• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN HIDROLOGI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

II. TINJAUAN PUSTAKA

4.2 Karakteristik Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah Di Lahan Penelitian .1 Bobot Isi dan Porositas

4.2.3 Kemampuan Tanah Memegang Air .1 Kurva pF

Kurva pF adalah kurva yang menggambarkan banyaknya air yang terkandung di dalam tanah pada hisapan matriks tanah tertentu. Kurva pF untuk berbagai penggunaan lahan (gawangan, piringan, tegalan, dan kebun campuran) disajikan pada Gambar 4.

Gambar 5. Kurva pF berdasarkan kemiringan dan kedalaman tanah pada berbagai penggunaan lahan

Gambar 4 menunjukkan bahwa secara umum pada masing-masing nilai pF mulai nilai pF2 sampai nilai pF4,2, tanah tegalan memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan lahan kelapa sawit dan kebun campuran. Kondisi ini menggambarkan bahwa tanah tegalan pada kondisi kapasitas lapang (nilai

pF2,54) sampai kondisi titik layu permanen (nilai pF4,2) memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan lahan lainnya. Adapun pada nilai pF kurang dari 2 (nilai pF<2) memperlihatkan tanah tegalan memiliki nilai kadar air lebih kecil dibandingkan tanah kelapa sawit dan kebun campuran. Hal ini mengindikasikan bahwa tanah tegalan lebih didominasi oleh pori mikro atau pori pemegang air dibandingkan penggunaan lahan lainnya.

4.2.3.2 Kapasitas Lapang dan Air Tersedia

Analisis kapasitas lapang pada berbagai penggunaan lahan di kemiringan lereng 8-15% dengan kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm disajikan pada Tabel 10. Tabel tersebut menunjukkan bahwa penggunaan lahan tidak berpengaruh nyata terhadap kapasitas lapang. Walaupun tidak nyata, terlihat kecenderungannya bahwa perbedaan penggunaan lahan menyebabkan perbedaan kapasitas lapang. Tanah gawangan memiliki kapasitas lapang tertinggi, diikuti tanah tegalan, tanah kebun campuran, dan terakhir tanah piringan. Perbedaan ini diduga karena tanah tersebut mempunyai tekstur tanah, bobot isi, pori mikro, dan bahan organik yang berbeda.

Tabel 10 juga menunjukkan bahwa pada tanah kelapa sawit yang terdapat dua fungsi lahan yang berbeda (gawangan dan piringan) memiliki kapasitas lapang yang berbeda. Tingginya kapasitas lapang pada gawangan dapat disebabkan oleh: 1) pada gawangan tidak dilakukan sesuai dengan fungsinya sebagai tempat penumpukan sisa pelepah maupun mempertahankan keberadaan rerumputan, 2) lahan gawangan kelapa sawit memiliki kadar liat yang tinggi, 3) terganggunya tanah akibat aktivitas manusia, dan 4) tidak adanya penutup lahan. Kondisi tersebut secara keseluruhan dapat menyebabkan tanah menjadi padat dan meningkatkan jumlah pori mikro.

Lahan tegalan memiliki kapasitas lapang tertinggi dibandingkan lahan kelapa sawit piringan, dan lahan kebun campuran, namun lebih rendah daripada lahan gawangan (Tabel 10). Tanah tegalan memiliki kadar air kapasitas lapang tertinggi karena kondisi tanah tegalan memiliki pori mikro tertinggi (Gambar 4) akibat pengolahan tanah yang intensif pada saat sebelum penanaman sampai pemanenan yang menyebabkan terjadinya pemadatan tanah. Tanah yang padat

akibat sering dilakukan pengolahan tanah lebih banyak memiliki pori mikro daripada pori makro. Pori mikro merupakan pori pemegang air yang pada kondisi alami air yang terdapat di dalamnya sulit terdrainase secara baik.

