• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG PENGELOLAAN

B. Fungsi-Fungsi Manajerial dalam Pengelolaan

3. Kepemimpinan (Leadership)

Kepemimpinan merupakan salah satu fungsi manajemen yang selalu ada dalam organisasi. Kepemimpinan dapat digunakan oleh setiap orang dalam segala situasi, dan dalam segala tingkatan di dalam organisasi. Oleh karena itu kepemimpinan harus dipelajari dan dikembangkan karena kepemimpinan mempunyai posisi yang sangat penting dan menentukan dalam sebuah lembaga atau organisasi.

a. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan pada dasarnya adalah sebuah tindakan untuk “memengaruhi, memotivasi, dan mendorong orang lain agar mereka memiliki antusiasme untuk mengambil bagian dalam semua usaha guna mencapai tujuan bersama”. Yang paling utama dari sebuah kepemimpinan adalah memusatkan perhatian pada fungsi bukan pada status. Fungsi kepemimpinan harus dipahami sebagai suatu kesempatan untuk melayani bukan dijadikan kesempatan untuk merasa memiliki sebuah kedudukan (Madya Utama, 2015:4).

Wursanto (2003:196) mengutip Ordway mengatakan, kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain untuk bekerja sama guna mencapai tujuan tertentu yang diinginkan. Arianto (2013:92) mengutip Hughes

mengatakan kepemimpinan merupakan sebuah fenomena kompleks yang melibatkan unsur manusia sebagai pemimpin, unsur pengikut, dan situasi. Musakabe (2009:7) mengatakan, kepemimpinan adalah:

Suatu seni (art) dan ilmu (science) untuk mempengaruhi orang lain atau

orang-orang yang dipimpin sehingga dari orang-orang yang dipimpin timbul suatu kemauan, respek, kepatuhan dan kepercayaan terhadap pemimpin untuk melaksanakan yang dikehendaki oleh pemimpin, atau tugas-tugas dan tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah sebuah tindakan mempengaruhi, memotivasi, dan mendorong orang lain untuk bekerja sama sehingga dari orang-orang yang dipimpin timbul suatu kemauan, respek, kepatuhan dan kepercayaan untuk melaksanakan tugas-tugas secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan yang diinginkan.

b. Fungsi Kepemimpinan

Kesuksesan kepemimpinan seorang pemimpin ditentukan oleh bagaimana dan seberapa besar pemimpin dapat mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya. Maka seorang pemimpin perlu menyadari fungsi-fungsi yang dilakukan dalam kelompoknya agar kelompok berjalan dengan efektif. Dua fungsi utama yang harus dijalankan oleh seorang pemimpin yakni:

1) Fungsi-fungsi yang berhubungan dengan tugas atau pemecahan masalah:

fungsi ini menyangkut pemberian saran penyelesaian, informasi dan pendapat.

2) Fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok: fungsi ini mencakup segala sesuatu

yang dapat membantu kelompok berjalan lebih lancar, persetujuan dengan kelompok lain, penengahan perbedaan pendapat (Hani Handoko, 2009:299).

Torang (2014:71) mengutip Rivai secara operasional membedakan lima fungsi kepemimpinan, yaitu:

1) Fungsi instruktif, yakni fungsi yang mengindikasikan seorang pemimpin

hanya melakukan komunikasi satu arah.

2) Fungsi konsultatif, yakni fungsi yang mengindikasikan seorang pemimpin

melakukan komunikasi dua arah. Pemimpin berkonsultasi dengan bawahannya sebelum mengambil keputusan bahkan setelah keputusan diambil untuk

memperoleh informasi balikan (feed back) untuk memperbaiki dan

menyempurnakan keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan.

3) Fungsi partisipasi, yakni fungsi yang bertujuan untuk lebih mengaktifkan

bawahan dengan jalan melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan, namun pemimpin tetap dalam fungsinya sebagai pemimpin bukan pelaksana.

4) Fungsi delegasi, yaitu pelimpahan wewenang kepada bawahan.

