• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kendala dan Tantangan Produksi Program

BAB IV TEMUAN DATA DAN ANALISIS PRODUKS

C. Kendala dan Tantangan Produksi Program

Setiap kegiatan pasti ada kendala dan tantangan yang dihadapi. Tak terkecuali dalam proses produksi sebuah program acara televisi. Kendala dan tantangan selalu datang seiring berjalannya proses produksi. Namun kendala dan tantangan dapat dihadapi jika tim produksi tetap kompak dan terorganisir.

Hal itu juga dialami oleh tim produksi Lentera Indonesia. Tak sedikit kendala yang dihadapi oleh tim selama proses produksi. Terlebih tahap produksi Lentera Indonesia banyak dilakukan di luar daerah, terutama daerah terpencil yang jauh dari kota besar seperti di Desa Lembuak, Lombok Barat.

Beberapa kendala penulis ketahui melalui wawancara pribadi dengan tim Lentera Indonesia berupa kendala lokasi liputan dan perbedaan budaya di daerah terpencil di luar kota. Selebihnya mengenai kendala secara sistem.

Kendala bagi video journalist (VJ), menurut Erwin Widyastama, biasanya dari segi logistik. Kendala yang dialami oleh masing-masing VJ tentu berbeda, mengingat VJ di dalam tim Lentera Indonesia terdiri dari tiga orang, yaitu Erwin Widyastama, Franciska Anis, dan Shandy Prasetya Utama.

Tak hanya itu, kendala yang juga dialami VJ di lapangan adalah ketika kondisi di lapangan tidak sesuai dengan wishlist atau segmentasi. Seperti yang dituturkan oleh Erwin Widyastama ketika meliput di Aceh,

“Sering beda tapi kita harus menyesuaikan langsung. Kita kan ada yang namanya pitching untuk bikin rundown dan konsep. Saya pernah liputan ke Aceh, tanpa diduga di Aceh terjadi banjir, sekolahnya nggak dipakai untuk sekolah tapi buat pengungsian. Ya, akhirnya mengubah semua. Cerita yang apa adanya di sana ya diambil. Ceritanya diubah total tapi kita tetap sounding ke produser,”44.

Mengatasi kendala tersebut, tim yang melakukan liputan, VJ dan reporter, ditantang untuk segera mengatasi dan menyesuaikan langsung jika keadaan di lapangan tidak sesuai dengan segmentasi atau konsep yang telah disusun sebelumnya di tahap pra produksi.

Hal itu juga dirasakan oleh salah satu reporter Lentera Indonesia, Kahiril Hanan Lubis, ketika liputan banyak yang hal yang terjadi di lapangan berbeda dengan segmentasi yang sudah dibuat. Jika demikian maka ia dan VJ akan melakukan segmentasi ulang guna menyesuaikan dengan kondisi di lapangan. Seperti yang diungkapkan dalam wawancara,

“Kebanyakan beda. Kalau secara umum tema sih nggak berubah tapi detail- detailnya banyakan beda. Jadi ketika sampai di lapangan kita bikin segmentasi lagi, kita susun ulang, “oh ternyata seperti ini”. Misalnya yang dia ceritakan kita lihat kondisinya, oh nggak sesuai seperti itu. Dia ceritakan lagi yag lebih menarik, kita ketemu dengan orang yamg lebih menarik, berubah. Nah, dari situ biasanya di hari pertama kita sudah menentukan bentuknya kayak gimana, hari kedua kita sudah mulai jalan,”45.

Kendala demikian menjadi sebuah tantangan bagi seorang reporter untuk sigap dan cekatan dalam menyesuaikan kondisi di lokasi liputan, mengingat

44

Erwin Widyastama, Video Journalist Lentera Indonesia, Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta, 14 Mei 2015.

45

Khairil Hanan Lubis, Reporter Lentera Indonesia, Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta, 14 Mei 2015.

waktu dan biaya yang digunakan untuk liputan terbatas, yaitu 12 hari meliput untuk dua episode sekaligus. Lokasi yang sulit dijangkau kendaraan juga menjadi kendala bagi tim selama proses liputan. Keadaan di lapangan harus sesegera mungkin diatasi dan menggunakan waktu seefisien mungkin.