Tanah kebun campuran memiliki kapasitas lapang yang lebih tinggi daripada tanah kelapa sawit bagian piringan. Hal ini disebabkan pada kebun campuran memiliki kandungan liat (Tabel 3) dan tumpukan serasah (Gambar 3) yang lebih tinggi daripada tanah kelapa sawit bagian piringan. Walaupun kebun campuran memiliki liat yang tertinggi tetapi pada tanah tersebut tidak terjadi pemadatan tanah karena lahan ini memiliki serasah dan mikroorganisme yang banyak dan dapat membantu dan melindungi tanah dari pemadatan tanah. Lahan ini juga akan memiliki kemampuan memegang air yang besar karena liat dan bahan organik memiliki kemampuan untuk memegang air yang besar.

Tabel 10. Kapasitas lapang pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm.

. Penggunaan lahan Kedalaman tanah (cm) Rataan 0-20 20-40 ….….%v/v…... Gawangan 47.20 46.51 46.86a Piringan 39.90 39.13 39.51a Tegalan 42.94 48.98 45.96a Kebun campuran 43.52 44.13 43.83a

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5% (α = 0,05)

Tabel 11 menunjukkan bahwa kemiringan lereng tidak berpengaruh terhadap kapasitas lapang. Walaupun demikian Tabel 11 memperlihatkan adanya perubahan kapasitas lapang karena meningkatnya kemiringan lereng. Secara teoritis semakin curam lereng menyebabkan erosi semakin tinggi. Namun, akibat erosi tidak berpengaruh ekstrim terhadap perubahan distribusi pori tanah. Sehingga perubahan jumlah kapasitas lapang pada Tabel 11 tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng.

Tabel 11. Kapasitas lapang pada berbagai kemiringan lereng, kedalaman tanah, dan penggunaan Lahan.

Kemiringan lereng Kedalaman tanah

Kelapa sawit Tegalan Rataan Gawangan Piringan % cm ….%v/v... 0-5 0-20 33.79 41.7 41.38 38.96 20-40 34.32 38.6 49.5 40.81 5-8 0-20 39.62 44.51 51.65 45.26 20-40 44.76 45.19 48.58 46.18 8-15 0-20 47.2 39.9 42.94 43.35 20-40 46.51 39.13 48.98 44.87

Tabel 12. Pori air tersedia pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm.

Penggunaan lahan Kedalaman tanah (cm) Rataan 0-20 20-40 ….%v/v... Gawangan 18.69 19.68 19.19 Piringan 16.66 17.69 17.18 Tegalan 13.21 21.56 17.39 Kebun campuran 17.01 21.87 19.44

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5% (α = 0,05)

Tabel 12 menggambarkan air tersedia pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm. Hasil analisis hubungan ini menunjukkan bahwa penggunaan lahan tidak berpengaruh terhadap pori air tersedia. Walaupun tidak berpengaruh tetapi menunjukkan tanah kebun campuran memiliki air tersedia tertinggi, diikuti tanah gawangan, tanah tegalan, dan terakhir tanah piringan. Hal ini karena cara pengolahan tanah, tekstur, dan penutup tanah yang dapat menyebabkan perubahan sifat-sifat fisik tanah.

Tanah kebun campuran memiliki pori air tersedia yang lebih tinggi daripada tanah lahan kelapa sawit dan tegalan. Hal ini disebabkan pada kebun campuran memiliki kandungan liat dan bahan organik yang lebih tinggi daripada tanah kelapa sawit dan tegalan (Tabel 3), bobot isi, dan porositas total. Kebun

campuran memiliki bahan organik yang tinggi ketersediaan air menjadi meningkat akibat kemampuan dari bahan organik dalam meningkatkan tanah meretensi air. Bahan organik juga dapat meningkatkan jumlah fauna tanah, kegiatan biologi tanah, merangsang aktivitas organisme dalam tanah untuk membangun struktur tanah, sehingga walaupun memiliki kadar liat tertinggi tetap memiliki distribusi ukuran pori dengan kemampuan tanah retensi yang baik.

