• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

1. Kemampuan Penalaran Adaptif Matematik Siswa

yang diberikan, kemampuan menarik kesimpulan dari sebuah pernyataan, dan kemampuan menemukan pola dari suatu masalah matematika. Hasil penalaran adaptif matematik siswa tersebut diperoleh dari nilai posttest siswa

2. Pembahasan kemampuan penalaran adaptif matematik siswa yaitu yang diberi permasalahan pemecahan masalah dengan pembelajaran menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dan metode konvensional.

3. Sikap siswa terhadap penerapan metode pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)

4. Siswa yang diteliti adalah siswa kelas XI IPA SMA Muhammadiyah 25 Pamulang.

5. Materi yang dibahas adalah Trigonometri.

D. Rumusan Masalah

Sebagaimana diuraikan pada latar belakang masalah, bahwa perlu adanya peningkatan kemampuan penalaran adaptif matematik siswa. Dengan demikian yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat pengaruh metode pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) terhadap kemampuan penalaran adaptif matematik siswa?

2. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian Eksperimen ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh metode pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) terhadap kemampuan penalaran adaptif matematik siswa.

2. Untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)

F. Manfaat Penelitian

Apabila hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan metode TAPPS memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan penalaran adaptif matematik siswa, maka diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak diantaranya: 1. Bagi Siswa

Hasil dari pembelajaran siswa dengan menggunakan metode TAPPS dapat meningkatkan kemampuan penalaran adaptif siswa.

2. Bagi Guru

Metode TAPPS dapat digunakan sebagai metode alternatif yang dapat meningkatkan kemampuan penalaran adaptif siswa pada proses pembelajaran. 3. Bagi Sekolah

Sekolah dapat merekomendasikan penggunaan metode TAPPS untuk meningkatkan kemampuan penalaran adaptif siswa bahkan untuk mata pelajaran lain

4. Bagi Peneliti

Peneliti dapat menambah wawasan tentang metode TAPPS dalam meningkatkan penalaran adaptif

5. Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi pembaca untuk diteliti lebih lanjut

8

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik

1. Kemampuan Penalaran Adaptif Matematik a. Pengertian Matematika

Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani yaitu mathematike, yang mengandung pengertian hal-hal yang berhubungan dengan belajar (relating to learning). Kata tersebut mempunyai akar kata mathema yang artinya pengetahuan atau ilmu. Kata ini pun berhubungan erat dengan kata lain yaitu mathanein yang maknanya adalah belajar (learning).1

Menurut Turmudi, pada tahap awal matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris. Kemudian pengalaman itu diproses dalam dunia rasio, diolah secara analisis dan sintesis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampailah pada suatu kesimpulan berupa sejumlah konsep matematika. Agar konsep-konsep matematika yang telah terbentuk itu dapat dipahami oleh orang lain dan dapat dengan mudah dimanipulasi secara tepat maka digunakan notasi dan istilah yang cermat serta disepakati bersama secara global yang dikenal dengan bahasa matematika.2

Selanjutnya, Kline dalam Suherman mengatakan bahwa matematika bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi matematika utamanya untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.3

Berdasarkan beberapa pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang sangat dibutuhkan oleh cabang-cabang ilmu pengetahuan yang lain karena matematika

1

Suhendra, dkk. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. (Jakarta: Universitas Terbuka , 2007) h. 7.4

2

Ibid., h.7.4 3

Erman Suherman, dkk. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.(Bandung: UPI, 2003). h. 18

merupakan ilmu yang melatih seseorang untuk berpikir secara logis dan menghasilkan ide-ide atau gagasan. Matematika mengajarkan untuk berpikir, bernalar, berkomunikasi, dan juga sebagai alat untuk memecahkan berbagai persoalan. Pembelajaran matematika adalah interaksi antar siswa dalam suatu suasana belajar matematika untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir dan meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan persoalan.

