kegiatan

informan kunci yang menjadi sumber data peneliti. Peneliti ikut memberi makan

ikan, mencari ikan kecil untuk pakan ikan kerapu, kumpul bersama para nelayan

lain dan informan lain. Serta masih banyak lagi kegiatan yang dilakukan peneliti

bersama tineliti dan pihak lain di lapang guna memenuhi ketersediaan data bagi

(40)

3.5. Teknik Analisis Data

Sejak penelitian dimulai dan data awal pengumpulan data, maka peneliti

juga melakukan analisis data. Dengan menggunakan tiga tahapan analisis data,

yaitu reduksi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Pertama adalah reduksi data, yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul

dari catatan-catatan tertulis di lapangan (Sitorus, 1998). Tujuan dari reduksi data

adalah untuk menajamkan, menggolongkan, membuang yang tidak perlu dan

mengorganisir data sehingga peneliti dapat mencapai kesimpulan akhir. Proses

mereduksi data dilakukan sejak peneliti memulai kegiatan dan berlangsung terus

sampai akhir (penyusunan laporan).

Kedua, data yang telah direduksi akan disajikan dalam bentuk deskriptif

yang mencoba menggambarkan dan memberikan pemahaman tentang proses

penerapan dan pengembangan SF. Sehingga diharapkan dapat menjawab

perumusan masalah yang merupakan tujuan dari penelitian ini.

Ketiga, menarik simpulan melalui verifikasi atau kroscek ulang. Hal ini

dilakukan oleh peneliti dengan cara berdiskusi dengan informan yang menjadi

subjek dalam penelitian ini sebelum peneliti menarik kesimpulan akhir. Juga

terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian ini yang telah memberikan

(41)

IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Letak Geografis dan Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang

Pulau Panggang adalah salah satu pulau yang terletak dalam kawasan

Kepulauan Seribu, Jakarta. Berada dalam wilayah Administrasi Kelurahan Pulau

Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Kelurahan Pulau Panggang terdiri

atas 13 pulau kecil, yaitu.

Tabel 2. Nama dan Luas Pulau di Kelurahan Pulau Panggang, 2008

No Nama Pulau Luas (hektar) Keterangan

1 Pulau Panggang 9 pemukiman 2 Pulau Pramuka 16 pemukiman 3 Pulau Karya 6 perkantoran/TPU 4 Pulau Peniki 3 navigasi 5 Pulau Karang Bongkok 0,50 peristirahatan 6 Pulau Karang Congkak 0,60 peristirahatan 7 Pulau Kotok Besar 20,75 pariwisata 8 Pulau Air Besar 2,90 peristirahatan 9 Pulau Gosong Sekati 0,20 peristirahatan 10 Pulau Semak Daun 0,75 PHU 11 Pulau Gosong Pandan - peristirahatan 12 Pulau Opak Kecil 1,10 peristirahatan 13 Pulau Kotok Kecil 1,30 PHU

Jumlah 62,10

Sumber: Kelurahan Pulau Panggang dalam Angka 2008

Batas-batas wilayah Kelurahan Pulau Panggang adalah adalah sebelah

utara berbatasan dengan perairan Kelurahan Pulau Kelapa di 05°41’41” LS -

05°41’45” LS, sebelah barat berbatasan dengan perairan laut jawa di 106°44’50”

BT, sebelah timur juga berbatasan dengan perairan Laut Jawa di 106°19’30” BT,

sedangkan di sebelah selatan berbatasan dengan perairan Kelurahan Pulau Tidung

(42)

Pulau panggang melintang dari barat ke timur dan menurut kepercayaan penduduk

sana posisi seperti ini memberikan kebaikan bagi penduduknya.

Sebenarnya jumlah pulau yang ada di Kelurahan Pulau Panggang ada 16

pulau namun akibat abrasi air laut yang tersisa saat ini jadi 13 pulau. Pulau yang

berpenghuni dan banyak penduduk di Kelurahan Pulau Panggang hanya ada

empat pulau yaitu Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Karya dan Pulau Kotok

Besar. Pusat pemerintahan kelurahan berada di Pulau Panggang, sedangkan Pulau

Pramuka dijadikan pusat pemerintahan Kabupaten Administratif Kepulauan

Seribu, Jakarta. Pulau Kotok Besar selain menjadi resort pribadi juga menjadi

tempat penangkaran dan pelestarian elang laut.