Tanah kelapa sawit bagian gawangan memiliki pori air tersedia lebih tinggi daripada tanah tegalan dan piringan, tetapi lebih rendah daripada tanah kebun campuran. Hal ini karena tanah gawangan lebih padat dengan jumlah pori mikro yang lebih banyak. Tanah gawangan memiliki kadar liat yang tinggi, gangguan aktivitas manusia lebih besar, dan penutup lahan yang lebih sedikit yang dapat menyebabkan tanah menjadi padat. Lahan piringan tidak terdapat serasah sehingga pori makro dapat tertutup oleh butiran-butiran halus tanah dari hancuran struktur tanah.

Tanah tegalan memiliki pori air tersedia paling rendah terutama untuk lapisan atas tanah. Hal ini karena tanah tegalan mengalami pengolahan tanah yang intensif yang menyebabkan terjadinya pemadatan tanah. Pengelolaan tanah umumnya dilakukan sampai kedalaman sekitar 20-30 cm sehingga yang mengalami pemadatan tanah akibat pengelolaan ini hanya tanah lapisan atas. Tanah yang padat akibat pengelolaan tanah intensif memiliki lebih banyak pori mikro yang merupakan pori pemegang air terutama pori yang memegang air di bawah titik layu permanen (pF 4,2). Oleh karena itu, walaupun memiliki pori pemegang air paling tinggi, lahan tegalan memiliki pori air tersedia paling rendah.

Tabel 13 menunjukkan bahwa kemiringan lereng tidak berpengaruh terhadap pori air tersedia. Walaupun demikian Tabel 13 memperlihatkan adanya perubahan pori air tersedia karena meningkatnya kemiringan lereng. Secara teoritis semakin curam lereng menyebabkan erosi semakin tinggi. Namun, akibat erosi tidak berpengaruh ekstrim terhadap perubahan distribusi pori tanah. Sehingga perubahan jumlah pori air tersedia akibat perubahan kemiringan lereng tidak nyata.

Tabel 13. Air tersedia pada berbagai kemiringan lereng, kedalaman tanah, dan penggunaan lahan.

Kemiringan lereng Kedalaman tanah

Kelapa sawit Tegalan Rataan Gawangan Piringan % cm ….%v/v… 0-5 0-20 10.23 18.73 13.91 14.29 20-40 12.42 14.14 20.59 15.72 5-8 0-20 14.97 14.88 23.99 17.95 20-40 17.52 16.26 19.80 17.86 8-15 0-20 18.69 16.66 13.21 16.19 20-40 19.68 17.69 21.56 19.64

4.2.3.3 Kadar Air Lapang

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa secara umum kadar air tanah cenderung makin tinggi dengan semakin dalamnya tanah, kecuali pada tanah kebun campuran. Penggunaan lahan yang tidak memiliki penutup tanah (serasah) akan memiliki nilai kadar air yang lebih rendah daripada yang memiliki penutup tanah (serasah) pada lapisan atasnya. Hasil pengukuran kadar air lapang pada berbagai penggunaan lahan (kelapa sawit, tegalan, dan kebun campuran) disajikan dalam Gambar 5.

Gambar 5 menunjukkan bahwa tanah kebun campuran memiliki kadar air lapang tertinggi pada lapisan atas. Namun kadar air lapang pada lahan kebun campuran menurun di lapisan kedua kemudian meningkat dengan semakin dalamnya tanah. Sedangkan, tanah tegalan dan kelapa sawit memiliki nilai kadar air yang semakin meningkat dengan semakin bertambahnya kedalaman tanah. Tingginya kadar air lapang lapisan atas di kebun campuran dikarenakan adanya penumpukan serasah yang berfungsi menjaga kelembaban tanah, evaporasi, dan meningkatkan mikroorganisme tanah yang berfungsi untuk meningkatkan pori makro tanah yang membuat air mudah masuk kedalam tanah (Hairiah et al., 2004; Oktiviany, 2009). Gambar 5 juga menunjukkan bahwa pada lapisan terbawah (kedalaman 50-80 cm) tanah tegalan memiliki kadar air lapang tertinggi dibandingkan penggunaan lahan lainnya. Tanah tegalan tidak terdapat