5) Fungsi pengendalian, diimplementasikan dalam bentuk bimbingan,

pengarahan, koordinasi, dan pengawasan. Fungsi ini dimaksudkan agar seorang pemimpin dapat mengarahkan, mengatur, dan mengkoordinasikan aktivitas bawahannya.

c. Gaya Kepemimpinan

Dewasa ini, banyak teori yang muncul mengenai kepemimpinan. Gaya kepemimpinan sangat bergantung pada situasi atau macam orang yang memimpin. Oleh karena gaya kepemimpinan tidak dapat disamakan antara pemimpin yang satu dengan yang lainnya. Tidak ada gaya kepemimpinan yang cocok untuk semua situasi. Maka seorang pemimpin harus siap menyesuaikan gayanya dengan keadaan. Para pemimpin yang paling efektif mencocokkan gaya kepimpinan

mereka dengan situasi seperti, gaya kerja yang mereka sukai, sifat-sifat kepribadian, serta hakikat dari tugas dan kelompok. Ada lima dasar gaya kepemimpinan menurut Armstrong (1988:105) yakni;

1) Menyuruh (tells), pemimpin menentukan pekerjaan dan menyuruh bawahan

untuk mengerjakannya.

2) Meyakinkan (reassure), pemimpin menentukan apa yang harus dikerjakan dan

menjelaskan bagaimana mengerjakannya.

3) Menguji (test), pemimpin menentukan batasan, meminta pendapat, jika perlu

mengubah keputusannya sebelum memulai mengerjakannya.

4) Konsultasi (consults), pemimpin menentukan masalah, mengusulkan alternatif

tindakan, dan meminta saran mengenai tindakan yang akan dilakukan.

5) Menghubungkan (joins), pemimpin menentukan masalah dan menghubungkan

proses pencarian alternatif tindakan, mengevaluasinya dan membuat keputusan akhir.

Menurut Hani Handoko (2009:299), para peneliti telah mengidentifikan dua gaya kepemimpinan, yakni:

1) Gaya kepemimpinan dengan orientasi tugas: gaya kepemimpinan ini

mengarahkan dan mengawasi bawahan secara tertutup untuk menjamin bahwa tugas yang dilaksanakan sesuai dengan yang diinginkannya. Pemimpin dengan gaya ini lebih memperhatikan pelaksanaan pekerjaan dari pada pengembangan dan pertumbuhan karyawan.

2) Gaya kepemimpinan dengan orientasi karyawan: gaya kepemimpinan ini

mencoba untuk lebih memotivasi bawahan dibanding mengawasi mereka. Mendorong para anggota kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas dengan

memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta menjaga hubungan saling percaya, menghormati dan menghargai dengan para anggota.

Torang (2014:66-67), mengemukakan pendapat Rivai bahwa gaya kepemimpinan dapat digunakan untuk mengidentifikasi tipe-tipe pemimpin. Ada lima tipe pemimpin yakni:

1) Tipe otokratik/otoriter: menempatkan kekuasaan di tangan pimpinan

(penguasa tunggal). Posisi bawahan hanya pelaksana keputusan, perintah, bahkan pelaksana apa yang diinginkan pimpinan. Pimpinan menganggap dirinya tidak ada kelemahan sehingga tidak menganggap potensi yang dimiliki bawahan. Dalam proses pengambilan keputusan pemimpin yang memiliki tipe ini tidak melibatkan orang lain atau bawahannya.

2) Tipe paternalistic: pemimpin mengambil keputusan sendiri tanpa melibatkan

bawahannya, hubungan dengan bawahan diposisikan dalam hubungan bapak dan anak, memperhatikan pemenuhan kebutuhan fisik bawahannya dengan maksud agar bawahannya melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.

3) Tipe kharismatik: pemimpin selalu menjaga keseimbangan antara pelaksanaan

tugas dan komunikasi atau hubungan baik dengan bawahannya. Hubungan antara pemimpin dengan bawahan berorientasi rasional dan bukan berorientasi kekuasaan.

