• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISA PENELITIAN,

C. Kepemimpinan Islam

Kepemimpinan dalam Islam merupakan usaha menyeru manusia kepada amar makruf nahi mungkar, menyeru berbuat kebaikan dan melarang manusia berbuat keburukan. Kepemimpinan Islam adalah perwujudan dari keimanan dan amal saleh. Oleh karena itu seorang pemimpin yang

untuk kebendaan, penumpukan harta, bukanlah kepemimpinan Islam yang sebenarnya meskipun si pemimpin tersebut beragama Islam, berlabelkan Islam. Sebagaimana dipahami, bahwa tidak semua orang layak, mampu atau berhak memimpin. Kepemimpinan adalah bagi dia atau mereka yang layak dan berhak saja. Sejumlah pendapat mengatakan bahwa dianggap telah melakukan satu pengkhianatan terhadap agama apabila diangkat seorang pemimpin yang tidak layak. Di dalam Islam, pemimpin kadangkala disebut imam tapi juga khalifah (https://dedyaryono.wordpress.com).

Kepemimpinan adalah fakta sosial yang tidak bisa dihindarkan untuk mengatur hubungan antara individu yang terhubung dalam satu masyarakat. Islam mendorong umatnya untuk mengatur kehidupan bersama dalam masyarakat, yakni dengan menunjuk seseorang yang dipercaya mampu memimpin dan memberikan petunjuk atas segala persoalan kehidupan (Sinn, 2006: 127).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan dalam islam adalah kepemimpinan yang mampu mengatur, mempengaruhi dan menggerakan masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu. Selain itu juga pemimpin diharapkan bisa mengemban amanah dengan baik dan memberikan petunjuk atas segala persoalan kehidupan dalam bermasyarakat.

1. Model Kepemimpinan

Menurut Sinn (2006: 131) model kepemimpinan dibagi menjadi tiga: a. Model Demokrasi

Model kepemimpinan ini merupakan hasil kesepakatan bersama melalui sebuah diskusi dan pemikiran kolektif. Model kepemimpinan ini pemimpin berperan untuk memimpin daan mengatur jalanya diskusi (musyawarah), serta memberikan masing masing individu untuk mengungkap pendapatnya.

b. Model Autoritarian

Di dalam model kepemimpinan ini seorang pemimpin memiliki wewenang mutlak untuk menentukan program atau kebijakan tanpa harus meminta pertimbangan dan bermusyawarah dengan masyarakat. Model ini cenderung memaksa rakyat untuk mematuhi segala perintahnya tanpa meraka mengetahui tujuan yang akan dicapai.

c. Model Laissezfaire

Dalam model kepemimpinan ini seorang pemimpin bersifat pasif. Memberirak kebebasan mutlak kepada rakyat untuk mengambil keputusan. Di dalam model ini pemimpin hanya menyampaikan informasi dan kebijakan penting dan menyediakan fasilitas untuk masyarakat.

Dari tiga model kepemimpinan di atas dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan demokrasi dianggap ideal karena pemimpin dan

kepemimpinan dalam islam dibangun dengan prinsip pertengahan, moderat dalam memandang persoalan. Tidak memberikan kekuasaan secara otoriter, atau kebebasan secara mutlak sehingga bebas dari nilai-nilai.

2. Prinsip-Prinsip Kepemimpinan dalam isalam

Menurut Kayo (2005: 127) menyatakan bahwa kepemimipnan memiliki tiga prinsip-prinsip dalam islam:

a. Seorang pemimpin harus memiliki kepribadian yang harmonis, jiwa yang mantab, emosi yang stabil, serta kesadaran yang tinggi, terutama untuk memperjuangkan cita-cita organisasi atau persatuan maupun kebutuhan amggota kelompok yang dipimpinnya.

b. Seeorang pemimpin harus mampu dan dapat menempatkan diri sebagai pembawa obor kebenaran dengan memberikan contoh teladan yang baik, karena dia adalah uswatun hasanah.

c. Di dalam Islam seorang pemimpin harus memiliki kualitas yang sangat tinggi. Sebab sejarah telah membuktikan hingga abad kedelapan masehi, Islam telah berkembang dengan pesat sekali dan mendapat tempat dihati umat karena pemimpin sendiri benar nbenar dapat memahami dan menghayati hakikat ajaran islam secara komprehensif, terutama dalam masalah-masalah akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah.

D. Religiusitas

Religiusitas atau keberagamaan menurut Mudzakkir (2013: 373) adalah kristal-kristal dalam nilai agama dalam manusia yang terbentuk melalui proses internalisasinilai nilai agama sejak dini. Religiusitas akan terbentuk menjadi kristal nilai pada akhir usia anak dan berfungsi pada awal remaja. Kristal nilai yang terbentuk akan menjadi sikapp atau perilaku dalam kehidupan.

