KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN HIDROLOGI TANAH
PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN
(Studi kasus di Desa Cimulang, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)
MARIETA A14061420
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
Marieta. Karakteristik Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah Pada Berbagai Penggunaan Lahan (Studi Kasus Desa Cimulang, Kecamatan Rancabungur, Provinsi Jawa Barat). Di bawah bimbingan DWI PUTRO TEJO BASKORO
dan ENNI DWI WAHJUNIE.
SUMMARY
Marieta. Soil Physical and Hydrology Characteristics on Different Land Utilization (Case Study: Cimulang village, Rancabungur District, West Java Province). Under supervision of DWI PUTRO TEJO BASKORO and ENNI DWI WAHJUNIE.
The increasing population has caused increasing pressure over land utilization that has lead to more conversion of forest land into agriculture land (dry farm and plantation). This land conversion degrades land quality as indicated by decreasing quality of soil physical properties, decreasing of water infiltration, and increasing of runoff. A research to study soil physical and hydrology characteristics on mixed farm, oil palm plantations, and dry farm was carried out in Cimulang village, Rancabungur District, Bogor Regency. The study was conducted on different slope, i.e. 0-5%, 5-8% and 8-15% in the same soil type. Parameters observed in this study were infiltration capacity, hydraulic conductivity, bulk density, porosity, pore drainage, and soil ability to hold water (fiels capacity, available water, and fiels water content). Measurements of bulk density, porosity, pore drainage, and the ability of soil to hold water are done in the laboratory using undisturbed soil samples. Meanwhile, the measurements of infiltration and hydraulic conductivity were done in the field.
KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN HIDROLOGI TANAH
PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN
(Studi kasus di Desa Cimulang, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh : MARIETA A14061420
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Karakteristik Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah Pada
Berbagai Penggunaan Lahan (Studi Kasus Di Desa Cimulang, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat).
Nama Mahasiswa : Marieta
Nomor Pokok : A14061420
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro,M.Sc Dr.Ir. Enni Dwi Wahjunie,M.Si
NIP. 196301261987031001 NIP. 196003301986012001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Dr.Ir. Syaiful Anwar, M.Sc
NIP. 196211131987031003
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 3 Juni 1988. Penulis adalah anak
ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Pria Ginting (Alm) dan Ibunda
Ersadamin Sinuraya,SPd. Penulis memiliki 4 saudara, yaitu Erprina,S.Kom.,
Prima Oktora Ginting,SP., Sentosa, dan Elisa Noviyani.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Bekasi Timur II Bekasi
pada tahun 2000 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003
di SLTPN 1 Bekasi. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 44 Jakarta
diselesaikan pada tahun 2006. Penulis diterima pada Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006. Selama mengikuti
pendidikan, penulis tercatat sebagai Asisten Praktikum Morfologi Tanah dan
Bioteknologi Tanah pada tahun akademik 2009/2010 dan Asisten Praktikum
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbilalamin, puji syukur Ke-Hadirat Allah SWT karena
berkat rahmat, taufik, dan Hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir Kuliah yang berjudul Karakteristik Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah Pada Berbagai Penggunaan Lahan (Studi Kasus Di Desa Cimulang,
Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat).
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih banyak
kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terima
kasih yang sebesar-besarnya ditujukan khususnya untuk :
1. Bapak Dr.Ir. D.P.Tejo Baskoro,MSc. selaku Dosen Pembimbing Skripsi I
yang telah membimbing dan memberikan arahan dengan penuh kesabaran dan
ketelitian ditengah kesibukan beliau sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
2. Ibu Dr.Ir. Enni Dwi Wahjunie,MSi selaku Dosen Pembimbing Skripsi II atas
arahan, waktu, bimbingan dan kesabarannya yang telah diberikan kepada
penulis selama penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Dr.Ir. Surya Darma Tarigan selaku dosen penguji pada ujian penulis
yang telah memberikan kesediaan waktu, kemudahan serta memberikan kritik
dan saran demi perbaikan skripsi ini.
4. Kepala Desa Cimulang dan PT. Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII)
Cimulang yang telah memberikan izin untuk mempergunakan lahannya
sebagai lokasi penelitian penulis.
5. Mamaku tercinta (Ersadamin Sinuraya,SPd.), Erprina,S.Kom., Prima Oktora
Ginting,SP., Sentosa, dan Elisa Noviyani atas doa, kasih sayang, motivasi, dan
segala dukungan moril maupun materil kepada penulis selama ini.
6. Bapak Dr.Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. selaku Ketua Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor atas semangat dan dukungan yang
diberikan selama ini.
7. Seluruh Dosen, Staf, dan Pegawai Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan khususnya Laboratorium Fisika Tanah (bapak Syaiful, Ibu Ela), Ibu
yang selama ini telah membantu dan dukungan kepada penulis untuk
menyelesaikan Skripsi
8. Pak Dede G.S, pak Dodi, pak Soleh, dan seluruh staf PT. Perkebuanan
Nusantara VIII (PTPN VIII) yang telah membantu dalam pelaksanaan
penelitian.
9. Angrea Pratsna Paramitha, Nahrul Hayati, Amelia, Poppy Handayani, Andi
Krisnantono, Ryan, mpo-mpo (Melita, Loly, Bestari, dan Maretha), Intan,
teman laboratorium fisika tanah, temen-temen seperjuangan dan
teman-teman Manajemen Sumberdaya Lahan angkatan 43 (MSL 43) atas semangat
dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.
Penulis menyadari keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki.
Namun demikian, penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
Pemerintah Kabupaten Bogor umumnya, serta secara khusus kepada pemerintah
dan Masyarakat Desa Cimulang dan juga pihak-pihak lain yang memerlukan.
Bogor, Februari 2011
DAFTAR ISI
2.1 Pengertian Tanah dan Air... 3
2.2 Pengertian dan Dampak Penggunaan Lahan ... 3
2.3 Lahan Kelapa Sawit ... 4
2.4 Lahan Tegalan ... 5
2.5 Lahan Kebun Campuran ... 6
METODOLOGI PENELITIAN ... 8
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 8
3.2 Pelaksanaan Penelitian ... 8
3.3 Analisis Data ... 11
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12
4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 12
4.2 Karakteristik Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah Di Lahan Penelitian ... 15
4.2.1 Bobot Isi dan Porositas ... 15
4.2.2 Pori Drainase (Pori Makro) ... 21
4.2.3 Kemampuan Tanah Memegang Air ... 23
4.2.3.1 Kurva pF ... 23
4.2.3.2 Kapasitas Lapang dan Air Tersedia ... 24
4.2.3.3 Kadar Air Lapang ... 28
4.2.4 Infiltrasi dan Hantaran Hidrolik ... 30
KESIMPULAN ... 33
5.1 Kesimpulan ... 33
5.2 Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA ... 35
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Parameter pengamatan dan metode analisis ... 10
2. Klasifikasi hantaran hidrolik menurut Uhland dan O’Neal dalam Sitorus, 1980 ... 11
3. Tekstur dan bahan organik di perkebunan kelapa sawit, tegalan, dan
kebun campuran. ... 15
4. Bobot isi tanah pada berbagai kemiringan lereng, kedalaman tanah, dan penggunaan lahan ... 16
5. Bobot isi tanah pada penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm ... 18
6. Porositas tanah pada berbagai kemiringan lereng, kedalaman tanah, dan penggunaan lahan ... 19
7. Porositas tanah pada penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm ... 20
8. Pori drainase tanah pada berbagai kemiringan lereng, kedalaman tanah, dan penggunaan lahan ... 21
9. Pori drainase tanah pada penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm ... 22
10. Kapasitas lapang pada berbagai kemiringan lereng, kedalaman tanah, dan penggunaan lahan ... 25
11. Kapasitas lapang pada penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm ... 26
12. Air tersedia pada berbagai kemiringan lereng, kedalaman tanah, dan
penggunaan lahan ... 26
13. Air tersedia pada penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di
kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm ... 28
14. Infiltrasi tanah pada berbagai kemiringan lereng dan penggunaan lahan .... 30
Lampiran
1. Bobot isi tanah pada berbagai kemiringan lereng, kedalaman tanah, dan penggunaan lahan ... 38