Lain cerita lagi bagi editor. Rianjana Putra selaku editor Lentera Indonesia, dalam wawancara dengan penulis mengungkapkan bahwa selama proses produksi, ia menggunakan sistem edit non linier sehingga mengalami sedikit kendala, sebagaimana yang dituturkan,

So far sih kekurangan non linier itu karena pakai software pakai komputer, kemungkinan nge-hang banyak, kemungkinan tiba-tiba komputer berhenti itu banyak,”46.

Namun sejauh itu, kendala tersebut dapat diatasi. Sebagaimana menurutnya bahwa keterampilan seorang editor bukan pada alat yang digunakan melainkan bagaimana seorang editor dapat mengoperasikan pekerjaan sebaik mungkin dan kekayaan pengalaman dapat menjadi nilai tambahan.

Selain itu, menurut Rianjana Putra, di NET. untuk masalah kekurangan audio tidak menggunakan aplikasi pengolah audio yang rusak seperti halnya film. Jika di NET, tidak menggunakan audio post pro, yaitu aplikasi pengolah audio yang rusak atau mengalaim noise. Tidak menggunakan aplikasi tersebut bukan berarti televisi tidak mampu, tetapi lebih karena tidak ada waktu lebih.

46

Rianjana Putra, Editor Lentera Indonesia, Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta, 14 Mei 2015.

Sedangkan untuk mengolah audio dalam aplikasi tersebut membutuhkan waktu yang lama. Jadi, jika audionya rusak, maka Rianjana Putra tetap akan menggunakannya, namun ia akan mengatakan kepada penanggungjawab jika audio di bagian tersebut rusak47.

Hal yang memengaruhi pekerjaan seorang editor adalah ketika gambar yang didapat dari hasil liputan tidak sesuai atau kualitasnya tidak bagus. Namun, untuk mengatasi hal tersebut, editor menggunakan stock shot. Menurutnya, jika ada gambar yang bagus, ia akan menyimpan untuk cadangan jika suatu ketika terdapat kekurangan gambar dalam proses editing.

Kendala bagi produser, sebagaimana yang diungkapkan oleh Satria Purnatama, Produser Madya Lentera Indonesia, mengenai perpendekan durasi tayangan. Waktu yang disediakan untuk Lentera Indonesia tayang adalah 30 menit namun sehubungan dengan masuknya iklan ke dalam waktu tayangan, maka diperpendek menjadi 26 menit sampai akhirnya terakhir dipotong menjadi 24 menit. Seperti yang diungkapkan Erwin Widyastama, VJ Lentera Indonesia,

“Durasi bisa sampai 35 menit, padahal yang kita butuhkan buat tayangan sekitar 24 menit. Karena kita punya waktu setengah jam, terpotong iklan, jadi totalnya buat jadi satu cerita itu 24 menit. Itu sudah durasi bersih termasuk dengan bumper,”48.

47

Rianjana Putra, Editor Lentera Indonesia, Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta, 14 Mei 2015.

48

Erwin Widyastama, Reporter Lentera Indonesia, Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta, 14 Mei 2015.

Hal itu ditambahkan oleh ungkapan Satria Purnatama, Produser Madya Lentera Indonesia,

“Iklannya sudah mulai masuk. Sudah kebanyakan (iklan-red), jadi durasi tayangan dikurangi. Kalau dokumenter murni kan nggak mau ngalah sama iklan. Nah, karena kita industri, ya kita harus banyak kompromi, lah,”49.

Tantangan bagi Produser Lentera Indonesia, Dewi Rachmayani, adalah bagaimana Lentera Indonesia tidak hanya mampu menginspirasi masyarakat Indonesia tapi juga dapat membuat seseorang melakukan sesuatu yang berguna bagi bangsa Indonesia. Hal tersebut juga dirasakan oleh Dewi Rachmayani pribadi. Seperti penuturannya kepada penulis saat wawancara,

“Aku sendiri sebagai Produser Lentera Indonesia, gue malu melihat narasumber-narasumber yang sudah berbuat sesuatu tapi gue belum berbuat apa-apa, kerjaan gue cuma numpuk duit, sibuk kerja. Tapi apa yang sudah gue kasih buat orang lain? Sering banget kesentil sama liputan sendiri,”50.

Hal seperti itu yang menantang Dewi Rachmayani untuk dapat memberikan tayangan yang berkualitas untuk ditonton. Ia juga ingin membuat penghargaan bagi narasumber yang pernah diliput Lentera Indonesia, untuk memberikan penghargaan atas perjuangan, dedikasi, dan semangatnya bagi bangsa Indonesia51.

49

Satria Purnatama, Produser Madya Lentera Indonesia, Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta, 14 Mei 2015.