Menurut Nasori dan Subandi (2010: 87) adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan seberapa dalam atas agama yang dianut. Religiusitas adalah sikap keberagamaan seseorang atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan agama. Religiusitas menurut ajaran Islam dapat diketahui melalui beberapa aspek penting yaitu: aspek keyakinan terhadap ajaran agama (akidah), aspek kataatan terhadap ajaran agama (syari'ah atau ibadah), aspek penghayatan terhadap ajaran agama (ihsan), aspek pengetahuan terhadap ajaran agama (ilmu) dan aspek pelaksanaan ajaran agama dalam kehidupan sosial (muamalah yang dipandu akhlaq al-karimah).

Menurut Sahlan (2011: 39) Religiusitas (keberagamaan) adalah merupakan suatu sikap atau kesadaran yang muncul yang didasarkan atas keyakinan atau kepercayaan seseorang terhadap suatu agama.

Jadi religiusitas merupakan suatu keadaan yang ada didalam diri seseorang yang mendorong untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar

kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif, perasaan terhadap agama sebagai unsur afektif, dan perilaku terhadap agama sebagai unsur konaif. Jadi, Religiusitas adalah intergrasi secara kompleks antara pengetahuan agama perasaan agama, dan tindakan keagamaan dalam diri seseorang.

1. Aspek-Aspek Dimensi Dalam Religiusitas

Menurut Golk dan Strak dalam Subandi (2013: 88) ada lima aspek atau dimensi dalam religiusitas:

a. Dimensi Keyakinan

Dimensi ini berisi tentang pengharapan-pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-daktrin tersebut. Setiap agama mempunyai keyakinan sendiri-sendiri dan mempertahankan seperangkat kepercayaannya dimana penganut diharapkan akan taat. Walaupun demikian keyakinan itu bervariasi tidak hanya diantara agama-agama , tetapi sering kali juga diantara tradisi-tradisi dalam agama yang sama. b. Dimensi Praktek Agama

Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktik keagamaan ini terdiri atas dua kelas penting, yaitu ritual dan ketaatan.

c. Dimensi Pengalaman

Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi, dan sensasi-sensasi yand dialami seseorang

atau diidentifikasikan oleh suatu kelompok keagamaan (atau suatu masyarakat) yang melihat komunikasi, walaupun kecil, dalam satu esensi ketuhanan, yaitu dengan tuhan.

d. Dimensi Pengamalan

Dimensi ini berkaitan dengan sejauh mana perilaku individu motivasi oleh ajaran agamanya didalam kehidupan sosial.

e. Dimensi Pengetahuan Agama

Dimensi ini berkaitan dengan sejauh mana individu mengatahui, memahami tentang ajaran-ajaran agamanya, terutama yang bersumber didalam kitab suci dan sumber lainya.

2. Sikap Religiusitas

Alasan digunakanya kelima dimensi tersebut karana cukup relevan dan mewakili keterlibatan agama pada setiap orang dan bisa diterapkan didalam kehidupan. Selain dimensi religiusitas juga terdapat beberapa sikap religiusitas yang tampak dalam diri seseorang. Menurut Hendricks dan Kate beberapa sikap religius tersebut (Sahlan, 2011: 39) yaitu:

a. Kejujuran

Rahasia untuk meraih sukses menurut mereka adalah dengan selalu berkata jujur. Meraka menyadari bahwa dengan berkata tidak jujur kepada pelanggan orang tua, pemerintah dan masyarakat akan mengakibatkan diri mereka sendiri terjebak dalam kesulitan yang

berlarut-larut. Total dalam kejujuramn menjadi solusi, meskipun kenyataanya begitu pahit.

b. Keadilan

Mampu bersikap adil kepada semua pihak, bahkan saat ia terdesak sekalipun adalah salah satu skill seseorang dalam religius. Bahkan apabila tidak bersikap adil adalah mengganggu keseimbangan dunia.

c. Bermafaat bagi orang lain

Hal ini meruapakan salah sayu bentuk sikap religius yang tampak dari dalam diri seseorang. Sebagai mana sabda Rosullah: “Sebaik -baiknya manusia adalah manusia yang paling bermanfaat bagi orang lain”.

d. Rendah hati

Sikap rendah hati merupakan sikap tidak sombong mau mendengarkan pendapat orang lain yang tidak memaksakan gagasan atau kehendaknya. Dia tidak merasa bahwa dirinyalah yang selalu benar mengingat kebenaran juga selalu ada pada diri orang lain.

e. Bekerja efisien

Mereka mampu memusatkan semua perhatian mereka pada pekerjaan selain itu, mereka menyelesaikan pekerjaan selanjutnya. Mereka menyelesaikan pekerjaannya dengan santay. Namun mampu memusatkan perhatian mereka saat belajar dan bekerja.

f. Visi kedepan

Mereka mampu mengajak orang kedalam angan anganya. Kemudian menjabarkan begitu terinci, cara-cara untuk menuju kesana. Tetapi pada saat yang sama ia dengan mantab menatap realitas masa kini.

g. Disiplin tinggi

Mereka sangatlah disiplin. Kedisiplinan mereka tumbuh dari semangat penuh gairah dan kesadaran, buakan berangkat dari keharusan dan keterpaksaan. Mereka menganggap bahwa tindakan yang berpegang teguh pada komitmen untuk kesuksesan diri sendiri dan orang lain adalah hal yang dapat menumbuhkan energi tingkat tinggi. h. Keseimbangan

Seseorang yang memiliki sifat religius sangan menjaga keseimbangan hidupnya, khususnya empat aspek inti dalam kehidupanya, yaitu: keintiman, pekerjaan, komunitas dan spiritualitas.