2. Analisis ragam pengaruh kemiringan lereng dan kedalaman tanah, serta penggunaan lahan terhadap bobot isi tanah ... 38
3. Bobot isi tanah pada penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm ... 38
4. Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm terhadap bobot isi
tanah ... 39
5. Porositas tanah pada berbagai kemiringan lereng, kedalaman tanah, dan penggunaan lahan ... 39
6. Analisis ragam pengaruh kemiringan lereng dan kedalaman tanah, serta penggunaan lahan terhadap porositas tanah ... 39
7. Porositas tanah pada penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm ... 40
8. Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm terhadap porositas
tanah ... 40
9. Pori drainase tanah pada berbagai kemiringan lereng, kedalaman tanah,
dan penggunaan lahan ... 40
10. Analisis ragam pengaruh kemiringan lereng dan kedalaman tanah, serta penggunaan lahan terhadap pori drainase tanah ... 40
11. Pori drainase tanah pada penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm ... 41
12. Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm terhadap pori drainase tanah ... 41
13. Kapasitas lapang pada berbagai kemiringan lereng, kedalaman tanah, dan penggunaan lahan ... 41
14. Analisis ragam pengaruh kemiringan lereng dan kedalaman tanah, serta penggunaan lahan terhadap kapasitas lapang ... 42
15. Kapasitas lapang pada penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm ... 42
17. Air tersedia pada berbagai kemiringan lereng, kedalaman tanah, dan
penggunaan lahan ... 43
18. Analisis ragam pengaruh kemiringan lereng dan kedalaman tanah, serta penggunaan lahan terhadap air tersedia ... 43
19. Air tersedia pada penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di
kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm ... 43
20. Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm terhadap air tersedia ... 44
21. Hasil analisis kadar air lapang tanah pada berbagai penggunaan lahan ... 44
22. Infiltrasi tanah pada berbagai kemiringan lereng dan penggunaan lahan ... 44
23. Analisis ragam pengaruh kemiringan lereng dan penggunaan lahan
terhadap infiltrasi tanah ... 45
24. Hantaran hidrolik tanah pada berbagai kemiringan lereng dan penggunaan lahan ... 45
25. Analisis ragam pengaruh kemiringan lereng dan penggunaan lahan
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Peta lokasi penelitian ... 8
2. Profil tanah perkebunan kelapa sawit ... 13
3. Kondisi permukaan lokasi gawangan perkebunan kelapa sawit ... 13
4. Kondisi permukaan lokasi di bawah tajuk kelapa sawit (piringan) ... 13
5. Profil tanah tegalan ... 14
6. Kondisi permukaan lokasi tegalan ... 14
7. Profil tanah kebun campuran ... 15
8. Kondisi permukaan lokasi kebun campuran ... 15
9. Kurva pF berdasarkan kemiringan dan kedalaman tanah pada berbagai penggunaan lahan ... 23
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanah dan air adalah sumberdaya alam yang sangat penting dan jumlahnya
terbatas, serta mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Seiring dengan
meningkatnya kebutuhan akan makanan, tempat tinggal, dan kebutuhan lainnya
menyebabkan tekanan terhadap pemanfaatan sumberdaya lahan semakin
meningkat. Kondisi ini mengakibatkan peningkatan konversi atau alih guna lahan
hutan menjadi lahan garapan (lahan tegalan dan perkebunan). Konversi lahan
hutan menjadi lahan garapan mengakibatkan menurunnya kualitas lahan yang
ditandai oleh menurunnya kualitas fisik tanah, peresapan air ke dalam tanah, dan
meningkatnya aliran permukaan (Arsyad, 2000). Tingkat kerusakan yang terjadi
akibat konversi lahan hutan akan berbeda-beda pada setiap penggunaan lahan.
Besarnya tingkat kerusakan yang terjadi terutama ditentukan oleh tingkat
perubahan tutupan lahan dan pengelolaan tanahnya. Hal ini dapat terlihat dari
gambaran pengelolaan tanah pada berbagai penggunaan lahan, seperti pada
perkebunan kelapa sawit, tegalan, dan kebun campuran.
Perkebunan kelapa sawit adalah perkebunan yang sekarang ini banyak
diminati oleh para pengusaha dan pemerintah untuk mendatangkan keuntungan
dan investor, karena tanaman kelapa sawit memiliki nilai ekonomi yang tinggi
dari penjualan minyak kelapa sawit yang dihasilkan oleh buah sawit. Tanaman
kelapa sawit memang memiliki harga jual yang tinggi, tetapi tanaman ini
merupakan tanaman rakus akan hara dan air untuk menghasilkan buah yang sesuai
dengan yang diharapkan (Pahan, 2006).
Adapun tegalan merupakan lahan yang sekarang ini banyak diminati oleh
para petani untuk melakukan usaha taninya. Hal ini karena semakin meningkatnya
kebutuhan akan tanaman pangan dan hasil panen dapat dikonsumsi sendiri oleh
petani, sehingga kebutuhan petani terpenuhi dan masih memberikan keuntungan.
Lahan ini tidak hanya ditanami tanaman pangan tetapi juga ditanami tanaman
musiman. Karena lahan tegalan ditanami tanaman yang memiliki waktu
tanah. Dengan demikian, konversi lahan hutan menjadi lahan tegalan dapat
menyebabkan kerusakan tanah yang lebih besar.
Meningkatnya konversi lahan hutan atau kebun campuran menjadi
perkebunan sawit dan tegalan, menyebabkan semakin berkurangnya luas lahan
hutan atau kebun campuran. Kebun campuran merupakan sistem penggunaan
lahan tanpa pengolahan tanah, terdapat berbagai variasi pohon, dan jarang
terdapat aktivitas manusia untuk mengelola lahan, sehingga kondisi sifat fisik dan
hidrologi tanahnya relatif tidak terganggu.
Penggunaan lahan perkebunan kelapa sawit, tegalan, dan kebun campuran
mempunyai tingkat tutupan lahan maupun pengelolaan tanah yang berbeda,
sehingga memiliki dampak yang berbeda terhadap sifat fisik dan hidrologi tanah.
Oleh karena itu, pengamatan terhadap sifat fisik dan hidrologi pada berbagai
macam penggunaan lahan tersebut menjadi sangat penting.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik sifat fisik tanah
dan hidrologi pada berbagai penggunaan lahan di Desa Cimulang yang terletak di
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Air Tanah
Air tanah merupakan fase cair tanah yang mengisi sebagian atau
seluruhnya ruang pori tanah. Air tanah berperan penting dari segi pedogenesis
maupun dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanaman, hancuran iklim,
pertukaran kation, dekomposisi bahan organik, pelarutan unsur hara,
evapotranspirasi, dan kegiatan jasad-jasad mikro hanya dapat langsung dengan
baik, bila tersedia air dan udara yang cukup (Haridjaja, Murtilaksono, Sudarmo, dan Rachman, 1980).
Kadar air tanah optimum bagi pertumbuhan tanaman adalah kondisi air
dimana tanaman dengan mudah dapat menyerapnya. Air yang dapat mudah
diambil berada dalam pori-pori yang berukuran sedang. Setelah air itu dipakai
tumbuhan, air yang tersisa berada dalam pori-pori yang lebih halus atau
merupakan lapisan tipis menyelimuti zarah tanah. Daya tarik antara
zarah-zarah tanah dengan air sangat kuat dan ikatan ini dapat mengatasi daya hisap
tanaman. Akibatnya tidak semua air yang ditahan tanah tersedia bagi tanaman.
Sebagian dari air tetap tertinggal dalam tanah. Lambat laun tanaman layu dan
akhirnya mati, sebagai akibat dari kekurangan air (Soepardi, 1983).
2.2 Pengertian dan Dampak Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan bentuk campur tangan manusia terhadap
sumberdaya lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya (Arsyad, 2000).
Menurut Utomo dan Soelistyari (1988), pengolahan tanah adalah setiap usaha
manipulasi tanah secara mekanis. Pada dasarnya tanah ditunjukkan untuk
menyiapkan tanah agar sesuai untuk perkembangan tanaman. Secara terinci,
tujuan pengolahan tanah adalah menyiapkan media untuk pertumbuhan benih atau
bibit, memperbaiki sifat kesuburan tanah, memberantas gulma, dan memotong
daur hama dan penyakit tanaman.
Akibat langsung yang terjadi dengan pengolahan lahan yang intensif, yaitu
tanah menggunakan alat-alat berat. Pemadatan tanah yang terjadi menyebabkan
pertumbuhan akar tanaman terhambat dan menghambat pergerakan air dan unsur
hara yang terdapat di dalam tanah. Pemadatan tanah terlihat dari bertambahnya
bobot isi tanah dan berkurangnya porositas yang terdapat di dalam tanah (Islami
dan Utomo, 1988).
Pemadatan tanah dilatar belakangi oleh perubahan penggunaan lahan
hutan menjadi lahan pertanian baik monokultur maupun polikultur yang
menurunkan kandungan bahan organik tanah, diversitas biota tanah dan kualitas
air. Lahan pertanian yang jumlah dan keragaman vegetasi dalam suatu luasan
rendah menyebabkan rendahnya kualitas dari bahan organik dan tingkat
penutupan permukaan tanah oleh lapisan serasah. Tingkat penutupan tebal
tipisnya lapisan serasah pada permukaan tanah berhubungan erat dengan laju
dekomposisinya (pelapukannya). Semakin lambat terdekomposisi maka
keberadaannya di permukaan tanah menjadi lebih lama (Hairiah et al., 2004).
