• Tidak ada hasil yang ditemukan

WAKIL KETUA (H. M. IHSAN YUNUS, ME. CON. STD./F-PDIP): Pada saat krisis malah tidak bisa katanya.

KEPALA BNPB (LETNAN JENDERAL TNI. DONI MUNARDO):

Memang waktu itu ada persoalan. Jadi yang pertama APD itu tidak tersedia, kemudian kalau adapun itu semua barang sudah harus di exspor ke Korea Selatan, itu yang kita ambil alih pada waktu itu. Mengambil alih ini pun

dengan cara-cara yang dalam kondisi darurat ya, dimana kita meminta bantuan TNI waktu itu untuk langsung datang ke pabriknya. Jadi kami mengambil alih apa namanya APD yang harusnya di ekspor ke Korea Selatan. Atas dasar dasar pembicaraan Ibu Menteri Keuangan dan Ibu Menteri Luar Negeri kepada Dubes Korea Selatan di Jakarta akhirnya di sepakati 170.000 tetap menjadi bagian Indonesia sisanya di exspor ke Korea Selatan tetapi setelah itu sisanya berjalan dengan normal artinya barang-barang sudah tersedia.

Kemudian ada usulan baru senilai Rp5,5 Triliun yang sudah di usulkan, apa yang sudah di setujui Dirjen Anggaran sebesar Rp2,9 Triliun dan sekarang sedang proses DIPA.

WAKIL KETUA (H. M. IHSAN YUNUS, ME. CON. STD./F-PDIP): Pak Ketua, izin sedikit Pak Ketua, izin interaktif.

Pak Doni, tadi ada di Direktorat Pelayanan Kemenkes 189, kemudian surveilans Kemenkes Rp15 miliar, ini anggarannya dikasih ke Kemenkes langsung?

KEPALA BNPB (LETNAN JENDERAL TNI. DONI MUNARDO):

Iya, dana siap pakai dari BNPB, karena waktu itu belum ada dana di Kemenkes.

WAKIL KETUA (H. M. IHSAN YUNUS, ME. CON. STD./F-PDIP): Di Kemenkes tidak ada dana waktu itu?

KEPALA BNPB (LETNAN JENDERAL TNI. DONI MUNARDO):

Waktu itu belum ada, kalau sekarang kan dana sudah apa namanya, sudah cair ya, di realokasi. Jadi karena tidak mungkin kita, Kemenkes belum punya anggaran terus kita juga diam saja. Jadi langsung atas koordinasi dengan Dirjen Anggaran mereka usulkan kita, jadi kita yang mendukung.

Kemudian pelibatan BPKP untuk pengadaan barang dan jasa, termasuk juga Kejaksaan, dari awal juga kita minta bantuan KPK untuk membantu ketika nanti ada penyimpangan langsung di semprit katakanlah begitu. Jadi ini semuanya untuk menghindari jangan sampai terjadi kerugian negara.

Kemudian beberapa pertanyaan lagi terkait dengan masalah apa namanya bencana juga kemarin Deputi II bersama tim sudah mengingatkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan DIY terkait dengan masalah erupsi Gunung Merapi dan langsung melakukan survei ke lapangan untuk mengecek kembali tempat-tempat evakuasi, tempat untuk pengungsian, kemudian juga tempat-tempat yang mungkin bisa di siapkan dalam kaitannya dengan protokol kesehatan bagi para pengungsi. Ini jadi intinya BNPB para relawan gugus tugas Covid tetap di lakukan, antisipasi kebencanaan tetap di

laksanakan. Demikian juga menghadapi musim kemarau yang akan datang kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan. Kami sudah ingatkan beberapa pejabat di daerah terutama para Gubernur untuk mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan karena bisa berdampak asap. Asap ini sangat berbahaya bagi mereka yang punya asma, TBC, penyakit paru.

