• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perayaan Waisak Era Wadah Tunggal WALUBI

Dalam dokumen Nasional di Candi Borobudur (Halaman 77-87)

BAB II: PUJA WAISAK: MAKNA, RITUAL DAN PERAYAANNYA

E. Perayaan Waisak Era WALUBI dan

E.1 Perayaan Waisak Era Wadah Tunggal WALUBI

Telah diuraikan pada sub bab sebelumnya bahwa WALUBI merupakan wadah tunggal organisasi-organisasi komunitas Umat Buddha di Indonesia. Berdasarkan konsteks sejarahnya, fungsi awal WALUBI adalah untuk melakukan filtrasi terhadap ideologi-ideologi yang tidak sejalan dengan Pancasila. Demi menjaga stabilitas politik nasional, semua organisasi-organisasi disederhanakan pada era orde baru.

Selain sebagai media filtrasi WALUBI juga menjadi wadah kerukunan umat Buddha Indonesia. Waisak adalah salah satu program WALUBI sebagai titik temu kerukunan antar organisasi-organisasi umat Buddha. Waisak menjadi media saling mempertemukan baik antar organisasi maupun dengan pemerintah.

Kegiatan pada hari Waisak dipusatkan di Candi Mendut dan Borobudur.

Tidak ada perayaan Waisak lain di seputaran Yogya dan Jawa Tengah pada saat detik-detik Waisak kecuali di Mendut dan Borobudur ini. Konsentrasi massa umat Buddha diarahkan ke Candi Mendut dan Borobudur. Umat Buddha dimobilisasi dari daerah-daerah seperti Gunung Kidul, Sleman, Kulon Progo, Kota Yogyakarta, Temanggung, Kabupaten Semarang, Wonogiri dan daerah-daerah Pati-Jepara.

Mereka diberikan fasilitas bus-bus gratis25 yang akan mengantar umat Buddha ke Candi Mendut dan membawa pulang kembali dari candi Borobudur usai perayaan Waisak. Hal ini diungkapkan oleh Cipto Iyono salah seorang umat Buddha dari Kulon Progo:

“kalau dulu Waisak sering ke Borobudur karena disewakan bus, umat tinggal berangkat bawa bekal ketupat. Banyak umat Buddha dari Gunung Kelir, Sanggrahan, Sonyo yang ikut. Berangkat pagi-pagi jam lima pulang malam jam sembilan” (Ciptoiyono, wawancara, 22 Mei 2014).

Semua pengikut dari ketiga aliran Buddha di Indonesia berpartisipasi dalam acara Waisak Nasional ini. Meskipun demikian dominasi aliran Theravada tampak pada Waisak di Borobudur. Hal ini tampak dari ritual dilakukan berdasarkan aliran Theravada yakni dengan pembacaan Paritta. Hal ini tidak lepas dari peran para tokoh aliran Theravada yang cukup dominan dalam WALUBI daripada tokoh-tokoh dari organisasi lain. Selain itu pengikut aliran Theravada memang jumlahnya cukup besar di Indonesia.

Rangkaian upacara Waisak pada era wadah tunggal WALUBI tidak terlalu banyak berbeda dengan upacara Waisak sebelum organisasi WALUBI ada. Saya menduga alasan utama adalah karena tokoh-tokoh yang terlibat dalam acara Waisak adalah orang-orang yang sama setiap tahunnya. Secara umum acara utama yaitu pemujaan terhadap Buddha Gautama Sakyamuni dengan pembacaan paritta. Jika terdapat modifikasi biasanya hanya supaya acara Waisak lebih menarik tanpa harus keluar dari tradisi dan esensi ajaran Buddha. Acara ini disusun oleh panitia Waisak

25Beberapa daerah ada yang disewakan bus secara gratis tetapi di beberapa daerah yang agak jauh hanya diberikan subsidi transport sehingga umat harus menyewa bus sendiri dan menambahi uang

sewa bus jika masih kurang biayanya.

yang terdiri dari para bhikkhu dan ketua-ketua majelis agama Buddha. Adapun acara yang dilakukan adalah sebagai berikut (Astuti, Hermin Tri, 1998: 47-58):

a. Mengambil air Waisak di mata air Jumprit yang kemudian disemayamkan dan disakralkan di candi Mendut dan nantinya di bawa ke Candi Borobudur

b. Mengambil api Waisak dari Mrapen Grobogan Jawa Tengah. Api ini berfungsi sebagai simbol penerangan dan nantinya akan digunakan untuk menyalakan lilin-lilin di Candi Mendut dan Borobudur.

c. Melakukan puja di candi Mendut dan berjalan kaki menuju ke Candi Borobudur.