4) Tipe Laissez faire: pemimpin mengutamakan orientasi hubungan dari pada

hubungan antara pemimpin dengan bawahan terjalin dengan harmonis, maka bawahan termotivasi menyelesaikan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab.

5) Tipe demokratik: pemimpin menempatkan bawahan sebagai faktor utama dan

terpenting. Bawahan ditempatkan sebagai subjek yang memiliki keinginan, kebutuhan, kemampuan, pendapat, kreativitas dan inisiatif yang berbeda-beda dan harus dihormati. Tipe kepemimpinan ini mengindikasikan kepemimpinan yang aktif, dinamik dan terarah. Dalam mengambil keputusan selalu mengedepankan musyawarah.

d. Ciri-Ciri Pemimpin yang Efektif

Secara umum kepemimpinan itu diartikan sebagai pemimpin. Kepemimpinan juga sering diasosiasikan sebagai orang yang memimpin. Berarti secara umum dapat disimpulkan bahwa, kepemimpinan adalah orang yang memimpin suatu organisasi atau lembaga. Sehubungan dengan hal tersebut Robbins dan Coulter dalam Arianto (2013:99-100) menguraikan ciri khusus seorang pemimpin yang efektif sebagai berikut:

1) Drive (dapat mengarahkan): pemimpin adalah motor penggerak yang dapat

mengarahkan bawahannya untuk mencapai tujuan. Pemimpin adalah orang yang memiliki motivasi yang tinggi, bersikap ambisius dan banyak energi dalam mencapai tujuan. Mereka bukan tipe yang mudah menyerah dalam melakukan tugas-tugas dan selalu berinisiatif melakukan suatu perubahan.

2) Desire to lead (keinginan untuk memimpin): pemimpin harus memiliki

Posisi sebagai seorang pemimpin harus disadari sebagai tanggung jawab dan konsekuensi yang besar.

3) Honesty and integrity (kejujuran dan integritas): pemimpin membangun

sebuah hubungan dengan pengikutnya yang dilandasi dengan rasa percaya satu sama lain. Pemimpin yang baik harus selaras antara apa yang diucapkan dengan apa yang dilakukan. Hal ini akan memunculkan rasa percaya yang tinggi dari pengikut terhadap pemimpinnya.

4) Self confidence (rasa percaya diri): pemimpin harus mempunyai rasa percaya

diri yang tinggi. Rasa percaya diri yang tinggi perlu ditunjukkan untuk memberikan kepastian bagi para pengikut bahwa mereka melakukan sesuatu yang benar dan sedang mencapai sebuah tujuan yang berarti.

5) Intelligence (kecerdasan): pemimpin perlu kecerdasan yang cukup untuk

melakukan proses pengumpulan, sintesis, analisis, dan interpretasi dari sekian banyak informasi yang masuk.

6) Job-relevant knowledge (pengetahuan yang relevan tentang pekerjaan):

pemimpin yang efektif harus memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang perusahaan, dan hal-hal teknis dalam melakukan pekerjaannya. Tingkat pengetahuan yang tinggi dan mendalam memungkinkan seorang pemimpin dapat mengambil keputusan dengan tepat.

7) Extraversion (energik): pemimpin haruslah penuh energik, periang, mudah

bersosialisasi dan jarang sekali bersikap diam. Mereka harus menunjukkan energi positif terhadap pengikutnya.

Kesuksesan seorang pemimpin tidak terlepas dari kesuksesan yang dicapai oleh orang-orang yang dipimpinnya. Oleh karena itu seorang pemimpin perlu

mengembangkan kepemimpinan berbasis keteladanan. Karakteristik pemimpin yang berbasis keteladanan adalah pemimpin yang melayani; pemimpin yang melayani adalah sikap pemimpin yang rendah hati, pemimpin yang bertanggung jawab, pemimpin yang perasaan dan pikirannya berjalan seimbang, setia dan dapat diandalkan, mampu bekerja, dapat bekerja sama, menjadi motivator bagi bawahannya (Chen, 2011:49-53).