Ketika Covid menyerang mereka ini adalah orang-orang yang paling beresiko. Jadi daerah-daerah yang seperti Riau, Jambi, Sumsel kemudian Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, 6 Provinsi dengan resiko yang terbesar. Tahun lalu kebakaran hutan dan lahan terbanyak atau terluas itu adalah Sumsel sekitar 337.000 Hektar. Nomor duanya Kalimantan Tengah tetapi Kalimantan Tengah itu memiliki luas lahan gambut yang terluas terbakarnya 183.000 hektar lahan gambut. Bisa di bayangkan kalau kering gambutnya terbakar asapnya nanti baru padam lagi setelah musim hujan ini kalau gambutnya kering. Dan kita mendapatkan data dari BMKG tahun ini sepertinya kemaraunya relatif basah di bandingkan Tahun 2019.

Jadi Bapak Pimpinan dan Bapak Anggota Komisi VIII DPR RI sekalian, BNPB tetap fokus kepada tugas-tugasnya. Ada pembagian tugas jelas dalam menghadapi semua potensi ancaman. Dan minggu lalu Kemenko Polhukam selaku koordinator untuk Karula telah rapat di kantor PLHK untuk mengantisipasi. Kepada para Gubernur pun kami tawarkan apabila ada di antara masyarakat mereka yang selama ini di manfaatkan untuk membakar lahan sehingga biaya untuk membuka lahan itu murah kami tawarkan silakan direkrut sebagai Anggota Satgas, Satgas Karula kita biayai mereka sebagaimana juga BNPB memberikan biaya insenstif untuk mereka yang bekerja termasuk TNI/POLRI relawan dari berbagai macam latar belakang. Kalau ini bisa di rekrut otomatis akan mengurangi potensi terjadinya kebakaran. Tahun lalu kerugian ekonomi akibat Karula mencapai 5 Milliar US Dollar. Kalau membandingkan kebakaran tahun lalu maka yang sepadan adalah Tahun 2015 ketika kemarau panjang juga, kerugian ekonominya mencapai 16,1 miliar US Dollar lebih besar di bandingkan dengan kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan, kerugian ekonomi karena terjadinya tsunami di Aceh Tahun 2004.

Kemudian menyangkut masalah limbah. Untuk BNPB, Gugus Tugas telah bekerja sama dengan PLHK dan telah membuka atau menambah satu bidang yaitu bidang pengendalian limbah B3 dalam organisasi gugus tugas yang sebelumnya tidak ada. Ini salah satu solusinya adalah untuk mengantisipasi jangan sampai nanti seperti limbah masker, APD, lantas berserakan di pantai-pantai kita sementara kita ingin menjadikan wilayah nasional kita sebagai kawasan wisata alam terutama pantai. Ini orang pasti akan komplain pasti akan keberatan apa lagi kalau nanti ada penyelam yang menemukan masker di sejumlah koral yang selama ini menjadi tujuan wisata.

Kemudian atas semua saran masukan yang tadi telah di sampaikan oleh Pak Ace juga tentang 30.000 PCR tes ini tetap menjadi prioritas kami karena ini perintah Presiden. Dan untuk di ketahui juga oleh seluruh Anggota Komisi VIII, bagaimana kami membangun mulai dari 1 laboratorium miliknya

Balitbangkes saja. Dan ketika pertama kali untuk membuka supaya jangan hanya Balitbangkes saja yang terima beban, itu pun tidak mudah ya paling tidak 2 kali kami melaporkan kepada Bapak Presiden agar di berikan ruang yang lebih besar bagi pemeriksaan PCR Test yang mana waktu itu hampir semuanya ingin di lakukan rapid test. Kami sampaikan seperti itu dengan para pakar dengan para pejabat dari Kementerian Kesehatan. Berkembang tambahan 3 menjadi 12 menjadi 27 menjadi 48 akhirnya di berikan kebebasan termasuk swasta. Dan hari ini kita lihat kemampuan pemeriksaan PCR Test kita sudah di atas 22.000 per hari kecuali pada hari libur. Jadi kalau sabtu minggu, seninnya biasanya pasti turun, senin turun. Kenapa turun? Ya karena memang kita juga harus memberikan kesempatan kepada petugas lab untuk istirahat, kalau tidak kasihan mereka. Dan tidak sedikit lab itu yang menjadi episentrum. Dalam hal ini Bapak Presiden telah menugaskan BNPB kemudian Gugus Tugas ya, Kementerian Kesehatan dan juga Menteri Ristek Bapak Bambang Brodjonegoro lewat LIPI untuk melatih petugas-petugas lab baru agar mereka nanti bisa di tugaskan.

