• Tidak ada hasil yang ditemukan

6 PERMODELAN SISTEM ADAPTAS

A. Kemampuan Teknologi Ketepatan Prediksi Banjir

Rob

Tanggap Kesiagaan Bencana penduduk akan datangnya banjir rob

Tanggul Penahan Banjir Rob

Pengurangan dampak tekanan banjir (storm flood) Banjir Kanal Mengurangi tingkat luapan

Tanggul laut Mengurangi dampak tekanan banjir (storm flood)

Sistim Drainase

Lingkungan

Semakin baik sistem drainase lingkungan, waktu luapan semakin singkat

Jumlah dan Kondisi Waduk Situ

Waduk mampu menerima luapan, sehingga volume luberan air di kawasan berpenghuni menjadi berkurang

Luasan hutan mangrove Hutan mangrove meredam momentum gelombang yang sifatnya merusak terhadap bangunan fisik saat air pasang Jumlah Polder Mengatur debit air keluar/masuk

Peta kekuatan evakuasi

dan penampungan

pengungsian

Semakin lengkap ketersediaan tempat penampungan sementara, mobilisasi (perahu karet) dan truk pengangkut akan meminimalisir jumlah korban

Garis Sempadan Pantai Normalisasi garis sempadan pantai B. Kapasitas Sosial

Tingkat partisipasi masyarakat

Kemauan masyarakat untuk dipindahkan rumahnya ke tempat yang lebih aman selama ini berada di garis sempadan pantai Kearifan Lokal Rumah panggung di wilayah pesisir mengurangi resiko banjir

rob, wilayah hutan bakau keramat dan menanam bakau di wilayah tertentu akan memberikan kenaikan tingkat kenyamanan hidup

Kohesi Masyarakat Sikap kegotongroyongan dan keeratan hubungan dalam lingkungan

Jumlah Puskesmas/Rumkit Penyediaan sarana dan fasilitasi kesehatan masyarakat Jumlah tenaga tanggap

bencana

Semakin banyak jumlah tenaga tanggap bencana, semakin mudah evakuasi korban ke tempat lebih aman

Sosialisasi bencana Pengetahuan masyarakat akan deteksi dini Posko Tanggap Darurat Sarana pengungsian dan pelayanan kedaruratan Sistim komunikasi dan

informasi cepat dan akurat

Sistim informasi yang cepat deteksi dini banjir rob melalui pengeras suara masjid, radio penduduk dapat mengurangi resiko bencana

Untuk menunjukkan strategi adaptasi banjir rob yang efisien dan berkelanjutan, diperlukan penjabaran dari model kelembagaan sebagaimana dijelaskann pada bab sebelumnya. Perwujudan model kelembagaan tersebut menuntut adanya koordinasi yang efektif dari seluruh pihak, dan karena itu perlu diatur melalui kewenangan pemerintah daerah. Oleh karena itu, studi ini menyarankan dibentuknya unit kerja non-struktural yang bertujuan untuk mengkoorinasikan upaya-upaya adaptasi dan penanggulangan bencana banjir rob. Unit kerja (task force) dapat bersifat temporal namun mempunyai status khusus struktur Sekretaris Daerah (Sekda) tingkat provinsi, bekerjasama erat dengan Bappeda. Karena wilayahnya bersentuhan langsung dengan pesisir laut maka SKPD terkait perlu

diberi tugas sesuai kewenangannya seperti dari Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian ATR atau BPN (lihat Gambar 28).

Sebagai kesimpulan dalam merumuskan implikasi kebijakan, maka dapat dipaparkan sebagai berikut.

Gambar 27 Diagram Venn untuk Sistem Adaptasi Banjir Rob Keterangan : = Implikasi Kebijakan

Untuk saran kedepan, penelitian ini merekomendasikan fokus bantuan/insentif merata pada wilayah yang sering terkena banjir rob yaitu perbaikan dan pemeliharaan drainase serta penyediaan air bersih terutama pada saat terjadi bencana banjir rob periodik. Adapun tindak nyata dapat dilakukan kegiatan aksi adaptasi banjir rob yang dilakukan dalam koordinasi Tim Penanggulangan Bencana Daerah (BNPBD).