Puja dilakukan oleh aliran-aliran yang ada di Indonesia. Pada prosesi ini diarak relik suci Buddha dan barang persembahan diiringi dengan bendera merah putih serta bendera Umat Buddha. Para peserta Waisak mengikuti prosesi jalan kaki dari Candi Mendut menuju Borobudur.

d. Puja dan meditasi detik-detik Waisak di Candi Borobudur dilanjutkan dengan ceramah pesan Waisak oleh Bhikkhu senior. Puja dilakukan dengan tatacara Theravada sedangkan umat dari aliran lain mengikuti.

Antusiasme umat sangat tinggi meskipun hambatan transportasi kadang menjadi kendala. Seorang umat Buddha asal Kulon Progo Ngatiri mengenang kehadirannya pada Waisak di Borobudur Tahun 1980-an dengan berjalan kaki dari Girimulyo Kulon Progo menuju ke Candi Borobudur,

“Dulu kami ke Mbudur jalan kaki lewat Samigaluh bawah Suroloyo bawa bekal termos dan jalan sampai 8 jam, tapi rasanya ya senang saja karena memang belum ada kendaraan ke sini” (Ngatiri, wawancara, 21 Mei 2014).

Hal serupa juga disampaikan Sumartini, ia merasa bangga menjadi bagian perayaan Waisak. Dahulu ia sering diminta untuk menjadi petugas pembawa amisa

puja26 dengan memakai pakaian Jawa bersama teman-teman sebayanya pada acara Waisak di Borobudur:

“Pada waktu itu saya masih SMP dan sering diminta oleh panitia Waisak untuk menjadi pembawa amisa puja, rasanya bangga bisa terlibat dalam acara itu. Saya bertugas dalam Waisak zaman dulu berkali-kali tiap tahun”. (Sumartini,

wawancara, 22 Mei 2014)

Ini menunjukkan antusiasme warga umat Buddha dalam merayakan Waisak Nasional. Semangat keagamaan yang tinggi walaupun dalam keadaan yang belum maju seperti sekarang. Kebanggaaan turut serta dalam perayaan Waisak muncul ketika menjadi partisipan acara.

E.2. Waisak Pada Era WALUBI baru

Semarak Waisak di Candi Borobudur pasca bubarnya WALUBI tahun 1998 tidak surut meskipun tidak diikuti oleh organisasi-organisasi Umat Buddha dan pengikutnya yang telah menyatakan diri keluar dari WALUBI lama dan membentuk KASI. Banyak inovasi-inovasi acara dalam perayaan Waisak dilakukan oleh WALUBI baru. Inti perayaan Waisak adalah puja bakti dan meditasi pada detik-detik Waisak, namun sebelum maupun sesudahnya dapat dilakukan berbagai acara dalam rangka mengekspresikan ajaran-ajaran Buddha.

Sebelum acara puncak perayaan Waisak di Borobudur biasanya telah diadakan kegiatan-kegiatan menjelang Waisak diantaranya adalah tabur bunga di makam taman pahlawan di berbagai provinsi seperti di DKI, Jogjakarta, Jawa

26Benda-benda persembahan untuk altar. Dalam prosesi Waisak amisa puja selalu dibawa dari Candi Mendut menuju Borobudur

Tengah; pengobatan gratis; pengambilan air Waisak; pengambilan api Waisak;

pensakralan amisa puja; prosesi; dharmasanti dan pelepasan lampion.

Umat dari berbagai daerah utamanya kantong-kantong umat Buddha di bawah binaan WALUBI diberikan fasilitas transportasi sehingga dapat termobilisasi di Candi Mendut dan Borobudur. Pawai prosesi dari candi Mendut ke Borobudur dibuat menjadi karnaval. Ornamen-ornamen Waisak menjadi sangat beragam dan seringkali dirasa kurang bernuansa Umat Buddha. Hal ini disampaikan seorang tokoh umat Buddha Theravada, BJ “Prosesi sekarang malah seperti tujuh belasan, terlalu ramai malah tidak sakral”. Jadi Waisak dipandang sudah tidak lagi berorientasi pada kesakralannya tetapi lebih pada kemeriahannya.

Adapun gambaran lengkap acara perayaan Waisak yang diselenggarakan oleh WALUBI baru sebagai berikut:

1. Tabur bunga di Taman Makam Pahlawan

Acara ini dilaksanakan oleh pengurus-pengurus WALUBI, baik di Taman Makam Pahlawan di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah maupun Yogyakarta.

Kegiatan ini dalam agama Buddha dikenal istilah patidana yaitu melakukan kebaikan atas nama para leluhur dengan tujuan supaya para leluhur lahir di alam bahagia, demikian pula dengan para pahlawan harapan dari pengurus WALUBI agar mereka yang telah berjasa dapat lahir di alam bahagia.