Memang tidak mudah juga, setelah mereka itu mendapatkan pelatihan tidak bisa serta merta mereka bekerja di laboraturium, yang saya laporkan tadi bahwa harus ada sertifikasi, harus ada izin bahwa mereka sebagai mendapatkan sertifikat sebagai petugas lab medik. Jadi ketika kita sudah menyiapkan pun tidak serta merta. Jadi butuh apa namanya persiapan yang lebih lama lagi tapi kami tetap akan berusaha Bapak Pimpinan dan seluruh Anggota Komisi VIII agar kemampuan dalam pemeriksaan itu bisa sesuai dengan apa yang di harapkan oleh masyarakat Indonesia termasuk juga mengikuti standar WHO.

Dan kami semua mengakui bahwa kita masih ya masih rendah dalam pemeriksaan PCR. Oleh karenanya sebagian besar rapid test yang kemarin itu di distribusikan ke daerah, itu tidak dibeli dari APBN. Sebagian besar jutaan rapid test itu, itu donasi dari sejumlah perusahaan swasta. Jadi pada bulan Maret sampai dengan April itu satu bulan pertama rapid tes itu hampir 100% adalah bantuan dari swasta.

Baru pertengahan Maret setelah reagen habis beberapa laboratorium, kami akhirnya mendapatkan reagen dari Korea Selatan itupun dalam kondisi kritis atas bantuan dari Dubes Korea Selatan, di bantu oleh warga Korea Selatan yang ada di Jakarta dan mereka punya akses kepada Bluehost disana Bluehost itu adalah kantor dari Presiden Korea Selatan. Dan biasanya mereka-mereka yang pernah bekerja di Bluehost itu mendapatkan apa namanya apresiasi dari banyak pihak jadi itu yang membantu kami. Kurang dari 24 jam reagen tiba di Jakarta. Dan itu harusnya reagen itu bukan untuk Indonesia tetapi untuk satu negara di Eropa. Hanya karena hubungan baik akhirnya pabrik mengalihkan reagen itu kepada Indoneisa.

Demikian juga tahap berikutnya mendatangkan 500.000 reagen PCR dari China. Dan itu juga ternyata juga tidak mudah karena pada saat yang bersamaan hampir semua negara itu mencari reagen dan kalau sekarang

juga apa namanya swasta yang terlibat dalam pembelian reagen di beberapa negara.

Kemudian kedepan kita harapkan ada swasta nasional yang bersedia untuk membangun pabrik reagen di tanah air sehingga ketergantungan kita terhadap impor reagen ini bisa berkurang. Adapun gelar dimana laboratorium mungkin bisa di lihat di sini memang paling banyak itu di Pulau Jawa tetapi hampir semua Provinsi telah mendapatkan mesin PCR dan kami tetap akan menambah terus kemampuan pengetesan PCR di sejumlah daerah.

KETUA RAPAT (DR. H. TB. ACE HASAN SYADZILY, M.SI./F-P GOLKAR): Tunjukan gambarnya Pak, itu tidak kelihatan laboratorium rujukannya. KEPALA BNPB (LETNAN JENDERAL TNI. DONI MUNARDO):

Iya tidak kelihatan Pak, karena terlalu kecil. Nanti mungkin di dalam ini bisa di apa namanya diperoleh Pak, mungkin nanti soft copy nya kita kasih bisa di zoom.

Kemudian menyangkut masalah vaksin.

Pemerintah telah menugaskan, Bapak Presiden telah menugaskan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Menteri Riset dan Teknologi bersama dengan Lembaga Eijkman-nya dan juga Kementerian Kesehatan untuk melakukan penelitian vaksin. Sejauh mana perkembangannya, mungkin nanti yang lebih teknis dari kalau berkenan ya mungkin lewat Menteri, Pak Menteri atau Kepala BPPT saya takut salah nanti memberi penjelasan. Jadi mohon maaf Pak tidak bisa lebih detail. Tetapi yang jelas Pemerintah memiliki konsen terhadap uji coba vaksin hasil kemampuan dari dalam negeri. Termasuk beberapa perguruan tinggi yang juga sedang mengembangkan vaksin antara lain dari Airlangga, dari UI, kemudian juga rumah sakit, dari RSCM dan juga Kimia Farma. Jadi artinya para peneliti, para periset kita itu juga tidak tinggal diam ya.