Didalam kedelapan sifat religiusitas tersebut seseorang diharapkan mampu diwujudkan kedalam kehidupannya. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan ritual, tetapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kelakuan supranatural. Didalam religusitas seseorang diharapkan yakin , dan percaya terhadap suatu agama.

E.Kinerja

Kinerja merupakan perwujudan dari hasil karya seseorang yang pada saatnya akan menentukan keseluruhan dari keberhasilan seseorang, faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan apakah seseorang akan bekerja lebih baik atau berprestasi lebih baik

Menurut Wibowo (2007: 7) Kinerja berasal dari pengertian performance. Adapula yang memberikan pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja meruapakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi pada ekonomi. Dengan demikian, Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut, tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya.

Pendapat Bacal (2011: 162) yang menyatakan kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan waktu.

Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara

keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan/pegawai.

1. Variabel Yang Mempengaruhi Kinerja

Chushway (2014: 18) menyatakan terdapat tiga kelompok variabel yang mempengaruhi kinerja dan perilaku yaitu:

a. Variabel individu yang meliputi kemampuan dan keterampilan, fisik maupun mental, latar belakang, pengalaman dan demografi, umur dan jenis kelamin, asal usul dan sebagainya. Kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu, sedangkan demografi mempunyai hubungan tidak langsung pada perilaku dan kinerja,

b. Variabel organisasi, yakni sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan,

c. Variabel psikologis, yakni persepsi, sikap, kepribadian, belajar, kepuasan kerja dan motivasi. Persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang komplek dan sulit diukur serta kesempatan tentang pengertiannya sukar dicapai, karena seseorang individu masuk dan bergabung kedalam suatu organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang, budaya dan ketrampilan yang berbeda satu sama lainnya. 2. Penilaian Kinerja

Untuk meningkatkan daya saing perusahaan maka penilaian kerja sangatlah penting. Menurut Susanti (2011: 63) Penilaian kinerja adalah

tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi prestasi kerja karyawan. Untuk bersaing, perusahaan harus memperbaiki kinerja perusahaan dengan cara menekan biaya, inovasi produk dan proses, memperbaiki kualitas, produktivitas, dan percepatan masuk pasar. Jenis-jenis prestasi kerja dikategorikan menjadi 3 Jenis-jenis, antara lain:

a. Penilaian Prestasi Kerja Berdasarkan Hasil

Kriteria yang dipakai dalam penelitian ini adalah hasil akhir yang dapat dicapai. Sasaran yang harus dicapai dalam penilaian ini telah ditetapkan lebih dahulu. Penetapan sasaran tersebut seringkali dengan tujuan untuk lebih memotivasi dan dilakukan atas prestasi karyawan, sehingga karena merasa bahwa tujuan ini mereka sendiri yang menetapkan, maka dia akan berusaha mencapainya.Dalam tipe ini penilaian cenderung tidak memperhatikan perilaku, sehingga hasil dari penilaian ini tidak dapat menggambarkan prestasi kerja secara keseluruhan.

b. Penilaian Prestasi Kerja Berdasarkan Perilaku

Beberapa jenis pekerjaan sering tak bisa diukur secara kuantitatif, namun harus dilakukan secara kualitatif, sehingga dibuat skala untuk mengukur prestasi kerja secara lebih teliti dengan memasukkan unsur kualitatif perilaku.

c. Penilaian Prestasi Kerja berdasarkan Kebijaksanaan

1) Jumlah pekerjaan yang mampu dilakukan dalam suatu periode waktu yang telah ditentukan (quality of work).

2) Mutu pekerjaan yang dihasilkan berdasarkan syarat-syarat yang telah diterapkan .

3) Pengetahuan tentang pekerjaan dan keterampilan (job knowledge and skill).

4) Gagasan-gagasan yang disampaikan dan dimunculkan dalam membantu penyelesaian permasalahan yang ada ( creativeness). 5) Kesediaan untuk bekerja sama dengan unit kerja masing-masing

(cooperation).

6) Kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian pekerjaan (dependability).

7) Semangat untuk melaksanakan tugas yang baru dan memperbesar tanggung jawab (initiative).

BAB III

METODE PENELITIAN

Dokumen terkait