e. Roh Kepemimpinan

Roh merupakan semangat atau daya dorong yang berasal dari kedalaman hati dan jiwa seseorang untuk melakukan sesuatu. Pemimpin tidak boleh kehilangan roh kepemimpinannya. Tanpa roh kepemimpinan, posisi sebagai pemimpin tidak ada artinya. Roh kepemimpinan meliputi sejumlah faktor yakni kepercayaan, tanggung jawab, kehormatan, akseptabilitas, visi pemimpin, kewibawaan, keteladanan, kebijaksanaan dan keimanan. Roh kepemimpinan jika diumpamakan seperti manusia yang terdiri atas badan dan jiwa, posisi atau jabatan formal seorang pemimpin adalah badan, sedangkan roh kepemimpinan adalah jiwa (Musakabe, 2009:13).

Kepemimpinan merupakan kepercayaan dari Tuhan kepada seseorang untuk memimpin suatu kelompok, organisasi, lembaga pemerintahan atau swasta untuk menjalankan perintah Tuhan dalam mencapai tujuan yang ditentukan. Wujud fisik pemberian kepercayaan dari Tuhan ini bisa beragam. Pada zaman Perjanjian Lama pemimpin yang dipilih dan diutus Allah diurapi kepalanya dengan minyak seperti Nabi utusan Allah. Pada zaman modern, kepercayaan dari Allah diwujudkan dengan surat keputusan, pelantikan, penyerahan tongkat

kepemimpinan misalnya sebagai kepala Negara, kepala pemerintahan, kepala yayasan, pemimpin gereja, atau pemimpin perusahaan. Apapun wujud pemberian kepercayaan dari Tuhan, yang paling penting adalah seseorang meyakini bahwa tugas kepemimpinan adalah kepercayaan dari Tuhan yang dianugerahkan kepadanya. Maka, pemimpin harus mengembangkan kepercayaan tersebut menjadi ciri khas pemimpin yang baik, jujur, dapat dipercaya, setia, menjaga keutuhan jasmani dan rohaninya, menjalin relasi pribadi dengan bawahan, bersikap adil, dan penuh cinta. Roh kepemimpinan itu terletak pada integritas antara kata dan tindakan (Musakabe, 2009:14).

Konstitusi Tarekat PRR art. 402 menekankan bahwa penggunaan kekuasaan harus berpedoman pada kata-kata dan perbuatan Tuhan yang datang untuk melayani bukan untuk dilayani (Mrk, 10:45), ini berarti tugas kepemimpinan harus dijalankan dengan penuh kesadaran sebagai seorang pelayan bukan sebagai penguasa.

Seorang pemimpin harus memiliki jiwa melayani. Ambisi pribadi untuk mendapatkan kekuasaan tidak menjamin keberhasilan organisasi yang sedang dipimpinnya. Pemimpin dalam menjalankan tugasnya hendaknya benar-benar menjiwai semangat pelayanan Yesus utusan Bapa dan dalam Roh, karena wibawa sebenarnya justru terletak dalam semangat pelayanan (Konstitusi Tarekat PRR art.407). Maka, posisi kepemimpinan tidak akan memiliki makna tanpa roh kepemimpinan.

Roh kepemimpinan terletak pada visi yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Visi pemimpin harus memberikan arah dan pandangan jauh ke depan serta harapan-harapan kepada pengikutnya agar mereka termotivasi untuk

menjalankan yang dikehendakinya. Seorang pemimpin perlu memiliki antusiasme yang tinggi, gairah dan semangat serta minat yang besar untuk mengubah sebuah harapan menjadi kenyataan (Musakabe, 2009:17). Mewujudkan visi membutuhkan hati yang tergerak dan bergerak, yakni hati yang sedemikian terikat dan menyatu dengan hati Allah Bapa yang selalu tergerak dan bergerak memberi jawaban terhadap jeritan dan kebutuhan manusia. Hati insani manusia ditempatkan dan disatukan dengan hati Ilahi. Hati dijadikan tempat kesadaran hidup yang ditandai anugerah Roh sebagai kekuatan untuk mewujudkan visi melalui misi (Darminta, 2013:48).

