• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Adaptasi Banjir Rob Kawasan Pesisir Wilayah Perkotaan (Studi Kasus Di Kecamatan Penjaringan Pantai Utara Jakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Adaptasi Banjir Rob Kawasan Pesisir Wilayah Perkotaan (Studi Kasus Di Kecamatan Penjaringan Pantai Utara Jakarta)"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

KAWASAN PESISIR WILAYAH PERKOTAAN

(STUDI KASUS DI KECAMATAN PENJARINGAN

PANTAI UTARA JAKARTA)

DEDE YULIADI

NIM : P062124014/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Model Adaptasi Banjir Rob Kawasan Pesisir Wilayah Perkotaan (Studi Kasus Di Kecamatan Penjaringan Pantai Utara Jakarta) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2017

(3)

(Studi Kasus Di Kecamatan Penjaringan Pantai Utara Jakarta). Dibimbing oleh ERIYATNO, M. YANUAR J. PURWANTO dan I WAYAN NURJAYA.

Banjir rob di pesisir Jakarta sudah menjadi kejadian luar biasa baik dari aspek fisik, sosial maupun ekonomi. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan meningkatkan resiko peri kehidupan penduduk pesisir Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan model adaptasi banjir rob dengan mengkaji formulasi prediksi banjir rob melalui analisis tekno-ekologis tentang kejadian dan faktor penyebabnya. Analisis treshold terhadap data pasang surut dan analisis pembangkit rob berdasarkan data angin dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh faktor nir pasut dapat menyebabkan banjir rob.

Formulasi kuantitatif prediksi kejadian banjir Rob sesaat merupakan fungsi superposisi faktor tinggi air maksimum saat pasang, kenaikan muka laut akibat wind set up, pengaruh laju penurunan muka tanah, dan kenaikan muka laut akibat pemanasan global. Banjir rob terjadi saat tinggi muka laut sebesar 112 cm diatas Chart Datum dengan nilai tresholdnya 82 cm di atas Chart Datum. Analisis terhadap faktor utama penyebab banjir rob berdasarkan data angin di wilayah CENS menunjukkan angin tenggara maupun angin barat laut mendominasi saat kejadian banjir rob.

Analisis dampak sosial ekonomi dilakukan di kawasan terpapar bencana banjir rob yang meliputi elemen resiko berupa bahaya, kerentanan dan kapasitas adaptasi. Daerah survei dibagi tiga kawasan yaitu Kelurahan Pejagalan, untuk kategori berat, dan Kamal Muara untuk kategori sedang serta Kelurahan Pluit dan Kelurahan Kapuk Muara untuk kategori ringan. Interpretasi ini di telaah dari faktor yang berpengaruh dengan melihat Radar Chart Indeks Kenyamanan Penduduk (IKP), dalam penelitian ini dilakukan terhadap 8 variabel. Untuk rancang bangun strategi adaptasi banjir rob digunakan metoda SSM atau Soft System Methodology (Checkland, 2000).

Dampak utama banjir rob adalah menurunnya kesehatan terutama pada anak-anak (48%), dan warga merasakan terganggunya kegiatan ekonomi mereka (37%). Nilai IKP di zona I memiliki nilai IKP terendah 2,00 (tidak nyaman), di zona II nilainya 2,72 (cukup nyaman) serta di zona III nilai IKP 3,33 (baik dan nyaman). Kegiatan adaptasi menghadapi banjir rob telah dilakukan melalui pendekatan teknologi dan kapasitas sosial. Strategi adaptasi banjir rob adalah kebijakan tata kota yang lebih baik dan perawatan tanggul dan perbaikan saluran air. Untuk melaksanakan strategi tersebut dirumuskan Model Kelembagaan untuk sistem adaptasi banjir rob di wilayah pesisir perkotaan, dimana sebagai penggerak utamanya adalah tim koordinasi Adaptasi banjir rob di lingkungan Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi.

Sistem deteksi dini yang operasional telah dirancang dengan melibatkan Pusat Hidrografi dan Oseanografi Angkatan Laut (Pushidrosal), Badan Informasi Geospasial (BIG) serta Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

(4)

SUMMARY

DEDE YULIADI. Adaptation Model For Coastal Flooding (Case Study on Penjaringan District North Jakarta Region). Supervised by ERIYATNO, M. YANUAR J. PURWANTO and I WAYAN NURJAYA.

Coastal flooding, known as Rob, has severe impact to north Jakarta Region in physical, economical and social aspect. Environmental depradation make community livelihood risk increasing. This research aims to study formulation of Rob prediction through techno-ecological analysis concerning causal factors, and to investigate Rob adaptive system within urban area.

Threshold analysis on tidal wave and Cross-Equatorial Northerly Surge (CENS) was conducted within January 2007 to May 2015. Rob in the northern coast of Jakarta will be occurred if residue between observed against predicted data of tidal wave is 17 cm,that means rob flood occurred when the sea surface hight 112 cm above the Chart Datum which its threshold is 82 cm above Chart Datum. Strom sturges from south east and north west wind dominated Rob incidents with various speed magnitudes. Generated force to Rob due to seasonal changes produce Ekman Pumping, whereas sea water level increased during east monsoon which reach peak by November.Seasonal factors were detected less influenced than inter seasonal and inter-annual.

This research aims to analyze socio-economical impact of Rob occurences which covers risk elements of destruction, vulnerability and adaptation capability. The study area in North Jakarta was divided into three clusters according its Rob characterization.Factor analysis was done through Radar Chart interpretation. Livable City Index (LCI) was evaluated by 15 variables. Soft System Methodology (SSM) used to identify Rob adaptive strategy. Main impact of Rob was found on decreasing of people health, especially children (48%), and disruption of community economics activities (37%). LCI was calculated 2.00 (hazardous) for Zone 1, 2.27 (inconvenience) for Zone 2 and 3.23 (comfortable) for Zone 3.

According to Purposively Activity Map, adaptive strategy for Rob are better city planning policy, maintenance of dams, and flood control rehabilitation. Rob prevention includes settlement spatial arrangement, road and sidewalks, drainage and clean water provision. Adaptive activities for Rob impact has been implemented on technological capability and social capacity.

To coordinate adaptation efforts, this study suggest specific task force operated in regional government especially in spatial planning integrated to sustainable economic activities.Furthermore, early warning system for predicted rob occurrence at coastal region must be conshencted to prevent from devastating rob imprel.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2017

DEDE YULIADI

MODEL ADAPTASI BANJIR ROB

KAWASAN PESISIR WILAYAH PERKOTAAN

(STUDI KASUS DIKECAMATAN PENJARINGAN

(7)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup :

1. Prof. Dr. Ir. H. Cecep Kusmana, MS

2. Dr. Ing. Widodo Setiyo Pranowo, MS

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka :

1. Prof. Dr. Ir. H. Cecep Kusmana, MS

(8)

Perkotaan (Studi

Utara Jakarta)

Kasus di Kecamatan Penjaringan Pantai

Nama

NTM

: Dede Yuliadi

: P0621240 14/PSL

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Or.Ir. Eriyatno, MSAE

Ketua

Anggota

Oiketahw oleh

Ketua Program Studi

Pengelo)aan Sumberdaya Alam dan

Lingkungan

,

Prof Or Ir H Cecep Kusmana, MS

TanggaJ Ujian Tertutup:

15 Oesember

2016

Tanggal Sidang Promosi Terbuka:

17

Januan

2017

Anggota

Pascasarjana

M.Sc., Agr

Tangga\ Lutus: 15 Desember

2016

(9)

Judul Disertasi : Model Adaptasi Banjir Rob Kawasan Pesisir Wilayah Perkotaan (Studi Kasus di Kecamatan Penjaringan Pantai Utara Jakarta)

Nama : Dede Yuliadi

NIM : P062124014/PSL

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof. Dr.Ir. Eriyatno, MSAE Ketua

Dr.Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS Anggota

Dr.Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof Dr Ir H Cecep Kusmana, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc.,Agr

Tanggal Ujian Tertutup: 15 Desember 2016

Tanggal Sidang Promosi Terbuka: 17 Januari 2017

Tanggal Lulus: 15 Desember 2016

(10)

berkahNya, saya dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul: ”Model Adaptasi Banjir Rob Kawasan Pesisir Wilayah Perkotaan (Studi Kasus di Kecamatan Penjaringan Pantai Utara Jakarta)”. Selama dalam perjalanan studi dan proses penyelesaian disertasi ini, saya telah banyak dibantu oleh berbagai pihak, baik bantuan moril maupun material, pencerahan ilmu, penguatan hati dan mental, doa dan perhatian serta berbagai kemudahan fasilitas terkait dengan penyelesaian studi.

Rasa hormat dan terima kasih sedalam-dalamnya saya sampaikan kepada para komisi pembimbing disertasi: Bapak Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Bapak Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS dan Bapak Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing dengan dedikasi dan kesabarannya dalam mencurahkan segala pemikiran dan waktunya untuk membimbing penelitian dan mengarahkan bobot akademis dalam disertasi ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya saya sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. H. Cecep Kusmana, MS dan Dr. Ing. Widodo Setiyo Pranowo, M.Si selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup.