50

Dewi Rachmayani, Produser Lentera Indonesia, Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta, 11 Mei 2015.

51

Dewi Rachmayani, Produser Lentera Indonesia, Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta, 11 Mei 2015.

104 A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang penulis paparkan dari bab I hingga bab IV dalam skripsi ini, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat ditarik untuk menerangkan kesatuan dari isi yang diangkat oleh penulis dalam karya ilmiah tentang produksi program berita dokumenter Lentera Indonesia di NET.

1. Ciri Khas Berita Dokumenter Lentera Indonesia

Program berita dokumenter Lentera Indonesia yang tayang tiap Sabtu dan Minggu pukul 14.30 WIB di NET memiliki ciri khas tersendiri yang membuatnya berbeda dibandingkan program sejenis lainnya di stasiun televisi lainnya.

Lentera Indonesia memberi warna baru bagi dokumenter pertelevisian Indonesia. Konsep yang diusung mengenai kepedulian muda-mudi yang peduli terhadap orang-orang di desa terpencil. Namun, seiring berjalannya waktu, konsep tersebut berkembang dan tak hanya menampilkan sosok narasumber yang muda dan peduli tetapi juga mereka yang telah berusia matang namun tetap memiliki kepedulian terhadap sekitar.

Ketika program dokumenter lain lebih banyak mengungkapkan tentang keindahan alam atau pemandu acara yang berasal dari kalangan selebritis, Lentera Indonesia muncul dengan konsep baru yang lebih segar. Lentera Indonesia menampilkan tak hanya soal keindahan alam, tetapi juga

seorang warga Indonesia yang tidak terkenal dan bahkan mungkin tak banyak yang mengetahuinya namun giat kepeduliannya terasa mendalam untuk dikulik lebih jauh.

Lentera Indonesia tidak menjual kepopuleran seseorang untuk menjadi modal ketertarikan penonton. Namun, sisi lain yang diungkap dalam program inilah yang membuat Lentera Indonesia memiliki ciri khas dan terasa berbeda. Lentera Indonesia mengungkapkan bagaimana seseorang memiliki kepedulian terhadap sekelompok orang, mulai dari bidang pengajaran hingga kesehatan. Tetapi tak hanya itu pula, Lentera Indonesia juga mengungkap sisi lain sosok yang dianggap ‘kaku’ seperti tentara, misalnya tentang sisi kemanusiaan seorang tentara yang gemar berkirim surat kepada keluarganya dan kepeduliannya terhadap warga sekitar di luar tugasnya sebagai tentara.

Tagline yang dimiliki Lentera Indonesia adalah dedikasi, semangat, dan perjuangan menjadi acuan dalam membuat episode-epidose serta sosok-sosok inspiratif sebagai narasumber utama. Lentera Indonesia berupaya memberi inspirasi bagi penonton untuk ikut peduli terhadap masyarakat sekitar yang membutuhkan uluran tangan, yang masih jauh dari kata cukup dalam pendidikan maupun kehidupan sehari-hari lainnya.

Manusia tak seluruhnya terlahir dengan keberuntungan untuk dapat menikmati kehidupan yang sejahtera dan kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang baik. Maka dari hal tersebut, Lentera Indonesia hadir sebagai media inspiratif yang mengungkap perihal tersebut. Bahwa

perjuangan, dedikasi, dan semangat seharusnya bisa disalurkan untuk kegiatan berbagi dalam kepedulian terhadap sesama.

2. Proses Produksi serta Kendala dan Tantangan Produksi Lentera Indonesia

a. Pra produksi.

Tahap pra produksi merupakan tahap persiapan produksi di mana tim melakukan beberapa hal berikut:

1. Riset issue

2. Mencari data lengkap narasumber 3. Membuat treatment atau segmentasi 4. Rapat ide (pitching)

5. Menyusun jadwal keberangkatan dan melengkapi kebutuhan produksi di lapangan

b. Produksi

Tahap ini merupakan kegiatan utama dari serangkaian proses produksi Lentera Indonesia. Kegiatan produksi dilaksanakan di tepi Jakarta dan luar kota Jakarta. Pada tahap ini, ada tiga hal yang dilakukan reporter dan VJ ketika di lokasi, yaitu:

a. Riset lokasi dan melakukan perizinan terhadap petinggi setempat b.Cross check treatment atau segmentasi

