• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Pengertian Kepemimpinan Lokal

Kepemimpinan merupakan kemampuan, proses, atau peran untuk memengaruhi orang-orang agar berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Slamet menyebutkan bahwa kepemimpinan penting dalam kehidupan bersama dan kepemimpinan itu hanya melekat pada orang dan harus mengena kepada orang yang dipimpinnya.9

Hal ini berarti kepemimpinan harus diakui secara timbal balik, misalnya orang yang dipimpin mengakui kepemimpinan tersebut dan bersedia menjalankan perintahnya. Kepemimpinan adalah suatu upaya memengaruhi pengikut secara sukarela menjalankan perintah untuk mencapai tujuan tertentu. Kemampuan memengaruhi berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dari para anggotanya.10

Hubungan pemimpin dengan anggota berkaitan dengan derajat kualitas emosi dari hubungan tersebut, yang mencakup tingkat keakraban dan penerimaan anggota terhadap pemimpinnya. Semakin yakin dan percaya anggota kepada pemimpinnya, semakin efektif kelompok dalam mencapai tujuannya. Dalam hubungan pemimpin dengan anggotanya perlu diperhatikan antisipasi kepuasan anggota dan harus dipadukan dengan tujuan kelompok, motivasi anggota dipertahankan tinggi, kematangan anggota dalam

pengambilan keputusan, dan adanya tekad yang kuat dalam mencapai tujuan.11

Esensi penting yang terdapat dalam pengertian kepemimpinan: (1) pendayagunaan pengaruh;  (2) hubungan antarmanusia; (3) proses komunikasi; (4) pencapaian suatu tujuan. Kepemimpinan bergantung pada kuatnya pengaruh yang diberi serta intensitas hubungan antara pemimpin dan pengikut.12

2. Teori Kepemimpinan

Stogdill menyatakan, di antara berbagai teori yang menjelaskan sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, ada tiga teori yang menonjol, yaitu sebagai berikut.13

a. Teori Keturunan

Inti dari teori ini, yaitu: 1) pemimpin tidak dilahirkan;

2) seorang pemimpin menjadi pemimpin karena bakat yang dimiliki sejak dalam kandungan;

3) seorang pemimpin lahir karena ditakdirkan untuk menjadi pemimpin karena bakat-bakatnya.

b. Teori Kejiwaan

Inti teori ini, yaitu:

1) pemimpin tidak dibuat dan tidak dilahirkan;

2) merupakan kebalikan atau lawan dari teori keturunan;

3) setiap orang bisa menjadi pemimpin melalui proses pendidikan dan pengalaman yang cukup.

9 M. Slamet, 2002, Teori dan Praktek Kepemimpinan, Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 30.

10 James L. Gibson, John M. Ivancevic, dan Jr. James H. Donnelly, 1986, Organisasi

dan Manajemen, Jakarta: Erlangga, hlm. 334.

11 Loc. Cit., M. Slamet, 2002, Teori dan Praktek..., hlm. 32.

12 P. Ginting, 1991, Pemimpin dan Kepemimpinan, Medan: USU Press, hlm. 21. 13 Endah Cristianingsih, 2011, “Pengaruh Kepemimpinan Visioner dan Kinerja

Dosen Terhadap Mutu Perguruan Tinggi”, Jurnal Administrasi Pendidikan, 13 (2), hlm. 92-103.

c. Teori Ekologis

Inti teori ini, yaitu:

1) kepemimpinan timbul sebagai reaksi terhadap teori genetis dan teori sosial;

2) seseorang hanya akan berhasil menjadi seorang pemimpin apabila pada waktu lahir telah memiliki bakat, dan bakat tersebut dikembangkan melalui proses pendidikan yang teratur dan pengalaman;

3) teori ini memanfaatkan segi-segi positif teori genetis dan teori sosial;

4) teori yang mendekati kebenaran.