2. Bakti sosial pengobatan gratis di area Candi Borobudur

Acara pengobatan gratis diadakan oleh WALUBI sebagai manifestasi ajaran welas asih terhadap sesama. Dengan bekerja sama dengan dokter-dokter, TNI dan para relawan memberikan pelayanan pengobatan gratis bagi masyarakat sekitar

Borobudur hingga dua hari berturut-turut. Di area Taman Lumbini Borobudur didirikan tenda-tenda untuk pasien yang jumlahnya bisa mencapai ribuan pasien.

3. Pengambilan air Waisak di Jumprit Temanggung

Sebagai kelengkapan sarana persembahan, air dalam agama Buddha mempunyai makna kesucian. Air sebagai unsur yang tak terpisahkan bagi kehidupan begitu dipuja oleh umat Buddha, oleh karenanya dalam upacara-upacara keagamaan Buddha air diambil dari mata air yang jernih. Dalam upacara-upacara Waisak di Candi Borobudur air yang dipergunakan berasal dari sumber mata air Jumprit di Temanggung. Mata air Jumprit inilah yang mengalirkan air hingga melewati sungai Elo di Magelang sehingga wajar jika pengambilan air diambil dari Jumprit. Dengan membawa kendi-kendi para Bhikkhu dan rombongan pengambil air membawa air Waisak menuju ke Candi Mendut dengan iring-iringan mobil.

4. Pengambilan Api Dharma di Mrapen Grobogan

Selain air, dalam agama Buddha juga terdapat simbol cahaya sebagai manifestasi dari penerangan. Dalam upacara Waisak di Borobudur cahaya biasanya diambil dari api alam di Mrapen Grobogan dengan cara membawa semacam obor lalu diarak dibawa memakai mobil khusus pembawa api menuju ke Candi Mendut. Sesampainya di Candi Mendut obor diterima oleh ketua DPP WALUBI dan diserahkan kepada Dewan Sangha WALUBI untuk selanjutnya digunakan menyalakan lilin-lilin di Candi Mendut.

5. Pembacaan mantra di Candi Mendut.

Seluruh barang-barang persembahan seperti air dari Jumprit dan Api dari grobogan, relik Buddha, buah-buahan, bunga dan dupa ditata dan disemayamkan di altar candi Mendut. Setelah segala persembahan tertata dengan baik, diadakan upacara sembahyang untuk menghaturkan persembahan. Karena WALUBI terdiri dari berbagai macam aliran baik Theravada, Mahayana, Tantrayana, Maitreya, Nichiren, Tri Dharma dengan berbagai organisasi maka pensakralan tidak hanya dengan tradisi Theravada namun berbagai tradisi. Dulu dilakukan secara bergantian namun sekarang (Waisak tahun 2016) dilakukan secara bersamaan di tenda-tenda organisasi sendiri, sehingga kita bisa melihat begitu ramainya acara di Candi Mendut.

6. Pindapata Bhikkhu-bhikkhu di Jl. Pemuda Magelang

Pindapata adalah salah satu tradisi Umat Buddha kuno bagi para bhikkhu.

Para bhikkhu berjalan membawa mangkok dan umat-umat awam mendanakan makanan dan menaruhnya ke dalam mangkok. Dalam rangkaian Waisak di Borobudur hal ini dilakukan biasanya sehari menjelang upacara puncak Waisak diadakan di Jl. Pemuda di Magelang dekat Kelenteng Magelang. Selain sebagai rangkaian acara Waisak, hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan umat-umat awam melakukan kebaikan dengan berdana.

7. Prosesi arak-arakan dari candi Mendut menuju Borobudur

Selesai mengadakan acara di Candi Mendut, upacara Waisak akan dilanjutkan di Candi Borobudur. Barang-barang persembahan yang ada di altar candi Mendut sebagian akan dibawa ke candi Borobudur seperti relik Buddha, air, lilin (api), dengan diiringi oleh ribuan umat Buddha yang masing-masing membawa

sebatang bunga sedap malam. Berjalan iring-iringan menuju ke Candi agung Borobudur.

Barisan depan ditata berdasarkan urutan mulai dari mobil foraider polisi, barisan mobil lambang negara Garuda Pancasila, barisan pembawa bendera umat Buddha (panji umat Buddha) sekitar 18 orang, pembawa bendera WALUBI sekitar 21 orang, pembawa bendera merah putih sekitar 30 orang, barisan Bhinekkha, barisan pembawa sesaji buah (amisa puja), pembawa bendera WALUBI, pembawa bendera Umat Buddha, pembawa bendera 10 majelis dalam WALUBI, barisan bhikkhu yang dipayungi, barisan Silacarini/Brahmacariya27 dan barisan umat, barisan seni reog dan ambulans.