c. Pascaproduksi

Tahap ini merupakan tahap akhir dari serangkaian proses produksi, di mana di dalamnya terdapat beberapa proses untuk menyelesaikan liputan menjadi sebuah tayangan, sebagai berikut:

a. VJ memilah video-video hasil liputan (logging) b. Reporter membuat naskah

c. Produser mengedit naskah d. Membuat dubbing

e. Editor melaksanakan editing video

f. Produser madya melakukan preview dan pemotongan durasi

g. Editor membuat finishing sebelum menyerahkan ke master contol room (MCR)

h. Lentera Indonesia siap ditayangkan pada Sabtu dan Minggu

2. Kendala dan Tantangan Produksi Lentera Indonesia

Ketika melakukan penelitian ini, penulis menemukan kendala dan tantangan yang dihadapi masing-masing orang daritimproduksiLentera Indonesia dalamjabatannya.

Kendala bagi video journalist (VJ), menurut Erwin Widyastama, biasanya dari segi logistik. Tak hanya itu, kendala yang juga dialami VJ di lapangan adalah ketika kondisi di lapangan tidak sesuai dengan wishlist atau segmentasi.

Kendala bagi reporter Lentera Indonesia, Kahiril Hanan Lubis, adalah ketika liputan banyak yang hal yang terjadi di lapangan berbeda dengan segmentasi yang sudah dibuat. Jika demikian maka ia dan VJ akan melakukan segmentasi ulang guna menyesuaikan dengan kondisi di lapangan.

Rianjana Putra selaku editor Lentera Indonesia, dalam wawancara dengan penulis mengungkapkan bahwa selama proses produksi, ia menggunakan sistem edit non linier sehingga mengalami sedikit kendala, yaitu ketika sedang melakukan editing, komputer yang digunakan hang sehingga proses editing menjadi terhambat.

Lain cerita dengan Produser Madya Lentera Indonesia, Satria Purnatama, ia memaparkan waktu yang disediakan untuk Lentera Indonesia tayang adalah 30 menit namun sehubungan dengan masuknya iklan ke dalam waktu tayangan, maka diperpendek menjadi 26 menit sampai akhirnya terakhir dipotong menjadi 24 menit.

Sedangkan tantangan bagi Produser Lentera Indonesia, Dewi Rachmayani, adalah bagaimana Lentera Indonesia tidak hanya mampu menginspirasi masyarakat Indonesia tapi juga dapat membuat seseorang melakukan sesuatu yang berguna bagi bangsa Indonesia.

B. Saran

Selama melakukan penelitian ini, penulis mendapatkan pengalaman dan bahan pelajaran. Beberapa hal yang didapatkan dari penelitian ini, penulis

memiliki saran terhadap instansi terkait yang mungkin dapat menjadi bahan masukan untuk perbaikan selanjutnya, yaitu:

1. Sebaiknya Lentera Indonesia mengangkat juga kaum marginal di Jakarta yang memiliki dedikasi untuk masa depan mereka.

2. Lentera Indonesia dapat mengangkat cerita dalam bidang lain, tak hanya soal pendidikan dan kesehatan, tetapi misalnya juga dari bidang kebudayaan. Banyak masyarakat yang menjadi agen budaya Indonesia hingga ke luar negeri.

3. Jika mengangkat cerita tentang seorang guru muda, mungkin bisa juga mengangkat kegiatan selain mengajar atau kuliahnya, tetapi juga bagaimana ia dekat dengan warga sekitar dan keseharian narasumber utama, seperti prestasi apa saja yang telah diperolehnya.

110 2014.

Arifin, Eva. Broadcasting: to be broadcaster. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2010. Burton, Graeme. Membincangkan Televisi: Sebuah Pengantar Kajian Televisi.

Yogyakarta: Jalasutra. 2011.

Bryant, Jennings and Susan Thompson. Fundamentals of Media Effects. New York: Mc Graw Hill. 2002.

Emzir. Analisis Data: Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2012.

Fachrudin, Andi. Dasar-dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan Investigasi, Dokumenter, dan Teknik Editing. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2012.

Hamzah, A. Nawir. Sutradara Drama Panggung dan Televisi. Jakarta: WIN COMMUNICATION. 2007.

Harahap, Arifin S. Jurnalistik Televisi: Teknik Memburu dan Menulis Berita. Jakarta: PT Indeks. 2007.

Ishwara, Luwi. Catatan-catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. 2005.

111

Morissan, dkk. Teori Komunikasi Massa. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia. 2010.

