• Tidak ada hasil yang ditemukan

CD

ATT

Zo=6

45 cm 60 cm 17 cm ROB BM Prediksi AT tgl 13 Jan 2013 MSL

Pada Gambar 13, disajikan sebaran vektor angin pada saat 4 (empat) hari menjelang dan saat kejadian banjir rob yang terjadi di area pembangkit seperti yang telah disebutkan oleh Hattori and Mori (2011).

Gambar 13 Sebaran Vektor Angin Wilayah Pembangkit Banjir Rob (105E-115E/0-5S)

Berdasarkan Gambar 13 di atas, terlihat bahwa kejadian rob sebagian besar diakibatkan angin tenggara maupun angin baratlaut dengan magnitud kecepatan yang bervariasi. Sementara angin barat daya dan timur laut terlihat berkontribusi lebih kecil.

Jika mengacu pada beberapa teori seperti dikatakan oleh Hattori and Mori (2011) dan Wu et al., (2012) disebutkan bahwa banjir rob yang terjadi di pantai utara Jakarta dominan disebabkan oleh angin utara. Intensitas debit air hujan yang besar akibat hujan torrential dan meningkatnya muka laut akibat CENS tersebut menyebabkan intensitas banjir yang lebih besar dan lama. Disebutkan pula oleh Hattori and Mori (2011) bahwa CENS dapat terjadi jika kriteria kecepatan angin pada komponen utara-selatan pada data QuickScat lebih 5 m/detik pada area 105º BT - 115º BT / 0º - 5º LS terpenuhi. Pada gambar 14 memperlihatkan ada energi lain yang menggerakan gelombang yang menimbulkan banjir rob bukan seperti angin tenggara yang belum pernah dijelaskan sebelumnya, sedangkan Gambar 14 tersebut juga menjelaskan bahwa banjir rob juga dapat terjadi saat magnitude angin mendekati kondisi tenang (calm).

Angin yang paling dominan pada kondisi dimana CENS bangkit adalah angin utaraan. Menurut Hattori and Mori (2011) dan Wu et al., (2011), fenomena

CENS umumnya terlihat pada bulan Januari-Februari. Pola angin yang terjadi umumnya berlaku angin barat-barat laut dan utaraan, seperti terlihat pada kejadian banjir rob tanggal 2 Januari 2007, 20 Desember 2007, 11 Januari 2009, 9 Februari 2009, 1-2 Januari 2010, 29 Januari 2010, 4 Januari 2011, 19 Januari 2011, 8 dan 18 Januari 2012 dan 17 januari 2013.

Angin yang bertiup tegak lurus dengan garis pantai Pulau Jawa, menyeret massa air permukaan dan menimbulkan penumpukkan massa air disisi pantai

Jakarta. Bilamana hal ini terjadi dalam waktu yang cukup lama (dalam penelitian ini menggunakan panjang waktu 4 hari), maka banjir rob dapat terjadi di pantai utara Jakarta. Semakin intensif angin bertiup dengan lama angin bertiup lebih panjang maka intensitas banjir rob makin tinggi dan kerusakan yang ditimbulkan juga makin besar.

Pengaruh CENS. Pada Gambar 14 ditunjukkan vektor angin rata-rata harian beberapa kejadian menjelang banjir rob terjadi yaitu pada tanggal 29 Desember 2006 sampai 2 Januari 2007, 8-12 Januari 2009 dan 25 – 29 Januari 2010. Seperti halnya arah mata angin pada peta, arah mata panah ke atas menunjukkan arah ke utara. Hampir dari ketiga gambar vektor tersebut angin umumnya dari arah barat- lautan dengan kecepatan yang bervariasi yang ditunjukkan dengan arah mata panah yang hampir kontinyu searah menuju tenggara dan batang panah yang menunjukkan magnitude yang cenderung makin meningkat.

(a)

(b)

(c)

Gambar 14 Vektor Angin Rata-Rata Harian Saat Kejadian Banjir Rob pada a) 29 Desember 2006 -02 Januari 2007 b) 8-12 Januari 2009 dan c) 25 – 29 Januari 2010. Kotak Warna Biru Menunjukkan Laporan Waktu Banjir Rob Terjadi.

Pengaruh CENS yang dapat dilihat pada grafik tumpangsusun data pasut pengamatan dengan data prediksi adalah residu bernilai positif yang terlihat kontinyu dan stabil nilainya seperti terlihat pada Gambar 15.

Pengaruh Storm Surges. Pola angin di wilayah pembangkitan CENS dan perairan Laut Jawa seringkali berubah sewaktu-waktu, mengingat karakteristik atmosfir di wilayah benua maritim Indonesia diduga dipengaruhi oleh banyak faktor seperti MJO, monsun, CENS, IOD, IOD hingga skala dekadal seperti halnya PDO (Pasific Decadal Oscillation).