Namun demikian mengatur ribuan orang bukanlah hal yang mudah, tidak semua yang berjalan menuju Candi Borobudur berjalan dengan hening dan penuh penghormatan yang sering terjadi muncul adalah keramaian, saling mengobrol, dan bercanda ria.

Belum lagi banyaknya penonton di sepanjang jalan dari Candi Mendut menuju Borobudur begitu banyak, para penjual-penjual dadakan berjubel dan kendaraan-kendaraan motor terparkir di pinggir-pinggir jalan semakin menambah ketidaksakralan upacara prosesi dari Candi Mendut melewati candi Pawon dan berakhir di Candi Borobudur.

8. Puja bakti detik-detik Waisak di Borobudur

27Orang yang menjalani kehidupan selibat dengan melaksanakan aturan-aturan moral dan berpakaian putih-putih. Secara hierarkis kedudukannya di bawah bhikkhu dan samanera

Setelah ribuan orang sampai di pelataran Candi Borobudur, para bhikkhu melanjutkan dengan naik ke stupa utama Candi Borobudur dan mengelilingi stupa tiga kali atau disebut pradaksina sambil membawa lilin dupa dan bunga yang dirangkai. Setelah itu mereka turun menuju altar utama di pelataran Candi Borobudur dan memulai upacara puja bakti detik-detik Waisak. Dengan membaca paritta-paritta suci menganggungkan Buddha Gautama, bermeditasi pada saat detik-detik sempurnanya bulan (detik-detik Waisak) dan mendengarkan khotbah pesan Waisak dari bhikkhu sangha. Selesai memberikan khotbah, para bhikkhu-bhikkhu yang lain kemudian mengambil air Waisak dan memercikkannya kepada para umat Buddha yang hadir diiringi bacaan paritta.

Air ini menjadi simbol berkah Waisak bagi mereka yang turut hadir dalam acara Waisak. Upacara Waisak diakhiri dengan kalimat penghormatan untuk Triratna (Namakhara patha).

9. Pelepasan Lampion Waisak

Acara pelepasan lampion belum begitu lama baru pada tahun 2012 dimulai.

Filosofi dasar dari pelepasan lampion diambil dari tradisi-tradisi China dimana orang biasa menyampaikan harapan kepada Tuhan dengan doa. Menulis doa dan menerbangkannya dengan lampion. Acara inilah yang akhir-akhir ini begitu menarik minat orang untuk datang dalam acara Waisak.

Hasil beberapa observasi dan wawancara penulis kepada beberapa orang yang bukan beragama Buddha mengatakan motivasi datang ke acara Waisak adalah untuk ikut acara melepas lampion. Mereka rela mengikuti acara dari pagi di Mendut, membayar biaya pengganti lampion sebesar Rp. 100.000,00 per lampion

dan menunggu hingga malam pelepasan lampion. Bagi mereka suasana terang rembulan berpadu cahaya yang menyorot keindahan Candi Borobudur dan dihias ribuan lampion begitu indah dan romantis.

10. Dharmasanti Waisak

Dharmasanti Waisak adalah kegiatan seremonial sebagai ajang untuk membangun komunikasi dan silaturahmi di kalangan umat Buddha dengan lembaga pemerintah. Acara seremonial menjadi penting bagi kalangan umat Buddha karena inilah momentum untuk umat Buddha bisa disentuh, diperhatikan oleh pemeritah. Acara utama adalah sambutan dari wakil pemerintah.

Wakil pemerintah yang dimaksud adalah presiden, wakil presiden, menteri agama dan jajaran pemerintah daerah Jawa Tengah atau Jakarta. Adalah kebanggaan jika mampu menghadirkan seorang Presiden dalam acara Dharmasanti ini. Adapun susunan acara dalam Dharmasanti biasanya adalah pembukaan, sambutan ketua panitia penyelenggara, sambutan gubernur, sambutan Presiden atau wakil presiden atau menteri agama, pesan Waisak oleh bhikkhu sangha. Acara ini dirangkai dengan berbagai jenis hiburan kesenian.

Dharmasanti dilaksanakan sebelum acara puja bakti detik-detik Waisak tetapi sering juga dilaksanakana setelah acara puja bakti detik-detik Waisak di Lapangan Taman Lumbini di area Candi Borobudur. Selain diadakan di Candi Borobudur juga terkadang dilaksanakan di Arena PRJ, di JI Expo Jakarta ataupun

di Jakarta Convention Center.

Dalam dokumen Nasional di Candi Borobudur (Halaman 77-87)

Dokumen terkait