penumpukan serasah mengakibatkan air sulit masuk dan cepat keluar dari tanah. Selain itu, pada tanah tegalan telah dilakukan pengolahan tanah yang intensif mengakibatkan tanah ini memiliki pori mikro (Gambar 4) lebih tinggi daripada pori makronya (Tabel 6), sehingga air tertahan lebih banyak dan lebih lama di dalam tanah.

Keterangan :Hari pertama: kondisi setelah hujan dengan intensitas tidak besar pada satu hari sebelum pengambilan sample.

Hari kedua: kondisi setelah hujan dengan intensitas yang besar pada satu hari sebelum pengambilan sample.

Gambar 6. Kadar air lapang berbagai penggunaan lahan pada hari pertama dan kedua berdasarkan kedalaman tanah

Hasil pengukuran kadar air lapang juga menunjukkan bahwa lahan kelapa sawit bagian gawangan memiliki kadar air lapang yang lebih besar daripada bagian piringan. Kondisi ini dipengaruhi oleh penutupan tanah oleh tajuk tanaman kelapa sawit. Tanah gawangan memiliki nilai kadar air lapang yang lebih tinggi karena tanah ini tidak tertutupi oleh tajuk tanaman kelapa sawit yang mengakibatkan air yang jatuh langsung masuk kedalam tanah, sedangkan tanah piringan yang tertutupi oleh tajuk pohon kelapa sawit hanya menerima air hujan melalui lolosan tajuk dan aliran batang pohon kelapa sawit. Tetesan air dari tajuk mengakibatkan hancurnya struktur tanah dan mengurangi jumlah pori makro pada lapisan atas tanah piringan (Tabel 10 dan 12), sehingga air menjadi sulit masuk kedalam tanah.

Hasil pengukuran ini memperlihatkan bahwa tanah yang tidak memiliki penutup tanah dan tertutup oleh tajuk pohon menyebabkan kadar air lapang menjadi rendah, sehingga sebaiknya keberadaan penutup tanah tetap dipertahankan agar tanah terlindungi dari pukulan air hujan dan terjaga kelembabannya.

4.2.4 Infiltrasi dan Hantaran Hidrolik

Tabel 14 dan 15 menunjukkan bahwa kapasitas infiltrasi dan hantaran hidrolik tanah kelapa sawit lebih tinggi daripada tanah tegalan.

Tabel 14. Infiltrasi pada berbagai kemiringan lereng dan penggunaan lahan.

Kemiringan lereng Kelapa sawit Tegalan Rataan Gawangan Piringan % ...cm/jam… 0-5 1.4 1.8 0.56 1.25 5-8 1 1.07 0.15 0.74 8-15 1.5 1.6 0.31 1.14 Rata-rata 1.30a 1.49a 0.34a

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5% (α = 0,05)

Tabel 14 menunjukkan bahwa penggunaan lahan dan kemiringan lereng tidak berpengaruh nyata terhadap infiltrasi tanah. Walaupun demikian Tabel tersebut memperlihatkan adanya perubahan infiltrasi karena perbedaan pengolahan tanah dan kemiringan lereng. Tanah tegalan memiliki kapasitas infiltrasi lebih rendah dibandingkan dengan lahan kelapa sawit. Hal ini disebabkan oleh pengolahan tanah yang intensif menyebabkan hancurnya agregat tanah yang telah terbentuk dan meningkatkan kepadatan tanah. Sehingga, tanah tegalan lebih banyak mengandung pori mikro. Pori mikro merupakan pori yang memiliki kemampuan melalukan air ke dalam tanah yang rendah (Raja, 2009).

