• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG PENGELOLAAN

B. Fungsi-Fungsi Manajerial dalam Pengelolaan

1. Perencanaan (Planning)

Perencanaan adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya yang harus dilakukan, kapan, bagaimana dan oleh siapa. Perencanaan

merupakan proses dasar di mana manajemen memutuskan tujuan dan cara mencapainya. Perencanaan dalam organisasi adalah esensial, karena kenyataannya bahwa perencanaan memegang peranan penting dan lebih dibanding fungsi manajemen yang lain yang sebenarnya hanya menjalankan keputusan-keputusan perencanaan (Hani Handoko, 2009:77)

Widjaya menguraikan bahwa perencanaan adalah:

Langkah-langkah “apa” (terkait dengan penentuan tujuan) yang akan dilakukan, “mengapa” (berkaitan dengan alasan atau motif perlunya kegiatan itu), “bagaimana” (terkait dengan prosedur kerja sasaran dan biaya) melakukannya, “bilamana” (terkait dengan pelaksanaan kegiatan; penahapan kegiatan sampai dengan selesai), “siapa” (terkait dengan orang- orang yang turut terlibat dalam pelaksanaan kegiatan), “penilaian” (berkaitan dengan kegiatan yang sedang dan telah selesai dilakukan), dan “faktor pendukung dan penghambat” (terkait dengan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pelaksanaan dan kegiatan) untuk maksud penyelesaian dan perubahan rencana agar tujuan dapat tercapai seefektif dan seefisien mungkin (Widjaya dalam Torang 2013:167).

Perencanaan itu suatu proses yang tidak berakhir bila sebuah rencana sudah ditetapkan, karena sebuah rencana harus diimplementasikan. Selama proses implementasi rencana-rencana mungkin memerlukan modifikasi agar tetap berguna. “Perencanaan kembali” kadang-kadang bisa saja terjadi. Oleh karena itu perencanaan tidak bersifat paten, tetapi harus mementingkan kebutuhan

fleksibilitas, agar mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi baru yang

mungkin berubah dalam proses implementasi.

Sukamti & Rinamurti (2013:25) mengatakan bahwa pada hakikatnya perencanaan adalah pemilihan (keputusan saat ini) terhadap kondisi masa depan yang kita kehendaki beserta langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mewujudkan kondisi tersebut. Seorang pemimpin yang efektif selalu membuat perencanaan untuk masa mendatang maupun menangani hal-hal yang sedang

terjadi sekarang. Ia membuat perencanaan untuk menanggapinya serta menyediakan orang-orang untuk melaksanakannya. Tidak adanya perencanaan strategis, akan menghadapkan orang untuk selalu memberikan reaksi dan menangani krisis demi krisis (Madya Utama, 2015:25).

Berdasarkan definisi yang sudah diuraikan di atas dapat disimpulkan, perencanaan adalah: Esensial yang berkaitan dengan pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan terhadap kondisi masa depan tentang apa tujuan yang akan dilakukan, mengapa perlunya kegiatan tersebut, bagaimana melakukannya, bilamana pelaksanaan kegiatan dimulai dan selesai, siapa yang akan melaksanakannya, serta mempertimbangkan faktor-faktor pendukung dan penghambat dan perlu menyediakan orang-orang untuk melaksanakannya.

 

b. Tujuan Perencanaan

Sukamti & Rinamurti (2013:27-28) terdapat empat tujuan perencanaan yakni:

1) Memberikan pengarahan, petunjuk atau pedoman, baik untuk manajer maupun

karyawan.

Dengan rencana semua dapat mengetahui apa saja yang harus mereka capai, bagaimana cara mencapainya, apa saja yang harus dikerjakan, peralatan apa yang akan digunakan, dengan siapa harus bekerja sama, serta apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Pengarahan yang tertuang dalam rencana membantu karyawan untuk bekerja tanpa harus menunggu perintah. Tanpa rencana bisa mengakibatkan orang dapat bekerja sendiri-sendiri, tanpa arah sehingga hasil kerja organisasi tidak efisien.

2) Mengurangi ketidakpastian (uncertainty) yang berkaitan dengan masa yang

akan datang. Dalam membuat perencanaan perlu ramalan-ramalan (forecast)

yang ketat karena berkaitan dengan waktu ke depan yang penuh dengan ketidakpastian. Maka dibutuhkan kepekaan dari manajer dalam melakukan

forecast. Hal esensial dari tujuan kedua ini adalah kemampuan manajer untuk

melihat jauh ke depan, meramalkan perubahan, memperkirakan dampak dari perubahan-perubahan, menetapkan waktu pelaksanaan dan menyusun rencana. Dengan adanya rencana organisasi akan bekerja mencapai target baik kualitas

maupun kuantitas sesuai dengan jangka waktu yang sudah ditetapkan.