2.3 Lahan Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit adalah spesies Cocoideae yang paling besar habitusnya. Tanaman ini membutuhkan air sekitar 1950 mm per tahun dengan
curah hujan sekitar 2000 mm yang merata sepanjang tahun tanpa bulan kering
yang nyata (Pahan, 2006). Tanaman ini memiliki daya adaptasi tinggi terhadap
keadaan fisik dan kimia tanah yang kurang sesuai, antara lain pada tanah yang
bertekstur ringan (pasir berlempung, lempung berpasir, lempung berliat, dan liat
berpasir), berstruktur remah, permeabilitas sedang, tanah harus mampu menahan
air dengan kedalaman air tanah sekitar 100-200 cm dan dengan kelas drainase
baik. Kedalaman solum yang baik bagi tanaman kelapa sawit adalah lebih dari 75
cm. Hal ini mengingat dalam kondisi normal 88% perakaran kelapa sawit berada
pada kedalaman 0-60 cm (Darmosarkoro et al., 2000 dalam Mangoensoekarjo,
2007). Solum yang dangkal akan menghambat perkembangan akar dan
menghambat penyerapan nutrisi, sehingga tanaman tumbuh merana dan mudah
rebah (Mangoensoekarjo, 2007). Kondisi tanah yang digambarkan di atas
Perkebunan kelapa sawit membagi areal menjadi areal gawangan dan
piringan. Areal gawangan merupakan areal untuk menaruh pelepah (gawangan
mati) dan tempat untuk berjalan para pekerja pada saat mengambil hasil panen
(gawangan hidup) sehingga areal ini masih ditanami oleh tanaman penutup tanah,
sedangkan areal piringan merupakan areal untuk menaruh hasil panen dan areal
perakaran, sehingga areal ini selalu dibersihkan dari rumput atau tanaman penutup
tanah lainnya (Mangoensoekarjo, 2007).
Hasil penelitian Syahadat (2008), tanah lokasi gawangan memiliki nilai
bobot isi lebih rendah dan porositas lebih tinggi karena kondisi tanah pada lokasi
ini tidak terganggu oleh aktivitas kimia dan manusia yang dapat menyebabkan
pemadatan tanah, selain itu adanya rerumputan menyebabkan banyaknya
perakaran yang dapat meningkatkan porositas tanah, mengurangi energi tumbukan
butiran hujan ke tanah sehingga kemantapan agregat tanah dapat tetap terjaga agar
tidak terjadi pemadatan tanah, sedangkan lokasi piringan sering dilakukan
pemupukan secara rutin yang lama kelamaan mengakibatkan pemadatan tanah.
Selain itu, tidak adanya penutupan tanah dan butiran hujan yang lolos dari tajuk
langsung mengenai permukaan tanah sehingga mengakibatkan hancurnya agregat
yang tanah dapat menyebabkan pemadatan tanah.
2.4 Lahan Tegalan
Lahan tegalan merupakan lahan kering yang telah menyebabkan
tanah-tanah pertanian menjadi rusak karena pada lahan ini telah terjadi pengolahan tanah-tanah
secara terus menerus tanpa dilakukan peristirahatan pada tanahnya (Arsyad,
2000). Pengolahan tanah yang dilakukan pada lahan tegalan untuk mendapatkan
pertumbuhan tanaman yang baik. Oleh karena itu, pengolahan tanah yang
dilakukan seperti mempersiapkan lahan dengan cara tanah dibajak, kemudian
digaru dan diratakan. Setelah persiapan lahan selesai kemudian dilakukan
penanaman dengan menggunakan jarak tanam, pemupukan, penyiangan,
pengairan dengan membuat guludan, dan pemanenan (Rukmana,1996).
Menurut hasil penelitian Raja (2009), tanah tegalan memiliki nilai
hantaran hidrolik jenuh dalam kelas agak lambat. Lahan ini memiliki sifat-sifat
porositas, pori drainase, pori air tersedia, dan bahan organik, dan bobot isi
tanahnya besar. Sedangkan, menurut hasil penelitian Zarqoni (1988), menunjukan
tanah tegalan yang diusahakan sebagai lahan singkong dengan pengolahan tanah
yang intensif, menyebabkan terbentuknya lapisan padat di bagian bawah yang
dicirikan dengan meningkatnya bobot isi dan menurunnya porositas tanah.
Sedangkan pada lapisan atas lahan singkong mengalami percepatan dalam
meresapkan air.
2.5 Lahan Kebun Campuran
Hutan merupakan salah satu sistem penggunaan lahan, berupa aneka
pepohonan dan semak sehingga membentuk tajuk berlapis. Hutan yang demikian
mampu mempertahankan tanah dari proses kerusakan akibat erosi. Penggunaan
lahan untuk pepohonan yang sejenis seringkali juga disebut hutan, misalnya hutan
tanaman industri, hutan pinus, hutan jati, hutan mahoni, dan sebagainya. Namun
penggunaan lahan untuk pepohonan tanaman industri (kopi, karet, teh, kakao,
sawit, dan sebagainya) tidak disebut hutan melainkan kebun. Kebun tanaman
industri yang ditumbuhi semak dan aneka tanaman bawah (understorey) sehingga kelihatannya mirip hutan dinamakan sistem agroforestri. (Widianto et al., 2004).
Menurut Hairiah et al. (2004), lahan kebun campuran atau hutan adalah lahan yang memiliki lapisan serasah yang tebal, penutupan permukaan tanah oleh
kanopi tanaman dan cacing tanah yang hidup pada tanah ini ukuran tubuhnya
lebih besar dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya. Kondisi ini
menyebabkan tingginya kandungan bahan organik tanah dan rendahnya tingkat
pembentukan kerak di permukaan tanah, sehingga makroporositas tanah di lahan
hutan lebih terjaga dan menurunkan limpasan permukaan (Suprayogo et al., 2004).
Lahan hutan memiliki sistem perakaran yang panjang dan berkembang
dengan sangat baik di dalam tanah. Kondisi ini memicu tingginya aktivitas biologi
tanah, mendukung air hujan yang jatuh dapat meresap ke dalam lapisan tanah
yang lebih dalam dan bergerak secara lateral, sehingga air lebih banyak diserap
Beberapa tahun terakhir terjadi penebangan pepohonan besar-besaran dan
serentak di hutan maupun di perkebunan baik secara legal maupun illegal
(penjarahan). Penebangan pohon secara serentak baik legal atau illegal akan
mengakibatkan terbukanya permukaan tanah pada saat yang sama. Pada musim
kemarau terik sinar matahari mengenai permukaan tanah secara langsung yang
mengakibatkan terjadi penguraian bahan organik tanah (dekomposisi) secara cepet
sehingga kandungan bahan organik tanah cenderung rendah. Sebaliknya, air hujan
yang jatuh selama musim penghujan tidak ada yang menghalangi sehingga
memukul tanah secara langsung mengakibatkan pecahnya agregat tanah,
meningkatnya aliran air di permukaan dan sekaligus mengangkut partikel tanah
dan bahan-bahan lain termasuk bahan organik (Widianto et al., 2004).
Menurut hasil penelitian Raja (2009), tanah kebun campuran (tanaman
bambu) memiliki nilai hantaran hidrolik yang termasuk dalam kelas sedang
menurut kelas klasifikasi hantaran hidrolik (Uhland dan O’neal, 1951 dalam
Haridjaja et al., 1980). Lahan ini juga memiliki sifat-sifat fisik yang baik terlihat dari indeks stabilitas agregat, porositas, pori drainase, pori air tersedia, dan bahan
organik tinggi dan bobot isi tanahnya rendah. Sehingga tanah ini memiliki
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor untuk
menganalisis beberapa sifat fisik dan kimia tanah serta pengamatan lapang di
Desa Cimulang, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat untuk
mengukur beberapa sifat hidrologi tanah pada bulan April sampai September
2010. Lokasi penelitian ditampilkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian
3.2 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian karakteristik sifat fisik dan hidrologi tanah dilaksanakan di desa
liat), jenis tanah (tanah Latosol), dan telah terjadinya konversi lahan menjadi
perkebunan kelapa sawit, tegalan, kebun campuran, dan penggunaan lahan
lainnya. Penggunaan lahan yang digunakan, meliputi lahan tegalan, perkebunan
kelapa sawit, dan kebun campuran. Penggunaan lahan ini dipilih berdasarkan cara
pengolahan tanah yang dilakukan pada setiap penggunaan lahan berbeda-beda,
mulai dari pengolahan lahan yang intensif sampai tanpa pengolahan tanah. Setiap
penggunaan lahan dilakukan pengamatan pada tiga variasi lereng, yaitu 0-5%,
5-8%, dan 8-15%. Variasi lereng ini dipilih untuk melihat pengaruh lereng terhadap
sifat fisik dan hidrologi tanah. Lereng 0-5% dipilih untuk menggambarkan kondisi
lereng datar, lereng 5-8% dipilih untuk menggambarkan kondisi lereng tidak datar
dan tidak curam, dan lereng 8-15% digunakan untuk menggambarkan kondisi
lereng curam.