b. Matematika Sebagai Penalaran

Matematika merupakan ilmu yang melatih cara berpikir sesuai logika dengan menganalisa terlebih dahulu situasi dan konsep yang ada. Seperti yang diungkapkan oleh Sukardjono bahwa matematika adalah cara atau metode berpikir dan bernalar.4 Sedangkan Suhendra mengemukakan bahwa matematika adalah kegiatan yang menggunakan penalaran. Dengan demikian dalam berbagai aktivitas pembelajaran matematika, peserta didik semestinya dikondisikan agar selalu menggunakan penalaran yang bersifat logis, kritis, sistematis, tepat, jelas, cermat, dan akurat.5

Menurut Shadiq, materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika.6 Soemarmo menyatakan bahwa matematika mempunyai dua arah pengembangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa depan. Salah satu visi pembelajaran matematika yaitu mengarahkan pada pemahaman konsep matematika yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika

4

Sukardjono. (2000). Filsafat dan Sejarah Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka, hlm. 13

5

Suhendra, dkk. (2007). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka, hlm. 7.17

6 Fajar Shadiq, “Pemecahan masalah, Penalaran dan Komunikasi”, Makalah disampaikan pada Diklat Instruktur/Pengembangan Matematika SMA Jenjang Dasar, Yogyakarta, 6-19 Agustus 2004, h. 3.

dan masalah ilmu pengetahuan lainnya serta memberikan kemampuan penalaran matematika siswa.7

Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa penalaran dan matematika merupakan dua kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Matematika dan penalaran saling berkaitan. Saat proses pembelajaran matematika, dibutuhkan pula proses bernalar. Matematika memanglah merupakan sebuah kegiatan berpikir dan menalarkan sesuatu sebelum menemukan penyelesaiannya.

c. Pengertian Penalaran adaptif

Pembelajaran matematika memuat berbagai kecakapan yang harus dimiliki oleh siswa sebagai wujud penguasaan terhadap ilmu matematika. Pada tahun 2001, National Research Council (NRC), memperkenalkan penalaran yang mencakup kemampuan induksi dan deduksi, dan kemudian diperkenalkan dengan istilah penalaran adaptif. Kilpatrick mendefinisikan penalaran adaptif sebagai kemampuan siswa untuk menarik kesimpulan secara logis, memperkirakan jawaban, memberi penjelasan mengenai konsep dan prosedur jawaban yang digunakan, serta menilai kebenarannya secara matematika.

d. Kemampuan Penalaran Adaptif Matematik

Menurut Kilpatrick terdapat lima jenis kompetensi matematis yang harus dikembangkan dalam proses pembelajaran matematika disekolah yaitu:

1) Conceptual understanding (pemahaman konsep), yaitu kemampuan dalam mengaplikasikan konsep, operasi, dan relasi dalam matematika 2) Procedural fluency (kemahiran procedural), yaitu kemampuan yang

mencakup pengetahuan mengenai proses, serta kemampuan dalam

7

Lia Kurniawati, Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan dan Penalaran Matematik Siswa SMP, Jurnal ALGORITMA Vol. 1 No. 1, Juni 2006, h.78

membangun fleksibilitas, akurasi, serta efisiensi dalam menyelesaikan suatu masalah.

3) Strategic competence (kompetensi strategis), yaitu kemampuan untuk memformulasikan, mempresentasikan, serta menyelesaikan permasalahan matematika.

4) Adaptive reasoning (penalaran adaptif), yaitu kapasitas untuk berpikir secara logis tentang hubungan antara konsep dan situasi. Seperti memperkirakan jawaban, memberikan penjelasan mengenai konsep dan prosedur jawaban yang digunakan, dan menilai kebenarannya secara matematika.