Kelurahan Pulau Panggang mempunyai Visi, “Pengentasan Kemiskinan

Sebesar 30% dalam Waktu 3 Tahun”. Biasa disebut dengan 3/30. Misi,

“Pengentasan Kemiskinan Melalui Program Pariwisata dan Budidaya Kelautan

Berbasis Komunitas”.

4.2. Kondisi Demografis

Dengan luas hanya 9 hektar, Pulau Panggang memiliki kepadatan

penduduk yang cukup banyak yaitu 3905 jiwa dengan 433 jiwa per hektarnya

(Kel. P.Panggang dalam Angka 2008). Total penduduk Pulau Panggang dan Pulau

Pramuka saat ini mencapai 5.519 jiwa. Suatu jumlah yang cukup banyak jika

dibandingkan dengan luas Pulaunya. Hal ini mengakibatkan kondisi Pulau yang

sangat padat dengan bangunan rumah bahkan bisa dibilang sudah tidak ada lagi

(43)

menimbun sampah, karang-karang mati, pasir dan material lain yang bisa

digunakan untuk membuat pondasi rumah.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Kelurahan Pulau Panggang Menurut Jenis Kelamin, 2008

Kelompok Umur (thn) Laki-laki (orang) Perempuan (orang) Jumlah (orang)

<15 764 726 1.520 16-30 760 682 1.442 31-45 709 700 1.409 46-60 398 427 825 61-74 107 91 198 >75 4 7 11 Total 2.832 2.687 5.519

Sumber: Kelurahan Pulau Panggang dalam Angka 2008

Gambaran tentang Pulau Panggang adalah sebuah pulau kecil yang padat

dengan rumah-rumah penduduk. Dari ujung timur sampai ujung barat yang ada

hanya rumah, kecuali pada saat air surut maka di ujung timur terlihat pasir putih

pantai. Hanya ada “hutan”5 kecil yang terletak di sebelah selatan Pulau.

Penduduknya sangat padat, banyak orang berseliweran di gang-gang depan rumah

mereka. Lebar jalanan yang memisahkan deretan rumah penduduk hanya sekitar

dua meter.

Sebagian besar penduduk Pulau Panggang bekerja sebagai nelayan dengan

mencapai 1.700 orang, hampir setengah dari jumlah penduduk. Sisanya bekerja

sebagai pegawai negeri, karyawan swasta, ojek laut, dan lain-lain. Bahkan cukup

banyak yang jadi guru (84 orang) karena disana terdapat SD, SMPN 133, dan

SMAN 69 Jakarta.

5

Di Pulau Panggang ada sepetak tanah yang ditumbuhi oleh pohon-pohon dan orang sana menyebutnya sebagai hutan

(44)

Tabel 4. Jumlah Penduduk Kelurahan Pulau Panggang Menurut Jenjang Pendidikan, 2008

Pendidikan Pria (orang) Wanita (orang)

Jumlah (orang)

Belum sekolah 204 168 372

Tidak pernah sekolah 9 6 15

Pernah sekolah SD tapi tidak tamat 496 432 928

Tamat SD sederajat 1.206 1.162 2.368

Tamat SMP sederajat 253 262 515

Tamat SMA sederajat 562 544 1.106

Tamat D1 - - - Tamat D2 - - - Tamat D3 19 42 61 Tamat S1 78 70 148 Tamat S2 5 1 6 Tamat S3 - - - Jumlah 2.832 2.687 5.519

Sumber: Kelurahan Pulau Panggang dalam Angka 2008

Jenjang pendidikan di sana pun cukup beragam. Beberapa sekolah negeri

terdapat di Kelurahan Pulau Panggang. Sekolah Dasar (SD) terdapat di Pulau

Panggang, Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas

(SMA) terdapat di Pulau Pramuka. Lulusan perguruan tinggi pun cukup banyak,

bahkan sebagian lulusan perguruan tinggi ternama seperti Universitas Negeri

Jakarta (UNJ), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Sekolah Tinggi Perikanan

(STP)

4.3. Sosial Budaya Masyarakat Kelurahan Pulau Panggang

Berdasarkan etnisnya maka penduduk Pulau Panggang tidak ada yang

merupakan penduduk asli pulau tersebut. Pulau Panggang merupakan tempat para

pelaut Makasar singgah pada jaman dulu. Oleh karena itu sebagian besar beretnis

(45)

Mandar. Sisanya berasal dari daerah lain yang mencoba merantau dan mencari

peruntungan baru di sana.