3) Meminimalkan terjadinya pemborosan, baik dari segi waktu, biaya, maupun

energi yang dikeluarkan untuk mencapai produk tertentu. Kerja yang terarah dan terencana dapat mengurangi terjadinya pemborosan. Misalnya, dalam lembaga pendidikan tidak ada kelebihan tenaga guru, dengan demikian biayapun menjadi hemat.

4) Menetapkan tujuan dan standar yang digunakan dalam fungsi selanjutnya,

yaitu proses pengendalian dan pengevaluasian.

c. Manfaat Perencanaan

Sukamti & Rinamurti (2013:30-31) menguraikan beberapa manfaat dari perencanaan yakni:

1) Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan-

perubahan lingkungan

2) Membantu manajer dalam hal tanggung jawab yang lebih tepat.

4) Memungkinkan para manajer memahami dengan jelas gambaran operasional keseluruhan

5) Mempermudah para manajer dalam proses kristalisasi kesesuaian pada

masalah-masalah utama

6) Efisiensi menjadi lebih tinggi, penggunaan waktu dan biaya menjadi lebih

hemat.

7) Tujuan menjadi lebih jelas, terinci dan mudah dipahami.

8) Memberikan arah kepada manajer dan nonmanajer.

9) Mengurangi ketidakpastian

10)Meminimalkan pemborosan dan kekosongan

11)Menetapkan tujuan dan standar yang digunakan dalam pengendalian.

d. Jenis-Jenis Perencanaan

Sukamti & Rinamurti (2013:33-35) menguraikan jenis-jenis perencanaan menjadi tujuh jenis yakni:

1) Rencana Strategik: rencana yang diterapkan pada organisasi secara

keseluruhan dan menerapkan tujuan keseluruhan organisasi. Rencana strategik merupakan program umum untuk mencapai tujuan organisasi dalam pelaksanaan misi, juga merupakan langkah-langkah untuk menanggapi perubahan lingkungan yang terjadi terus menerus. Dengan kata lain, perencanaan strategi merupakan perencanaan jangka panjang yang formal untuk menentukan dan mencapai tujuan organisasi.

2) Rencana Operasional: merupakan pendefinisian tentang hal-hal yang harus

tujuan strategi tersebut. Misalnya, perencanaan produksi, perencanaan fasilitas, perencanaan pemasaran, dan perencanaan keuangan.

3) Rencana Jangka Pendek dan Rencana Jangka Panjang: perencanaan dengan

jangka waktu satu tahun atau bahkan kurang dari satu tahun. Sedangkan perencanaan jangka panjang merupakan perencanaan dengan jangka waktu lima tahun atau lebih, namun jumlah tahun semakin bervariasi dan cenderung semakin pendek karena ketidakpastian yang mungkin akan terjadi. Perencanaan jangka pendek lebih bersifat operasional, sedangkan jangka panjang bersifat strategis.

4) Rencana Spesifik: rencana yang didefinisikan secara jelas dan tidak

memberikan ruang kepada interpretasi. Rencana ini dibuat untuk mengurangi ketidakjelasan dan masalah yang terjadi karena kesalahpahaman.

5) Rencana Arahan: rencana fleksibel yang menentukan panduan umum.

6) Rencana Sekali Pakai: rencana yang digunakan satu kali dan ditujukan khusus

untuk memenuhi kebutuhan dalam situasi khusus.

7) Rencana Siaga: rencana yang terus berjalan dan memandu aktifitas-aktifitas

yang dilakukan berulang kali.

e. Tahap-Tahap Perencanaan

Hani Handoko (2009:79) menguraikan empat tahap dasar perencanaan yakni:

1) Menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan: perencanaan dimulai dengan

keputusan-keputusan tentang keinginan atau kebutuhan organisasi atau kelompok kerja. Dalam pengelolaan sebuah yayasan harus melewati tahap ini.

Penting mempertimbangkan kebutuhan unit-unit sebagai kelompok kerja dari yayasan. Tanpa rumusan tujuan yang jelas organisasi tidak dapat menggunakan sumber daya yang ada secara efektif.

2) Merumuskan keadaan saat ini: sangat penting memahami posisi organisasi

saat ini untuk mempertimbangkan sumber daya yang tersedia demi mencapai tujuan. Karena tujuan dan rencana menyangkut waktu yang akan datang. Tahap ini memerlukan informasi mengenai hal-hal yang dibutuhkan di unit kerja, maka perlu komunikasi dalam lembaga atau dengan unit-unit karya.