Morrisan. Jurnalistik Televisi Mutakhir. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010.

Setyobudi, Ciptono. Teknologi Broadcasting TV. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2012.

Suryawati, Indah. Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia. 2011.

Suwardi, Purnama. Seputar Bisnis dan Produksi Siaran Televisi. Sumatera Barat: TVRI Sumbar. 2006.

Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru. Ciputat: Penerbit Kalam Indonesia. 2005.

Wibowo, Fred. Dasar-Dasar Produksi Program Televisi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Anggota Ikapi. 1997.

Zettl, Herbert. Television Production Handbook, Eleventh Edition. USA: Wadsworth Cengage Learning. 2012.

112 eLearning http://www.mercubuana.ac.id http://id.wikipedia.org/wiki/Lentera_Indonesia_%28acara_televisi%29 http://id.wikipedia.org/wiki/NET http://kbbi.web.id/analisis https://library.binus.ac.id/Collections/Download/GFFsuNTtBYsMHaJywrzdX d/GXr9RycbwP6Eb7ENRyu+qB4AyHiB8GbiCXy0skZyqV2Pn45kz1+aZvS WZtLSMn5myXE509oKCGnTvIJhS2vuHFJr/4beG5nKEKlegLun45wi8Fxz WDGUIpIrC9lXOBnqyjrz/cZXh/4DrF/xxao4FTsb8d2EJQjm+Afj03wgM3M oVk/het/Apf7M2WHwzRA== https://prezi.com/_bldrz8dkaze/laporan-praktik-kerja-nyata/ http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20229/4/Chapter%20II.pdf http://www.netmedia.co.id/program/84/Lentera-Indonesia https://twitter.com/lentera_net www.netmedia.co.id www.twitter.com/netmediatama

Wawancara dengan Dewi Rachmayani, Produser Lentera Indonesia, Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta, 11 Mei 2015

113 Wawancara Pribadi, Jakarta, 14 Mei 2015

Wawancara dengan Rianjana Putra, Editor Lentera Indonesia, Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta, 14 Mei 2015

Wawancara dengan Satria Purnatama, Produser Madya Lentera Indonesia, Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta, 14 Mei 2015

Ruang Kru Berita NET. TV Lantai 28

Ruang Komputer Rough Cut

Pro Proses Pemilihan Video Liputan oleh VJ

Pemotongan Durasi Tayangan oleh Produser Madya

Reporter dan VJ Saat Liputan di Lombok

VJ Melakukan Liputan Menggunakan Camera Canon 5D Mark III

Wawancara Penulis dengan Dewi

Rachmayani, Produser Lentera Indonesia

Wawancara Penulis dengan Erwin Widyastama, Video Journalist Lentera Indonesia

Waktu : 18. 05 WIB

Lokasi : Ruang Redaksi Lentera Indonesia, NET. TV, The East Tower

Narasumber : Dewi Rachmayani

Jabatan : Produser Lentera Indonesia

Dewi Apriani : Mengapa Lentera Indonesia mengusung konsep anak muda yang peduli terhadap kemajuan desa-desa terpencil?

Dewi Rachmayani : Awalnya kita berangkat dari cerita tentang anak-anak muda yang berbuat sesuatu bagi bangsanya dengan mengajar, tapi pada akhirnya kita melihat bahwa di luar sana banyak sekali orang yang memiliki niat baik. Bukan cuma sekadar niat, ya, tapi orang yang mau berbuat sesuatu untuk negeri kita dan itu nggak cuma dalam bidang pendidikan, dalam bidang kesehatan. Pada akhirnya, lama-lama Lentera Indonesia dikembangin nih, nggak cuma pendidikan doang, tapi relnya adalah kita cerita tentang warga Indonesia yang mau membuat hidupnya berarti dengan membantu sesama. Membantunya itu dalam bidang pendidikan, kesehatan.

Dewi Apriani : Lentera Indonesia kan mengusungnya anak muda. Apakah anak muda itu memang bentukan dari NET. TV atau mencari di luar sana ada tidaknya mahasiswa atau anak muda yang sedang membantu kemajuan suatu desa?

peluang untuk orang-orang yang umurnya cukup tua untuk jadi narasumber. Jangan sampai kita fokus ke anak muda saja, kita tutup mata kalau di luar sana banyak cerita-cerita bagus yang layak untuk masuk karena kan yang penting ceritanya menginspirasi.