3. Nilai-nilai, Etika, dan Gaya Kepemimpinan a. Nilai-nilai Kepemimpinan

Menurut Bantas, kepemimpinan tidak lepas dari nilai-nilai yang dimiliki oleh pemimpin, seperti:14

1) teoretis, yaitu nilai-nilai yang berhubungan dengan usaha mencari kebenaran dan mencari pembenaran secara rasional; 2) ekonomis, yaitu yang tertarik pada aspek-aspek kehidupan yang

penuh keindahan, menikmati setiap peristiwa untuk kepentingan sendiri;

3) sosial, yaitu menaruh belas kasihan pada orang lain, simpati, tidak mementingkan diri sendiri;

4) politis, berorientasi pada kekuasaan dan melihat kompetisi sebagai faktor yang sangat vital dalam kehidupannya;

5) religius, yaitu menghubungkan setiap aktivitas dengan kekuasaan Sang Pencipta;

6) sikap bijaksana, yaitu menyangkut pengambilan keputusan atau kebijakan;

7) kesetiakawanan yang tinggi, yaitu loyalitas yang tinggi.

Nilai-nilai kepemimpinan adalah sejumlah sifat utama yang harus dimiliki seorang pemimpin agar kepemimpinannya lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sifat-sifat utama tersebut ibarat “roh” pemimpin yang membuat seseorang mampu menjalankan kepemimpinannya dengan berhasil guna. Tanpa roh kepemimpinan, posisi atau jabatan seseorang sebagai pemimpin tidak ada artinya.

Beberapa sifat atau nilai kepemimpinan yang dimiliki pemimpin adalah sebagai berikut.15

1) Integritas dan moralitas

Integritas menyangkut mutu, sifat, dan keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran. Adapun moralitas menyangkut akhlak, budi pekerti, susila, ajaran tentang baik dan buruk, segala sesuatu yang berhubungan dengan etika, adat, dan sopan santun. Persyaratan integritas dan moralitas ini penting untuk menjamin kepemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (termasuk perubahan-perubahannya) pada Bab V Pasal 133 disebutkan: Pengembangan karier pegawai negeri sipil daerah (PNSD) mempertimbangkan integritas dan moralitas, pendidikan dan pelatihan, pangkat, mutasi jabatan, mutasi antar daerah, kompetensi. Nilai-nilai integritas dan moralitas pemimpin perlu mendapat perhatian utama di tengah sorotan publik tentang kinerja sebagian pemimpin aparatur pemerintah yang kurang memuaskan dengan terjadinya kasus-kasus korupsi dan berbagai penyimpangan.

14 Irham Fahmi, 2012, Manajemen Kepemimpinan, Teori dan Aplikasi, The Right Man

and The Right Place, Bandung: Alfabeta, hlm. 23-24.

15 Peter Koestenbaum, 1991, Leadership, The Inner Side of Greatness, San Francisco: Yossey-Bass, hlm. 321-333.

2) Tanggung jawab

Seorang pemimpin harus memikul tanggung jawab untuk menjalankan misi dan mandat yang dipercayakan kepadanya. Ia harus bertanggung jawab terhadap hal-hal yang dilakukan dan tidak dilakukannya untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam organisasi. Ia harus memiliki keberanian untuk mempertanggung-jawabkan tindakan yang telah dilakukan dan mengambil risiko atau pengorbanan untuk kepentingan organisasi dan orang-orang yang dipimpinnya. Tanggung jawab dan pengorbanan adalah dua hal yang saling berhubungan erat. Pemimpin harus mengutamakan kepentingan organisasi daripada kepentingan pribadi atau keluarga, termasuk pengorbanan waktu. Pada sisi lain, pemimpin harus melatih bawahan untuk menerima tanggung jawab serta mengawasi pelaksanaan tugasnya.

3) Visi Pemimpin

Kepemimpinan seorang pemimpin identik dengan visi kepemimpinannya. Visi adalah arah organisasi dan orang-orang yang dipimpin akan dibawa oleh seorang pemimpin. Visi sama pentingnya dengan navigasi dalam pelayaran.

Visi pemimpin akan menginspirasi tindakan dan membantu membentuk masa depan. Visi adalah masa depan yang realistis, dapat dipercaya dan menjembatani masa kini dan masa depan yang lebih baik sesuai kondisi (sosial politik, ekonomi, budaya) yang diharapkan.