Penelitian ini dilakukan di laboratorium dan lapang dengan sifat fisik
tanah yang diamati meliputi bobot isi, porositas, pori drainase, kurva pF, kadar air
lapang, dan air tersedia, serta sifat hidrologi tanah meliputi kapasitas infiltrasi dan
hantaran hidrolik. Pengukuran di laboratorium menggunakan contoh tanah utuh
yang diambil dengan menggunakan ring sample pada masing-masing penggunaan
lahan dengan kemiringan lereng yang diinginkan (0-5%, 5-8%, dan 8-15%) dan
kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm. Setiap pengukuran dilakukan 3 kali
ulangan disetiap kedalaman tanah yang diamati. Dengan demikian, jumlah total
tanah contoh utuh yang diambil pada setiap penggunaan lahan sebanyak 36 ring
sample. Namun karena tanah perkebunan kelapa sawit dilaksanakan di gawangan
dan piringan, maka jumlah total contoh tanah yang diambil sebanyak 72 ring
sample tanah utuh, lahan tegalan diambil sebanyak 36 sample tanah utuh, dan
lahan kebun campuran diambil sebanyak 12 sample tanah utuh karena pada lahan
ini hanya terdapat satu kemiringan lereng (8-15%).
Khusus untuk pengukuran kadar air lapang, pengambilan contoh tanah
dilakukan dengan menggunakan bor tanah dan aluminium foil untuk menjaga agar
kadar air menyerupai kondisi di lapang. Pengambilan contoh tanah dilakukan
menurut kedalaman tanah dengan interval setiap jarak 10 cm dari permukaan
tanah hingga kedalaman 90 cm. Contoh tanah yang diambil pada masing-masing
8-15%) dilakukan selama 2 hari berturut-turut yaitu pada saat kondisi hujan yang
intensif. Dengan demikian, jumlah total contoh tanah yang diambil pada setiap
penggunaan lahan sebanyak 24 contoh tanah. Karena tanah perkebunan kelapa
sawit yang diamati adalah pada gawangan dan piringan, maka jumlah total contoh
tanah yang diambil sebanyak 96 sample tanah, pada tanah tegalan sebanyak 54
contoh tanah, dan pada lahan kebun campuran sebanyak 18 contoh tanah (pada
lahan ini hanya terdapat satu kemiringan lereng (8-15%).
Semua contoh tanah yang diperoleh dari lapangan dianalisis di
laboratorium dengan menggunakan metode seperti ditampilkan pada Tabel 1.
Alat-alat yang digunakan untuk analisis tanah di Laboratorium disesuaikan
dengan metode yang digunakan untuk tiap sifat fisik tanah (Tabel 1)
Tabel 1. Parameter pengamatan dan metode analisis
Parameter sifat fisik tanah Metode analisis
Tekstur Pipet
Bobot isi Three phases meter
Porositas Ring sample dan gravimetri
Pori drainase pF (Pressure Plate)
Bahan organik Walkley and Black
Kadar air lapang Gravimetri
Hantaran hidrolik Permeameter
Infiltrasi Double ring infiltrometer
Sifat hidrologi tanah yang diamati di lapang meliputi infiltrasi yang diukur
dengan menggunakan alat double ring infiltrometer dan hantaran hidrolik dengan menggunakan permeameter. Pengukuran ini dilakukan di dua penggunaan lahan,
yaitu perkebunan kelapa sawit (gawangan dan piringan) dan tegalan pada
kemiringan lereng yang diinginkan (0-5%, 5-8%, dan 8-15%) dengan 3 kali
ulangan pada setiap kemiringan lereng. Sehingga jumlah total pengukuran yang
dilakukan sebanyak 9 kali pada setiap penggunaan lahan.
Penetapan nilai infiltrasi menggunakan nilai minimum atau nilai konstan
untuk melihat kapasitas infiltrasi minimum yang dimiliki masing-masing
penggunaan lahan, sedangkan nilai hantaran hidrolik diperoleh dari hasil
pengukuran yang kemudian diolah untuk mendapatkan nilai K (hantaran hidrolik)
K= {ln(h/r + [(h/r)2+1]1/2)-1}Q
V : laju penurunan air konstan (pada saat jenuh)
Π : 3.14
Hasil nilai K yang diperoleh kemudian diklasifikasikan menurut Uhland
dan O’Neal (Sitorus et al., 1983) yang terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi hantaran hidrolik menurut Uhland dan O’Neal dalam Sitorus, 1980.
3.3 Analisis Data
Data sifat-sifat fisik dan hidrologi tanah diolah secara statistik
menggunakan Analisis Of Varian (Anova) dan uji lanjut Duncan. Anova pada
penelitian ini digunakan untuk melihat faktor (penggunaan lahan dan kemiringan
lereng) yang mempengaruhi respon (parameter). Kemudian faktor yang
berpengaruh pada respon di uji lanjut menggunakan uji Duncan. Uji Duncan
digunakan untuk melihat faktor yang memiliki nilai berbeda nyata pada taraf 5%
(α = 0,05).
Kelas Hantaran hidrolik (cm/jam)
Sangat lambat <0.125
Lambat 0.125 - 0.5
Agak lambat 0.5 – 2
Sedang 2 – 6.25
Agak cepat 6.25 – 12.5
Cepat 12.5 – 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Desa Cimulang adalah desa yang mempunyai luas lahan 434 ha dengan
300 ha dimiliki perkebunan kelapa sawit PTPN VIII dan 134 ha dimiliki oleh
penduduk lokal yang lahannya diberdayakan sebagai tegalan, pemukiman, kebun
campuran dan penggunaan lahan lainnya yang berlokasi 20 km dari kota Bogor
dan 34 km dari kantor Pemerintahan Daerah Kabupaten Bogor di Cibinong. Desa
ini memiliki ciri-ciri, seperti terletak di ketinggian 116-234 meter di atas
permukaan laut dengan kemiringan areal antara 0-30%, beriklim basah (bulan
kering 2-3 bulan sekitar bulan Maret sampi Mei dan bulan basah 9–10 bulan
sekitar bulan Juni sampai Februari) dengan curah hujan rata-rata per tahun diatas
3000 mm, jumlah hari hujan rata-rata 158 hari, bersuhu 27-32°C dengan suhu
rata-rata 29,5°C, intensitas penyinaran matahari rata-rata sekitar 5-7 jam per hari,
dan memiliki jenis tanah yang didominasi oleh tanah latosol yang memiliki ciri
fisik utama, seperti solum dalam (>100 cm), warna coklat kemerahan, tekstur liat,
serta struktur tanah remah, memiliki drainase agak lambat, dan reaksi tanah
tergolong agak masam dengan nilai pH berkisar 4,5-6,1 .
Lahan perkebunan kelapa sawit yang diteliti adalah bagian dari areal
perkebunan kelapa sawit milik PT. Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) yang
awalnya merupakan perkebunan teh kemudian menjadi perkebunan karet dan
akhirnya menjadi perkebunan kelapa sawit pada tahun 2005. Lokasi kelapa sawit
yang digunakan sudah masuk tanaman menghasilkan (TM) yang kedua (umur ± 5
tahun). Lahan perkebunan kelapa sawit memiliki dua kondisi lahan yang disebut
gawangan dan piringan. Gawangan merupakan tempat untuk menaruh sisa
pelepah, tidak dibersihkan dari rumput atau gulma yang tumbuh, tidak dilakukan
pemupukan, dan terletak diantara barisan pohon kelapa sawit (Gambar 1.B).
Adapun piringan merupakan tempat untuk menaruh pupuk yang diberikan dua
kali setahun sekitar bulan Januari dan Oktober, dilakukan pembersihan dari
rumput atau gulma yang tumbuh agar semua pupuk yang diberikan dapat diserap
semua oleh tanaman kelapa sawit, dan letaknya mengelilingi pohon kelapa sawit
penampang profil permukaan perkebunan kelapa sawit pada lokasi penelitian
ditampilkan dalam gambar 1.A.
A B
C
Gambar 2. A. Profil tanah perkebunan kelapa sawit; B. Kondisi permukaan lokasi gawangan perkebunan kelapa sawit; C. Kondisi permukaan lokasi dibawah tajuk kelapa sawit (piringan).
Umumnya lokasi gawangan digunakan sebagai tempat untuk meletakan
sisa pelepah dan rumput-rumput yang berada gawangan tidak dibersihkan, tetapi
pada lokasi penelitian yang digunakan tidak dilakukan seperti pada umumnya.
Sisa pelepah di gawangan diambil oleh masyarakat untuk digunakan sebagai kayu
bakar dan rerumputan digunakan sebagai makanan ternak. Sehingga, lokasi
gawangan pada lokasi penelitian dijadikan tempat untuk lalu lalang dan kondisi
lahannya menjadi terbuka dan ditumbuhi lumut.
Karakteristik umum tanah (tekstur dan bahan organik) pada perkebunan
kelapa sawit baik pada gawangan dan piringan memiliki tekstur liat dengan kadar
lebih rendah daripada tanah piringan (Tabel 3). Tanah gawangan memiliki kadar
liat dan bahan organik sebesar 81,64% liat dan 1,25% C-Organik dan tanah
piringan sebesar 80,87% liat dan 1,78% C-Organik.