Rasa terima kasih yang mendalam dan penghargaan yang tinggi juga saya sampaikan kepada para staf pengajar Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Institut Pertanian Bogor yang telah banyak memberi bekal ilmu selama dalam proses perkuliahan. Terima kasih yang sangat dalam saya haturkan kepada Prof. Dr. Ir. H. Cecep Kusmana, MS selaku Ketua Mayor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) yang tak henti-hentinya mendorong dan menyemangati saya agar segera menyelesaikan tugas akhir disertasi ini.

Ucapan terimakasih sedalam-dalamnya juga saya sampaikan kepada Bapak Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) Republik Indonesia yang telah memberikan ijin dan mempercayakan kepada saya untuk belajar hingga sampai tingkat doktoral di Institut Pertanian Bogor. Terima kasih saya sampaikan pula kepada Mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) Bapak Laksamana TNI (Purn) Dr. Marsetio, Mayjen Mar (Purn) I Wayan Mendra, Kapushidrosal Laksma TNI Drs. Harjo Susmoro, SH, MH, Laksma TNI Dr. Ir Trismadi, MSi dan Letkol Laut (KH) Dr. Gentio Harsono,M.Si yang telah memberikan dukungan, bantuan dan dorongan semangat dalam menyelesaikan studi di PSL Institut Pertanian Bogor.

Rasa hormat dan terimakasih yang tak terhingga saya dedikasikan kepada ibu saya yang selalu mendoakan saya serta memberikan nasihat ketika saya menemui kebuntuan dalam mengambil keputusan. Ucapan terimakasih teristimewa untuk istri tercinta Emma Mahmudah serta ketiga anak saya Lintang Permata Sari Y, MSi, dr. Ruthelica Nur Ayu Y, Rhulin Jauzak Y, S.Kel dan menantu dan keenam cucu atas segala dukungan serta pengorbanan yang luar biasa selama saya melaksanakan pendidikan di IPB.

Akhir kata, penulis berharap bahwa disertasi saya ini bisa memberikan dorongan akademik untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang Model Adaptasi Banjir Rob Kawasan Pesisir Perkotaan.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

DAFTAR ISTILAH i

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Adaptasi Penduduk Terhadap Banjir Rob 2

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Kebaruan Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Banjir Air Laut Pasang (Rob) 5

Faktor Penting Mempengaruhi Banjir Rob di Pesisir DKI Jakarta 8

Analisa Data 15

3 METODOLOGI PENELITIAN 25

Teknik Pengumpulan Data 26

Metode Tekno-ekologis 27

Metoda Dampak Sosial Ekonomi 28

Teknik Permodelan Sistem 29

4 ANALISA TEKNO-EKOLOGIS 34

Formulasi Banjir Rob 45

5 ANALISA DAMPAK SOSIAL EKONOMI 47

Telaah Kewilayaahan 47

6 PERMODELAN SISTEM ADAPTASI 52

Strategi Adaptasi 52

Telaah Aspek Legal 55

Kebijakan Tata Ruang Sebagai Landasan Sistem Adaptasi 56

Model Kelembagaan Adaptasi Banjir Rob 59

Validasi Model Kelembagaan 66

7 IMPLIKASI KEBIJAKAN 67

Faktor dan Dampak Kebijakan 67

Sistem Deteksi Dini – Banjir Rob 70

8 SIMPULAN DAN SARAN 75

Simpulan 75

Saran 76

DAFTAR PUSTAKA 77

LAMPIRAN 82

(12)

1 Kejadian Banjir Rob Wilayah Jakarta Utara 7

2 Kriteria penentuan Indeks Kenyamanan Penduduk 16

3 Faktor Penanggulangan Risiko Banjir Rob 17

4 Proses Perumusan Sistem Adaptasi Banjir Rob 32

5 Beda Tinggi Air Data Pengamatan dan Data Ramalan saat kejadian Banjir Rob 36

6 Kegiatan adaptasi banjir rob sesuai dengan nilai IKP 50

7 Kaitan penataan ruang di RPJMN dengan kelembagaan sistem adaptasi banjir rob 56

8 Tugas dan Fungsi Kelembagaan 61

9 Implikasi Kebijakan Sistem Adaptasi terhadap Banjir Rob 68

DAFTAR GAMBAR

1 Pola angin permukaan laut rata-rata Januari tahun 2001-2009 10

2 Pola Kecenderungan Naiknya Muka Laut 12

3 Rencana zona penggunaan lahan tahun 2030 14

4 Institutional Isomorphism dalam teori Kelembagaan 21

5 Proses pembelajaran pada soft systems methodology 24

6 Metoda Penelitian 25

7 Pembagian Zona Wilayah Penelitian Berdasarkan Tinggi Genangan Air banjir

Rob 27

8 Kerangka Pemikiran Sistem Adaptasi Keberlanjutan Banjir Rob 30

9 Diagram Input-Output Sistem 31

10 Frekuensi Kejadian Banjir Rob (2002-2013) 34

11 Grafik Beda Tinggi Air Data Pengamatan dan Data Ramalan Stasiun Pondok

Dayung Saat Terjadi Banjir Rob pada 13 Januari 2013 35

12 Analisa Treshold Kejadian Rob Tanggal 13 Januari 2013 37

13 Sebaran Vektor Angin Wilayah Pembangkit Banjir Rob 38

14 Vektor Angin Rata-Rata Harian Saat Kejadian Banjir Rob pada a) 29 Desember 2006 -02 Januari 2007 b) 8-12 Januari 2009 dan c) 25 – 29 Januari 2010. Kotak Warna Biru Menunjukkan Laporan Waktu Banjir Rob Terjadi. 39 15 Grafik Tumpangsusun Data Pasut Pengamatan Terhadap Data Prediksi Saat

Kejadian Banjir Rob 31 Desember 2006-2 Januari 2007 40 16 Grafik Tumpang Susun Data Pasut Selama Kejadian Banjir Rob, Data

Pengamatan Terhadap Data Prediksi Tanggal 12-17 Nopember 2008 41 17 Vektor Angin 4 hari menjelang dan saat Kejadian Banjir Rob (kotak biru) a)

9-17 Nopember 2008 b) 28 Nop – 6 Desember 2009 c) 29 Oktober – 6 Nopember

2010 42

18 Vektor Angin saat Kejadian Banjir Rob Selama Monsun Timur-Tenggara a) 19-23 Agustus 2007 b) 19 – 23 April 2008 c) 7 – 12 Mei 2009 43 19 Grafik Tumpang Susun Data Pasut Pengamatan terhadap Data Prediksi saat

Kejadian Banjir Rob tanggal 21-23 April 2008. 43

20 Analisis Harmonik Residu Pasang Surut 44

21 Resultan Gaya Penggerak Banjir Rob Sinyal dalam-Musiman,Musiman dan

Antar Tahunan. 45

22 Radar Chart faktor Kenyamanan Penduduk 50

(13)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

24 Peta Aktivitas yang Bertujuan Adaptasi Banjir Rob 54

25 Rencana Tata Ruang Bappenas 2015 55

26 Model Kelembagaan Sistem Adaptasi Banjir Rob 60

27 Diagram Venn untuk Sistem Adaptasi Banjir Rob 69

28 Proses sinyal banjir rob dengan EWS 71

29 Sistem Deteksi Dini Banjir Rob (EWS-Rob) 73

DAFTAR LAMPIRAN

1 Grafik Tumpangsusun Data Pasut Pengamatan 83

2 Stikplot Angin Berdasarkan Kejadian Rob 96

(14)

Istilah Deskripsi Keterangan

Adaptasi adalah suatu strategi penyesuaian diri yang digunakan manusia dalam hidupnya untuk merespon terhadap perubahan-perubahan lingkungan dan sosialnya.

Sudah jelas

Banjir RoB adalah suatu strategi penyesuaian diri yang digunakan manusia dalam hidupnya untuk merespon terhadap perubahan-perubahan lingkungan dan sosialnya.

Sudah jelas

CENS Cross Equatorial Northly

Surges

adalah wilayah aktivitas konveksi berada di atas ekuator dan benua maritim sebagai wilayah yang secara meridional berada di bawah pengaruh angina permukaan .

CD Chart Datum adalah bidang datar yang

merupakan referensi kedalaman pada peta laut. Garis Pantai adalah garis yang dibentuk

oleh pertemuan antara air laut dengan daratan pantai.

Sudah Jelas

IKP Indek Kenyamanan

Penduduk atau Livable City Index (LCI)

merupakan sebuah indeks tahunan yang menunjukkan tingkat kenyamanan warga kota untuk tinggal, menetap dan beraktivitas di suatu kota yang ditinjau dari berbagai aspek perkotaan

NCID National Capital Integrated

Coastal Development

(15)

Defence Strategy (JCDS) pada tahun 2011. Kerja sama bilateral ini diteruskan pada program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) atau

National Capital Integrated

Coastal Development

(NCICD).

Pasang Surut pergerakan permukaan air laut kea rah vertical yang disebabkan pengaruh gaya tarik menarik bulan, matahari dan benda-benda angkasa lainnya terhadap bumi.

Sudah jelas

RTR Rencana Tata Ruang adalah acuan bagi

pemanfaatan ruang untuk seluruh kegiatan yang memerlukan ruang melalui kegiatan pembangunan sektoral dan pengembangan wilayah

Residu adalah nilai selisih antara tinggi air dari data pasang surut hasil observasi dengan tinggi air hasil prediksi dada saat yang sama.

Sudah jelas

Sistem adalah suatu gugus dari

elemen yang saling berhubungan dan

terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan.