Kemudian pemerataan untuk mesin PCR ini tentu menjadi tanggung jawab kami agar seluruh daerah bisa berimbang ya bisa apa namanya merata ridak hanya terpusat di Pulau Jawa. Dan sekali lagi ini semuanya membutuhkan semangat kerja juga dari daerah karena ada daerah yang sudah kita bagikan mesin PCR nya ternyata tidak bisa di pakai. Pak Ace tahu sendiri ya jadi ini apa namanya dinamikanya seperti itu, mengajukan lantas sudah kita kirim ternyata tidak bisa operasional, akhirnya kita kirim orang lagi dari Jakarta, melibatkan relawan dan tenaga lab yang ada, ditambah para dokter yang memang bergerak di bidang apa patologi.

Kemudian yang lainnya yang memang menjadi atensi kami semua adalah masalah sosialisai. Ini adalah PR terberat bangsa kita. Selama masyarakat belum semuanya satu frekuensi, baik itu Pemerintah Daerah termasuk tokoh-tokohnya masyarakat masih belum sama frekuensinya ini semakin akan sulit. Dan kita semua harus bekerja keras untuk menekan laju

penambahan kasus positif Covid setiap hari. Tetapi konsekuensi dari pemeriksaan tes yang semakin banyak otomatis akan meningkat juga kasus positifnya. Tetapi kalau ini bisa di lakukan secara masal, paralel di seluruh Provinsi maka kemungkinan pingpong itu kecil. Jangankan antar Provinsi antar Kabupaten/Kkota saja itu bisa pingpong.

Contoh misalnya Surabaya mulai mengalami penurunan ternyata belakangan Sidoarjo mengalami peningkatan. Jadi efek pingpong ini juga harus kita antisipasi. Kalau ada yang tanya kapan ini berakhir Wallahualam Bessawab belum ada yang bisa menjawab itu denga benar. Semua prediksi-prediksi tidak ada yang bisa menjamin kapan bisa berahir.

Data yang tadi kami tampilkan Flu Spanyol di mulai bulan Maret 1918 baru bisa berahir itu bulan September 1919, jadi 1.5 tahun baru bisa berahir dan korban jiwanya mencapai jutaan orang di tanah air, padahal waktu itu jumlah penduduk kita masih sangat sedikit, penduduk kita belum menjadi Republik Indonesia masih bagian dari Hindia Belanda.

Oleh karenanya menggunakan narasi local, menyampaikan pesan tentang Covid ini berbahaya tentu tiap daerah mungkin tidak sama. Tadi sedikit lagi minta maaf kata-kata saya mungkin sangat keras ya memilih diksi atau memilih narasi Covid-19 ibarat, saya ulangi lagi ya ibarat Malaikat pencabut nyawa. Kenapa? karena korbannya sudah lebih dari 3.600 untuk wilayah kita di dunia sudah mencapai lebih dari setengah juta orang. Jadi ini harus dipahami, bahwa Covid ini sangat mematikan Covid ini adalah pembunuh berdarah dingin tidak berperikemanusiaan dia bisa menghantam siapa saja terutama kelompok rentan tadi di tambah lagi kelompok yang memiliki imunitas rendah.

Sekarang yang tadi disampaikan oleh Pak Samsu Niang, Pemerintah tidak bisa memilih salah satu ekonomi antara ekonomi dan Covid. Dari awal kami gugus tugas mengatakan bahwa kita harus paralel tidak mungkin kita memilih, karena kalau kita memilih salah satu ibarat kita memakan buah simalakama. Dimakan Bapak mati tidak dimakan Ibu mati.