Kehidupan sosial Pulau Panggang tidak jauh berbeda dengan penduduk

lain di Jakarta. Hal ini dikarenakan teknologi yang ada di sana sudah cukup

memadai. Jaringan internet pun sudah masuk dan transportasi menuju Jakarta

setiap harinya ada dua pelayaran dengan waktu tempuh hanya sekitar 2,5 jam

menuju Muara Angke Jakarta. Selain itu Pulau Pramuka yang letaknya

bersebelahan dengan Pulau Panggang merupakan Pulau tujuan pariwisata turis

lokal maupun asing. Setiap harinya, bahkan di hari Sabtu dan Minggu banyak

turis yang datang kesana baik lokal maupun turis asing. Hal ini membuat

penduduk Pulau harus bisa beradaptasi dengan banyak pendatang. Masyarakat

pesisir biasanya juga lebih terbuka terhadap perubahan dan budaya yang berbeda.

Hal ini dikarenakan mereka, terutama nelayan, sering berinteraksi dengan orang

luar. Misalnya saja pada saat menjual ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

Muara Angke.

Berdasarkan hasil pengamatan, penduduk Pulau Panggang mempunyai

rasa kekeluargaan yang sangat kuat. Mungkin ini akibat dari luas Pulau yang kecil

dan rata-rata laki-laki disana menikah dengan wanita asli sana juga. Sehingga

terjalin hubungan keluarga satu sama lain. Terhadap orang luar pun, contohnya

peneliti, mereka sangat ramah bahkan beberapa kali peneliti makan di tempat

mereka dan mengobrol seharian tanpa mengenal usia. Suasana keakraban sangat

dibangun disana. Hampir seperti rumah sendiri ketika tiap kali datang kesana.

Penduduk di sana mayoritas memeluk agama Islam, hampir 100 persen

(46)

sudah banyak bahkan bila dibandingkan dengan luas Pulau yang kecil dengan

jumlah penduduk yang bisa mencapai pendidikan tinggi cukup banyak, yaitu

sebesar 215 orang.

4.4. Sosial Ekonomi Masyarakat Kelurahan Pulau Panggang

Kehidupan perekonomian di Kel. Panggang khususnya di Pulau panggang

dan Pulau Pramuka cukup memberikan gambaran bahwa roda perekonomian

disana berputar. Cukup beragamnya jenis usaha dan pekerjaan masing-masing

penduduk membuat tingkat pertumbuhan ekonomi bisa berkembang walaupun

tidak terlalu signifikan. Jika dilihat dari jenis rumah yang ada disana hampir

semuanya sudah merupakan bangunan permanen bahkan cukup banyak yang

sedang membangun rumahnya (renovasi dan pugar baru). Setiap pagi sampai sore

pun cukup banyak ibu-ibu yang berjualan keliling, baik itu jualan sayur, makanan

ringan, makanan siap santap, kebutuhan rumah tangga, dan makanan khas daerah

sana. Ragam dan jenis usaha ekonomi bisa dilihat dalam Tabel 5.

Berdasarkan jenis pekerjaan memang sebagian besar, mencapai 68 persen,

berprofesi sebagai nelayan. Tetapi tidak sedikit yang menjadi pegawai negeri

karena disana terdapat kantor kelurahan dan kantor kabupaten. Di Pulau Karya,

tinggal pegawai Suku Dinas Kelautan dan Perikanan Pemda DKI Jakarta.

(47)

Tabel 5. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Pulau Panggang, 2008

No

Jenis Mata

Pencaharian Pria (orang)

Wanita

(orang) Jumlah (orang)

1 Buruh/karyawan swasta 76 46 122

2 PNS 112 80 192

3 TNI/Polri 10 1 11

4 Pedagang 70 84 154

5 Pengrajin 1 7 8

6 Tukang ojek laut 54 1 55

7 Montir 4 - 4 8 Dokter 3 1 4 9 Kepala sekolah 6 8 14 10 Guru 83 76 159 11 Dosen 1 1 2 12 Manager 2 - 2 13 Cleaning service 12 18 30 14 Office boy 4 2 6 15 Sales 1 - 1 16 Pelaut 4 - 4 17 Nelayan 1.722 - 1.722 18 Pensiun/veteran 17 6 23 19 Advokat/pengacara - 1 1 Jumlah 2.182 331 2.513