Sudah jelas

Tunggang Air

Maksimum

Tidal Range maksimum

adalah perbedaan tinggi air antara pasang maksimum (High Water) dan pasang minimum (Low Water)

Sudah jelas

Treshold Banjir

Rob

adalah nilai minimal elevasi tinggi air laut dari suatu referensi tertentu sebagai titik tinggi awal air laut untuk menentukan banjir rob akan terjadi dan dapat

dianalisis dengan

menggunakan super posisi

(16)

faktor lain yang diperhitungkan

Wind Set-Up adalah kenaikan muka air laut disebabkan oleh angina

(17)
(18)

Latar Belakang

Banjir rob menjadi permasalahan pelik bagi pemerintah dan sebagian warga DKI Jakarta yang hingga saat ini belum mampu teratasi. Pesisir Jakarta utara, tempat dimana berbagai industri besar berdiri, pelabuhan perdagangan utama, pergudangan, berbagai akses ekonomi dan transportasi serta konsentrasi permukiman penduduk menjadi beban berat bagi lingkungannya. Banjir air pasang atau sering disebut dengan banjir rob semakin mengkhawatirkan seiring adanya isu perubahan iklim dan dampak pemanasan global berupa kenaikan tinggi muka laut dan banjir pesisir yang dikhawatirkan oleh penduduk dunia.

Chaussard et al., (2013) menyatakan bahwa Jakarta merupakan kota yang dalam 20 tahun kedepan akan berada dibawah rata-rata permukaan laut (terkena banjir rob). Berdasarkan model pada citra ALOS/PALSAR akibat penurunan muka tanah (land subsidence) sebesar 10 cm/tahun dengan kedudukan topografi Jakarta rata-rata 2 meter dari permukaan laut. Disebutkan pula bahwa proses ini akan lebih cepat kejadiannya sebagai akibat pertambahan populasi penduduk di pesisir Jakarta tidak terkendali. Sedangkan Abidin et al., (2011) menyebutkan bahwa kemungkinan terjadinya peningkatan tinggi muka laut yang dapat menyebabkan meluasnya wilayah genangan banjir rob pada tahun 2050 diperkirakan sebesar 1,1 meter. Hal ini jika kondisi laju penurunan muka tanah 2,5 cm/tahun dan kenaikan muka laut akibat pemanasan global sebesar rata-rata 0,2 cm/tahun.

Empat puluh persen atau sekitar 24.000 ha dari seluruh wilayah DKI Jakarta, daratannya berada di bawah muka laut pasang dan aliran sungai. Laju pertambahan jumlah penduduk Jakarta yang tinggi membawa tekanan pada lingkungan alami Jakarta yang berdampak pada pengelolaan serta pengendalian banjir. Perpaduan antara kondisi geografis yang rendah dan banyaknya aliran sungai, serta kian rusaknya lingkungan hidup akibat tekanan pertumbuhan penduduk, menyebabkan Jakarta kian hari semakin rentan terhadap ancaman bencana banjir.

Banjir rob yang memang menjadi fenomena biasa di daerah pesisir Jakarta sejak dahulu, sekarang menjadi kejadian luar biasa dan sudah menjadi bencana karena dampak yang ditimbulkannya sudah menimbulkan kerugian sangat besar baik dari aspek sosial maupun ekonomi di wilayah yang hunian penduduknya sangat padat. Meningkatnya kekuatan dan intensitas banjir rob sebagai dampak kerusakan lingkungan, penurunan muka tanah dan pemanasan global makin tinggi pula ancaman bencana terhadap penduduk Kota Jakarta bahkan diperkirakan Jakarta akan tenggelam oleh air laut.

(19)

Banjir rob di Jakarta hanya terjadi di wilayah pesisir Jakarta Utara dan di beberapa tempat di wilayah Jakarta Pusat. Kira-kira satu dasawarsa yang lalu banjir rob umumnya terjadi selama periode musim peralihan/pancaroba, namun sekarang banjir ini hampir dirasakan oleh masyarakat pesisir Jakarta dalam periode bulanan saja dengan tinggi pasang dan lama genangan yang makin meningkat pula.

Penelitian yang dilakukan oleh Tangang et al. (2008), Takahasi et al. (2011) dan Mori et al. (2011) menjelaskan bahwa apa yang terjadi saat banjir Jakarta tahun 2007 adalah sebagai akibat penggerak jauh (remote forcing) dari Laut China Selatan bagian utara yang disebutnya sebagai CENS (Cross Equatorial Northly Surges) yang menyebabkan naiknya muka laut (wind set up) di pantai utara Jawa dan meningkatkan pasokan awan yang kemudian tertahan barisan pegunungan sekitar wilayah Bopunjur dan sekitarnya membuat hujan torrential dengan curah hujan berlebih. Tunggang air yang lebih tinggi dari biasanya akibat fenomena siklus pasang surut 18 tahunan ditambah dengan dua fenomena ini kemudian membentuk superposisi membuat banjir tahun 2007 lebih tinggi dan lebih lama dari waktu-waktu sebelumnya dengan jumlah korban yang besar pula.

Penduduk pesisir Jakarta menerima dan sadar bahwa tempat tinggal yang mereka tempati sebagian merupakan ruang yang secara normal alamiahnya adalah kawasan banjir. Kerugian fisik dan non fisik memang tidak dapat dielakkan karena sifat alamiah dari fluida cair ini, namun hal ini dapat diminimalisir dengan berbagai rancangan penanganan serta pencegahan. Untuk dapat membuat rancangan penanganan serta pencegahan yang tepat sasaran, maka kita harus terlebih dahulu memahami fenomena banjir hujan dan banjir rob ini lebih mendalam dari segi penyebab, faktor-faktor yang mempengaruhi, serta berbagai skenario yang mungkin terjadi termasuk perilaku penduduk setempat. Dalam budaya masyarakat pesisir Indonesia telah banyak kearifan lokal yang telah turun temurun mengajarkan cara-cara beradaptasi bertempat tinggal di pesisir dan memperlakukan lingkungan sekitarnya yang rentan terhadap perubahan cuaca dan iklim.

Adaptasi Penduduk Terhadap Banjir Rob

Adaptasi merupakan suatu strategi penyesuaian diri yang digunakan manusia dalam hidupnya untuk merespon terhadap perubahan-perubahan lingkungan dan sosialnya, karena populasi manusia tersebar di berbagai belahan bumi, konteks adaptabilitas akan sangat berbeda-beda. Suatu populasi di ekosistem tertentu menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan dengan cara-cara yang spesifik. Ketika suatu populasi penduduk mulai menyesuaikan diri terhadap suatu lingkungan yang baru maka proses perubahan juga akan dimulai dan mungkin membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menyesuaikan diri. Proses adaptasi sangatlah dinamis karena lingkungan dan populasi manusia berubah terus (Gunawan et al., 1998).

(20)

rob, pembuatan polder, rumah panggung, pembangunan benteng raksasa pelindung banjir rob, sistim perangkat lunak dan keras deteksi dini banjir rob. Kapasitas adaptasi berikutnya adalah sosial seperti tingkat partisipasi masyarakat dalam mengantisipasi banjir rob, kearifan lokal dan kohesi masyarakat serta kemampuan dalam memperoleh bantuan bencana, jumlah sarana dan prasarana kesehatan. Kapasitas adaptasi lainnya adalah ekonomi seperti misalnya rata-rata pendapatan penduduk dan kepemilikan asuransi oleh masyarakat. Sedangkan kapasitas adaptasi terakhir adalah kelembagaan atau perundang-undangan yang mengatur tentang peran negara/pemerintahan dalam perannya sebagai regulator mitigasi bencana seperti misalnya pembentukan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) melalui Undang-undang No. 24 tahun 2007 dan produk-produk hukum/peraturan dibawahnya.

Masih minimnya kajian ilmiah yang membahas tentang kebijakan pengelolaan berkelanjutan pada kawasan banjir rob di Indonesia termasuk di kawasan pesisir DKI Jakarta, selama ini kajian ilmiah hanya berfokus pada dampak dari banjir itu sendiri, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan persepsi yang salah dalam penanganan mitigasi banjir. Selama ini penanggulangan banjir di DKI Jakarta selalu diatasi dengan cara-cara pembangunan fisik termasuk metode modifikasi cuaca yang biayanya jauh lebih mahal dengan kontribusi terhadap mitigasi banjir yang masih dipertanyakan.

Perumusan Masalah

Banjir rob merupakan banjir yang disebabkan oleh meluapnya sejumlah volume air laut ke daratan pantai dimana elevasinya lebih rendah dari muka laut saat terjadi pasang. Fenomena ini sebenarnya hal yang biasa dan alami di daerah pesisir yang lebih rendah. Namun menjadi bencana manakala wilayah pesisirnya merupakan tempat pemukiman dengan kepadatan penduduk yang tinggi serta berdirinya berbagai sektor strategis seperti pelabuhan, kawasan industri dan perdagangan serta permukiman yang menyebabkan kerugian materil dan non materil di kawasan tersebut tinggi.

Faktor utama penyebab banjir rob adalah air pasang. Pasang adalah fenomena naiknya permukaan laut terutama akibat adanya pengaruh gaya tarik (gravitasi) bulan dan matahari terhadap bumi. Banjir rob sering terjadi saat air pasang tertinggi terutama saat-saat bulan purnama (pasang purnama atau spring tide) dan pada saat bulan mati (pasang perbani).