Lahan tegalan yang diamati berada di dekat PTPN VIII. Lahan ini
dahulunya sebagai tempat pembuangan limbah karet saat lahan perkebunan kelapa
sawit masih ditanami tanaman karet. Tanah ini baru berubah menjadi tegalan pada
tahun 2002 saat lahan PTPN VIII berubah menjadi lahan kelapa sawit. Lahan
tegalan ini dalam lima tahun terakhir digunakan untuk menanam tanaman
singkong, jagung, kangkung, dan tanaman lainnya, sedangkan saat penelitian
tanah tegalan sedang ditanami singkong.
Lahan tegalan dilakukan pengolahan tanah dari sebelum penanaman
sampai dengan panen (mempersiapkan lahan, penanaman, pemupukan,
penyiangan, pengairan dengan membuat guludan, dan pemanenan). Pada tanah ini
tidak dilakukan peristirahan pada tanahnya, dimana setelah panen langsung
ditanam kembali dengan jenis tanaman lainnya. Tanah pada tegalan ini memiliki
mempunyai tekstur liat dengan kadar liat sebesar 71,75% dan bahan organik
sebesar 1,54% C-organik. Gambar penampang profil dan kondisi permukaan
tegalan pada lokasi penelitian ditampilkan dalam Gambar 2.
A B
Gambar 3. A. Profil tanah tegalan ; B. Kondisi permukaan lokasi tegalan
Lahan kebun campuran merupakan lahan yang ditanami pohon mahoni,
duku, dan sengon. Pada lahan ini tidak dilakukan pengolahan tanah, pemupukan,
menumpuk di atas permukaan tanahnya dan memiliki banyak mikroorganisme
yang hidup. Tanah pada kebun campuran ini mempunyai tekstur liat (86.09% liat)
dan kadar bahan organik (2.28% C-organik) yang lebih tinggi dibandingkan tanah
di lahan kelapa sawit dan tegalan (Tabel 3). Gambar penampang profil dan
kondisi permukaan kebun campuran pada lokasi penelitian ditampilkan pada
Gambar 3.
A B
Gambar 4. A. Profil tanah kebun campuran; B. Kondisi permukaan lokasi kebun campuran
Tabel 3. Tekstur dan bahan organik di perkebunan kelapa sawit, tegalan, dan kebun campuran.
Tekstur dan bahan organik
Sifat tanah Kelapa sawit Tegalan Kebun campuran
Gawangan Piringan Tekstur
Pasir (%) 4.61 4.7 7.38 3.21
Debu (%) 13.75 14.43 20.87 10.7
Liat (%) 81.64 80.87 71.75 86.09
Kelas Liat Liat Liat Liat
Bahan organik
C- Organik (%) 1.25 1.78 1.54 2.28
4.2 Karakteristik Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah Di Lahan Penelitian 4.2.1 Bobot Isi dan Porositas
Bobot isi tanah adalah bobot kering suatu unit volume tanah dalam
keadaan utuh, yang dinyatakan dalam gram per sentimeter kubik. Unit volume
analisis bobot isi dari berbagai penggunaan lahan pada kemiringan lereng 8-15%
dikedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm disajikan pada Tabel 4, dan bobot isi
pada berbagai kemiringan lereng, kedalaman tanah, dan penggunaan lahan
disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 4. Bobot isi tanah pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm.
Penggunaan lahan
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5% (α = 0,05)
Tabel 4 menunjukkan bahwa penggunaan lahan berpengaruh nyata
terhadap bobot isi tanah. Tanah tegalan memiliki bobot isi tertinggi, diikuti tanah
kelapa sawit, dan terakhir lahan kebun campuran. Hal ini karena tanah tegalan
tidak memiliki penutup tanah yang permanen yang mengakibatkan butir-butir air
hujan yang turun akan langsung jatuh mengenai dan menumbuk permukaan tanah
yang mengakibatkan pemadatan tanah. Disamping itu, pengolahan tanah pada
lahan tegalan lebih intensif dibandingkan penggunaan lahan lainnya yang
menyebabkan destrukturisasi lebih sering terjadi sehingga terjadi peningkatan
bobot isi tanah. Menurut Soepardi (1983), menurunnya jumlah bahan organik
akan diikuti oleh menurunnya granulasi tanah yang selanjutnya diikuti oleh
pemadatan tanah. Karena bahan organik berfungsi sebagai perekat antara partikel
tanah, maka jika bahan organik tanah berkurang mengakibatkan struktur tanah
sulit terbentuk. Hal ini terlihat pada tanah tegalan yang memiliki tanah yang padat
dengan kadar bahan organik yang rendah.
Tanah kebun campuran memiliki bobot isi terendah dibandingkan tanah
tegalan dan kelapa sawit. Hal ini disebabkan lahan ini memiliki lapisan serasah
yang tebal, permukaan tanah tertutup oleh kanopi tanaman, dan fauna tanah yang
oleh kanopi tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah dari butir-butir air hujan
yang jatuh, serta sisa vegetasi penutup tanah (serasah) dapat menyumbangkan
lebih banyak bahan organik dan meningkatkan porositas dan pori makro tanah
dari hasil dekomposisi serasah oleh fauna tanah. Sehingga tanah ini memiliki
bahan organik tertinggi, pori makro yang lebih banyak, dan tanah menjadi lebih
gembur dibandingkan penggunaan lahan lainnya.
Lokasi perkebunan kelapa sawit yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu
gawangan dan piringan memiliki nilai bobot isi yang tidak berbeda secara statistik
seperti terlihat pada Tabel 4. Walaupun demikian, lahan gawangan cenderung
mempunyai nilai bobot isi yang lebih tinggi dari lahan piringan. Hasil ini tidak
sesuai dengan hasil penelitian Syahadat (2008) yang mendapatkan bahwa tanah di
bagian gawangan memiliki nilai bobot isi lebih rendah dibandingkan lahan
piringan karena lahan gawangan merupakan tempat penumpukan serasah.
Perbedaan hasil ini terjadi karena gawangan pada lahan kelapa sawit di lahan
penelitian ini tidak dipergunakan sesuai dengan fungsinya sebagai tempat
penumpukkan pelepah. Secara umum gawangan dapat dibagi menjadi dua
berdasarkan fungsinya, yaitu gawangan hidup yang berfungsi sebagai jalan dan
gawangan mati yang berfungsi sebagai tempat untuk menaruh sisa pelepah dan
tidak dibersihkan dari rerumputan atau gulma yang membuat tanah terlindungi
dari butiran air hujan yang jatuh dan terjadi penumpukan bahan organik. Semua
lokasi gawangan yang berada di Cimulang dijadikan sebagai gawangan
hidup,sehingga terjadi proses pemadatan tanah yang cukup intensif. Dengan
demikian, tanah pada gawangan lebih padat dibandingkan tanah di piringan.
Pemadatan tersebut disebabkan oleh masyarakat yang selalu mengambil sisa
pelepah dan rumput-rumput yang terdapat pada gawangan untuk dijadikan kayu
bakar (pelepah) dan makanan ternak (rerumputan). Padahal pelepah yang
terdekomposisi dapat berfungsi sebagai penghasil bahan organik dan penutup
tanah agar tanah tidak menjadi padat. Selain itu, adanya rerumputan menyebabkan
banyaknya perakaran yang dapat meningkatkan porositas tanah, mengurangi
energi tumbukan butiran hujan ke tanah sehingga agregat tanah dapat tetap
keberadaan serasah harus dipertahankan untuk melindungi tanah dari pukulan air
hujan.
Tabel 5. Bobot isi tanah pada berbagai kemiringan lereng, kedalaman tanah, dan penggunaan lahan.
Kemiringan lereng Kedalaman tanah
Kelapa sawit
Hasil analisis pada Tabel 5 menunjukkan bahwa kemiringan lereng tidak
berpengaruh terhadap bobot isi tanah. Walaupun demikian terlihat bahwa
meningkatnya kemiringan lereng menurunkan bobot isi tanah. Secara teoritis
semakin curam lereng menyebabkan erosi semakin tinggi. Namun, erosi yang
bersifat selektif membuat pengaruh erosi tidak besar, sehingga tidak
mempengaruhi bobot isi walaupun cenderung terjadi perubahan.
Tabel 4 dan 5 memperlihatkan hasil yang sesuai dengan pendapat
Harjowigeno (1985) yang menggambarkan tanah dengan bobot isi yang tinggi
akan memiliki porositas yang rendah, begitupun sebaliknya. Bobot isi dan
porositas merupakan faktor sifat fisik tanah yang mencirikan terjadinya
pemadatan tanah. Porositas adalah ruang pori tanah yang tidak ditempati oleh
padatan tanah. Besarnya porositas ditentukan oleh gabungan butiran partikel
tanah. Partikel-partikel tanah yang tidak teratur menyusun tanah menyebabkan
susunan yang tidak benar-benar saling berdekatan, sehingga terbentuk ruang
diantaranya yang berisikan udara dan air. Hasil analisis porositas tanah dari
berbagai penggunaan lahan pada kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah
tanah pada berbagai kemiringan lereng, kedalaman tanah, dan penggunaan lahan
disajikan dalam Tabel 7.
Tabel 6. Porositas tanah pada penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm.
