• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kementerian Kesehatan

Dalam dokumen kajian dokumen kebijakan hiv publish (Halaman 121-125)

AKTOR KEBIJAKAN HIV DAN AIDS DI INDONESIA

5.5 Kementerian Kesehatan

Kemenkes RI mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Dalam melaksanakan tugas, Kemenkes RI menyelenggarakan beberapa fungsi, antara lain:

1. Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan teknis di bidang kesehatan;

2. Pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan bidang tugasnya;

3. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya;

4. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;

5. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden.

Dalam menyelenggarakan fungsi, Kemenkes RI mempunyai kewenangan:

1. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung pemba­

ngun an secara makro.

2. Penetapan pedoman untuk menetukan standar pelayanan minimal yang wajib

dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota di bidang kesehatan.

3. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan. Kemenkes telah membuat Rencana Strategis 2009–2014 dan Permenkes Nomor 21/2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS.

4. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga pro­ fe sional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan. Konselor adalah te­ naga profesional yang dibutuhkan dalam penanggulangan HIV/AIDS. Kemenkes mengeluarkan Kepmenkes No 150/Menkes/SK/X/2005 tentang Pedoman Pelay­ anan Konseling dan Testing Secara Sukarela (VCT). Kemenkes juga mengeluar­ kan konsep tim HIV dan melakukan pelatihan khusus untuk tim HIV. Tim ini terdiri atas dua konselor, satu dokter spesialis, satu dokter umum, satu perawat, satu penatalaksana kasus, dua teknisi laboratorium, dan satu staf pemantauan dan evaluasi. Sedangkan tentang pelatih Konseling dan Testing HIV/AIDS dia­ tur dalam Kepmenkes Nomor 60/Menkes/SK/I/2009.

5. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi

pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang kese­ hatan.

6. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama negara di bidang kesehatan.

7. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan.

8. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang kesehatan

9. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan.

10. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan.

11. Penyelesaian perselisihan antarprovinsi di bidang kesehatan.

12. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka

kematian ibu, bayi, dan anak.

13. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat.

14. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan.

15. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan.

16. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kese­

hatan dan standar etika penelitian kesehatan.

17. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi.

19. Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa.

20. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat essensial (buffer stock nasional).

21. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan yang

berlaku, yaitu: penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu; dan pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan.

Pada kenyataannya, terkait dengan penanggulangan HIV dan AIDS, Dirjen PP dan PL yang berperan utama. Dirjen ini mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan.

Dalam melaksanakan tugas, Dirjen PP dan PL menyelenggarakan fungsi:

1. Perumusan kebijakan di bidang pengendalian penyakit dan penyehatan ling­

kungan;

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian penyakit dan penyehatan ling­

kungan;

3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengendalian pe­ nyakit dan penyehatan lingkungan;

4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan; dan

5. Pelaksanaan administrasi Dirjen PP dan PL.

Dirjen inilah yang menjadi mitra kerja KPAN dalam penanggulangan HIV dan AIDS di tingkat nasional secara teknis. Tanggung jawab dan wewenang tertinggi tetap pada Menkes termasuk memberikan tanggapan dan memimpin upaya penang­ gulangan HIV dan AIDS. Mekanisme pusat untuk mengawasi peran Kemenkes

dalam penanggulangan HIV dan AIDS belum ada.35 Hasil kajian WHO dan Depkes

tahun 2007 merekomendasikan agar kapasitas Depkes untuk mengkoordinir dan melaksanakan semua unsur tanggap sektor kesehatan secara menyeluruh termasuk dukungan sebaya diperkuat melalui pembentukan satu kelompok kerja utama di bawah Menkes.

Terkait dengan respons penanggulangan HIV dan AIDS dalam dokumen sidang kabinet khusus penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia tahun 2002, dibuat skema

respons multiminestrial termasuk respons Depkes yang menekankan pada sistem

ke sehatan dengan rincian berupa koordinasi, perawatan dan pengobatan, sistem kesehatan, program pencegahan, surveilans HIV dan AIDS. Selanjutnya Kemenkes

mengeluarkan berbagai kebijakan terkait peran dan fungsi Kemenkes dalam penanggulangan HIV dan AIDS.

Perubahan sistem pemerintahan dari era sentralisasi ke desentralisasi mau tidak mau mengubah peran dan fungsi Kemenkes. PP Nomor 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menegaskan peran di bidang kesehatan berupa upaya kesehatan, pem biayaan, SDM, Obat dan Perbekalan Kesehatan, Pemberdayaan Kesehatan, dan

Manajemen Kesehatan.36

Dari sisi pembuat kebijakan di tingkat nasional,37 Kemenkes telah mengeluarkan

kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS untuk pencegahan, perawatan dukungan dan pengobatan, serta peran serta masyarakat. Kepmenkes terkait berbagai pedoman pencegahan, perawatan dukungan dan pengobatan telah banyak dikeluarkan, misalnya Kepmenkes Nomor 1285/Menkes/SK/X/2002 tentang Pedoman Penang­ gulangan HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual, kemudian diperbaharui dengan keluarnya Permenkes Nomor 21/2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS. Selain itu, Kepmenkes Nomor 021/Menkes/SK/1/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010–2014 yang menyebutkan arah kebijakan dan strategi Kemenkes termasuk penanggulangan HIV dan AIDS.

Kebijakan untuk Perawatan Dukungan dan Pengobatan

Pada tahun 2004, Depkes menetapkan 25 RS rujukan ART yang ditingkatkan jumlahnya menjadi 75 pada tahun 2006. Kemudian keluar Kepmenkes Nomor 832/ Menkes/SK/X/2006 tentang Penetapan Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang De ngan HIV/AIDS (ODHA) dan Standar Pelayanan Rumah Sakit Rujukan ODHA dan Satelitnya; Kepmenkes Nomor 760/Menkes/SK/VI/2007 tentang Penetapan Lanju­ tan Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA); Kepmenkes Nomor 782/Menkes/SK/IV/2011 tentang Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA). Daftar rumah sakit rujukan bagi ODHA sebagaimana dimaksud meliputi 278 rumah sakit yang tercantum dalam lampiran keputusan ini. Kepmenkes Nomor 1190/Menkes/SK/X/2004 tentang pemberian gratis Obat Anti­ Tuberkulosis (OAT) dan ARV untuk HIV/AIDS. Kepmenkes Nomor 241/Menkes/ SK/IV/2006 tentang Standard Pelayanan Laboratorium Kesehatan Pemeriksaan HIV dan Infeksi Opurtunitstik.

36 Lihat Lampiran PP Nomor 38/2007 bagian B. Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kesehatan. 37 Lihat lampiran Tabel Kebijakan HIV dan AIDS 1987-2014

Kebijakan Pencegahan

Kemenkes juga mengeluarkan beberapa kebijakan terkait dengan penguran­ gan dampak buruk napza, yakni Kepmenkes Nomor 567/Menkes/SK/VII/ tentang Pedom an Pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Narkotika, Psikotropik dan Zat Adiktif (Napza); Kepmenkes Nomor 350/Menkes/SK/IV/ tentang Penetapan Rumah Sakit Pengampu dan Satelit Program Terapi Rumatan Metadon serta Pedoman Pro­ gram Terapi Rumatan Metadon.

Dalam dokumen kajian dokumen kebijakan hiv publish (Halaman 121-125)