Faktor lain yang turut memperparah banjir rob adalah Storm Surge, yaitu sistim angin regional yang terjadi di Laut China Selatan, Selat Karimata dan Laut Jawa yang menyebabkan gaya gesekan angin secara menegak (wind vertical shear)yang besar di permukaan menyebabkan terjadinya penumpukkan massa air di sepanjang pesisir pantai utara Jawa bagian barat.

(21)

Disamping itu permasalahan sosial seperti menurunnya tingkat kenyamanan tinggal dan berusaha di wilayah yang sering terkena banjir rob ini serta ancaman terkena wabah penyakit akibat tinggal dilingkungan sanitasi kurang baik. Oleh karena itu, kebijakan dalam pengelolaan pembangunan dan penanganan banjir rob di pesisir Jakarta harus memperhatikan kesetimbangan lingkungan melalui tindakan perbaikan dalam sistim pengelolaan lingkungan yang sudah ada agar dampak kerugian fisik, ekonomi dan sosial dapat diminimalisir.

Atas dasar permasalahan tersebut rumusan masalah banjir rob yang menjadi dasar acuan dalam penelitian adalah:

(1) Banjir rob sering terjadi di pantai utara jawa khususnya Jakarta yang menggenangi wilayah pemukiman dan industri

(2) Dampak terjadinya banjir rob yang mengakibatkan kerugian dan ketidak nyamanan kehidupan belum terukur untuk kebutuhan informasi yang ada saat ini hanya mengandalkan prediksi pasang surut saja.

(3) Belum ada kebijakan operasional yang efektif untuk mengurangi dan mencegah dampak banjir rob.

Pertanyaan yang harus dijawab dari penelitian adalah:

(1) Belum adanya formulasi kuantitatif tentang waktu terjadinya banjir rob berdasarkan tinggi muka laut sebagai infromasi dan antisipasi warga dalam mitigasi banjir rob. Selain itu juga perlu diketahui strategi adaptasi penduduk dalam mengurangi dampak kerugian akibat banjir rob.

(2) Perlunya pemetaan tingkat kenyamanan penduduk pada kawasan terpapar banjir rob. Faktor dominan apa saja yang mempengaruhi penduduk tetap bertahan untuk tinggal dan berusaha pada kawasan ini?

(3) Bagaimana strategi adaptasi dan model adaptasi yang harus diterapkan pada kawasan banjir rob pesisir di perkotaan agar masyarakat dapat mengurangi semaksimal mungkin dampak yang terjadi tanpa menambah beban lingkungannya?

Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian adalah:

(1) Mengkaji formulasi kuantitatif prediksi banjir rob melalui analisis anomali muka laut dari data pasang surut terkait kejadian banjir rob beserta komponen fenomena lain yang terkait didalamnya.

(2) Mengidentifikasi alternatif adaptasi penduduk dalam rangka mitigasi bencana dan menentukan Indeks Kenyamanan Penduduk berdasarkan tinggi genangan banjir rob.

(3) Menyusun strategi adaptasi pada wilayah yang terpapar banjir rob.

Kebaruan Penelitian

Kebaruan dalam penelitin ini adalah:

(22)

(2) Tersusunnya Peta Indeks Kenyamanan Penduduk (Liveable City Index) yang disesuaikan dengan kondisi keterpaparan banjir rob

(3) Terbentuknya model kelembagaan pengelolaan banjir rob serta arahan kebijakan strategis adaptasi kawasan banjir rob di pesisir perkotaan.

(4) Rekayasa Sistem Deteksi Dini (Early Warning System) untuk banjir rob di wilayah pesisir kota.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian Sebelumnya

Pengembangan kebijakan pembangunan daerah dalam pengelolaan hutan mangrove di Teluk Jakarta secara berkelanjutan telah menggunakan pendekatan partisipatif dengan melibatkan stakeholder kunci dalam perumusan alternatif kebijakan dan strategi implementasinya (Parawansa, 2007). Penelitian ini juga melibatkan 3 wilayah administrasi sehingga dapat menunjukkan adanya keterpaduan antar wilayah. Namun terbatas pada pengelolaan hutan mangrove berdasarkan preferensi pakar dan stakeholder saja.

Model kebijakan pengembangan kawasan pantai utara Jakarta secara berkelanjutan merupakan model kemanfaatan ruang kawasan pantai utara Jakarta secara terpadu dengan memperhatikan kondisi kawasan paska reklamasi, kebutuhan stakeholder, dan kecenderungan perubahan ekologi, ekonomi, dan sosial dalam satu kerangka analisis sistem. Pada penelitiannya yang dilakukan oleh Supono (2009), valusasi nilai ekonomi lingkungannya tidak memasukkan parameter kebencanaan, strategi adaptasi dan hilangnya kesempatan berusaha. Demikian pula halnya tentang gambaran kenyamanan masyarakat yang dicerminkan dari Indeks Kenyamanan Penduduk (IKP) tidak dijelaskan.

Laras (2011) merancangan model kebijakan pengelolaan kota tepian pantai (water front city) Kota Semarang melalui pendekatan paradigma harmonisasi dengan air sebagai respon adaptasi terhadap banjir, penggunaan model analisis sistem dinamis dan spasial dinamis terpadu untuk merumuskan kebijakan pengelolaan kota tepian pantai secara berkelanjutan yang didukung oleh analisis keberlanjutan menggunakan Multi Dimention Analysis. Model ini kemudian direkomendasikan dalam aplikasi untuk memprediksi tata guna lahan dan mendukung Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang. Dalam penelitian ini juga tidak memasukkan atribut ancaman kebencanaan selain ekologi, sosial, ekonomi dan kelembagaan. Juga status Indeks Kenyamanan Penduduk (IKP) eksisting tidak disinggung.

Banjir Air Laut Pasang (Rob)

(23)

Utara Jakarta terjadi pada bulan-bulan Desember, Januari dan Februari setiap tahunnya. Pada bulan-bulan tersebut merupakan musim angin musim Barat dimana angin bertiup dari arah Barat Laut dengan kecepatan 8,21 knot sampai dengan 10,62 knot. Kejadian Rob di Pantura Jakarta ditentukan oleh beberapa faktor antara lain yaitu : Tinggi gelombang pasang, Kondisi topografi daerah Pantura Jakarta cenderung relatif datar dengan kemiringan lereng lebih kecil dari 1 persen dan elevasinya bervariasi antara 1,5 meter sampai dengan 1,8 meter dari MSL. Dan juga pengaruh pemanasan iklim global (global warming) (NCICD, 2016).

Jakarta Utara merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang rawan terkena banjir rob. Hampir 40% dari luas wilayahnya berada dibawah tinggi muka laut rata-rata, kondisi ini menyebabkan air asin ke kawasan rendah terutama saat air laut naik (pasang) karena sifat fluida (air) selalu mencari tempat yang lebih rendah. Setidaknya ada sekitar 27 titik rawan banjir dan banjir rob di wilayah Jakarta Utara (BPBD Jakarta, 2012). Penyebab lain banjir di Jakarta Utara juga disebabkan karena tingginya curah hujan, banjir kiriman dari wilayah hulu (Bogor, Puncak dan Cianjur), adanya penyempitan dan pedangkalan badan sungai akibat berdirinya pemukiman dan belum idealnya sistem polder. Keduapuluhtujuh kawasan rawan banjir di Jakarta Utara tersebut antara lain di Kelurahan Penjaringan (Kamal Muara).

Banjir rob merupakan fenomena yang umum terjadi di kota yang terletak di tepi pantai, seperti halnya pesisir Jakarta. Sebagai ibu kota negara, Jakarta menjadi pusat administrasi pemerintahan dan perekonomian negara. Hal ini memicu pesatnya pembangunan dan pengembangan berbagai fasilitas dan sarana pendukung kegiatan tersebut. Penyediaan fasilitas dan pembangunan berbagai sektor ekonomi dan bisnis menjadi daya tarik masyarakat dari berbagai daerah untuk menetap dan memperoleh kesejahteraan di kota ini. Selain memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi, sisi buruknya adalah munculnya berbagai permasalahan lingkungan dan kependudukan. Permasalahan di ibukota Jakarta umumnya terkait erat dengan berkembangnya kawasan perkotaan diiringi makin kompleksnya permasalahan kependudukan seperti peningkatan jumlah penduduk, kebutuhan papan (permukiman), pangan, sandang dan sanitasi yang pada gilirannya memicu permasalahan sosial seperti pengangguran dan kriminalitas.

Frekuensi dan intensitas banjir rob di Jakarta Utara menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Jika pada dua dasawarsa lalu kejadian banjir rob hanya terjadi pada akhir musim peralihan saja (Mei-Juni dan Nopember-Desember), namun sekarang banjir rob hampir terjadi setiap bulan. Demikian pula dengan intensitas banjir rob, beberapa wilayah yang dulunya tidak pernah terkena banjir rob seperti kawasan Gunung Sahari, Mangga Dua dan Kelapa Gading. Lama genangan yang dulunya hanya satu hari, kini genangan bisa bertahan lebih dari 3 hari. Fenomena banjir rob sekarang terjadi hampir di sepanjang tahun baik terjadi pada musim hujan maupun musim kemarau. Hal ini menunjukan bahwa curah hujan bukanlah faktor utama yang menyebabkan fenomena rob. Data yang dihimpun dalam Basis Data Kompas, frekuensi kejadian banjir banjir rob di Jakarta Utara tersaji pada Tabel 1.