5) Productive disposition (sikap produktif), yaitu tumbuhnya sikap positif serta kebiasaan untuk melihat matematika sebagai sesuatu yang masuk akal, berguna dan bermanfaat dalam skehidupan.8

Penalaran adaptif berperan sebagai perekat yang menyatukan kompetensi siswa, sekaligus menjadi pedoman dalam mengarahkan pembelajaran. Salah satu kegunaannya adalah untuk melihat melalui berbagai macam fakta, prosedur, konsep, dan metode pemecahan serta untuk melihat bahwa segala sesuatunya tepat dan masuk akal.9 Penalaran adaptif merupakan salah satu kecakapan yang harus dimiliki oleh siswa untuk menunjang kemampuan belajarnya. Dalam bukunya, Kilpatrick mengemukakan bahwa Penalaran adaptif tidak hanya mencakup penalaran deduktif saja yang hanya mengambil kesimpulan berdasarkan pembuktian formal secara deduktif, tetapi penalaran adaptif juga mencakup penalaran intuisi dan penalaran induktif dengan pengambilan kesimpulan berdasarkan pola, analogi, dan metafora.10

Pembelajaran yang mengacu pada penalaran adaptif tidak hanya menekankan siswa untuk menyesaikan sebuah permasalahan saja, tetapi siswa juga dituntut untuk menggunakan pemikirannya secara logis,

8

Jeremy Kilpatrick, Jane Swafford. & Bradford Findell. (2001). Adding It Up: Helping Children Learn Mathematics. Washington, DC: National Academy Press. h. 5

9

Ibid h.129

10

sistematis dan kritis. Pembuktian yang dikemukakan oleh siswa harus sesuai dengan situasi dan konsep yang berlaku serta alasannya harus jelas. Salah satu kelebihan dari penalaran adaptif adalah siswa diberikan kesempatan untuk memeriksa pekerjaan seseorang.11 Pada kegiatan pemeriksaan ini, berkembang kemampuan siswa untuk menganalisa dimana letak kesalahan dari pekerjaan tersebut. Selain itu, siswa juga dapat memeriksa apakah pekerjaan tersebut tepat, jelas, dan masuk akal.

Siswa dapat menunjukan penalaran adaptif mereka ketika menemui tiga kondisi12, yaitu:

1. Mempunyai pengetahuan dasar yang cukup. Dalam hal ini siswa mempunyai kemampuan prasyarat yang bagus sebelum memasuki pengetahuan yang baru untuk menunjang proses pembelajaran

2. Tugas yang dapat dipahami atau dimengerti dan dapat memotivasi siswa

3. Konteks yang disajikan telah dikenal dan menyenangkan bagi siswa Indikator yang terdapat dalam penalaran adaptif yaitu:13

1. Kemampuan mengajukan dugaan atau konjektur

2. Kemampuan memberikan alasan mengenai jawaban yang diberikan 3. Kemampuan menarik kesimpulan dari sebuah pernyataan

4. Kemampuan memeriksa kesahihan suatu argumen

5. Kemampuan menemukan pola dari suatu masalah matematika

Berdasarkan penjelasan teori-teori penalaran adaptif diatas, dapat disimpulkan bahwa penalaran adaptif adalah suatu kegiatan berpikir secara logis antara konsep dan situasi dengan mengaitkan antara jawaban dan alasan yang diberikan. Sesuai dengan yang telah disampaikan dalam pembatasan masalah, kemampuan penalaran adaptif matematik yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi kemampuan siswa dalam 11 Ibid h. 130 12 Ibid 13

Djamilah Bondan W, Mengembangkan kecakapan Matematis mahasiswa Calon Guru matematika melalui Strategi Perkuliahan Kolaboratif berbasis masalah, Prosiding Seminar Nasional Fakultas MIPA Universitas negeri Yogyakarta, 2011, h.M-3

memberikan alasan mengenai jawaban yang diberikan, menarik kesimpulan dari sebuah pernyataan, dan menemukan pola dari suatu masalah matematika.

2. Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)

a. Pengertian Masalah dan Pemecahan Masalah

Sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Namun mereka menyatakan juga bahwa tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah apabila pertanyaan itu menunjukan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui pelaku.