Apa alasannya, pada saat satu bulan pertama setelah Covid di putuskan apa namanya kekarantina kesehatan menjadi apa namanya menjadi ancaman itu korban jiwa ulangi maaf, korban yang PHK itu sudah mencapai 1,7 juta orang. Saya melapor kepada Bapak Presiden, the hungry

man become and angry man, orang lapar itu bisa marah dan ini kita lihat

kalau masyarakat kita kehilangan pekerjaan, tidak punya dana, tidak punya uang untuk belanja, otomatis tidak punya kemampuan untuk mendapatkan makanan yang berkualitas.

Padahal menghadapi Covid ini kita tidak cukup hanya bicara tentang protokol kesehatan. Kita harus bicara tentang gizi, tentang makanan, tentang olahraga yang teratur, tentang istirahat yang cukup, tentang tidak boleh panik, makanya ini menjadi konsep kami bahwa di samping masalah kesehatan kita harus memikirkan jangan sampai masyarakat terkapar karena PHK. Tidak boleh terpapar Covid tetapi juga tidak boleh terpapar PHK. Bagaimana

caranya? Daerah-daerah ini sudah kami bagi ya bagi zonanya mulai zona merah, zona oranye, zona kuning dan zona hijau. Untuk yang hijau ini sudah di buka full. Sudah di berikan kesempatan tetapi juga tetap melalui kehati-hatian ada pra kondisinya, tidak bisa langsung ujuk-ujuk di buka lepas begitu saja. Ada timing-nya, kapan waktunya dan juga mana yang menjadi prioritas. Dan ini sudah kami sampaikan pada awal Juni yang lalu.

Kemudian yang kedua adalah daerah-daerah bidang atau sektor yang resiko penularannya kecil apa itu Industri terutama Industri-industri yang berhubungan dengan apa namanya manufacturing. Kemudian di bidang perminyakan, di bidang pertambangan, apa saja lagi yang kira-kira resiko rendah itu ada 9 komponen, ada 9 sektor. Ini sudah kita lepas sudah kita buka. Satu hari setelah ini diumumkan Rupiah mengalami peningkatan yang signifikan termasuk indek harga saham gabungan, ini menurut keterangan dari Bapak Menko Perekonomian. Karena sebelum saya membuka 9 sektor ini saya harus mendapat petunjuk dulu dari Menko Perekonomian. Artinya semua kegiatan-kegiatan yang kami lakukan kami tidak bisa lepas begitu saja dari kementerian-kementerian yang ada supaya kami tidak salah dalam melangkah.

Kemudian yang ketiga membuka daerah dengan zona kuning .Zona kuning ini sama prakondisinya harus ada, timing-nya kapan, kemudian apa yang menjadi prioritas. Satu lagi yang tidak boleh kami abaikan adalah koordinasi antara pusat dan daerah. Jangan sampai kita berikan kelonggaran lantas daerah merasa belum siap. Tidak ada artinya kelonggaran yang di berikan ketika nanti daerah menolak, makanya selalu ada komunikasi kalau tidak ada komunikasi antara pusat dan daerah nanti pasti tidak akan harmonis sehingga program mungkin tidak berjalan dengan baik.

Demikian juga masalah pariwisata yang kami izinkan adalah pariwisata alam, taman nasional yang resikonya kecil. Bagaimana dengan pariwisata urban? Belum kami izinkan, kami belum pernah memberikan rekomendasi pariwisata yang dapat menimbulkan resiko penularan dalam ruangan tertutup fentilasi udaranya kecil, tidak ada bahkan di dalam waktu yang lama lebih dari 1 jam atau setengah jam itu beresiko. Satu oarng saja yang bersin di dalam ruangan itu, itu bisa menulari yang lain demikian juga pusat-pusat hiburan malam misalnya itu juga kami ingatkan, jangan di buka dulu, sabar dulu semuanya sehingga kita betul-betul memperhatikan ya keselamatan salus

populi suprema lex, keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi.

Demikian juga untuk sekolah, sekolah sudah kami koordinasikan hanya boleh di buka untuk daerah yang hijau. Sekarang mulai ada tuntutan dari beberapa pihak terutama orang tua minta supaya yang daerah kuning pun boleh. Ini kami sedang mempertimbangkan. Kalau nanti dijalankan maka komposisi pelajarnya maksimal itu antara 25 sampai 30% saja. Jadi semuanya ini adalah dengan penuh kehati-hatian.