(24)

potensi turunnya muka tanah di beberapa tempat. Ditambah dengan pengaruh pemanasan global dan perubahan musim. Peningkatan frekuensi dan intensitas banjir akibat hujan dan banjir rob di Jakarta merupakan salah satu akibat dari akumulasi proses-proses tersebut.

Tabel 1 Kejadian Banjir Rob Wilayah Jakarta Utara

No Tanggal/Bulan Tahun Wilayah Pengamatan 1 2 Januari 2007 Marunda dan puncak banjir

2 23 Agustus Muara Baru

3 25-27 Nopember Museum Bahari

4 20-25 Desember Muara Baru

5 23 April 2008 Muara Baru (satu meter)

6 6-8 Mei Pantai Mutiara/Muara Baru

7 2-4 Juni Luar Batang/Penjaringan

8 19-21 Juni Luar Batang/Penjaringan

9 13-17 Nopember Dadap/Kosambi/Muara Baru

10 27 Nop - 1 Des Muara Baru/Pasar Ikan/Muara Angke

12 14 Desember Muara Baru/Marunda

13 11-12 Januari 2009 Gelombang tinggi

14 9-11 Pebruari Marunda

15 11-12 Mei Gelombang tinggi

16 14-19 Oktober Marunda

17 3-6 Nopember Marunda dan Muara Baru

18 2-6 Desember Marunda

19 1-2 Januari 2010 Jl Martadinata/Ancol

20 29 Januari Gunungsahari

21 13 Februari Muara Baru

27 7 Nopember Marunda

28 23 Nopember Jl Martadinata/Ancol

29 3 Januari 2011 Jl Martadinata/Ancol

30 17-21 Januari Muara Baru

31 31 Oktober Muara Baru, Muara Angke

32 25-27 Nopember Pantai Mutiara dan Pantura Jakarta

33 1 Desember Dadap

34 23 Desember Jl Martadinata

35 18 Januari 2012 Kamal

36 13 Maret Muara Baru

37 2 Mei Penjaringan

38 11-12 Desember Dadap dan Angke

39 13 Januari 2013 Pantura Jakarta

40 17-22 Januari Muara Karang Penjaringan Sumber: Pusat Basis Data Kompas (2014)

(25)

dibeberapa tempat. Ditambah dengan pengaruh pemanasan global dan perubahan musim. Peningkatan frekuensi dan intensitas banjir dan banjir rob di Jakarta merupakan salah satu akibat dari akumulasi proses-proses tersebut.

Banjir rob bukanlah hal yang baru bagi penduduk sekitar pesisir Jakarta. Catatan sejarah menunjukkan bahwa banjir rob pernah dilaporkan jauh sebelum Republik Indonesia berdiri yaitu pada tahun 1621, 1654 dan 1918.Salah satu upaya penanggulangan banjir yang dilakukan oleh Pemerintah kolonial Belanda pada waktu itu adalah membangun saluran air yang disebut sebagai Banjir Kanal Barat pada tahun 1922. Pembangunan Banjir Kanal Barat merupakan ide ahli tata kelola air Belanda Herman van Breen. Kanal ini terutama dibangun untuk melindungi kawasan kota dari banjir tetapi tidak melindungi daerah-daerah lainnya (Team Mirah Sakethi, 2010). Banyak perubahan telah terjadi sejak tahun 1920-an, kondisi alam Jakarta berubah drastis akibat pertumbuhan penduduk dan perluasan kawasan permukiman serta industri. Makin kompleksnya permasalahan bencana di Jakarta sebagai ibukota negara, kota megapolitan maupun pusat pertumbuhan dan pembangunan, membutuhkan sebuah perencanaan yang sifatnya terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh, baik dari pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat. Dimulai dari pengenalan dan pengkajian ancaman bencana, pemahaman tentang kerentanan masyarakat, analisis kemungkinan dampak bencana, pilihan tindakan pengurangan risiko bencana, penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan, dampak bencana dan alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia. Telah cukup banyak inisiatif masyarakat dalam menghargai ancaman bencana di provinsi DKI Jakarta, khususnya banjir. Upaya tersebut di wujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan dari mulai penyadaran masyarakat, pemetaan kawasan rawan bencana, membuat dan menyiapkan jalur evakuasi, deteksi dini banjir, membentuk kelompok siaga bencana dan lain sebagainya. Demikian juga yang dilakukan pemangku kepentingan lain seperti sektor swasta maupun kelompok-kelompok masyarakat sipil.

Faktor Penting Mempengaruhi Banjir Rob di Pesisir DKI Jakarta

Pasang Surut

Pasang surut adalah pergerakan permukaan laut arah vertikal yang disebabkan pengaruh gaya tarik bulan, matahari dan benda angkasa terhadap bumi. Gerakan permukaan laut berperiodik sesuai gaya tariknya, intensitas gaya tarik akan berfluktuasi sesuai posisi bulan, matahari dan bumi. Posisi bulan dan bumi akan mempengaruhi besar kecilnya tunggang air. Tunggang air (Tidal Range) maksimum yaitu perbedaan tinggi air antara pasang maksimum (High Water) dan pasang minimum (Low Water) disebut tunggang air dengan tinggi air rata-rata mencapai dari beberapa meter hingga lebih dari sepuluh meter.

(26)

rendah dan pasang rendah yang tinggi. Pasang mati ini terjadi pada saat bulan ¼ dan ¾.

Pariwono (1989) menyebutkan bahwa dari semua benda angkasa yang mempengaruhi proses pembentukan pasang surut di laut hanya matahari dan bulan yang sangat berpengaruh melalui tiga gerakan utama yang menentukan karakter tinggi pasang. Ketiga gerakan tersebut adalah:

(1) Revolusi bulan terhadap bumi, dimana orbitnya berbentuk ellips, memerlukan waktu tempuhnya 29,5 hari

(2) Revolusi bumi terhadap matahari, dengan orbitalnya berbentuk ellips dengan waktu yang diperlukan selama 365,25 hari

(3) Rotasi bumi terhadap sumbunya sendiri, waktu yang diperlukan adalah 24 jam

Oleh karena sumbu bumi membentuk sudut 66,5º dengan bidang orbit bumi terhadap matahari (bidang ekliptika) dan bidang orbit bulan membentuk sudut sebesar 5º terhadap bidang ekliptika tersebut, menyebabkan sudut deklinasi bulan terhadap bumi dapat mencapai 28,5º lintang utara dan selatan setiap 18,6 tahun sekali. Fenomena ini menghasilkan tinggi pasut paling tinggi selama siklus tahun tersebut Pariwono (1989).

Cross Equatorial Northly Surges (CENS)

Selama musim dingin di Belahan Bumi Utara (BBU) aliran massa udara di Asia Timur dan Asia Tenggara bergerak dari timur laut. Ini berhubungan dengan pergerakan udara dingin yang berkembang di Siberia dan Mongolia dan konsisten dari bulan Nopember hingga Maret diatas daratan Eurasia. Aliran udara dingin dan stabil ini bervariasi pada temperatur, tekanan dan kecepatan angin yang sering dikenali dengan gelombang dingin selama monsoon dingin di Asia dengan variasi dalam musiman (intra-seasonal). Gelombang dingin ini berasosiasi angin utaraan kuat akibat penurunan temperatur udara dan peningkatan tekanan udara di Laut China Selatan. Beberapa studi menunjukkan adanya kaitan gelombang dingin di bagian utara Laut China Selatan dengan variasi konveksi awan di wilayah ekuator wilayah selatan Indonesia (Compo et al.,1999). Chang et al. (2003) juga menambahkan bahwa gelombang dingin yang kuat ini merupakan faktor lingkungan yang sangat penting terhadap aktivitas awan konveksi di Benua Maritim yang sering dikenal dengan Borneo Vortex.

(27)

Gambar 1 Pola angin permukaan laut rata-rata Januari tahun 2001-2009

Banjir tahunan yang terjadi di Jakarta pada awal tahun 2007 dan telah menarik banyak peneliti untuk mengkaji faktor penyebabnya. Berbeda dengan banjir yang terjadi pada akhir Februari 2013 lalu, Oleh banyak peneliti, banjir tahun 2007 disebabkan oleh kombinasi hujan lokal yang terjadi di Jakarta, Depok dan Bogor yang diikuti tingginya air pasang laut di pantai utara Jakarta. Selama periode tersebut intensitas hujan sangat tinggi, antara 200-300 milimeter per jam.Tangang et al., (2008) juga melaporkan kejadian yang sama terjadi di bagian selatan Semenanjung Malaya.

Wu et al. (2011) menyebut bahwa selama periode awal tahun 2007, angin timur lautan yang embrionya di Laut China Selatan melintas ekuator dengan intensitas yang sangat tinggi hingga mencapai >5 m/detik. Selama periode ini aliran angin utaraan dengan kekuatan maksimum sering disebut dengan Cross-Equatorial Northerly Surge (CENS) telah terjadi sebanyak lima kali di atas Laut China Selatan. Kekuatan angin utara ini melintasi ekuator dan menekan hingga mencapai wilayah utara Jawa. Aliran udara kuat ini bertahan hingga lebih dari satu minggu dan bertepatan dengan pembentukan ulang hujan torrential di wilayah Jabodetabek.