Tabel 14 juga menunjukkan lahan kelapa sawit bagian piringan memiliki kapasitas infiltrasi lebih tinggi dibandingkan gawangan walaupun dalam satu lokasi yang sama. Hal ini dikarenakan adanya aktivitas manusia, pengolahan

tanah yang tidak intensif, dan tertutupi oleh tajuk pohon yang membuat jumlah pori makro menjadi berkurang akibat air hujan yang jatuh langsung mengenai permukaan tanah membuat struktur tanah menjadi hancur mengakibatkan terbentuknya kerak dipermukaan dan dapat menyebabkan pemadatan tanah (Arsyad, 2000; Januardin. 2009). Namun, lahan tersebut juga memiliki vegetasi dengan sistem perakaran serabut, bobot isi rendah (Tabel 4 dan 5), porositas tinggi (Tabel 6 dan 7), dan bahan organik yang tinggi dibandingkan tanah tegalan dan kelapa sawit bagian gawangan (Tabel 3). Menurut Arsyad (2002), tanaman bervegetasi dengan perakaran serabut mengakibatkan terbentuknya saluran air dan udara yang lebih banyak, sehingga air menjadi lebih mudah masuk kedalam ke dalam tanah.

Tanah kelapa sawit bagian gawangan memiliki infiltrasi lebih rendah daripada tanah kelapa sawit bagian piringan (Tabel 14), tetapi lebih besar daripada tanah tegalan. Hal tersebut karena pada permukaan tanah gawangan ditumbuhi lumut, memiliki lapisan tipis dipermukaan tanah, lapisan atasnya lebih padat, bobot isi lebih tinggi dan porositas yang lebih rendah daripada tanah kelapa sawit bagian piringan. Selain itu, tanah gawangan sering dilakukan penginjakan oleh masyarakat yang mengambil rumput sehingga mengakibatkan tanah menjadi padat dan hilangnya penutup tanah (rerumputan) yang mengakibatkan tumbuhnya lumut dipermukaan tanah. Lumut yang tumbuh mengakibatkan air sulit meresap kedalam tanah, sehingga menurunkan jumlah air yang masuk kedalam tanah dan meningkatkan jumlah air yang mengalir dipermukaan tanah (Darmansyah, 2004).

Seperti halnya pada kapasitas infiltrasi, lahan tegalan cenderung mempunyai nilai hantaran hidrolik yang lebih rendah dibandingkan lahan kelapa sawit baik gawangan maupun piringan (Tabel 15). Hantaran hidrolik di lahan tegalan tergolong kelas agak lambat samapi sedang, sedangkan hantaran hidrolik di lahan kelapa sawit tergolong kelas sedang (menurut klasifikasi Uhland dan O’neal, 1951). Lebih rendahnya nilai hantaran hidrolik di lahan tegalan ini karena lahan tegalan mempunyai tanah yang lebih padat dengan jumlah porositas total dan pori makro yang lebih rendah. Menurunnya pori total dan pori makro akan menyebabkan pergerakkan air di dalam tanah terhambat. (Sofyan, 2006, Syahadat, 2008).

Tabel 15. Hantaran hidrolik pada berbagai kemiringan lereng dan penggunaan lahan. Kemiringan lereng Kelapa sawit Tegalan Rataan Gawangan Piringan % ...cm/jam… 0-5 4.84 2.82 2.09 3.25 5-8 5.38 2.23 0.84 2.82 8-15 4.86 2.31 2.29 3.15 Rata-rata 5.03c 2.45ab 1.74a

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5% (α = 0,05)

Tabel 15 juga menunjukkan tanah di lahan kelapa sawit bagian gawangan cenderung memiliki nilai hantaran hidrolik lebih tinggi dibandingkan tanah piringan. Hal tersebut karena secara umum tanah gawangan kondisinya lebih baik dibandingkan piringan dengan porositas lapisan bawah lebih besar dengan pori drainase yang lebih besar, terdapat rerumputan yang secara tidak langsung juga meningkatkan nilai hantaran hidrolik yang disebabkan oleh banyaknya perakaran oleh rerumputan tersebut. Banyaknya perakaran tumbuhan meningkatkan porositas tanah, dan mengurangi perusakan struktur akibat energi tumbukan butir hujan ke tanah sehingga kemantapan agregat tanah dapat tetap terjaga (Ardiyanto, 2004; Syahadat, 2008).