Masalah atau problem adalah suatu kesenjangan antara diamana anda berada sekarang dengan tujuan yang anda inginkan, sedangkan anda tidak tahu proses apa yang akan dikerjakan.14 W.W Sawyer menyatakan bahwa pengetahuan yang diberikan atau ditransformasikan langsung kepada para siswa akan kurang meningkatkan kemampuan bernalar (reasoning) mereka. W.W Sawyer menyebutnya hanya meningkatkan kemampuan untuk mengingat saja. Padahal di era global dan era perdagangan bebas, kemampuan bernalarlah serta kemampuan berpikir tingkat tinggi yang akan sangat menentukan keberhasilan mereka. Karenanya, pemecahan masalah akan menjadi hal yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan matematika, sehingga pengintegrasian pemecahan masalah (problem solving) selama proses pembelajaran berlangsung hendaknya menjadi suatu keharusan. 15

14

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, Cet.I,(Bandung: UPI PRESS, 2006), h.126

15

Fajar Shadiq, “Pemecahan masalah, Penalaran dan Komunikasi”, Makalah disampaikan pada Diklat Instruktur/Pengembangan Matematika SMA Jenjang Dasar, Yogyakarta, 6-19 Agustus 2004, h.16

Masalah merupakan pertanyaan yang membingungkan atau sulit. Sedangkan masalah dalam matematika adalah segala sesuatu yang memerlukan pengerjaan atau dengan kata lain segala sesuatu yang memerlukan pemecahan. Pemecahan masalah matematika adalah usaha seseorang dalam menggunakan berbagai konsep yang telah dipelajarinya untuk memecahkan masalah matematika bahkan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Adapun pengertian pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah suatu proses dalam menyelesaikan masalah yang tidak rutin yaitu masalah yang tidak dapat diselesaikan secara langsung atau tidak dapat diselesaikan dengan metode biasa, pemecahan masalahnya menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS).

b. Pengertian Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Thinking Aloud artinya berpikir yang diverbalkan, Pair artinya berpasangan dan Problem Solving artinya pemecahan atau penyelesaian masalah. Jadi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dapat diartikan sebagai teknik berpikir yang diverbalkan secara berpasangan dalam menyelesaikan masalah. Saat siswa memecahkan suatu permasalahan, siswa dapat langsung menyampaikan pemikirannya kepada teman sebaya. Kesempatan ini mengajarkan siswa untuk menjadi problem solver yang baik. TAPPS merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat menciptakan kondisi belajar aktif. Sehingga metode TAPPS memberikan tantangan kepada siswa untuk belajar dan berpikir sendiri.

Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Claparade, yang kemudian digunakan oleh Bloom dan Bloder untuk meneliti proses pemecahan masalah pada siswa SMA. Art Whimbey dan Jack lochhead telah mengembangkan metode ini pada pengajaran matematika dan fisika. Pada metode TAPPS, siswa dibagi menjadi beberapa tim, setiap tim terdiri

dari dua orang. Satu orang siswa berperan menjadi problem solver dan satu orang lagi berperan menjadi listener.16

c. Pelaksanaan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving

(TAPPS)

Menurut Whimbbey dan Lochhead, metode TAPPS menggambarkan pasangan yang bekerja sama sebagai problem Solver dan listener untuk memecahkan suatu permasalahan, dan setelah selesai bertukar peran. Setiap siswa mempunyai tugas masing-masing, dan guru dianjurkan untuk mengarahkan siswa Proses ini telah terbukti efektif dalam membantu siswa belajar.17

Tugas dari problem solver dan listener adalah sebagai berikut: 18 a) Tugas Problem Solver :

1. Membacakan soal dengan suara lantang agar listener dapat mengetahui permasalahan yang akan diselesaikan

2. Memulai penyelesaian soal dengan caranya sendiri. Problem solver mengemukakan semua pendapat dan gagasannya kepada listener. Dalam menganalisa soal, problem solver harus menganalisa sesuai fakta dan konsep yang telah dipahami. Selain itu, ia juga menyampaikan langkah-langkah penyelesaian yang akan dilakukannya dan juga menyertakan apa, mengapa, dan bagaimana penyelesaian itu diambil. Diharapkan dengan cara itu, listener dapat mengerti penyelesaian yang dilakukan oleh problem solver. 3. Problem solver harus lebih berani mengungkapkan segala hasil

pemikirannya. Anggaplah bahwa listener tidak sedang mengevaluasi.