Sumber: Kelurahan Pulau Panggang dalam Angka 2008

Jumlah tenaga medis di Kelurahan Pulau Panggang bisa dibilang sedikit

bahkan tidak memadai untuk jumlah penduduk yang sebanyak itu. Padahal di

Pulau Pramuka terdapat rumah sakit yang cukup lengkap. Tetapi selama

pengamatan peneliti, rumah sakit tersebut setiap harinya kosong oleh pegawai dan

pasien. Hal ini dikarenakan masyarakat Kelurahan Pulau Panggang jika sakit lebih

(48)

Tabel 6. Jenis dan Jumlah Kegiatan Usaha Penduduk Kelurahan Pulau Panggang, 2008

No Jenis Kegiatan Usaha Pria (orang) Wanita (orang)

1 Menjahit 1 7

2 Kripik sukun 1 4

3 Dodol rumput laut 2 2

4 Gemlang 1 2

5 Kerapu 70 -

6 Bandeng 25 35

7 Rumput laut 16 -

8 Ikan hias 48 -

9 Karang hias (transplantasi) 15 -

10 Mesin kapal laut 4 -

11 Ojek kapal besar 38 -

12 Ojek kapal kecil 11 -

13 Warung klontong 70 84

14 Restoran dan Warung Nasi 14 47

Jumlah 321 181

Sumber: Kelurahan Pulau Panggang dalam Angka 2008

Berdasarkan tabel maka terlihat jelas jumlah penduduk yang bekerja di

macam-macam bidang. Warung klontong menempati urutan pertama untuk

penduduk wanita yang berwirausaha. Kebanyakan ibu-ibu disana memang

membuka warung untuk menambah pendapatan keluarga. Mereka tidak bisa

selalu bergantung pada penghasilan suaminya yang nelayan. Selain itu kegiatan

ini juga untuk mengisi waktu senggang mereka menunggu suami pulang

membawa hasil.

Terbanyak kedua adalah nelayan budidaya kerapu, yang memang menjadi

tujuan utama program ini. Semua pelakunya adalah laki-laki, tidak ada wanita

dalam kelompok ini. Kemudian terbanyak selanjutnya adalah yang bekerja

sebagai nelayan ikan hias dan pengusaha kapal motor. Pengusaha kapal motor di

Pulau Panggang cukup banyak, karena kapal motor disana dijadikan alat

(49)

Pulau ini pun disebut sebagai “ojeg kapal”. Sekali penyeberangan, penumpang

cukup membayar Rp 2.500,00 saja.

Terdapatnya lembaga keuangan dan Bank juga memberi pengaruh

terhadap perputaran ekonomi di Pulau. Masyarakat bisa meminjam modal bantuan

usaha dari lembaga tersebut dan menggunakannya untuk kepentingan usaha.

Disana beroperasi Bank DKI Jakarta yang berkantor di dalam gedung

pemerintahan kabupaten.

4.5. Karakteristik Nelayan di Pulau Panggang6

Nelayan di Pulau Panggang dapat dibedakan menurut jenis ikan yang

ditangkapnya, peralatan yang digunakan, dan menurut status nelayan.

•Berdasarkan jenis ikan yang ditangkapnya: Nelayan ikan hias, Nelayan udang, Nelayan cumi, Nelayan ikan tongkol, Nelayan kerapu, Nelayan

musiman yang menagkap apa adanya tergantung musim

•Berdasarkan jenis alat tangkap yang digunakan: Nelayan pancing, Nelayan bubu, Nelayan jaring, Nelayan muroami, Nelayan jaring tegur

•Berdasarkan status nelayan: Nelayan mandiri, Nelayan yang bekerja untuk pemilik kapal yang biasanya masih milik keluarga, Nelayan pekerja yang

digaji, Nelayan bagi hasil, Nelayan yang melaut sebagai upaya mendapatkan

tambahan penghasilan

Pada umumnya yang menjadi nelayan adalah yang tidak tamat SD (14,29%)

dan tamat SD (76,19%). Sedangkan semakin tinggi tingkat pendidikan maka

semakin kecil presentasinya. Bisa dilihat pada Tabel 7 berikut:

6

Diambil dan disarikan dari : EKSTENSIFIKASI KAPASITAS KELOMPOK SEA FARMING (Laporan Pendahuluan), kerjasama Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dengan PT. EDECON PRIMAMANDIRI, 2008.