Nilai hantaran hidrolik yang lebih tinggi pada gawangan dibandingkan pada piringan menunjukkan kecenderungan yang berbeda dengan nilai kapasitas infiltrasi. Hal ini karena infiltrasi yang merupakan proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah sangat ditentukan oleh kondisi lapisan tipis di permukaan tanah. Lapisan tipis permukaan tanah di lahan gawangan lebih buruk karena adanya lumut yang menyumbat pori. Sedangkan hantaran hidrolik lebih ditentukan oleh kondisi profil tanah secara keseluruhan. Kondisi tanah di bagian lahan gawangan cenderung lebih baik dibandingkan lahan piringan.

V. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Karakteristik sifat fisik tanah dan hidrologi pada berbagai penggunaan lahan memiliki nilai yang berbeda pada setiap penggunaan lahan dipengaruhi oleh intensitas pengelolaan tanah, keberadaan maupun ketebalan serasah, dan kadar bahan organik. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Penggunaan lahan tegalan yang menerapkan pengolahan tanah intensif mempunyai kualitas fisik dan hidrologi terendah. Penggunaan lahan ini memiliki infiltrasi, hantaran hidrolik, porositas, kadar air yang lebih rendah, dan bobot isi yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan lahan lainnya.

2. Tanah kebun campuran yang tidak diolah dengan jumlah serasah yang banyak dan bervariasi memiliki sifat-sifat fisik tanah yang lebih baik dibandingkan dengan tegalan dan kelapa sawit. Hal ini dapat dilihat dari porositas, pori drainase, dan bahan organik. Tanah kebun campuran memiliki nilai porositas, pori drainase, dan bahan organik tertinggi dibandingkan penggunaan lahan lainnya.

3. Kelapa sawit dengan pengolahan tanah tidak intensif, memiliki kondisi sifat fisik dan hidrologi tanah diantara tanah tegalan dan kelapa sawit. Bagian piringan memiliki nilai infiltrasi dan hantaran hidrolik tinggi dan termasuk kedalam kelas sedang.

5.2 Saran

1. Untuk mempertahankan dan memperbaiki sifat fisik dan hidrologi tanah tetap baik, maka keberadaan serasah harus tetap dipertahankan sebanyak mungkin. 2. Untuk lahan perkebunan kelapa sawit keberadaan gawangan mati dengan

3. Untuk lahan tegalan perlu dilakukan peristirahatan pada tanahnya (pengolahan tanah tidak intensif) dan perlunya memperkenalkan cara mengolah tanah yang baik.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Ardiyanto, A. 2004. Analisis Kapasitas Infiltrasi dan Hantaran Hidrolik Berbagai Jenis Tanah Dengan Vegetasi Penutup Lahan Teh dan Karet Pada PTPN VII Perkebunan Panglejar, Kabupaten Bandung. Bogor: Skripsi Program Studi Ilmu Tanah S1. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.

Brata, K.R. dan Nelistya A. 2008. Lubang Resapan Biopori. Jakarta: Penebar Swadaya.

Darmansyah, A. 2004. Hantaran Hidrolik Jenuh Tanah Sebagai Akibat berbagai Pola Pengelolaan Lahan. Bogor: Skripsi Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Hairiah, K., Suprayogo, D., Widianto B., Suhara, E., Mardiastuning, A., Prayogo, C., Widodo, R.H. dan S. Rahayu. 2004. Alih guna lahan hutan menjadi lahan agroforestri berbasis kopi: Ketebalan seresah, populasi cacing tanah dan makroporositas tanah. Malang: Agrivita 26 (1): 75-88.

Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta: Mediyatama Sarana Pustaka.

Haridjaja, O., K. Murtilaksono , Sudarmo, dan Rachman, L.M. 1990. Hidrologi Pertanian. Bogor: Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Islami, T. dan Utomo, W.H. 1995. Hubungan Tanah, Air, dan Tanaman. Semarang: IKIP Semarang Press.

Januardin. 2009. Pengukuran laju Infiltrasi Pada Tata Guna Lahan yang Berbeda Di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Medan Tuntungan Medan. Medan: USU Repository.

Mangoensoekarjo, S. 2007. Manajemen Tanah dan Pemupukan Budidaya Perkebunan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Oktiviany, F. 2009. Pengaruh Penggunaan Lahan Terhadap Sifat Fisiko, Kimia, dan Erodibilitas Tanah Pada Berbagai Kemiringan Lereng (Studi kasus Desa Ciputri, Kecamatan Padet, Cianjur). Bogor: Skripsi Program studi Ilmu tanah. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir. Bogor: Penebar Swadaya.

Raja, C.P. 2009. Hantaran Hidrolik Jenuh dan Kaitannya dengan Beberapa Sifat Fisik Tanah Pada Tegalan dan Hutan Bambu. Bogor: Skripsi Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Rukmana, R. 1996. Nenas Budidaya dan Pascapanen. Yogyakarta: Kanisius. Sitorus, S.R.P., O. Haridjaja, dan K. R. Brata. 1983. Penuntun Praktikum Fisika

Tanah. Bogor: Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Sofyan, M. 2006. Pengaruh Berbagai Penggunaan Lahan Terhadap Laju Infiltrasi Tanah. Bogor: Skripsi Program studi Ilmu tanah. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Suprayogo, D., Widianto, R.H. Widodo, P. Purnomosidi, F. Rusiana, Z.Z. Aini, N.

Khasanah dan Z. Kusuma. 2004. Degradasi Sifat Fisik Tanah Sebagai Akibat Alih Guna Lahan Hutan Menjadi Sistem Kopi Monokultur: Kajian Perubahan Makroporositas Tanah. Malang: Agrivita 26 (1): 60-67.

Syahadat, P. 2008. Karakteristik Hantaran Hidrolik Jenuh Tanah Pada Berbagai Jenis Lokasi Lahan Di perkebunan Kelapa Sawit Unit Usaha Rejosari PTPN VII Lampung. Bogor: Skripsi Program Studi Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Utami, S.N.H dan S. Handayani. 2003. Sifat Kimia Entisol Pada Sistem Pertanian Organik. Ilmu Pertanian Vol. 10 No. 2: 63-69.

Widianto, Noveras, H., Suprayogo, D., Widodo, R.H., Purnomosidi, P. dan M. van Noordwijk. 2004. Konversi Hutan Menjadi Lahan Pertanian : Apakah fungsi hidrologis hutan dapat digantikan sistem kopi monokultur. Malang: Agrivita 26 (1): 47-52.

Yahya, S. 1990. Budidaya Kelapa Sawit (Elaeis guineensia Jacq.). Bogor: Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Zarqoni, M. 1988. Perbedaan Beberapa Sifat Fisik Tanah Pada Berbagai Penggunaan Lahan Latosol Cibinong dan Kedunghalang. Bogor: Skripsi Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Tabel 1. Bobot isi tanah pada berbagai kemiringan lereng, kedalaman tanah, dan penggunaan lahan.