Penggunaan lahan
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5% (α = 0,05)
Analisis statistik menunjukkan bahwa porositas tanah antara penggunaan
lahan berbeda nyata (Tabel 6). Lahan kebun campuran memiliki porositas tanah
tertinggi, diikuti lahan kelapa sawit, dan terakhir lahan tegalan. Hal ini karena
tanah kebun campuran memiliki bobot isi terendah (Tabel 4) dan bahan organik
tertinggi (Tabel 3). Rendahnya bobot isi tanah kebun campuran menggambarkan
tanah ini memiliki kondisi yang remah. Menurut Harjowigeno (1985), bobot isi
dan porositas merupakan faktor sifat fisik tanah yang mencirikan terjadinya
kegemburan atau kepadatan tanah. Disamping itu, vegetasi kebun campuran yang
berbeda-beda jenis berpengaruh besar terhadap penyediaan bahan organik tanah.
Bahan organik hasil dekomposisi sisa vegetasi (serasah) membantu dalam
pembentukan agregat tanah dengan membentuk granul-granul dan memperbesar
volume dan jumlah pori-pori tanah yang ada, sehingga cenderumg menurunkan
tingkat kepadatan tanah.
Lahan tegalan memiliki nilai porositas tanah terendah dibandingkan lahan
kebun campuran dan kelapa sawit, karena pada lahan ini memiliki tanah dengan
bobot isi tertinggi (Tabel 4) akibat pengolahan tanah yang intensif, dan minimnya
penutupan tanah. Lahan yang memiliki bobot isi yang tinggi dan porositas yang
rendah menggambarkan suatu tanah yang telah mengalami pemadatan. Pada tanah
tegalan yang telah mendapatkan pengolahan tanah intensif, destrukturisasi lebih
disebutkan, lahan tegalan tidak memiliki penutup tanah yang permanen sehingga
air hujan yang jatuh langsung mengenai permukaan tanah yang mengakibatkan
agregat-agregat dipermukaan tanah hancur.
Lahan kelapa sawit memiliki jumlah porositas diantara kebun campuran
dan tegalan. Hal ini karena pada lahan kebun kelapa sawit masih dilakukan
pengolahan tanah walaupun tidak seintensif di lahan tegalan dan masih
terdapatnya penutup tanah permanen, seperti tanaman kelapa sawit di daerah
piringan dan rerumputan di gawangan. Dengan demikian, air hujan tidak
langsung jatuh mengenai permukaan tanah.
Tabel 7. Porositas tanah pada berbagai kemiringan lereng, kedalaman tanah, dan penggunaan lahan.
Kemiringan lereng Kedalaman tanah
Kelapa sawit
Hasil analisis hubungan kemiringan lereng dengan porositas tanah
disajikan pada Tabel 7. Tabel tersebut menunjukkan bahwa kemiringan lereng
tidak mempunyai pengaruh terhadap porositas tanah. Walaupun demikian, Tabel 7
memperlihatkan adanya peningkatan porositas tanah karena meningkatnya
kemiringan lereng. Secara teoritis semakin curam lereng menyebabkan erosi
semakin tinggi sehingga porositas tanah semakin berkurang. Namun, erosi tidak
berpengaruh ekstrim terhadap perubahan porositas tanah, sehingga perubahan
4.2.2 Pori Drainase (Pori Makro)
Analisis statistik menunjukkan bahwa pori drainase (pori makro) antara
penggunaan lahan tidak berbeda nyata. Lahan kebun campuran memiliki pori
makro tertinggi, diikuti lahan kelapa sawit, dan terakhir lahan tegalan (Tabel 8).
Tabel 8. Pori drainase tanah pada penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm.
Penggunaan lahan
Kebun Campuran 24.59 21.76 23.18a
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5% (α = 0,05)
Tingginya pori makro pada tanah kebun campuran dibandingkan tanah
tegalan dan kelapa sawit karena adanya pengaruh pengolahan tanah dan vegetasi.
Kebun campuran memiliki vegetasi yang berbeda-beda membuat lapisan serasah
yang tebal di atas permukaan tanah, penutupan permukaan tanah oleh kanopi
tanaman, dan meningkatkan jumlah fauna tanah yang hidup pada tanah. Menurut
Hairiah et al. (2004), kondisi diatas menyebabkan tingginya kandungan bahan organik tanah yang dapat memperbaiki struktur tanah sehingga jumlah pori makro
tanah lebih banyak. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Suprayogo et al., (2004), yang menyatakan bahwa lahan yang memiliki vegetasi lebih rapat dan
tanpa pengolahan tanah dalam pengelolaan lahannya menyebabkan terjadinya
tumpukan serasah. Tumpukan serasah menyumbangkan bahan organik dan
melindungi tanah dari pukulan air hujan. Selain itu, akar vegetasi juga membantu
dalam pembentukan saluran air dan udara yang lebih banyak maupun
meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang membentuk biopori akibat
dedaunan dan perakaran tanaman yang membusuk (Brata, 2008).
Lahan kelapa sawit memiliki pori makro yang lebih rendah dibandingkan
pengolahan tanah, dan penutup tanah. Seperti telah disebutkan diatas, lokasi
perkebunan kelapa sawit yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu lokasi gawangan
dan piringan menunjukkan jumlah pori makro yang berbeda walaupun dalam satu
areal yang sama. Data Tabel 8 menunjukkan bahwa lokasi gawangan memiliki
pori drainase lebih rendah dibandingkan lokasi piringan.
Lahan tegalan memiliki jumlah pori makro yang terendah dibandingkan
tanah kebun campuran dan kelapa sawit. Hal ini disebabkan oleh pengolahan
tanah yang intensif dan tidak adanya penutup tanah. Pada lahan yang dilakukan
pengolahan tanah secara intensif membuat permukaan tanah sering terbuka
(penutup tanah sedikit) sehingga terjadinya destrukturisasi yang menyebabkan
pemadatan tanah. Penutupan tanah yang minimum dan penggemburan tanah yang
berlebihan mengakibatkan pecahnya struktur tanah akibat pukulan air hujan yang
jatuh dan tertutupnya pori makro tanah oleh butiran-butiran halus tanah. Oleh
karena itu, pengolahan tanah yang intensif harus dikurangi dan keberadaan
serasah harus dipertahankan untuk melindungi tanah dari pukulan air hujan.
Tabel 9. Pori drainase tanah pada berbagai kemiringan lereng, kedalaman tanah, dan penggunaan lahan.
Kemiringan lereng Kedalaman tanah
Kelapa sawit
Tabel 9 menunjukkan bahwa kemiringan lereng tidak berpengaruh
terhadap pori drainase. Walaupun demikian, Tabel 9 memperlihatkan adanya
perubahan jumlah pori makro pada kemiringan lereng yang berbeda. Secara teori,
bahan organik yang lebih rendah dan pori makro yang lebih tinggi. Namun pada
hasil penelitian terlihat erosi tidak berpengaruh terhadap jumlah pori makro.
4.2.3 Kemampuan Tanah Memegang Air 4.2.3.1 Kurva pF
Kurva pF adalah kurva yang menggambarkan banyaknya air yang
terkandung di dalam tanah pada hisapan matriks tanah tertentu. Kurva pF untuk
berbagai penggunaan lahan (gawangan, piringan, tegalan, dan kebun campuran)
disajikan pada Gambar 4.
Gambar 5. Kurva pF berdasarkan kemiringan dan kedalaman tanah pada berbagai penggunaan lahan
Gambar 4 menunjukkan bahwa secara umum pada masing-masing nilai pF
mulai nilai pF2 sampai nilai pF4,2, tanah tegalan memiliki kadar air yang lebih
tinggi dibandingkan penggunaan lahan kelapa sawit dan kebun campuran. Kondisi
pF2,54) sampai kondisi titik layu permanen (nilai pF4,2) memiliki kadar air yang
lebih tinggi dibandingkan penggunaan lahan lainnya. Adapun pada nilai pF
kurang dari 2 (nilai pF<2) memperlihatkan tanah tegalan memiliki nilai kadar air
lebih kecil dibandingkan tanah kelapa sawit dan kebun campuran. Hal ini
mengindikasikan bahwa tanah tegalan lebih didominasi oleh pori mikro atau pori
pemegang air dibandingkan penggunaan lahan lainnya.
4.2.3.2 Kapasitas Lapang dan Air Tersedia
Analisis kapasitas lapang pada berbagai penggunaan lahan di kemiringan
lereng 8-15% dengan kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm disajikan pada
Tabel 10. Tabel tersebut menunjukkan bahwa penggunaan lahan tidak
berpengaruh nyata terhadap kapasitas lapang. Walaupun tidak nyata, terlihat
kecenderungannya bahwa perbedaan penggunaan lahan menyebabkan perbedaan
kapasitas lapang. Tanah gawangan memiliki kapasitas lapang tertinggi, diikuti
tanah tegalan, tanah kebun campuran, dan terakhir tanah piringan. Perbedaan ini
diduga karena tanah tersebut mempunyai tekstur tanah, bobot isi, pori mikro, dan
bahan organik yang berbeda.