(50)

Umumnya nelayan di Pulau panggang melakukan perjalanan/penangkapan

dalam satu hari perjalanan (satu hari), terutama nelayan ikan hias. Hanya sedikit

yang melaut lebih dari satu minggu dalam sekali trip. Berdasarkan hal tersebut

maka dapat diklasifikasikan;

• Melaut satu hari (pagi sampai sore) dan pada hari keduanya libur. • Tiap hari melaut tetapi hanya setengah hari

• Bila berencana melaut lebih dari satu hari maka yang mereka lakukan umumnya adalah melaut selama enam hari. Mereka tidak melaut pada

hari Jumat (namun ketentuan tidak melaut pada hari Jumat sudah mulai

tidak diberlakukan lagi sejak akhir tahun 80’an)

4.6. Konteks Lokasi SF7

Berdasarkan kondisi geofisik dan oseanografi, di perairan Pulau Semak

Daun dapat diterapkan sistem budidaya pen culture (sistem kandang), cage

culture (sistem karamba jarring apung, KJA), Longline dan sea ranching. Cage culture diterapkan di kawasan perairan laut dangkal yang memiliki kedalaman

5-17 meter pada saat surut dan memiliki arus laut 0,15-0,35 meter/detik dengan

substrat dasar berupa pasir atau batu. Berdasarkan kriteria tersebut, lokasi yang

cocok adalah perairan yang dekat dengan pintu masuk air ke dalam kawasan

karang dalam Pulau Semak Daun. Dari sedikitnya empat pintu masuk dan/atau

keluar air pada saat pasang dan surut, yakni Goba Tipis di utara kawasan, Nawi

dan Blencong di selatan, dan Goba Sempit di Barat Daya. Pintu Goba Tipis

merupakan tempat yang paling cocok.

7

Diambil dan disarikan dari : EKSTENSIFIKASI KAPASITAS KELOMPOK SEA FARMING (Laporan Pendahuluan), kerjasama Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dengan PT. EDECON PRIMAMANDIRI, 2008.

(51)

Gambar 7. Balai Hatcheri Karang Congkak

Gambar 8. Balai SF di Semak Daun

Selain itu lokasi yang cocok untuk budidaya laut dengan menggunakan

sistem cage culture ini adalah perairan yang terletak di sebelah tenggara Pulau

Semak Daun atau di sebelah luar pintu Goba Sempit. Lokasi terakhir ini meskipun

berada di luar perairan karang dalam, relatif terlindungi oleh terumbu karang baik

pada musim barat maupun pada musim timur. Luas kawasan yang potensial untuk

pengembangan cage culture di perairan Pulau Semak daun ini diperkirakan

mencapai 1,81 hektar, yaitu seluas 0,70 hektar di pintu Goba Tipis dan 1,11 hektar

Gambar

Gambar 2. Sistem Kelembagaan SF (PKSPL-IPB, 2006)
Gambar 4. Simulasi SF  ( PKSPL-IPB, 2006)
Gambar 5. Kerangka Pemahaman Peneliti Terhadap SF Program PKSPL (sea farming) Kemandirian  Komunitas  belajar &amp; berkembang -manusia -organisasi -sistem nilai  -pelatihan -seminar  -workshop Komunitas (masy
Gambar 6. Kerangka Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi komunikasi rnerupakan fungsi bahasa yang kedua setelah fungsi ekspresi diri. Maksudnya, komunikasi tidak akan tenrvujud tanpa dimulai dengan ekspresi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, upah yang akan diusulkan untuk PT Dewata Sari Prima sebesar Rp 21.000,00 untuk satu kelompok yang berhasil memproduksi

Untuk itulah bagian program merupakan tulang punggung dari suatu stasiun televisi yang mempunyai tugas harus merencanakan program dengan matang, karena apapun

Transaksi asuransi syariah yang dimaksud dalam Pernyataan ini adalah transaksi yang terkait dengan kontribusi peserta, alokasi surplus atau defisit underwriting, penyisihan teknis,

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis efisiensi pasar, keragaman harga, surplus pembeli-penjual pada pasar persaingan sempurna dan pasar monopoli; (2)

Cara yang dapat ditempuh untuk mengurangi sampah antara lain pemilahan sampah sejak dari sumbernya dan penerapan 3R (Reduce, Reuse, Recycle).. atau pengurangan, penggunaan kembali

Perasaan adalah faktor utama dalam latar belakang terciptanya karya musik Rest in Peace Brother .Perasaan yang timbul akibat kehilangan seorang sahabat yang selalu

Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk merancang bangun sistem informasi e- learning yang berfokus pada kegiatan belajar mengajar sehingga dapat mempermudah