Sebagai operasionalisasi dari kebijakan strategis, berdasarkan umpan balik dari masyarakat yang sering terkena dampak banjir rob, maka disusun kegiatan aksi adaptasi banjir rob pada wilayah zona I yang paling rendah indeks kenyaman hidup penduduk akibat banjir rob. Kegiatan aksi adaptasi adalah sebagai berikut :

(1) Penataan Pemukiman di pesisir: a) Meninggikan lantai rumah b) Pembuatan rumah panggung

c) Pembuatan rumah lantai 2, untuk dipergunakan saat banjir (2) Infrastruktur Drainase:

a) Membuat saluran-saluran yang mampu mengatasi limpahan air dan sistematis terhubung dengan saluran keluar/sungai.

b) Pembersihan sampah dan pengerukan saluran-saluran yang ada dan tidak berfungsi dengan efektif.

(3) Infrastruktur Ekonomi:

a) Peninggian jalan dan perbaikan jalan paska banjir rob.

b) Membangun sentra ekonomi masyarakat yang bangunannya disesuaikan dengan tinggi maksimum banjir rob yang mungkin terjadi. c) Membangun pasar-pasar di daerah yang tidak terjangkau banjir rob d) Penyediaan energi listrik dan stasiun BBM

e) Pembenahan tempat pengungsian untuk aktivitas usaha pengganti. f) Penyaluran bantuan dana yang tepat sasaran untuk memulihkan usaha

mikro kecil.

(4) Aktivitas Tanggap Bencana:

a) Membangun posko-posko kesehatan saat banjir rob terjadi

b) Memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat yang terpapar banjir rob

c) Membangun kearifan lokal penduduk dalam menghadapi banjir rob d) Memberikan pertolongan kepada penduduk yang membutuhkan e) Mengevakuasi penduduk yang beresiko akibat banjir rob

(5) Kenyamanan Lingkungan:

a) Membersihkan limbah rumah tangga agar tidak menyumbat saluran pembuangan

b) Kerja bakti membersihkan genangan-genangan paska banjir rob agar tidak menimbulkan penyakit

c) Pembuatan taman-taman kota dan jalur hijau.

Sistem Deteksi Dini – Banjir Rob

Sistem Deteksi Dini (Early Warning System) atau EWS merupakan serangkaian sistem monitoring dan evaluasi untuk memberitahukan akan timbulnya kejadian alam, dapat berupa bencana maupun tanda-tanda alam lainnya. Deteksi dini pada masyarakat atas bencana merupakan tindakan memberikan informasi dengan bahasa yang mudah dicerna oleh masyarakat. Dalam keadaan kritis, secara umum deteksi dini yang merupakan penyampaian informasi tersebut diwujudkan dalam bentuk sirine, kentongan dan lain sebagainya. Namun demikian membunyikan sirine hanyalah bagian dari bentuk penyampaian informasi yang perlu dilakukan karena tidak ada cara lain yang lebih cepat untuk mengantarkan informasi ke masyarakat. Harapannya adalah agar masyarakat dapat merespon informasi tersebut dengan cepat dan tepat. Kesigapan dan kecepatan reaksi masyarakat diperlukan karena waktu yang relative sempit dari saat dikeluarkannya informasi dengan saat (dugaan) datangnya bencana. Kondisi kritis, waktu sempit, bencana besar dan penyelamatan penduduk merupakan faktor-faktor yang membutuhkan sistem deteksi dini. Semakin dini informasi yang disampaikan, semakin longgar waktu bagi penduduk untuk meresponnya.