Visi juga mengandung harapan atau bahkan “mimpi” yang memberi semangat bagi orang-orang yang dipimpin. Burt Nanus dalam bukunya Kepemimpinan Visioner mengatakan, “Tak ada mesin penggerak organisasi yang lebih bertenaga dalam meraih keunggulan dan keberhasilan masa depan, kecuali visi yang menarik, berpengaruh dan dapat diwujudkan serta mendapat dukungan luas.”

4) Kebijaksanaan

Kebijaksanaan (wisdom), yaitu sikap seorang pemimpin dalam memutuskan sesuatu sehingga keputusannya adil dan bijaksana.

Kebijaksanaan memiliki makna lebih dari kepandaian atau kecerdasan. Pemimpin setiap saat dihadapkan pada situasi yang rumit dan sulit untuk mengambil keputusan karena terdapat perbedaan kepentingan antarkelompok masyarakat dan mereka yang akan terkena dampak keputusannya. Selain upaya manusia menekuni dan mencari kebijaksanaan, pemimpin dapat meminta kebijaksanaan kepada Tuhan sebagai sumber untuk memutuskan keputusan yang terbaik dan bijaksana.

5) Keteladanan

Keteladanan adalah sikap dan tingkah laku yang dapat menjadi contoh bagi orang-orang yang dipimpinnya. Keteladanan berkaitan erat dengan kehormatan, integritas, dan moralitas pemimpin.

Pemimpin sejati melakukan hal-hal baik dengan wajar tanpa pamrih, bukan sekadar untuk mendapat pujian manusia. Sifat-sifat baiknya dirasakan orang lain sehingga dapat memengaruhi lingkungan dan masyarakat luas sebagai suatu teladan yang hidup.

6) Menjaga Kehormatan

Seorang pemimpin harus menjaga kehormatan dengan tidak melakukan perbuatan tercela karena semua perbuatannya menjadi contoh bagi bawahan dan orang-orang yang dipimpinnya.

Setiap daerah atau suku bangsa memiliki rambu-rambu kehormatan yang tidak boleh dilanggar oleh seorang pemimpin. Mahatma Gandhi mengatakan ada tujuh dosa sosial yang mematikan, yaitu kekayaan tanpa kerja, kenikmatan tanpa nurani, ilmu tanpa kemanusiaan, pengetahuan tanpa karakter, politik tanpa prinsip, bisnis tanpa moralitas, dan ibadah tanpa pengorbanan. Semua itu merupakan rambu-rambu peringatan bagi pemimpin untuk menjaga kehormatannya.

7) Beriman

Beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa sangat penting karena pemimpin adalah manusia biasa dengan semua keterbatasannya secara fisik, pikiran, dan akal budi sehingga banyak masalah yang tidak akan mampu dipecahkan dengan kemampuannya. Keimanan

dapat menjembatani antara keterbatasan manusia dan kesempurnaan yang dimiliki Tuhan agar kekurangan itu dapat diatasi.

Penting bagi seorang pemimpin untuk selalu menyadari bahwa Tuhan itu Mahakuasa, Maha Mengetahui, dan Mahahadir. “Mahakuasa” berarti tidak ada satu pun yang bisa terjadi tanpa perkenan dan pengendalian-Nya. “Maha Mengetahui” berarti tidak ada satu pun bisa terjadi tanpa pengetahuan dan keterlibatan-Nya. “Mahahadir” berarti tidak ada satu pun bisa terjadi tanpa Ia ada di sana. Implikasi pemahaman seperti itu bagi pemimpin adalah segala sesuatu yang terjadi, termasuk kepemimpinan yang dijalankannya, bukan sekadar kebetulan atau by chance belaka.

Pemimpin yang beriman menyadari bahwa semua perbuatannya diketahui dan diawasi Tuhan sehingga ia takut mengkhianati amanat sebagai pemimpin. Apabila mengalami kesulitan dan masalah yang berat, ia selalu bersandar kepada Tuhan karena tidak ada satu pun peristiwa tanpa perkenan dan pengendalian-Nya.