Kepemimpinan merupakan tanggung jawab untuk menjalankan misi yang dipercayakan Tuhan kepada seorang pemimpin. Roh kepemimpinan terletak pada rasa tanggung jawab seorang pemimpin dalam menjalankan misi melalui tugas- tugas yang diembannya. Rasa tanggung jawab seorang pemimpin diwujudkan dalam kemauan, kerelaan berkorban, dan keberanian mengambil risiko untuk kepentingan organisasi maupun orang-orang yang dipimpinnya (Musakabe, 2009:15). Seorang pemimpin perlu mengembangkan karakter kerohanian berdasarkan kekuatan salib bersama Yesus. Dengan karakter kerohanian, pemimpin mampu membangun kesadaran diri yang membuahkan ketelitian, tekun penuh kepercayaan mengarungi hidup yang berubah dan menjadi baru, tertib memanfaatkan anugerah roh bagi diri dan sesama dalam menjalankan kehendak Tuhan (Darminta, 2013:49). Seorang pemimpin hendaknya menunaikan tugas mereka bersama dengan anggota lain yang dipercayakan kepadanya, berusaha membentuk komunitas persaudaraan dalam Kristus, di mana Tuhan dicari dan dicintai melebihi segala sesuatu (Konstitusi Tarekat PRR art. 411).

Keteladanan seorang pemimpin merupakan perwujudan dari roh kepemimpinan. Keteladanan merupakan sikap, tingkah laku yang menjadi contoh bagi orang lain. Keteladanan seorang pemimpin harus terlahir dari kedalaman jiwa yang jujur, sehingga sifat-sifat baiknya dirasakan oleh orang-orang yang dipimpinannya, dengan berpolakan pada kepemimpinan Yesus Gembala yang baik. Sebagai Gembala Yesus mengenal domba-dombaNya, Ia menyapa mereka dengan namanya masing-masing, menaruh perhatian, membimbing, mencintai mereka serta mengutamakan keselamatan bagi mereka yang dipimpinNya (bdk. Yoh 10:14-15). Seorang pemimpin melaksanakan kepemimpinannya mengalir dari rasa cinta yang tulus kepada orang-orang yang dipimpinnya (Madya Utama, 2015:10). Roh keteladanan seorang pemimpin akan terpancar lewat kualitas kepemimpinannya, yakni: kemampuan mengambil keputusan dalam lingkup yang luas, pengetahuan dan pengalaman dalam menangani suatu lembaga, mengambil risiko, berinisiatif dan mampu melakukan pembaharuan. Memiliki kemampuan mewujudkan visi melalui misi, berpikir kritis, analitis, dan akademis. Semangat persaudaraan/loyalitas dan memotivir orang lain ke arah loyalitas dan persatuan, mengalami pengalaman mistik bersama Allah, peka akan masalah keadilan dan mau bersikap adil terhadap hak orang kecil, mencintai Gereja dan mengambil bagian dalam perkembangan Gereja ( Konstitusi Tarekat PRR art. 411.7).

Kedalaman hidup merupakan roh kepemimpinan yang harus dimiliki oleh

seorang pemimpin. Duc in Altum…Bertolaklah ke tempat yang dalam (Luk, 5:2-

6), Simon Petrus memprioritaskan Yesus, dia taat menjalankan perintah-Nya. Simon ingin bertolak ke tempat yang lebih dalam, mengenal Yesus lebih dekat dan mendalam. Simon menyadari bahwa Yesus ingin menyiapkan dirinya untuk

menjadi seorang pemimpin. Seorang pemimpin mesti memiliki kedalaman hidup, kerohanian yang berakar kuat, tidak mudah goyah atau putus asa. Kedalaman hidup seorang pemimpin memampukannya memiliki sikap siap sedia dan taat menjalankan tugas. Ketaatannya dalam menjalankan tugas, dipandang sebagai ketaatan kepada Yesus yang mempercayakan tugas kepemimpinan kepadanya (Mintara, 2014:6).

4. Koordinasi (Coordination)

Dokumen terkait