16

Stice, J. E. (1987). Teaching problem Solving [Online]. Tersedia: http://wwwcsi.Unian.it/educa/problemsolving/stice_ps.html

17

Scott D. Johnson, The Effect of Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) on The Troubleshooting Ability of Aviation Technician Students [Online]. Tersedia : http://scholar.lib.vt.edu/ejournals/JITE/v37n1/john.html

18

Elizabeth F Barkley. Student Engagement Techniques: A Handbook For College Faculty. 2010. USA: PB Printing.

4. Mencoba untuk menyelesaikan masalah sekalipun problem solver menganggap masalah tersebut sulit

b) Tugas Listener :

1. Mendengarkan dan menganalisa pendapat yang diberikan oleh problem solver

2. Memahami secara detail setiap langkah, jawaban, dan analisa yang diberikan oleh Problem solver

3. Meminta problem solver untuk tetap menyampaikan sampai masalah terselesaikan.

4. Bertanya ketika problem solver mengatakan sesuatu yang kurang jelas. Jangan biarkan problem solver melanjutkan penjelasannya jika listener tidak mengerti yang problem solver lakukan, atau jika listener merasa bahwa yang dijelaskan terjadi kesalahan, dengan meminta problem solver mengecek kembali langkah penyelesaian yang ditempuhnya.

5. Tidak memecahkan masalah yang dihadapi problem solver. Jika problem solver terus membuat kesalahan dalam berfikir atau menghitung, tunjukkan kesalahannya, tetapi jangan membantu memberi jawaban ataupun penjelasan.

Setelah suatu masalah terselesaikan, kedua siswa saling bertukar peran. Hal ini berguna agar setiap siswa dapat memberikan analisa mereka sebagai pembicara dan pada tugas lainnya siswa tersebut juga dapat belajar menganalisa suatu pekerjaan dari temannya.

Adapun pada proses pembelajaran ini, Guru berperan untuk memonitor siswa sehingga dapat mengetahui tingkat pemahaman siswa. Peran guru sangatlah terbatas. Guru tidak diberi wewenang untuk membantu problem solver dalam memberi penjelasan. Jika guru mendengarkan terjadi kesalahan dalam penyampaian oleh problem solver, maka guru hanya boleh meluruskan sedikit saja agar kesalahan tersebut tidak berkepanjangan. Tugas guru hanya mengamati kegiatan diantara

setiap pasangan siswa, memonitor aktivitas belajar siswa dan memberi perhatian khusus kepada listener yaitu melatih mengajukan pertanyaan kepada problem solver. Hal ini diperlukan karena keberhasilan metode ini akan tercapai apabila listener berhasil membuat problem solver memberikan alasan dan menjelaskan apa yang mereka lakukan untuk memecahkan masalah.

Jika terdapat pasangan yang mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah, guru dapat membantu pasangan tersebut diantaranya dengan cara: menjadi listener dengan memberikan pertanyaan yang merupakan bantuan menuju sesuatu yang dibutuhkan oleh siswa dan memberi arahan yang dapat dimengerti siswa, namun tidak mengungkapkan seluruh jawaban yang dibutuhkan oleh siswa.

d. Langkah-langkah dalam menerapkan metode Thinking Aloud Pair

Problem Solving (TAPPS)

Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan metode pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) adalah sebagai berikut: 1) Siswa dibagi menjadi berkelompok

2) Setiap kelompoknya terdiri dari 2 orang siswa

3) Siswa diminta duduk secara berpasangan dan saling berhadapan

4) Setiap anggota kelompok menentukan siapa yang terlebih dahulu menjadi problem solver dan siapa yang menjadi listener

5) Setelah itu, guru memberikan soal kepada setiap kelompok

6) Yang berperan sebagai problem Solver harus membacakan soal dengan jelas kepada listener

7) Selanjutnya, sebelum problem Solver memberikan gagasannya mengenai soal tersebut, ia terlebih dahulu harus melakukan penalaran terhadap soal yang diberikan guru.