3) Mengidentifikasikan segala kemudahan dan hambatan: segala kekuatan dan

kelemahan serta kemudahan dan hambatan perlu diidentifikasi untuk mengukur kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu faktor-faktor intern dan ekstern yang dapat membantu tercapainya tujuan organisasi harus diketahui terlebih dahulu supaya menghindari timbulnya masalah dalam pelaksanaan sebuah rencana. Hal ini merupakan bagian esensial dari proses perencanaan.

4) Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan:

tahap ini merupakan tahap pemilihan alternatif kegiatan-kegiatan.

Jenis-jenis kegiatan diinventarisasi kemudian ditentukan berdasarkan prioritas dalam program-program. Berdasarkan alternatif-alternatif kegiatan yang sudah diinventarisasi, manajer akhirnya melakukan pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil akan mengubah dari potensi menjadi kinerja. Kinerja yang efisien dan efektif adalah tujuan manajemen. Keputusan yang sudah diambil harus dilembagakan dan dikerjakan bersama-sama di dalam organisasi agar mencapai hasil maksimal. Setiap tujuan harus direalisasikan. Maka perlu ada

pengelompokan tugas, tanggung jawab, sumber daya, dan kepemimpinan. Hal ini dapat dilakukan jika didukung dengan struktur organisasi yang memenuhi prinsip- prinsip manajemen.

2. Pengorganisasian (organizing) a. Pengertian Pengorganisasian

Hani Handoko (2009:168) mengatakan pengorganisasian merupakan suatu proses untuk merancang struktur formal, mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan di antara anggota organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan efisien. Maka yang perlu dilakukan dalam proses ini adalah perincian seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan, pembagian beban pekerjaan menjadi bagian-bagian yang dapat dilaksanakan oleh satu orang yang tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan sehingga dapat diselesaikan secara efisien, pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasikan pekerjaan para anggota menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis demi mengurangi ketidakefisienan dan konflik-konflik yang merusak.

Pengorganisasian merupakan sebuah aktivitas penataan sumberdaya manusia yang tepat dan bermanfaat bagi manajemen dan menghasilkan penataan dari unsur yang ada dari organisasi. Menurut Samuel, pengorganisasian adalah:

Proses, di mana ditetapkan penggunaan teratur, semua sumber daya di dalam sistem manajemen yang ada. Penggunaan tersebut, menekankan pencapaian sasaran-sasaran sistem manajemen yang bersangkutan, dan ia bukan saja membantu membuat sasaran-sasaran menjadi jelas, tetapi ia menjelaskan pula sumber-sumber daya macam apa akan digunakan untuk mencapainya (Samuel dalam Winardi, 2009:22).

Pengorganisasian (organizing) adalah suatu aktivitas yang berkaitan

sehingga dapat membuat pembagian-pembagian siapa melakukan apa, siapa berada di mana, serta siapa melapor kepada siapa dalam hubungan pekerjaan. Situasi tersebut sangat berarti bagi siapapun yang berada di dalam organisasi karena mereka akan memahami posisi dan tanggung jawab masing-masing. Aktivitas pengorganisasian memungkinkan penugasan-penugasan kepada kelompok atau individu/karyawan karena pedomannya yang jelas siapa melakukan apa (Vita & Supriyono, 2013:62).

Menurut Syafaruddin, pengorganisasian adalah proses di mana pekerjaan di bagi dalam komponen-komponen yang dapat ditangani demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Pengorganisasian adalah proses pengurusan; mencakup pembagian pekerjaan yang harus dikerjakan, pengalokasian sumber daya yang

dapat memberikan bantuan, mengkoordinir pekerjaan untuk mencapai hasil (Syafrudin dalam Kristianto, 2013:9).

Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa pengorganisasian merupakan sebuah investasi dari mana sistem manajemen harus mendapatkan imbalan. Apabila organisasi dijalankan dengan tepat maka sumber daya tersebut akan memperbesar efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaannya.

b. Proses Pengorganisasian

Winardi (2009:24) mengutip Saul menguraikan proses pengorganisasian

ke dalam lima langkah pokok yakni:

1) Melaksanakan refleksi tentang rencana-rencana dan sasaran-sasaran.

2) Menetapkan tugas-tugas pokok.

4) Mengalokasi sumber-sumber daya dan petunjuk-petunjuk untuk tugas-tugas bagian tersebut.