Selama periode empat hari sebelum terjadi banjir rob, intensitas angin dengan arah angin yang hampir tegak lurus dengan Pantura Jawa meningkatkan potensi mengumpulnya massa air permukaan Laut Karimata dan Laut Jawa yang yang terseret angin dan terjebak yang kemudian meningkatkan tinggi air di Pantura Jakarta sebagai akibat proses wind set-up. Pola angin yang cenderung searah sangat mirip dengan karakteristik angin musiman (Wyrtki, 1961). Informasi gambaran vektor angin rata-rata harian 4 hari sebelum terjadinya banjir rob diperoleh dari data empiris perilaku pola angin hasil ramalan BMKG beberapa hari sebelum banjir rob terjadi di Jakarta yang biasa di kaji di Pushidrosal.

Pengaruh CENS yang dapat dilihat pada grafik tumpangsusun data pasut pengamatan dengan data ramalan adalah residu bernilai positif yang terlihat kontinyu dan stabil nilainya seperti terlihat pada Gambar 15 dibawah ini:

Gambar 15 Grafik Tumpangsusun Data Pasut Pengamatan Terhadap Data Prediksi Saat Kejadian Banjir Rob 31 Desember 2006-2 Januari 2007

Pengaruh Storm Surges. Pola angin yang berubah cepat selama kejadian

Storm surges membangkitkan energi yang membuat laut bergelombang dan mempengaruhi kejadian pasut. Pengaruhini sangat jelas terlihat pada hasil rekaman data pasang surut yang ditumpangsusunkan dengan data ramalan, seperti terlihat pada Gambar 16.

ROB

Gambar 16 Grafik Tumpang Susun Data Pasut Selama Kejadian Banjir Rob, Data Pengamatan Terhadap Data Prediksi Tanggal 12-17 Nopember 2008

Grafik pada kurva residu (warna hitam) terlihat mengalami perubahan ketinggian air sangat cepat dengan menghasilkan kurva yang tajam. Hal ini mencerminkan adanya pengaruh angin terhadap massa fluida pada lapisan permukaan perairan akibat angin yang mempunyai arah dan kecepatan yang berubah-ubah.

Dalam skala musiman, wilayah ini seringkali terjadi storm surge. Karakter angin selama terjadi storm surge adalah arah dan kecepatannya tidak teratur dan berubah dengan sangat cepat. Pola ini dapat diidentifikasi dari grafik stikplot yang diolah dari data angin, seperti terlihat pada Gambar 17.

(a) (b) ROB O ROB ROBO O ROB O

(c)

Gambar 17 Vektor Angin 4 hari menjelang dan saat Kejadian Banjir Rob (kotak biru) a) 9-17 Nopember 2008 b) 28 Nop – 6 Desember 2009 c) 29 Oktober – 6 Nopember 2010

Pengaruh Ekman Pumping

Proses Ekman Puming terjadi akibat pengaruh gaya Coriolis yang berlaku di fluida dengan massa yang besar. Gaya penggerak Ekman Pumping adalah karena adanya friksi angin permukaan dengan massa air di bawahnya (Neuman and Pierson,1966). Angin yang kuat bertiup mantap dan dalam waktu lama membangkitkan energi memindahkan massa air tegak lurus dengan arah utama angin. Perairan Laut Jawa yang terbentang memanjang dari timur ke barat, saat berlaku angin timuran maka fenomena Ekman Pumping dapat terjadi. Selama monsun timur-tenggara, di atas Laut Jawa berlaku angin dari timur yang bersifat musiman. Periode musim ini adalah sekitar Mei – September.

Selama periode tersebut, Ekman Pumping dapat terjadi di laut Jawa yang menyebabkan meningkatnya tinggi air di sepanjang Pantai Utara Jawa. Pada Gambar 18 disajikan gambar stikplot vektor angin selama monsun timur. Selama periode waktu tersebut, umumnya pengaruh terhadap tinggi air yang menyebabkan banjir rob, dapat dilihat seperti pada Gambar 18, memperlihatkan residu yang terlihat lebih halus seperti saat kejadian saat dimana fenomena CENS

terjadi namun dengan arah angin yang berbeda. (a)

(c)

Gambar 18 Vektor Angin saat Kejadian Banjir Rob Selama Monsun Timur- Tenggara a) 19-23 Agustus 2007 b) 19 – 23 April 2008 c) 7 – 12 Mei 2009

Selama periode waktu tersebut, umumnya pengaruh terhadap tinggi air yang menyebabkan banjir rob, dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19 Grafik Tumpang Susun Data Pasut Pengamatan terhadap Data Prediksi saat Kejadian Banjir Rob tanggal 21-23 April 2008.