Adapun masalah di beberapa daerah yang mengalami peningkatan kasus. Kita lihat ada 5 yang paling utama Provinsi yang ada di Jawa termasuk DKI, kemudian di tambah dengan Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan,

ini akan menjadi priotitas kami ya, untuk menyusun sebuah organisasi yang terintegrasi, dimana di dalamnya harus terdapat unsur tokoh masyarakat di daerah. Karena kalau penjelasan yang di sampaikan hanya oleh Pemerintah tanpa melibatkan tokoh lokal rasanya akan sulit untuk di pahami masyarakat. Jadi semua kekuatan yang ada di daerah harus kita ikut sertakan dan setiap keputusan yang di keluarkan oleh Pemerintah Daerah di harapkan sudah di komunikasikan sebelumnya pada masyarakat. Sehingga ketika kebijakan di buat tidak ada lagi masyarakat yang keberatan termasuk bagaimana untuk menekankan pentingnya pasar agar tidak menjadi episentrum. Banyak tokoh-tokoh dan pejabat yang sudah membagikan masker di pasar tetapi kenyataannya masih ada juga yang maskernya sekedar di tempelkan di bagian badan bahkan ada yang di gantung juga Bapak Pimpinan kami dengar teman-teman yang di lapangan ada Pak Lilik sudah di kasih face shield, face shield nya di gantung begitu. Jadi memang masih belum sempurna. Tapi kita tidak boleh menyerah kita tidak boleh lelah semua upaya harus kita lakukan ini semuanya adalah untuk memberikan suatu pengetahuan kepada masyaraklat tentang masalah covid ini.

Tidak cukup hanya cuci tangan saja, tanpa di imbangi dengan jaga jarak, jaga jarak sangat mudah diucapkan tetapi paling sulit di lakukan. Pakai masker, ada orang tidak pakai masker kita bisa langsung kasihkan masker. Kemarin Pak Ace di Merauke saya keluarkan masker saya sudah habis kecuali masker kain, Pak ace bilang ini saya punya akhirnya Pak Ace memberikan masker kepada wartawan yang bertanya kepada Bapak Menko PMK, jadi tepuk tangan untuk Pak Ace dulu.

Jadi kemanapun kita pergi tidak cukup kita hanya memegang satu masker di dalam wajah kita. Saya pun sekarang lebih banyak lagi maskernya Pak Ace. Karena kemarin kehabisan jadi sekarang agak banyak. Jadi ini semuanya adalah langkah-langkah kita yang harus kita lakukan. Hari ini pun saya belajar untuk mulai apa namanya datang sampai jam sekarang saya tidak lepas masker. Jadi saya praktek ini, jadi mulai datang di ruangan ini sampai dengan sekarang saya belum lepas masker. Jadi kalau nanti saya izin 1 menit minum saja mohon dimaafkan.

Saya rasa demikian Bapak Pimpinan dan segenap Anggota Komisi VIII DPR RI sekalian mohon maaf kalau kami mungkin masih belum bisa memenuhi sejumlah harapan dari Bapak/Ibu sekalian. Tapi percayalah kami akan tetap berusaha bekerja keras semaksimal mungkin. Sekarang saya sudah sedikit agak relax ini Pak Ihsan. Kalau 3 bulan pertama, saya memang betul saya 100% tinggal di kantor tidak kemana-mana. Sekarang kalau hari libur saya boleh dong pulang kerumah. Jadi kalau hari jumat malam selesai rapat-rapat terahir biasanya sebelum saya tinggalkan kantor kami ada vikon, saya pulang kemudian saya kembali lagi hari minggu sore dan rutin setiap minggu malam kami pastivkon untuk evaluasi, evaluasi yang berhubungan dengan apa yang sudah di kerjakan selama 1 minggu terahir dan juga evaluasi apa yang akan kita lakukan untuk perbaikan pada hari berikutnya

terutama Hari Senin yang sangat selalu padat di tempat-tempat stasiun kereta

Dokumen terkait