Keluarnya informasi tentang kondisi bahaya merupakan muara dari suatu alur proses analisis data-data mentah tentang sumber bencana dan sintesis dari berbagai pertimbangan. Ketepatan informasi hanya dapat dicapai apabila kualitas analisis dan sintesis yang menuju pada keluarnya informasi mempunyai ketepatan yang tinggi. Dengan demikian dalam hal ini terdapat dua bagian utama dalam deteksi dini yaitu bagian hulu yang berupa usaha-usaha untuk mengemas data- data menjadi informasi yang tepat dan menjadi hilir yang berupa usaha agar infomasi cepat sampai di masyarakat. Adapun untuk rekayasa system deteksi dini dibutuhkan pendekatan kolaboratif antar pelaku dan antar lembaga, dimana para

pihak mengkombinasikan pengetahuan mereka menjadi system yang terpadu dari sosio ekologi guna memahami setiap adaptif dari masyarakat terhadap kejadian bencana (Bosch, ojh, 2003).

Gambar 28 Proses sinyal banjir rob dengan EWS

Tujuan Sistem Deteksi Dini

Bagi masyarakat Indonesia, sistem deteksi dini dalam menghadapi bencana sangatlah penting, mengingat secara geologis dan klimatologis wilayah Indonesia termasuk daerah rawan bencana alam. Dengan ini diharapkan akan dapat dikembangkan upaya-upaya yang tepat untuk mencegah atau paling tidak mengurangi terjadinya dampak bencana alam bagi masyarakat. Keterlambatan dalam menangani bencana dapat menimbulkan kerugian yang semakin besar bagi masyarakat. Dalam siklus manajemen penanggulangan bencana, sistem deteksi dini bencana alam mutlak sangat diperlukan dalam tahap kesiagaan, sistem deteksi dini untuk setiap jenis data, metode pendekatan maupun instrumentasinya.Tujuan akhir dari deteksi dini ini adalah masyarakat dapat tinggal dan beraktivitas dengan aman pada suatu daerah serta tertatanya suatu kawasan. Untuk mencapai tujuan akhir tersebut maka sebelumnya perlu dicapai beberapa hal sebagai berikut:

(1) Diketahuinya daerah-daerah rawan bencana banjir rob di perkotaan

(2) Meningkatkannya knowledge, attitude dan practice dari masyarakat dan aparat terhadap fenomena bencana, gejala-gejala awal dan mitigasinya. (3) Tata ruang suatu kawasan dengan mempertimbangkan potensi bencana. (4) Perlu pemahaman dan penyadaran masyarakat terhadap sumberbencana. Target dari Sistem Deteksi Dini

Target yang akan diberi deteksi dini adalah masyarakat dan aparat, terutama yang tinggal di daerah rawan bencana. Target ini seharusnya mencakup beberapa generasi dan beberapa kelas sosial masyarakat. Keterlibatan masyarakat, aparat dan akademisi dari multi disiplin (oseanografi, meteorologi, geografi, geologi, lingkungan, ekonomi, pertanian, teknik sipil, ilmu sosial) sangat penting

dalam sistem deteksi dini. Sistem deteksi dini akan lebih tepat apabila dirumuskan oleh ketiga komponen ini. Apabila salah satu komponen saja yang dominan dikhawatirkan sistem ini tidak akan berjalan efektif dan rencana tindak kurang komprehensif.

Pelaksanaan Sistem Deteksi Dini

Informasi dini terhadap bencana didapatkan dengan dua macam cara, yakni sebagai berikut:

(1) Konvensional; secara konvensional, pengenalan bencana dilakukan dengan pengenalan terhadap gejala-gejala alam yang muncul sebelum terjadinya bencana, yang disesuaikan dengan karakteristik bencananya.