5) Mengevaluasi hasil-hasil dari strategi pengorganisasian yang diimplementasi.

c. Konsep-Konsep Pengorganisasian

Dalam melakukan pengorganisasian perlu diketahui konsep-konsep dasar yang menyertainya. Vita & Supriyono (2013:63) menguraikan konsep-konsep pengorganisasian antara lain:

1) Kewenangan (Authority): hak yang dimiliki seseorang (manajer/pemimpin)

untuk membuat keputusan, memberikan perintah serta mengalokasikan sumber daya yang dimiliki organisasi. Dengan demikian seorang manajer/pemimpin memiliki kuasa untuk mengambil keputusan yang dianggap bermanfaat bagi pencapaian tujuan organisasi.

2) Kekuasaan (Power): kemampuan menggunakan pengaruh di dalam

organisasi. Kemampuan ini dapat berasal dari kepemilikan, posisi atau jabatan sah di dalam organisasi, kemampuan memberikan imbalan maupun hukuman, atau kemampuan menjadikan diri sebagai panutan bagi orang lain.

3) Rentang kendali (Span of control): rentang kendali disebut juga rentang

manajemen pada dasarnya menggambarkan jumlah bawahan langsung yang dapat dikendalikan atau diawasi seseorang secara efektif. Rentang kendali dapat bersifat lebar atau sempit. Rentang kendali lebar berarti seorang pemimpin membawahi banyak bawahan secara langsung, sedangkan rentang kendali sempit menggambarkan seorang membawahi secara langsung dua atau tiga orang bawahan saja.

4) Pendelegasian (Delegation): pemberian wewenang seorang pemimpin kepada satu atau beberapa orang bawahan. Aktivitas tersebut sering dilakukan pemimpin untuk mendistribusikan sebagian kewenangannya kepada orang lain sehingga pemimpin dapat memanfaatkan waktunya untuk mengerjakan kegiatan yang lebih penting. Pendelegasian wewenang bukan berarti menyerahkan sebagian kewenangannya saja kepada bawahan, melainkan tetap bertanggung jawab terhadap tugas yang dibebankan kepada bawahannya tersebut. Dengan demikian jika bawahan mengalami kegagalan dalam melaksanakan kewenangannya, maka tanggung jawab tetap berada pada atasan yang mendelegasikan kewenangannya tersebut.

5) Pemusatan/penyebaran (Sentralization/Decentralization): dikaitkan dengan

kewenangan mengambil keputusan. Lazimnya keputusan-keputusan yang bersifat strategis dan menentukan hidup matinya organisasi akan disentralisasikan di tangan para pemimpin. Sebaliknya, keputusan-keputusan di luar hal tersebut dapat didesentralisasikan atau diserahkan kewenangannya kepada bawahan.

6) Kesatuan Komando (Unity of Command): konsep ini menggambarkan bahwa

setiap bawahan harus melapor hanya pada seorang pemimpin. Dalam prinsip ini bawahan tidak diperbolehkan memiliki lebih dari seorang atasan, jika hal ini terjadi akan menimbulkan masalah tersendiri baik berupa konflik maupun kesimpangsiuran.

7) Pembagian Kerja (Division of Labor): membagi pekerjaan (a job) menjadi

tugas-tugas (tasks) yang spesifik. Satu pekerjaan dapat dibagi ke dalam

beberapa tugas yang bersifat khusus. Setiap tugas yang khusus tersebut dikatakan spesialisasi.

d. Struktur Organisasi

Hani Handoko (2009:169) mengatakan struktur organisasi didefinisikan sebagai mekanisme-mekanisme formal dengan mana organisasi dikelola. Struktur organisasi menunjukkan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan- hubungan diantara fungsi-fungsi, bagian-bagian atau posisi-posisi, maupun orang- orang yang menunjukkan kedudukan, tugas wewenang dan tanggungjawab yang berbeda-beda dalam suatu organisasi. Sedangkan Stoner berpendapat, struktur

keorganisasian (organizational structure) dapat dirumuskan sebagai pengaturan

dan antar hubungan bagian-bagian komponen dan posisi-posisi suatu perusahaan (Stoner dalam Winardi, 2009:96).

Hani Handoko (2009:170) mengutip Chandler, menguraikan faktor-faktor utama yang menentukan perancangan struktur organisasi adalah sebagai berikut:

1) Strategi Organisasi untuk Mencapai Tujuan: menjelaskan bagaimana aliran

wewenang dan saluran komunikasi dapat disusun di antara manajer dan bawahan. Aliran kerja sangat dipengaruhi strategi, sehingga jika strategi berubah maka struktur organisasi juga akan berubah.