Hasil oleh tumpangsusun pada Gambar 19, memperlihatkan residu yang terlihat lebih halus (smooth) seperti saat kejadian dimana fenomena CENS terjadi. Analisis Harmonik Data Tinggi Air Pasang Surut

Analisis harmonik dilakukan guna mengetahui sinyal-sinyal gelombang apa saja yang turut berperanan dalam menyumbang meningkatnya tinggi air selain sinyal gelombang pasut sendiri. Harmonik adalah gejala pembentukan gelombang sinusoidal dengan frekuensi yang merupakan perkalian bilangan bulat dengan frekuensi dasarnya. Bila terjadi superposisi antara gelombang frekuensi dasar dengan gelombang frekuensi harmonik maka terbentuklah gelombang yang terdistorsi sehingga bentuk gelombang tidak sinusoidal. Persamaan Fourier dapat digunakan untuk memecah gelombang yang telah terdistorsi menjadi gelombang dasar dan gelombang harmonik. Gelombang pasut yang merupakan gelombang terdistorsi dapat diuraikan secara aljabar, gelombang dasar menjadi gelombang harmonik yang mempunyai frekuensi, amplitudo dan sudut fase yang bervariasi.

ROB

Dalam penelitian ini, sinyal-sinyal yang masuk dalam gelombang yang menyebabkan banjir rob adalah residu dari gelombang pasut dengan periode lebih dari 29 hari (29 piantan) atau 696 jam. Dengan asumsi bahwa gelombang pasut dengan periode tersebut tidak mampu menimbulkan banjir rob. Oleh karena itu data pasut selama 3 tahun (mulai 1 Januari 2010 sampai dengan 31 Desember 2012) dilakukan analisis tapis lolos tinggi (high band pass filter) untuk menghilangkan pengaruh gaya penggerak pasut pada tersebut. Data residu tersebut selanjutnya di analisis secara harmonik untuk menentukan besarnya pengaruh gelombang penyebab banjir rob, mulai pengaruh dalam-musiman, musiman dan antar tahunan. Seperti tersaji pada Gambar 20, dilakukan analisis ekstraksi untuk melihat sinyal dengan periode dalam-musiman (inter-seasonal) yaitu antara 30-90 hari terkait dengan pergerakan Madden Julian Oscillation

(MJO), sinyal dengan periode musiman dengan periode 184 harian terkait dengan monsun dan sinyal dengan periode antar-tahunan (inter-annual) antara 365 – 1825 hari terkait dengan ENSO. Pengaruh musiman, berkontribusi menyumbang terjadinya banjir rob dengan skala paling kecil yaitu sekitar 7 cm. Pengaruh sinyal dalam-musiman (intra-seasonal) berkontribusi dalam skala lebih besar dari sinyal musiman yaitu sekitar 17 cm. Kontribusi terbesar disumbang oleh sinyal antar- tahunan (inter-annual) yaitu mencapai sekitar 37 cm, artinya pengaruh non pasang surut menambah ketinggian pasang surut sebesar maksimum 61 cm.

Seperti diketahui bahwa peran gelombang atmosfir dengan periode dalam- musiman seperti halnya Madden-Julian Oscillation berpengaruh terhadap kondisi permukaan lautan (Peatman et al., 2014). Tekanan rendah yang dihasilkan menyebabkan terjadinya vortex di sepanjang arah perambatannya. Gelombang yang perambatannya sepanjang ekuator ketika melewati perairan Selat Karimata dan Laut Jawa mengjhasilkan olakan gelombang perairan di utara Jakarta dan kemudian meningkatkan tinggi air yang menimbulkan kejadian banjir rob di pantai utara Jakarta. Gaya penggerak banjir rob lain adalah pengaruh musiman (seasonal) yang menyebabkan terjadinya Ekman Pumping. Pengaruh Ekman Pumping tampak nyata terlihat pada Gambar 21 dimana tinggi air meningkat selama musim timur yaitu sekitar bulan Juli sampai sekitar Maret dengan puncaknya sekitar bulan Nopember. Pengaruh musiman ini terlihat lebih kecil dibandingkan pengaruh dalam-musiman dan antar-tahunan.