(2) Modern; secara modern, pengenalan bencana dilakukan dengan pemantauan aktivitas di atmosfer secara periodik dengan satelit maupun peralatan berteknologi tinggi. Pengenalan gejala bencana merupakan hal yang penting dalam Early Warning System. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa sebagian besar Sistem Deteksi Dini Bencana Alam sulit untuk diaplikasikan. Biaya instansi perangkat keras, perangkat lunak, jaringan telekomunikasi dan operasionalnya memerlukan pendanaan yang sangat mahal. Dalam kondisi seperti ini, maka kesiapsiagaan dan mengenali gejala alam akan munculnya bencana merupakan jawaban yang paling memungkinkan. Masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana harus diberdayakan dan merespons sistem tersebut agar pengurangan jumlah korban bencana alam dapat dihindari. Oleh karena itu, perlu peningkatan pemahaman kesadaran masyarakat dan aparat terhadap kondisi daerahnya yang rawan, serta terhadap gejala-gejala awal terjadinya bencana, tindakan darurat dan mitigasinya.

Dengan mempertimbangkan penyebab utama ditetapkannya sistem deteksi dini, serta tujuan dan targetnya, maka disarankan agar sistem deteksi dini ini dilakukan dengan sistem pemberdayaan masyarakat, dengan melibatkan aparat pemerintah dan akademisi sebagai fasilitator dan motivator. Sistem ini harus dapat meningkatkan knowledge, attitude dan practice dari tiap komponen yang ada dalam sistem tersebut. Syarat utama agar deteksi dini ini dapat berhasil efektif, diperlukan komitmen pribadi dan aksi nyata dari tiap individu/institusi dan komunikasi yang baik antar individu yang terlibat.

Informasi yang dibutuhkan adalah pasang surut, kejadian CENS, Storm Surges, dan Ekman Pumpping (Wind set up). Secara kelembagaan sebenarnya informasi ini sudah ada, namun lembaga-lembaga pengumpul data yang sudah ada perlu disinergikan agar masyarakat mendapatkan manfaatnya. Untuk data pasang surut, bisa secara real time atau hanya berupa ramalan pasang surut yang biasa diterbitkan oleh Pushidrosal. Untuk wilayah pantai utara Jakarta terdapat dua stasion pasang surut real time, masing-masing dimiliki oleh Pushidrosal dan Badan Informasi Geospasial (BIG). Untuk keperluan seluruh wilayah perairan Indonesia dapat digunakan data pasang surut dari jaringan stasion pasang surut yang dimiliki BIG dan juga menggunakan buku ramalan pasang surut terbitan Pushidrosal. Sedangkan informasi adanya CENS, Storm Surge, dan Ekman

pumping bisa didapatkan hasil analisa maupun dari ramalan cuaca yang dibuat oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

EWS Banjir Rob merupakan sebuah tatanan penyampaian informasi hasil prediksi terhadap sebuah ancaman kepada masyarakat sebelum terjadinya sebuah peristiwa yang dapat menimbulkan risiko. EWS Banjir Rob bertujuan untuk memberikan deteksi agar penerima informasi dapat segera siap siaga dan bertindak sesuai kondisi, situasi dan waktu yang tepat. Prinsip utama dalam EWS Banjir Rob adalah memberikan informasi cepat, akurat, tepat sasaran, mudah diterima, mudah dipahami, terpercaya dan berkelanjutan. Komponen dalam EWS Banjir Rob adalah:

(1) Prediksi : harus dilakukan dengan ketepatan dan diperlukan pengalaman. Keakuratan informasi terletak pada hasil pengukuran oleh stasiun pengamatan pasang surut.

(2) Interpretasi : menerjemahkan hasil pengamatan atau prediksi pasut.

(3) Respon dan pengambilan keputusan: siapa yang akan bertanggungjawab untuk mengambil keputusan karena keputusan tersebut akan mempengaruhi dampak.

Sistem deteksi dini banjir rob yang dibangun adalah seperti berikut:

Gambar 29 Sistem Deteksi Dini Banjir Rob (EWS-Rob) Stasiun Pasang Surut Pusat Hidro- Oseanografi TNI Angkatan Laut

BMKG

(Ramalan CENS, Strom Surge, Ekman Pumping)

EWS

Dokumen terkait