2) Teknologi yang digunakan: perbedaan teknologi yang digunakan untuk

memproduksi barang-barang atau jasa akan membendakan bentuk struktur organisasi.

3) Anggota (karyawan) dan Orang-Orang yang Terlibat dalam Organisasi:

kemampuan dan cara berpikir para anggota, serta kebutuhan mereka untuk bekerja sama harus diperhatikan dalam merancang struktur organisasi. Kebutuhan manajer dalam pembuatan keputusan juga akan mempengaruhi saluran komunikasi, wewenang dan hubungan diantara satuan-satuan kerja pada rancangan struktur organisasi. Selain itu, orang-orang di luar organisasi,

seperti pelanggan, supplier, dan sebagainya perlu dipertimbangkan dalam penyusunan struktur.

4) Ukuran Organisasi: besarnya organisasi secara keseluruhan maupun satuan-

satuan kerjanya akan sangat mempengaruhi struktur organisasi. Semakin besar ukuran organisasi, struktur organisasinya akan semakin kompleks, dan harus dipilih untuk struktur yang tepat.

Unsur-unsur struktur organisasi terdiri dari:

1) Spesialisasi kegiatan: dengan spesifikasi tugas-tugas individual dan kelompok

kerja dalam organisasi (pembagian kerja) dan penyatuan tugas-tugas tersebut menjadi satuan-satuan kerja (departementalisasi).

2) Standardisasi kegiatan: merupakan prosedur-prosedur yang digunakan

organisasi untuk menjamin terlaksananya kegiatan seperti yang direncanakan.

3) Koordinasi kegiatan: menunjukkan prosedur-prosedur yang mengintegrasikan

fungsi-fungsi satuan-satuan kerja dalam organisasi.

4) Sentralisasi dan desentralisasi pembuatan keputusan: menunjukkan lokasi

(letak) kekuasaan pembuatan keputusan.

5) Ukuran satuan kerja: menunjukkan jumlah karyawan dalam suatu kelompok

kerja.

e. Pengklasifikasian dan Pengelompokan Aktivitas

Dalam sebuah organisasi terdapat macam-macam aktivitas yang dilakukan. Maka perlu pengelompokan serta klasifikasi sedemikian rupa sehingga terbentuk kelompok-kelompok yang sistematis. Kelompok-kelompok aktivitas tersebut misalnya kelompok pemasaran, kelompok produksi atau kelompok operasional, kelompok keuangan, kelompok administrasi, kelompok sumber daya

manusia. Dalam istilah manajemen aktivitas pengelompokan itu disebut

pendepartementalisasian atau departementalization. Vita & Supriyono (2013:75-

77), menguraikan empat cara pengelompokan aktivitas yaitu:

1) Departementasi Fungsional: cara pengelompokan fungsional didasarkan atas

fungsi-fungsi yang lazimnya dilakukan oleh organisasi. Maka dalam sebuah yayasan pendidikan perlu ada pengelompokan fungsi seperti, fungsi promosi sekolah (pemasaran), fungsi keuangan, fungsi administrasi, fungsi personalia, fungsi kurikulum dan fungsi sarpras.

2) Departementasi Geografis: pengelompokan aktivitas atas dasar wilayah

teritorial. Cara pengelompokan demikian seringkali dimaksudkan agar lebih dekat dengan konsumen. Jika pengelompokan ini terjadi untuk sebuah yayasan pendidikan maka di setiap wilayah di mana ada persekolahan milik yayasan ada yayasan perwakilan untuk mempermudah koordinasi dan berbagai urusan lainnya.

3) Departementasi Produk: pengelompokan aktivitas dapat juga dilakukan atas

dasar produk yang dihasilkan. Departementasi ini dipilih jika setiap produk yang dihasilkan memerlukan strategi pemasaran khusus, sehingga departemen dapat lebih berkonsentrasi terhadap satu produk saja. Cara ini akan memberikan keefektifan yang tinggi. Jika departementasi ini diterapkan dalam yayasan pendidikan maka yang berperan di sini adalah bidang kurikulum. Pencapaian kurikulum bisa dilakukan dengan membuat pengelompokan kurikulum.

4) Departementasi Pelanggan: cara ini didasarkan atas kebutuhan kelompok

pelanggan tertentu. Jika produk perusahaan memiliki beberapa jenis kelompok pelanggan, maka pengelompokannya didasarkan atas tiap-tiap kelompok

pelanggan tersebut. Departementasi pelanggan ini bisa diterapkan di lembaga pendidikan yakni dengan cara mengelompokan siswa sesuai bakat minatnya dan selanjutnya dibuatkan kurikulum pengembangan bakat minat siswa.

Dokumen terkait