Penurunan Muka Tanah

(28)

akumulasi permukaan air laut yang menggenangi tanah Jakarta lebih tinggi. Hasil penelitian dalam periode 1982-2010 dengan teknologi survei sifat datar dan menggunakan alat Global Positioning System, menunjukkan bahwa penurunan muka tanah tersebar di sejumlah tempat di Jakarta, laju penurunan tanahnya sangat bervariasi antara 1-15 cm per tahun bahkan di beberapa lokasi laju penurunan tanah mencapai 20-28 cm pertahun. Kawasan Pluit di Penjaringan Jakarta Utara adalah salah satu kawasan yang mengalami penurunan muka tanah cukup besar yaitu 8,5 cm hingga 31,9 cm per tahun (Abidin et al., 2011).

Penurunan muka tanah juga terjadi di tempat lainnya seperti pada daerah Sunter, Ancol, Kelapa Gading, Pluit, Cilincing, dan Kapuk. Akibatnya, sirkulasi air dalam sistem drainase sulit mengalir ke laut, menyebabkan semakin rentannya kawasan pesisir terkena banjir saat air laut pasang. Kotamadya Jakarta Utara merupakan wilayah terendah di Jakarta yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Hasil studi yang dilakukan oleh Maplecroft (2012) menyatakan wilayah Jakarta Utara menempati posisi teratas dalam urutan wilayah paling berisiko terkena banjir se-Asia Tenggara.

Menurut Abidin et al., (2011) penurunan muka tanah di Jakarta dapat disebabkan oleh 4 faktor utama yaitu; penyedotan air tanah, beban bangunan dan konstruksi lain diatasnya, konsolidasi alami tanah alluvial dan pergerakan tektonik. Disebutkan bahwa faktor dominan dalam kasus di Jakarta adalah penyedotan air tanah berlebih (groundwater extraction) sedangkan faktor pergerakan tektonik adalah paling sedikit. Sementara Chaussar et al., (2013) menyatakan bahwa model yang dikembangkan berdasarkan citra ALOS/PALSAR menyebut Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang diperkirakan akan tenggelam dalam waktu 20 tahun mendatang akibat penurunan muka tanah (land subsidence).

Kenaikan Muka Laut Akibat Pemanasan Global

Kenaikan muka laut merupakan fenomena naiknya muka laut terhadap rata-rata muka laut (titik acu atau benchmark di darat) akibat pertambahan volume air laut. Perubahan tinggi permukaan laut dapat dilihat sebagai suatu fenomena alam yang terjadi secara periodik maupun terus menerus. Perubahan secara periodik dapat dilihat dari fenomena pasang surut air laut, sedangkan kenaikan muka laut yang menerus adalah seperti yang teridentifikasi oleh pemanasan global.

Fenomena naiknya muka laut yang direpresentasikan dengan SLR (Sea Level Rise) dipengaruhi secara dominan oleh pemuaian thermal (thermal expansion) sehingga volume air laut bertambah. Selain itu, mencairnya es di kutub dan gletser juga memberikan kontribusi terhadap perubahan kenaikan muka laut. Beberapa tahun terakhir ini, perubahan sea level rise diestimasi dari hasil pengukuran yang diperoleh dari stasiun pasang surut Tanjungpriok seperti tersaji pada Gambar 2 (Nurmaulia et al., 2006). Dampak yang terjadi secara permanen antara lain perubahan kondisi ekosistem pantai, meningkatnya erosi, makin cepatnya kerusakan yang terjadi bergantung pada tingkat dan jenis pemanfaatan kawasan tepi pantai.

(29)

peningkatan setinggi 48 cm. Apabila perkiraan IPCC tentang kenaikan muka laut terjadi, maka diperkirakan Indonesia akan kehilangan 2.000 pulau. Hal ini pula yang akan menyebabkan mundurnya garis pantai di sebagian besar wilayah Indonesia (Mimura, 2000).

Indonesia yang merupakan negara kepulauan dimana mayoritas populasinya berdomisili di wilayah pesisir. Dampak negatif yang dapat dirasakan langsung dari fenomena kenaikan muka laut diantaranya adalah erosi pantai, penggenangan wilayah daratan pantai, meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, meningkatnya dampak badai di daerah pesisir, salinisasi lapisan akuifer dan kerusakan ekosistem wilayah pesisir. Meskipun demikian sampai saat ini karakteristik serta perilaku dari fenomena naiknya muka laut di wilayah regional perairan Indonesia belum dipahami secara baik dan komprehensif. Jadi, perilaku kedudukan muka laut baik variasi temporal maupun spasialnya di wilayah Indonesia merupakan salah satu informasi penting yang diperlukan untuk perencanaan dan pelaksanaan pembangunan suatu wilayah secara berkelanjutan.

(a) (b)

Gambar 2 Pola Kecenderungan Naiknya Muka Laut

(a). Pantai Jakarta diperoleh dari Analisis Data pasang Surut Pelabuhan Tanjung Priok

(b). Lepas Pantai Jakarta menggunakan data altimetri TOPEX/Poseidon dan JAS-1 (Abiddin, 2011)

(30)

Faktor yang berpotensi meningkatkan banjir rob

Kegiatan manusia yang berpotensi menyebabkan terjadinya perubahan tata ruang yang berdampak pada perubahan alam. Aktivitas manusia yang sangat dinamis, seperti penebangan hutan mangrove (bakau) untuk daerah hunian, konversi lahan pada kawasan lindung, pemanfaatan sungai/saluran untuk permukiman, pemanfaatan wilayah retensi banjir, perilaku masyarakat seperti penyedotan air tanah berlebihan, meningkatnya beban bangunan dan jalan diatasnya, isu pemanasan global dan peningkatan muka laut dan sebagainya merupakan faktor-faktor yang diperhitungkan dalam peningkatan potensi banjir rob.

Penutupan Lahan

Penutupan lahan (land cover) adalah perwujudan secara fisik (kenampakan visual) dari vegetasi, benda alami dan unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa mempermasalahkan kegiatan manusia pada objek yang ada (Townshend dan Verge, 1998). Di wilayah yang tingkat perkembangannya sangat pesat dan labil, penutupan lahan bersifat dinamis. Dinamika tingkat perkembangan ini disebabkan oleh faktor utamanya yaitu faktor manusia dan faktor alam itu sendiri yang mudah berubah. Perubahan yang berasal dari faktor manusia antara lain dipicu oleh tingkat aksebilitas, pesatnya laju pertumbuhan penduduk, jarak lokasi terhadap pusat kegiatan (infrastruktur). Faktor dari alam seperti iklim dan erosi sangat mempengaruhi perubahan di lahan yang labil terutama di daerah pantai atau sungai.

Jakarta Utara atau lebih tepatnya daerah pesisir utara Jakarta yang merupakan daerah kajian penelitian, merupakan wilayah yang tingkat perkembangannya sangat pesat karena berbatasan langsung dengan pusat ibukota DKI Jakarta. Pemanfaatan tanah daratan di Kotamadya Jakarta Utara seluas 154,11 km2, dapat dirinci berdasarkan penggunaannya sebesar 47,58 % untuk perumahan, 15,78 % untuk areal indrustri, 8,89 % digunakan sebagai perkantoran dan pergudangan serta sisanya merupakan lahan pertanian, lahan kosong dan sebagainya. Sementara luas lahan berdasarkan status kepemilikan dapat dirinci sebagai berikut : status hak milik 13,28 %, Hak Guna Bangunan (HGB) sekitar 29,04%, lainnya masih berstatus Hak Pakai, Hak Pengelolaan dan non sertifikat (Pemprov DKI Jakarta, 2010). Jumlah penduduk sebanyak 1.182.749 jiwa, kepadatan penduduk sebanyak 8.475 jiwa/km2, pertumbuhan penduduk 0,46%, terdiri dari 6 kecamatan, 31 kelurahan, 409 RW, dan 4.746 RT (BPS DKI Jakarta, 2013).

Penggunaan Lahan

(31)
[image:31.595.40.507.73.541.2]

Gambar 3 Rencana zona penggunaan lahan tahun 2030 (Sumber Pemprov DKI Jakarta)

Garis Pantai

Garis pantai (shoreline) adalah garis yang dibentuk oleh pertemuan antara air laut dengan daratan pantai. Garis pantai selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu, baik perubahan sementara akibat pasang surut maupun perubahan yang permanen dalam jangka waktu yang panjang akibat abrasi dan akresi pantai atau keduanya (Pratikto, 2004)

(32)

akibat penambahan material hasil endapan dari sungai dan laut. Garis pantai dikatakan mundur apabila terjadi proses pengikisan atau penggerusan pantai (abrasi) karena pengaruh dinamika gerak laut seperti gelombang dan hempasan ombak (Pardjaman, 1977 dalam Hutomo et al.,1998).

Upaya penanggulangan erosi pantai antara lain dengan dibangunnya tembok laut sea wall atau pelindung tebing revetment, krib tegak lurus pantai groin dan pemecah gelombang sejajar pantai (Pratikto, 2004). Namun demikian upaya untuk melindungi erosi pantai, seperti pembuatan pembangunan pelindung pantai juga dapat menimbulkan masalah erosi pantai baru disekitarnya.