Dewi Apriani : Kira-kira berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk proses produksi, dari tahap awal ketika pra-produksi sampai pasca-produksi?

Dewi Rachmayani : Teman-teman riset selama seminggu. Mereka seminggu riset, di lapangan dua minggu. Dua minggu itu untuk dua liputan. Balik ke kantor edit naskah sekitar satu bulan. Mulai untuk per dua liputan, ya, itu dari riset sampai digodok di editing sekitar sebulan.

Dewi Apriani : Mengapa mengambil nama Lentera Indonesia? Apa sih filosofinya?

Dewi Rachmayani : Lentera itu kan cahaya, ya. Jadi, pastinya kita ingin memberi layar untuk orang-orang yang selama ini bekerja dalam diam. Untuk orang yang selama ini telah menjadi lentera buat orang lain tapi mereka nggak pamer. Kenapa kita ngasih layarke orang-orang seperti itu untuk menginspirasi yang lain bahwa banyak loh orang-orang “lentera” di sekitar kita, dengan harapan, aku sendiri sebagai Produser Lentera Indonesia, gue malu melihat narasumber-narasumber yang sudah berbuat sesuatu tapi gue belum berbuat apa-apa, kerjaan gue cuma

Dewi Apriani : Tim Produksi sendiri mengetahui bahwa di luar sana ada orang yang menginspirasi dari mana?

Dewi Rachmayani : Seorang reporter untuk mendapatkan story yang bagus, kalau di dokumenter riset itu merupakan jantungnya. Ketika kita sudah mendapat topik A, proses selanjutnya adalah bagaimana mengolah A menjadi sebuah produk dokumenter yang menarik. Tapi, problem pertama adalah bagaimana mendapatkan A. Wartawan sekarang enak ada Google, tinggal browsing. Misalkan loe mau cerita soal wanita inspiratif dari Papua. Tinggal klik maka akan keluar banyak datanya. Tapi, jangan jadikan Google untuk patokan, cuma sebagai entry point. Itu gunanya teman-teman reporter untuk punya banyak link di mana- mana. Gunanya reporter punya networking yang luas memudahkan untuk riset.

Dewi Apriani : Bagaimana awalnya berdiri program Lentera Indonesia?

Dewi Rachmayani : Kalau untuk itu aku mesti tanya dulu sama temenku karena aku nggak dari awal di Lentera Indonesia. Aku dengar, Lentera Indonesia ini berawal dari kegelisahan teman-teman. Cuma, pastinya kayak apa, aku mesti make sure ke teman yang pertama kali di Lentera Indonesia. Yang pasti, kita di NET. ini pengin bikin program tv yang bermutu. Kuncinya itu dulu. Nah, program bermutu itu kan banyak tinggal kita jabarin, kita mau bermutunya yang apa dan dalam bidang apa. Lentera (Indonesia- red) itu awalnya kerjasamanya dengan Indonesia Mengajar kan. Makanya, orang kalau dengar Lentera Indonesia pasti mikirnya Indonesia Mengajar. Waktu itu karena link-nya dari situ. Setelah lama-

cuma Indonesia Mengajar doang. Yang pasti kenapa Lentera Indonesia ada karena kita mau ngasih program yang berkualitas dan perwujudannya lewat Lentera Indonesia, seperti yang aku bilang tadi, untuk ngasih layar orang-orang yang doing something buat komunitas.

Dewi Apriani : Target untuk Lentera Indonesia sendiri untuk penonton, apakah hanya untuk memberi inspirasi atau bagaimana?

Dewi Rachmayani : Fungsi tv itu kan banyak, fungsi media massa, to inform, to educate, to entertaint, dampak jauhnya lagi menginspirasi, kan dan ketika sudah menginspirasi penginnya nggak cuma sekadar orang-orang “oh, iya ya”, “oh, iya ya”, “hebatnya orang ini” tapi penginnya dampak ke depannya adalah menggerakkan karena kalau bukan kita, siapa lagi. Kalau cuma ngandelin. Karena begini, dalam dunia pendidikan banyak banget ‘bolongnya’ di daerah. Iya sih, dibilang pendidikan itu haknya seluruh warga negara dan pemerintah musti memberikan pendidikan yang bla bla bla, itu kan teori ya tapi pada prakteknya tuh banyak banget yang ‘bolong’. Nggak usah jauh-jauh, di Bandung ada satu desa yang padahal nggak jauh dari kota tapi nggak diurus. Tahun 2008 angka putus

Dokumen terkait