Kemiringan lereng dan kedalaman tanah

Kelapa sawit Tegalan Gawangan Piringan %,cm ….gram/cm… 0-5,0-20 (1) 1.04 1.03 1.11 0-5,0-20 (2) 1.02 1.03 1.04 0-5 ,0-20 (3) 0.94 1.01 1.04 0-5,20-40 (1) 1.11 1.04 1.01 0-5,20-40 (2) 1.18 1.03 1.05 0-5,20-40 (3) 0.93 1.02 1.15 5-8,0-20 (1) 1.07 0.86 1.14 5-8,0-20 (2) 0.96 0.97 1.16 5-8,0-20 (3) 0.95 0.97 1.11 5-8,20-40 (1) 1.07 1.10 0.98 5-8,20-40 (2) 1.02 1.10 1.05 5-8,20-40 (3) 1.06 0.98 1.11 8-15,0-20 (1) 1.00 0.97 1.06 8-15,0-20 (2) 1.01 0.92 1.13 8-15,0-20 (3) 1.08 0.88 1.00 8-15,20-40 (1) 1.05 1.02 1.16 8-15,20-40 (2) 1.04 0.78 0.99 8-15,20-40 (3) 0.81 0.96 1.03 Rata-rata 1.02 0.98 1.07

Tabel 2. Analisis ragam pengaruh kemiringan lereng dan kedalaman tanah, serta penggunaan lahan terhadap bobot isi tanah.

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat

tengah F-hitung F-tabel Kemiringan lereng dan

kedalaman tanah 5 0.04 0.01 1.47 2.45

Penggunaan lahan 2 0.08 0.04 7.36* 3.23

Galat 46 0.25 0.01

Total 53 0.37

Tabel 3. Bobot isi tanah pada penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm.

Penggunaan lahan Kedalaman tanah (cm)

Rataan 0-20 20-40 ….gram/cm... Gawangan 1.00 1.01 1.08 1.05 1.04 0.81 1.00 Piringan 0.97 0.92 0.88 1.02 0.78 0.96 0.92 Tegalan 1.06 1.13 1.00 1.16 0.99 1.03 1.06 Kebun campuran 0.80 0.82 0.83 0.81 0.76 0.84 0.81

Tabel 4. Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm terhadap bobot isi tanah.

Tabel 5. Porositas tanah pada berbagai kemiringan lereng, kedalaman tanah, dan penggunaan lahan.

Kemiringan lereng dan kedalaman tanah Kelapa sawit Tegalan Gawangan Piringan %,cm ….gram/cm… 0-5,0-20 (1) 60.68 61.28 58.26 0-5,0-20 (2) 61.62 61.32 60.83 0-5 ,0-20 (3) 64.42 61.74 60.87 0-5,20-40 (1) 58.26 60.60 61.81 0-5,20-40 (2) 55.66 61.09 60.42 0-5,20-40 (3) 64.83 61.47 56.60 5-8,0-20 (1) 59.55 67.62 57.09 5-8,0-20 (2) 63.70 63.40 56.38 5-8,0-20 (3) 64.30 63.51 58.26 5-8,20-40 (1) 59.47 58.49 62.98 5-8,20-40 (2) 61.66 58.42 60.23 5-8,20-40 (3) 60.11 62.98 58.26 8-15,0-20 (1) 62.19 63.36 60.04 8-15,0-20 (2) 61.74 65.17 57.40 8-15,0-20 (3) 59.13 66.68 62.19 8-15,20-40 (1) 60.57 61.58 56.26 8-15,20-40 (2) 60.83 70.60 62.64 8-15,20-40 (3) 69.36 63.81 61.25 Rata-rata 61.35 62.95 59.54

Tabel 6. Analisis ragam pengaruh kemiringan lereng dan kedalaman tanah, serta penggunaan lahan terhadap porositas tanah.

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat

tengah F-hitung F-tabel Kemiringan lereng dan

Kedalaman tanah 5 52.89 10.58 1.39 2.45 Penggunaan lahan 2 105.73 52.87 6.93* 3.23 Galat 46 351.08 7.63 Total 53 509.70 Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat

tengah F-hitung F-tabel

Kedalaman tanah 1 0.003 0.003 0.53 4.38

Penggunaan lahan 3 0.211 0.070 12.37* 3.13

Dokumen terkait