8) Setelah itu barulah problem Solver menyampaikan hasil penalarannya kepada listener

9) Listener bertugas untuk mendengarkan apa yang disampaikan oleh problem solver dan memahami setiap langkah, jawaban, dan analisa yang diberikan

10)Listener tidak diperkenankan menambahkan jawaban problem solver karena listener disini hanya berhak untuk memberitahukan apa bila terjadi kekeliruan dalam analisa problem solver

11)Apabila suatu soal atau masalah telah terselesaikan oleh problem solver maka mereka segera bertukar tugas. Problem solver menjadi listener dan listener menjadi problem solver.

12)Setelah mereka bertukar tugas lalu guru memberikan masalah yang baru yang harus diselesaikan oleh problem solver yang baru. Hal ini dilakukan agar setiap siswa berkesempatan untuk memberikan hasil analisa mereka dan berkesempatan juga menjadi pendengar.

Lebih khusus lagi dalam penelitian ini, metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) adalah metode pembelajaran yang dilakukan melalui tahapan : Siswa mendapatkan permasalahan yang berbeda dengan pasangannya. Siswa menjalani peran sebagai problem solver untuk menyelesaikan permasalahannya kemudian memaparkan kepada listenernya. Setelah selesai, dilanjutkan untuk permasalahan kedua dengan bertukar peran.

3. Pembelajaran Konvensional

Seorang guru harus menguasai metode pembelajaran yang dapat memberikan nilai tambah bagi anak didiknya. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya dari nilai proses pembelajarannya adalah hasil belajar yang optimal atau maksimal.19 Salah satu metode pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak digunakan oleh guru adalah metode pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional menjadikan siswa belajar secara pasif karena disini guru dianggap sebagai penyedia pelajaran dan siswa hanya sebagai penerima. Segala aktifitas pembelajaran dikendalikan oleh guru.

19

Wina Wijaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: 2009)

Menurut beberapa para ahli, berikut pengertian pembelajaran konvensional:

1) Djamarah, metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.

2) Freire, memberikan istilah terhadap pengajaran seperti itu sebagai suatu

penyelenggaraan pendidikan ber”gaya bank” penyelenggaraan pendidikan hanya dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus

“ditelan” oleh siswa, yang wajib diingat dan dihapal.20

Secara umum, ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut:

1) Siswa adalah penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar.

2) Belajar secara individual

3) Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis 4) Perilaku dibangun atas kebiasaan

5) Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final 6) Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran 7) Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik 8) Interaksi diantara siswa kurang

9) Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar

Namun perlu diketahui bahwa pengajaran metode ini dipandang efektif atau mempunyai keunggulan, terutama:

1) Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain.

20 Ibid

2) Menyampaikan informasi dengan cepat 3) Membangkitkan minat akan informasi

4) Mengajari siswa yang yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan 5) Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar

Pembelajaran konvensional memiliki kelemahan adalah sebagai berikut: 1) Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan 2) Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa

yang dipelajari

3) Para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu 4) Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas

5) Daya serapnya rendah dan cepat hilang karena bersifat menghapal21

4. Sikap dan Teori Pengukurannya

Sikap dapat dikatakan sebagai ekspresi derajat suka atau tidak suka terhadapa berbagai hal. Sikap mewakili penilaian atau kecenderungan kesukaan kita terhadap berbagai jenis objek sikap.22 Melalui sikap, seseorang dapat menyatakan penilaiannya terhadap suatu objek dalam kategori suka atau tidak suka. Selain itu, beberapa ahli psikologi sosial dan kepribadian berpendapat bahwa sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus

Dokumen terkait