Pengaruh terbesar banjir rob adalah gelombang dengan periode antar- tahunan. Tipe gelombang ini sangat terkait dengan sinyal El Nino Southern Oscillation (ENSO) yang sebenarnya induknya berasal dari perairan Pasifik Barat. Putra and Tanaka (2013) melihat adanya keterkaitan kuat antara sinyal-sinyal suhu permukaan laut di Laut Jawa dengan sinyal-sinyal ENSO baik dalam indeks SOI

maupun indeks NINO 3.4. Hal ini membuktikan bahwa pengaruh ENSO yang ada di Pasifik juga mempengaruhi frekuensi kejadian banjir rob di Perairan Laut Jawa.

Gambar 21 Resultan Gaya Penggerak Banjir Rob Sinyal dalam- Musiman,Musiman dan Antar Tahunan.

Dari Gambar diatas, maka formulasi kejadian banjir rob yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan kejadian banjir rob yang berfluktuasi dan terdapat puncak puncak muka air laut yang menunjukkan banjir rob. Hal ini dapat diketahui bahwa peningkatan tinggi air saat banjir rob terjadi dapat mencapai maksimum 58 cm sd 61 cm dari ketinggian air hasil prediksi pasut. Gambar 21 juga menjelaskan bahwa frekuensi kejadian banjir rob dapat sering terjadi sesudah dan sebelum bulan Januari, dengan puncak pada pertengahan bulan Desember.

Formulasi Banjir Rob

Dengan demikian formulasi banjir rob dalam bentuk persamaan matematika dibawah ini yang didapatkan oleh penulis dapat digunakan untuk deteksi dini banjir rob.

Flr = f ((Htp) + (Ws)) + ((Ls) + (SLR))

Keterangan :

Flr = Nilai tinggi air dari Chart Datum saat banjir rob terjadi (cm)

Htp = Tinggi air diakibatkan Air pasang tinggi (cm)

Ws = tinggi air diakibatkan Wind set-up (cm)

Ls = Tinggi air diakibatkan Land Subsidence (cm)

SLR = Tinggi air diakibatkan Sea Level Rise (cm) 58cm

Pada kasus di Penjaringan, dari tabel 5 diperoleh bahwa nilai threshold banjir rob (Flr) adalah 82 cm sehingga banjir rob sudah terjadi pada kedudukan tinggi air laut sudah mencapai 112 cm diatas Chart Datum.

Suku pertama, Air pasang (Htp) dan suku kedua kenaikan muka laut akibat angin (Ws) berupa storm surges atau adanya kejadian CENS atau adanya fenomena Ekman pumping. Suku pertama dan kedua merupakan komponen utama penyebab banjir rob, sedangkan suku ketiga berupa penurunan muka tanah (Ls) dan keempat yaitu kenaikan muka laut akibat pemanasan global (SLR) merupakan faktor yang menyebabkan daya papar banjir rob menjadi lebih luas dan lebih tinggi. Rumus ini berlaku dengan asumsi:

a) Pantainya landai dan merupakan daerah pesisir yang biasa terpapar banjir rob

b) Penurunan daratan pantainya tidak signifikan

c) Daerah pesisir yang biasa terpapar banjir rob tidak di urug atau dengan sentuhan teknologi.

Apabila penurunan daratannya sangat signifikan seperti kejadian di daerah pesisir sekitar Semarang, maka faktor pasang surut merupakan faktor utama, sehingga apabila terjadi pasang purnama atau pasang perbani maka banjir rob akan terjadi karena daratannya berada di bawah muka air laut saat air pasang maksimum.

Kejadian rob tidak periodik karena tergantung kondisi cuaca yang ekstrim khususnya kondisi angin yang bertiup relative kencang dan lama ditambah kondisi pasang surut yang tinggi, kecuali pada pesisir pantai yang mengalami penurunan daratan yang significan karena hanya memperhitungkan kondisi pasang surut yang tinggi saja artinya kondisi daratannya berada di bawah air pasang, namun akhir- akhir ini trend bulanannya menjadi periodik.

Rob dapat diseminasikan 6 sampai dengan 12 jam sebelum kejadian sesuai dengan tipe pasang surut di perairan tersebut, seperti permamalan cuaca yang biasa diterbitkan BMKG dan tentunya harus menggabungkan dengan kondisi pasang surut sekitar waktu purnana/perbani.

Formulasi yang ditemukan dapat diterapkan di seluruh kawasan pesisir wilayah perkotaan di Indonesia dengan penyesuaian nilai Zo terhadap MSL. Nilai Zo setiap perairan mudah diketemukan pada setiap lembar peta laut, untuk kemudian diperbandingkan dengan nilai Zo di teluk Jakarta yaitu 60 cm. selain itu untuk keterpaparan luasan maupun tinggi banjir rob perlu memperhatikan kemiringan (slope) pantainya.

5

ANALISA DAMPAK SOSIAL EKONOMI

Dokumen terkait