Tabel 10 juga menunjukkan bahwa pada tanah kelapa sawit yang terdapat
dua fungsi lahan yang berbeda (gawangan dan piringan) memiliki kapasitas
lapang yang berbeda. Tingginya kapasitas lapang pada gawangan dapat
disebabkan oleh: 1) pada gawangan tidak dilakukan sesuai dengan fungsinya
sebagai tempat penumpukan sisa pelepah maupun mempertahankan keberadaan
rerumputan, 2) lahan gawangan kelapa sawit memiliki kadar liat yang tinggi, 3)
terganggunya tanah akibat aktivitas manusia, dan 4) tidak adanya penutup lahan.
Kondisi tersebut secara keseluruhan dapat menyebabkan tanah menjadi padat dan
meningkatkan jumlah pori mikro.
Lahan tegalan memiliki kapasitas lapang tertinggi dibandingkan lahan
kelapa sawit piringan, dan lahan kebun campuran, namun lebih rendah daripada
lahan gawangan (Tabel 10). Tanah tegalan memiliki kadar air kapasitas lapang
tertinggi karena kondisi tanah tegalan memiliki pori mikro tertinggi (Gambar 4)
akibat pengolahan tanah yang intensif pada saat sebelum penanaman sampai
akibat sering dilakukan pengolahan tanah lebih banyak memiliki pori mikro
daripada pori makro. Pori mikro merupakan pori pemegang air yang pada kondisi
alami air yang terdapat di dalamnya sulit terdrainase secara baik.
Tanah kebun campuran memiliki kapasitas lapang yang lebih tinggi
daripada tanah kelapa sawit bagian piringan. Hal ini disebabkan pada kebun
campuran memiliki kandungan liat (Tabel 3) dan tumpukan serasah (Gambar 3)
yang lebih tinggi daripada tanah kelapa sawit bagian piringan. Walaupun kebun
campuran memiliki liat yang tertinggi tetapi pada tanah tersebut tidak terjadi
pemadatan tanah karena lahan ini memiliki serasah dan mikroorganisme yang
banyak dan dapat membantu dan melindungi tanah dari pemadatan tanah. Lahan
ini juga akan memiliki kemampuan memegang air yang besar karena liat dan
bahan organik memiliki kemampuan untuk memegang air yang besar.
Tabel 10. Kapasitas lapang pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm.
.
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5% (α = 0,05)
Tabel 11 menunjukkan bahwa kemiringan lereng tidak berpengaruh
terhadap kapasitas lapang. Walaupun demikian Tabel 11 memperlihatkan adanya
perubahan kapasitas lapang karena meningkatnya kemiringan lereng. Secara
teoritis semakin curam lereng menyebabkan erosi semakin tinggi. Namun, akibat
erosi tidak berpengaruh ekstrim terhadap perubahan distribusi pori tanah.
Sehingga perubahan jumlah kapasitas lapang pada Tabel 11 tidak dipengaruhi
Tabel 11. Kapasitas lapang pada berbagai kemiringan lereng, kedalaman tanah, dan penggunaan Lahan.
Kemiringan lereng Kedalaman tanah
Kelapa sawit
Tabel 12. Pori air tersedia pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm.
Penggunaan lahan
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5% (α = 0,05)
Tabel 12 menggambarkan air tersedia pada berbagai penggunaan lahan
dan kemiringan lereng 8-15% di kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm. Hasil
analisis hubungan ini menunjukkan bahwa penggunaan lahan tidak berpengaruh
terhadap pori air tersedia. Walaupun tidak berpengaruh tetapi menunjukkan tanah
kebun campuran memiliki air tersedia tertinggi, diikuti tanah gawangan, tanah
tegalan, dan terakhir tanah piringan. Hal ini karena cara pengolahan tanah, tekstur,
dan penutup tanah yang dapat menyebabkan perubahan sifat-sifat fisik tanah.
Tanah kebun campuran memiliki pori air tersedia yang lebih tinggi
daripada tanah lahan kelapa sawit dan tegalan. Hal ini disebabkan pada kebun
campuran memiliki kandungan liat dan bahan organik yang lebih tinggi daripada
campuran memiliki bahan organik yang tinggi ketersediaan air menjadi meningkat
akibat kemampuan dari bahan organik dalam meningkatkan tanah meretensi air.
Bahan organik juga dapat meningkatkan jumlah fauna tanah, kegiatan biologi
tanah, merangsang aktivitas organisme dalam tanah untuk membangun struktur
tanah, sehingga walaupun memiliki kadar liat tertinggi tetap memiliki distribusi
ukuran pori dengan kemampuan tanah retensi yang baik.
Tanah kelapa sawit bagian gawangan memiliki pori air tersedia lebih
tinggi daripada tanah tegalan dan piringan, tetapi lebih rendah daripada tanah
kebun campuran. Hal ini karena tanah gawangan lebih padat dengan jumlah pori
mikro yang lebih banyak. Tanah gawangan memiliki kadar liat yang tinggi,
gangguan aktivitas manusia lebih besar, dan penutup lahan yang lebih sedikit
yang dapat menyebabkan tanah menjadi padat. Lahan piringan tidak terdapat
serasah sehingga pori makro dapat tertutup oleh butiran-butiran halus tanah dari
hancuran struktur tanah.
Tanah tegalan memiliki pori air tersedia paling rendah terutama untuk
lapisan atas tanah. Hal ini karena tanah tegalan mengalami pengolahan tanah yang
intensif yang menyebabkan terjadinya pemadatan tanah. Pengelolaan tanah
umumnya dilakukan sampai kedalaman sekitar 20-30 cm sehingga yang
mengalami pemadatan tanah akibat pengelolaan ini hanya tanah lapisan atas.
Tanah yang padat akibat pengelolaan tanah intensif memiliki lebih banyak pori
mikro yang merupakan pori pemegang air terutama pori yang memegang air di
bawah titik layu permanen (pF 4,2). Oleh karena itu, walaupun memiliki pori
pemegang air paling tinggi, lahan tegalan memiliki pori air tersedia paling rendah.
Tabel 13 menunjukkan bahwa kemiringan lereng tidak berpengaruh
terhadap pori air tersedia. Walaupun demikian Tabel 13 memperlihatkan adanya
perubahan pori air tersedia karena meningkatnya kemiringan lereng. Secara
teoritis semakin curam lereng menyebabkan erosi semakin tinggi. Namun, akibat
erosi tidak berpengaruh ekstrim terhadap perubahan distribusi pori tanah.
Sehingga perubahan jumlah pori air tersedia akibat perubahan kemiringan lereng
Tabel 13. Air tersedia pada berbagai kemiringan lereng, kedalaman tanah, dan penggunaan lahan.
Kemiringan lereng Kedalaman tanah
Kelapa sawit
4.2.3.3 Kadar Air Lapang
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa secara umum kadar air tanah
cenderung makin tinggi dengan semakin dalamnya tanah, kecuali pada tanah
kebun campuran. Penggunaan lahan yang tidak memiliki penutup tanah (serasah)
akan memiliki nilai kadar air yang lebih rendah daripada yang memiliki penutup
tanah (serasah) pada lapisan atasnya. Hasil pengukuran kadar air lapang pada
berbagai penggunaan lahan (kelapa sawit, tegalan, dan kebun campuran) disajikan
dalam Gambar 5.
Gambar 5 menunjukkan bahwa tanah kebun campuran memiliki kadar air
lapang tertinggi pada lapisan atas. Namun kadar air lapang pada lahan kebun
campuran menurun di lapisan kedua kemudian meningkat dengan semakin
dalamnya tanah. Sedangkan, tanah tegalan dan kelapa sawit memiliki nilai kadar
air yang semakin meningkat dengan semakin bertambahnya kedalaman tanah.
Tingginya kadar air lapang lapisan atas di kebun campuran dikarenakan adanya
penumpukan serasah yang berfungsi menjaga kelembaban tanah, evaporasi, dan
meningkatkan mikroorganisme tanah yang berfungsi untuk meningkatkan pori
makro tanah yang membuat air mudah masuk kedalam tanah (Hairiah et al., 2004; Oktiviany, 2009). Gambar 5 juga menunjukkan bahwa pada lapisan terbawah
(kedalaman 50-80 cm) tanah tegalan memiliki kadar air lapang tertinggi
penumpukan serasah mengakibatkan air sulit masuk dan cepat keluar dari tanah.
Selain itu, pada tanah tegalan telah dilakukan pengolahan tanah yang intensif
mengakibatkan tanah ini memiliki pori mikro (Gambar 4) lebih tinggi daripada
pori makronya (Tabel 6), sehingga air tertahan lebih banyak dan lebih lama di
dalam tanah.
Keterangan :Hari pertama: kondisi setelah hujan dengan intensitas tidak besar pada satu hari sebelum pengambilan sample.
Hari kedua: kondisi setelah hujan dengan intensitas yang besar pada satu hari sebelum pengambilan sample.