Analisa Data

Treshold Banjir Rob

Analisis ini menggabungkan secara diskriptif peristiwa kejadian banjir rob, data ketinggian air dan perilaku angin regional terkait dengan CENS,storm suge dan Ekman pumping saat banjir rob terjadi secara bersamaan. Catatan-catatan kejadian banjir rob antara tahun 2007 sampai dengan 2015 digunakan sebagai data empiris, data tersebut diperoleh dari artikel-artikel maupun base data Kompas.

Data pasang surut hasil pengamatan diolah guna memperoleh konstanta harmonik pasang surutnya dan selanjutnya dilakukan peramalan balik dengan menggunakan parameter konstanta harmonik yang telah diperoleh. Perbedaan (selisih) antara data hasil pengamatan langsung dan data ramalan balik dalam periode waktu yang sama selanjutnya diperoleh nilai residu. Nilai residu ini selanjutnya dianalisis secara diskriptif dengan faktor dominan yaitu perilaku angin regional yang menyebabkan meningkatnya muka laut karena dorongan angin (wind set up). Nilai residu ini bersifat non periodik. Banjir rob terjadi bilamana nilai minimal elevasi muka air tertentu tercapai (threshold). Nilai minimal yang harus tercapai ini dapat diperkirakan dengan menggunakan super posisi elevasi muka air dari faktor-faktor yang diperhitungkan. Dalam penelitian ini pengaruh dorongan angin yang menyebabkan meningkatnya muka laut dihitung berdasarkan Indeks CENS, storm sugen dan Ekman pumping sebagai penyebab utama adanya

winds set up di pantai utara Jakarta, diperoleh dari data hasil prediksi WRF SADEWA.

Anomali Pasang Surut

Pasang surut merupakan proses naik turunnya muka laut (sea level) secara berkala yang disebabkan oleh adanya gaya tarik dari benda-benda angkasa. Proses pembentukan pasang surut di bumi terutama ditimbulkan oleh tiga penggerak utama, yaitu : revolusi bulan terhadap bumi, revolusi bumi terhadap matahari, dan perputaran bumi terhadap sumbunya sendiri. Fenomena pasang surut memiliki pola keteraturan tertentu, sehingga suatu upaya pendekatan bisa dilakukan untuk memperkirakan ketinggiannya. Metode analisa pasang surut yang paling banyak digunakan adalah metode harmonik. Metode Admiralty dan Least Square

(33)

Analisis anomali pasang surut menggunakan metode overlay/tumpang susun antara grafik pasang surut dari perhitungan konstanta harmonik pasut yang diperoleh dengan grafik pasang surut yang diplotkan dari data hasil pengamatan langsung.

Indeks Kenyamanan (Livable City Index)

Livable City Index (LCI) merupakan sebuah indeks tahunan yang menunjukkan tingkat kenyamanan warga kota untuk tinggal, menetap dan beraktivitas di suatu kota yang ditinjau dari berbagai aspek perkotaan. Indeks ini dihasilkan melalui pendekatan : ”Snapshot, Simple and Actual”. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan terhadap 15 (lima belas) variabel yang kesemuanya sudah mencakup aspek fisik kota, kualitas lingkungan, transportasi, aksesibilitas, fasilitas, utilitas, ekonomi dan sosial.

[image:33.595.58.469.250.819.2]

Analisis yang digunakan adalah dengan melakukan pembobotan pada masing-masing parameter berdasarkan prioritas kepentingan yang disesuaikan dengan Standar Kebutuhan Dasar Penduduk sesuai SNI-03-1733-2004 tentang Tata Cara Lingkungan Perumahan dengan menambahkan variabel yang khas sesuai dinamika lingkungan pesisir sepertipada Tabel 2 di bawah ini:

Tabel 2 Kriteria penentuan Indeks Kenyamanan Penduduk

No Kriteria

1 Kualitas Penataan Kota 2 Jumlah Ruang Terbuka

3 Perlindungan Bangunan Bersejarah 4 Kualitas Kebersihan Lingkungan

5 Tingkat Pencemaran Lingkungan (udara, suara, intrusi air asin) 6 Kualitas Kondisi Jalan

7 Kualitas Fasilitas Pejalan Kaki 8 Kualitas Fasilitas Kesehatan 9 Kualitas Fasilitas Pendidikan 10 Kualitas Fasilitas Rekreasi 11 Kualitas Air Bersih

12 Frekuensi Banjir Rob Menggenangi Jalan dan Perumahan 13 Proporsi Luas Rumah dengan anggota keluarga

14 Kesempatan penduduk memperoleh penghasilan dari kerja lain saat banjir rob

15 Kesertaan penduduk dalam asuransi kesehatan

Menurut Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (2012) prinsip dari tingkat kenyamann perkotaan adalah :

(1) Pengadaan dari kebutuhan dasar (perumahan sehat, suplai air dan listrik)

(34)

(3) Ketersediaan dari ruang public berinteraksi antar komunitas (4) Keamanan

(5) Dukungan terhadap fungsi ekonomi, social, budaya dari kota (6) Sanitasi

[image:34.595.100.512.172.826.2]

Analisis Indepth interview dari para pihak menjelaskan potensi kemampuan fisik dan non-fisik yang sudah terbangun yang selama ini sudah berlangsung dan berjalan dalam usaha-usaha mengurangi risiko bencana banjir rob. Kapasitas kemampuan tersebut diuraikan dalam Tabel 3 dibawah ini:

Tabel 3 Faktor Penanggulangan Risiko Banjir Rob

Faktor Parameter Penilaian

Kemampuan Teknologi Ketepatan Prediksi Banjir Rob

Tanggap Kesiagaan Bencana penduduk akan datangnya banjir rob

Tanggul Penahan Banjir Rob

Pengurangan dampak tekanan banjir (storm flood)

Banjir Kanal Mengurangi tingkat luapan Dinding Penahan Pasang

Surut

Mengurangi dampak tekanan banjir (storm flood)

Sistim Drainase Lingkungan

Semakin baik sistem drainase lingkungan, waktu luapan semakin singkat

Jumlah dan Kondisi Waduk Situ

Waduk mampu menerima luapan, sehingga volume luberan air di kawasan berpenghuni menjadi berkurang

Luasan hutan mangrove Hutan mangrove meredam momentum gelombang yang sifatnya merusak terhadap bangunan fisik saat air pasang

Jumlah Polder Mengatur debit air keluar/masuk Peta kekuatan evakuasi

dan penampungan pengungsian

Semakin lengkap ketersediaan tempat penampungan sementara, mobilisasi (perahu karet) dan truk pengangkut akan meminimalisir jumlah korban

Garis Sempadan Pantai Normalisasi garis sempadan pantai

Kapasitas Sosial Tingkat partisipasi masyarakat

Kemauan masyarakat untuk dipindahkan rumahnya ke tempat yang lebih aman selama ini berada di garis sempadan pantai

Kearifan Lokal Rumah panggung di wilayah pesisir mengurangi resiko banjir rob, wilayah hutan bakau keramat dan menanam bakau di wilayah tertentu akan memberikan kenaikan derajat

Kohesi Masyarakat Sikap kegotongroyongan dan keeratan hubungan dalam lingkungan

Jumlah

Puskesmas/Rumkit

(35)

Tabel 3 Faktor Penanggulangan Risiko Banjir Rob (lanjutan)

Kapasitas Sosial

Perolehan Bantuan Alokasi bantuan untuk bencana Jumlah tenaga tanggap

bencana

Semakin banyak jumlah tenaga tanggap bencana, semakin mudah evakuasi korban ke tempat lebih aman

Sosialisasi bencana Pengetahuan masyarakat akan peringatan dini Posko Tanggap Darurat Sarana pengungsian dan pelayanan kedaruratan Sistim komunikasi dan

informasi cepat dan akurat

Sistim informasi yang cepat peringatan dini banjir rob melalui pengeras suara masjid, radio penduduk dapat mengurangi resiko bencana

Kapasitas Ekonomi

Rata-rata pendapatan Jumlah nilai pendapatan rata-rata ketika dalam kondisi tidak ada banjir rob

Kepemilikan asuransi Jumlah penduduk yang memiliki asuransi kerugian/bencana alam/jiwa

Kapasitas Kelembagaan/Perundang-undangan Kelembagaan mitigasi

banjir rob

Keberadaan BNPBD, Tagana serta organisasi LSM lainnya

Aspek Legal

Penelitian ini melakukan analisis legal terhadap berbagai peraturan perundang-undangan formal yang terkait dengan usaha perikanan dan pengelolaa wilayah persisir baik di tingkat nasional maupun peraturan di tingkat daerah. Analisis meliputi substansi atau isi kebijakan, implementasi kebijakan dan pengendalian kebijakan yang ada serta membandingkan model kebijakan yang dihasilkan dari penelitian tersebut dengan teknik analisis isi (content analysis).

Peraturan-peraturan tingkat nasional yang dianalisis diantaranya; UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Keppres Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, Perpres Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur; Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2003 tentang Ketidak layakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantura.