8) Kemampuan berkomunikasi

Untuk mencapai hal tersebut, seorang pemimpin harus mampu membangun komunikasi dengan orang-orang yang dipimpinnya sehingga kepemimpinannya dapat efektif dan efisien. Sebaliknya, kegagalan dalam menjalankan komunikasi dapat menimbulkan keadaan yang kurang harmonis dalam organisasi, bahkan dapat menjurus pada situasi konflik yang mengganggu pelaksanaan tugas. Kemampuan berkomunikasi juga diperlukan untuk menggalang para tokoh masyarakat (tomas), tokoh agama (toga), dan tokoh adat (todat) karena mereka memiliki pengaruh dan pengikut di masyarakat.

9) Komitmen Meningkatkan Kualitas SDM

Sumber daya manusia (SDM) berperan penting dalam kemajuan organisasi sehingga pemimpin harus memiliki komitmen kuat untuk meningkatkan kualitas SDM. SDM merupakan faktor strategis yang menentukan suatu proses produksi atau pembangunan ekonomi, tetapi ironisnya ada kecenderungan umum untuk lebih memerhatikan investasi aset modal atau finansial, material, dan pembangunan fisik daripada aset manusia atau SDM. Dari 16 bab dan 240 pasal dalam

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (termasuk perubahan-perubahannya) hanya ada 1 bab dan 7 pasal yang berkaitan dengan sumber daya manusia, yaitu Bab V tentang Kepegawaian Daerah.

b. Etika dalam Kepemimpinan

Etika adalah perilaku berstandar normatif berupa nilai-nilai moral, norma-norma, dan hal-hal yang baik. Etika difungsikan sebagai penuntun dalam bersikap dan bertindak menjalankan kehidupan menuju ke tingkat keadaan yang lebih baik.

Adapun etika dalam kepemimpinan, yakni: 1) menjaga perasaan orang lain;

2) memecahkan masalah dengan rendah hati;

3) menghindari pemaksaan kehendak, tetapi menghargai pendapat orang lain;

4) mengutamakan proses dialogis dalam memecahkan masalah; 5) menanggapi suatu masalah dengan cepat dan sesuai dengan

keahlian;

6) menyadari kesalahan dan berusaha untuk memperbaiki (improving value);

7) mengedepankan sikap jujur, disiplin, dan dapat dipercaya. Pada era demokratisasi dan reformasi saat ini perilaku kepemimpinan dalam pemerintahan harus mengarahkan kepada masyarakat luas dengan meningkatkan kepekaan untuk mendengarkan aspirasi yang berkembang, termasuk saran, tanggapan, keluhan, bahkan kritik terhadap penyelenggaraan kepemerintahan publik. Secara etis seorang aparatur negara terpanggil untuk melayani kepentingan publik secara adil tanpa membedakan kelompok, golongan suku, agama, serta status sosial. Seorang aparatur harus dapat menjadikan dirinya sebagai panutan tentang kebaikan dan moralitas pemerintahan, terutama berkenaan dengan pelayanan publik.

c. Gaya Kepemimpinan

Menurut Siagian, ada tiga macam gaya kepemimpinan yang telah dikenal secara luas, yaitu sebagai berikut.16

1) Demokratis, yaitu gaya kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan sebagai keputusan bersama dari seluruh anggota sistem sosial yang bersangkutan.

2) Otokrasi, yaitu gaya kepemimpinan yang mengarah pada pengambilan keputusan bergantung pada pemimpinnya. 3) Laissez faire, yaitu gaya kepemimpinan yang menyerahkan

pengambilan keputusan kepada tiap-tiap anggota sistem sosial. Gaya kepemimpinan yang ada dalam suatu kelompok atau masyarakat bergantung pada situasi yang terdapat pada kelompok/ masyarakat tersebut. Dalam situasi yang sangat menguntungkan atau sangat tidak menguntungkan gaya kepemimpinan seseorang cenderung bersifat otoriter. Pada situasi ketika hubungan antara anggota dan pemimpinnya atau anggota kelompok, lebih diarahkan pada gaya kepemimpinan demokratis.