Gambar 6. Kadar air lapang berbagai penggunaan lahan pada hari pertama dan kedua berdasarkan kedalaman tanah
Hasil pengukuran kadar air lapang juga menunjukkan bahwa lahan kelapa
sawit bagian gawangan memiliki kadar air lapang yang lebih besar daripada
bagian piringan. Kondisi ini dipengaruhi oleh penutupan tanah oleh tajuk tanaman
kelapa sawit. Tanah gawangan memiliki nilai kadar air lapang yang lebih tinggi
karena tanah ini tidak tertutupi oleh tajuk tanaman kelapa sawit yang
mengakibatkan air yang jatuh langsung masuk kedalam tanah, sedangkan tanah
piringan yang tertutupi oleh tajuk pohon kelapa sawit hanya menerima air hujan
melalui lolosan tajuk dan aliran batang pohon kelapa sawit. Tetesan air dari tajuk
mengakibatkan hancurnya struktur tanah dan mengurangi jumlah pori makro pada
lapisan atas tanah piringan (Tabel 10 dan 12), sehingga air menjadi sulit masuk
Hasil pengukuran ini memperlihatkan bahwa tanah yang tidak memiliki
penutup tanah dan tertutup oleh tajuk pohon menyebabkan kadar air lapang
menjadi rendah, sehingga sebaiknya keberadaan penutup tanah tetap
dipertahankan agar tanah terlindungi dari pukulan air hujan dan terjaga
kelembabannya.
4.2.4 Infiltrasi dan Hantaran Hidrolik
Tabel 14 dan 15 menunjukkan bahwa kapasitas infiltrasi dan hantaran
hidrolik tanah kelapa sawit lebih tinggi daripada tanah tegalan.
Tabel 14. Infiltrasi pada berbagai kemiringan lereng dan penggunaan lahan.
Kemiringan lereng
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5% (α = 0,05)
Tabel 14 menunjukkan bahwa penggunaan lahan dan kemiringan lereng
tidak berpengaruh nyata terhadap infiltrasi tanah. Walaupun demikian Tabel
tersebut memperlihatkan adanya perubahan infiltrasi karena perbedaan
pengolahan tanah dan kemiringan lereng. Tanah tegalan memiliki kapasitas
infiltrasi lebih rendah dibandingkan dengan lahan kelapa sawit. Hal ini disebabkan
oleh pengolahan tanah yang intensif menyebabkan hancurnya agregat tanah yang
telah terbentuk dan meningkatkan kepadatan tanah. Sehingga, tanah tegalan lebih
banyak mengandung pori mikro. Pori mikro merupakan pori yang memiliki
kemampuan melalukan air ke dalam tanah yang rendah (Raja, 2009).
Tabel 14 juga menunjukkan lahan kelapa sawit bagian piringan memiliki
kapasitas infiltrasi lebih tinggi dibandingkan gawangan walaupun dalam satu
tanah yang tidak intensif, dan tertutupi oleh tajuk pohon yang membuat jumlah
pori makro menjadi berkurang akibat air hujan yang jatuh langsung mengenai
permukaan tanah membuat struktur tanah menjadi hancur mengakibatkan
terbentuknya kerak dipermukaan dan dapat menyebabkan pemadatan tanah
(Arsyad, 2000; Januardin. 2009). Namun, lahan tersebut juga memiliki vegetasi
dengan sistem perakaran serabut, bobot isi rendah (Tabel 4 dan 5), porositas tinggi
(Tabel 6 dan 7), dan bahan organik yang tinggi dibandingkan tanah tegalan dan
kelapa sawit bagian gawangan (Tabel 3). Menurut Arsyad (2002), tanaman
bervegetasi dengan perakaran serabut mengakibatkan terbentuknya saluran air dan
udara yang lebih banyak, sehingga air menjadi lebih mudah masuk kedalam ke
dalam tanah.
Tanah kelapa sawit bagian gawangan memiliki infiltrasi lebih rendah
daripada tanah kelapa sawit bagian piringan (Tabel 14), tetapi lebih besar daripada
tanah tegalan. Hal tersebut karena pada permukaan tanah gawangan ditumbuhi
lumut, memiliki lapisan tipis dipermukaan tanah, lapisan atasnya lebih padat,
bobot isi lebih tinggi dan porositas yang lebih rendah daripada tanah kelapa sawit
bagian piringan. Selain itu, tanah gawangan sering dilakukan penginjakan oleh
masyarakat yang mengambil rumput sehingga mengakibatkan tanah menjadi
padat dan hilangnya penutup tanah (rerumputan) yang mengakibatkan tumbuhnya
lumut dipermukaan tanah. Lumut yang tumbuh mengakibatkan air sulit meresap
kedalam tanah, sehingga menurunkan jumlah air yang masuk kedalam tanah dan
meningkatkan jumlah air yang mengalir dipermukaan tanah (Darmansyah, 2004).
Seperti halnya pada kapasitas infiltrasi, lahan tegalan cenderung
mempunyai nilai hantaran hidrolik yang lebih rendah dibandingkan lahan kelapa
sawit baik gawangan maupun piringan (Tabel 15). Hantaran hidrolik di lahan
tegalan tergolong kelas agak lambat samapi sedang, sedangkan hantaran hidrolik
di lahan kelapa sawit tergolong kelas sedang (menurut klasifikasi Uhland dan
O’neal, 1951). Lebih rendahnya nilai hantaran hidrolik di lahan tegalan ini karena
lahan tegalan mempunyai tanah yang lebih padat dengan jumlah porositas total
dan pori makro yang lebih rendah. Menurunnya pori total dan pori makro akan
menyebabkan pergerakkan air di dalam tanah terhambat. (Sofyan, 2006, Syahadat,
Tabel 15. Hantaran hidrolik pada berbagai kemiringan lereng dan penggunaan lahan.
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5% (α = 0,05)
Tabel 15 juga menunjukkan tanah di lahan kelapa sawit bagian gawangan
cenderung memiliki nilai hantaran hidrolik lebih tinggi dibandingkan tanah
piringan. Hal tersebut karena secara umum tanah gawangan kondisinya lebih baik
dibandingkan piringan dengan porositas lapisan bawah lebih besar dengan pori
drainase yang lebih besar, terdapat rerumputan yang secara tidak langsung juga
meningkatkan nilai hantaran hidrolik yang disebabkan oleh banyaknya perakaran
oleh rerumputan tersebut. Banyaknya perakaran tumbuhan meningkatkan
porositas tanah, dan mengurangi perusakan struktur akibat energi tumbukan butir
hujan ke tanah sehingga kemantapan agregat tanah dapat tetap terjaga (Ardiyanto,
2004; Syahadat, 2008).
Nilai hantaran hidrolik yang lebih tinggi pada gawangan dibandingkan
pada piringan menunjukkan kecenderungan yang berbeda dengan nilai kapasitas
infiltrasi. Hal ini karena infiltrasi yang merupakan proses masuknya air ke dalam
tanah melalui permukaan tanah sangat ditentukan oleh kondisi lapisan tipis di
permukaan tanah. Lapisan tipis permukaan tanah di lahan gawangan lebih buruk
karena adanya lumut yang menyumbat pori. Sedangkan hantaran hidrolik lebih
ditentukan oleh kondisi profil tanah secara keseluruhan. Kondisi tanah di bagian
V. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Karakteristik sifat fisik tanah dan hidrologi pada berbagai penggunaan
lahan memiliki nilai yang berbeda pada setiap penggunaan lahan dipengaruhi oleh
intensitas pengelolaan tanah, keberadaan maupun ketebalan serasah, dan kadar
bahan organik. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Penggunaan lahan tegalan yang menerapkan pengolahan tanah intensif
mempunyai kualitas fisik dan hidrologi terendah. Penggunaan lahan ini
memiliki infiltrasi, hantaran hidrolik, porositas, kadar air yang lebih
rendah, dan bobot isi yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan lahan
lainnya.
2. Tanah kebun campuran yang tidak diolah dengan jumlah serasah yang
banyak dan bervariasi memiliki sifat-sifat fisik tanah yang lebih baik
dibandingkan dengan tegalan dan kelapa sawit. Hal ini dapat dilihat dari
porositas, pori drainase, dan bahan organik. Tanah kebun campuran
memiliki nilai porositas, pori drainase, dan bahan organik tertinggi
dibandingkan penggunaan lahan lainnya.
3. Kelapa sawit dengan pengolahan tanah tidak intensif, memiliki kondisi
sifat fisik dan hidrologi tanah diantara tanah tegalan dan kelapa sawit.
Bagian piringan memiliki nilai infiltrasi dan hantaran hidrolik tinggi dan
termasuk kedalam kelas sedang.
5.2 Saran
1. Untuk mempertahankan dan memperbaiki sifat fisik dan hidrologi tanah tetap
baik, maka keberadaan serasah harus tetap dipertahankan sebanyak mungkin.
2. Untuk lahan perkebunan kelapa sawit keberadaan gawangan mati dengan
3. Untuk lahan tegalan perlu dilakukan peristirahatan pada tanahnya (pengolahan
tanah tidak intensif) dan perlunya memperkenalkan cara mengolah tanah yang