Sedangkan peraturan tingkat daerah yang dianalisis diantaranya; Peraturan daerah (Perda) DKI Jakarta No. 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta, Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 972 Tahun 1995 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata kerja Badan Pelaksana Reklamasi Pantura Jakarta, Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 1090 Tahun 1996 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengendali Reklamasi Pantura Jakarta, dan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 138 Tahun 2000 tentang Tata cara penyelenggaraan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

(36)

2004 naik menjadi 85.200 jiwa pada tahun 2008. Penduduk miskin ini tersebar di enam kecamatan di wilayah, lima diantaranya merupakan kawasan pesisir Jakarta. Kawasan Pantai Utara (Pantura) Jakarta meliputi Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja dan Cilincing. Salah satu tolok ukur untuk dapat menilai tingkat kesejahteraan rata-rata masyarakat di suatu wilayah adalah dengan melihat seberapa banyak wilayah tersebut memiliki desa/ kelurahan yang termasuk dalam kategori tertinggal, yang merupakan kantung-kantung kemiskinan. Berdasarkan data BPS tahun 2008, menunjukkan bahwa kantung kemiskinan paling banyak di Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Untuk kawasan Pantura Jakarta sebagian kelurahan tertinggal ada di Kecamatan Penjariangan yang terletak di sub-kawasan 40 Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara Barat dan Kecamatan Cilincing yang berlokasi di sub-kawasan timur.

Ancaman banjir akan mengancam 1-2 juta penduduk yang tinggal di kawasan pesisir utara Jakarta. Kejadian banjir akan semakin meningkat ketika penurunan muka tanah semakin cepat. Ketika upaya penurunan muka tanah tidak dihentikan, diperkirakan pada tahun 2030 lebih dari seperempat kawasan Jakarta akan tenggelam dan mengancam 4 juta penduduk. Upaya pemindahan penduduk dan aktivitas ekonomi dianggap belum mampu menjadi salah satu solusi dalam mengurangi resiko dampak banjir. Pada tahun 2010 Jakarta telah aktif untuk memulai membangun perlindungan dan pengembangan kawasan pesisir dan masuk dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta (RTRW) 2010-2030. Salah satu dampak dari cepatnya pengembangan kawasan terbangun yang tidak seimbang dengan penyediaan suplai kebutuhan air bersih adalah pengambilan air tanah untuk pemenuhan kebutuhan industri dan permukiman. Namun, belum ada data yang jelas seberapa banyak pengambilan air tanah dalam yang ilegal. Hal ini diperburuk dengan ketidaksesuaian pemanfaatan ruang yang mengakibatkan berkurangnya ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan. Konsekuensi logis yang terjadi dari tekanan beban kawasan terbangun dan berkurangnya volume air tanah dalam menyebabkan adanya ruang kosong. Untuk itu dibutuhkan infiltrasi air yang cukup besar untuk meningkatkan tekanan yang dapat menahan beban kawasan terbangun dan menahan penurunan muka tanah. Sistem pertahanan terhadap banjir yang sudah pernah dibangun belum dapat melindungi Jakarta dari ancaman banjir yang datang dari laut. Sekitar 40 persen sistem infrastuktur penahan banjir belum mampu menahan banjir dari laut.

Selama beberapa tahun pemerintah Indonesia terlah berupaya untuk mengurangi dan mencegah banjir di ibukota negara, salah satunya adalah dengan bekerja sama dengan Pemerintah Belanda. Kerjasama ini telah menghasilkan Strategi Pertahanan Pesisir Jakarta (SPPJ) atau Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS) pada tahun 2011. Kerja sama bilateral ini diteruskan pada program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD).

(37)

Ancaman banjir mengancam 1-2 juta penduduk yang tinggal di kawasan pesisir utara Jakarta. Kejadian banjir akan semakin meningkat jika penurunan muka tanah terus berlangsung. Ketika upaya penurunan muka tanah tidak dapat dihentikan, diperkirakan pada tahun 2030 lebih dari seperempat kawasan Jakarta akan tenggelam dan mengancam 4 juta penduduk. Upaya pemindahan penduduk dan aktivitas ekonomi dianggap belum mampu menjadi salah satu solusi dalam mengurangi resiko dampak banjir. Pada tahun 2010 Jakarta telah aktif untuk memulai membangun perlindungan dan pengembangan kawasan pesisir dan masuk ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta (RTRW) 2010-2030.

Pembangunan Jakarta perlu mengantisipasi beberapa isu utama seperti ancaman banjir, penurunan muka tanah, keterbatasan air baku, serta penataan sistem transportasi dan pemukiman. Untuk itu telah disusun kerangka kebijakan bahwa pembangunan wilayah di Jakarta akan diarahkan ke kawasan pesisir dengan mengadopsi konsep waterfront city. Kebijakan ini diarahkan untuk menjawab berbagai permasalahan di atas serta memungkinkan adanya penambahan kawasan produktif melalui reklamasi dan revitalisasi di kawasan pantai.

Landasan Teori

Teori Kelembagaan

Teori kelembagaan ide dasarnya adalah terbentuknya organisasi oleh karena tekanan lingkungan institusional yang menyebabkan terjadinya institusionalisasi. Pandangan kelembagaan (Daft, 2008) mengemukakan bahwa organisasi dapat bertahan (survive) dan sukses melalui kongruensi antara organisasi dengan lingkungannya, yang dapat berupa norma dan nilai yang tercermin dari pengelolaan organisasi dan perilakunya. Eksistensi organisasi terjadi pada cakupan organisasional yang luas dimana setiap organisasi saling mempengaruhi bentuk organisasi lainnya lewat proses adopsi atau institusionalisasi (pelembagaan).

Djogo (2003) mengemukakan bahwa kelembagaan adalah suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia atau antara organisasi yang diwadahi dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik, aturan formal maupun informal untuk pengendalian prilaku sosial serta insentif untuk bekerjasama dan mencapai tujuan bersama.

Kekhususan teori kelembagaan terletak pada paradigma norma-norma dan legitimasi, cara berpikir dan semua fenomena sosio-kultural yang konsisten dengan instrumen teknis pada organisasi. DiMaggio dan Powell (1983) melihat bahwa organisasi terbentuk karena kekuatan di luar organisasi yang membentuk lewat proses mimicry atau imitasi dan compliance.

Terdapat tiga mekanisme yang mendorong (forces) adaptasi kelembagaan yakni mimetic forces dalam rangka merespon ketidak pastian, coercive forces

(38)
[image:38.595.134.479.159.473.2]

yang bersifat isomorphis yaitu, coercive isomorphis yang menunjukkan bahwa organisasi mengambil beberapa bentuk atau melakukan adopsi terhadap organisasi lain karena tekanan dengan adanya peraturan dan tekanan dari organisasi lain atau masyarakat yang lebih luas (Gambar 4).

Gambar 4 Institutional Isomorphism dalam teori Kelembagaan (DiMaggio dan Powell, 1983)

Teori Sistem

Dalam aplikasi ilmu sistem, digunakan pluralist metodology yang berbeda dengan isolationist methodology, dimana ahli sistem dapat menggunakan variasi yang luas dari metode-metode untuk mendukung tujuan-tujuan tertentu salah satunya adalah konsep System of System Methodologist (SOSM) atau keseluruhan metodologi yang dibutuhkan guna meraih tujuan yang telah ditetapkan secara holistik. Konsep SOSM lahir karena setiap perbedaan metodologi kesisteman mempunyai kekuatan dan kelemahan sendiri-sendiri (Jackson, 1991). Pada prinsipnya General System Theory menggunakan sistem sebagai dasar memahami fenomena organisasi, yaitu fungsi dan saling interaksi antara elemen organisasi dengan lingkungannya dalam rangka mencapai tujuannya (sibernetik).

Pemikiran sistem selalu mencari keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh, sehingga diperlukan suatu kerangka pikir baru yang terkenal sebagai pendekatan sistem (system approach). Pendekatan sistem dipahami sebagai suatu cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan melakukan identifikasi terhadap sejumlah kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Karakteristik pendekatan sistem adalah: (1) kompleks karena interaksi antar elemen cukup

Koertif

Normatif Mimetik

Tiga Institusionalisasi Tekanan Isomopis

Sanksi Aturan

dan Hukum Sanksi Legal

Kognisi

Prevalensi, Isomorpis

Dukungan Budaya, Kesesuaian Konsep

Normatif

Sertifikasi, Akreditasi

(39)

rumit, (2) dinamis, ada perubahan faktor menurut waktu dan ada pendugaan ke

Gambar

Gambar 3 Rencana zona penggunaan lahan tahun 2030
Tabel 2 Kriteria penentuan Indeks Kenyamanan Penduduk
Tabel 3 Faktor Penanggulangan Risiko Banjir Rob
Gambar 4 Institutional Isomorphism dalam teori Kelembagaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan tabel luas lahan yang tergenang akibat Pasang atau banjir rob dengan ketinggian 250 cm atau 2,5 m pada tiap kelurahan di Kecamatan Pademangan Jakarta Utara disajikan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wilayah yang berpotensi tergenang banjir pasang laut di daerah penelitian dan memprediksi luasan penggunaan lahan yang terkena dampak

Mengingat urgensinya, tulisan ini akan difokuskan pada fenomena banjir rob di kota besar dengan studi kasus pada kawasan Pantai Utara Jakarta, dan diharapkan

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pola arus di perairan Pantai Muara Kamal Jakarta Utara pada saat pasang mengarah dari barat laut ke selatan, sedangkan pada saat

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pola arus di perairan Pantai Muara Kamal Jakarta Utara pada saat pasang mengarah dari barat laut ke selatan, sedangkan pada saat