• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan dan Revitalisasi Administrasi Pemerintahan

1. Perkembangan Administrasi Pemerintahan di Indonesia

Administrasi negara merupakan ilmu sosial yang dinamis, yang setiap saat mengalami perubahan sejalan dengan perubahan zaman, peradaban, dan teknologi. Berbagai aspek administrasi sebenarnya

telah ada dan dijalankan semenjak peradaban manusia mulai terstruktur. Kekaisaran Romawi kuno, berbagai dinasti di Cina, bahkan kerajaan-kerajaan di Nusantara pun, misalnya, sebenarnya telah mempraktikan administrasi.

Pemikiran dalam administrasi yang berkembang selanjutnya sangat dipengaruhi oleh paham-paham demokrasi, seperti administrasi yang partisipatif, yang menempatkan administrasi di tengah-tengah masyarakatnya dan tidak di atas atau terisolasi darinya.18

Administrasi negara ingin mengetengahkan bahwa administrasi tidak boleh bebas nilai dan harus menghayati, memerhatikan, serta mengatasi masalah-masalah sosial yang mencerminkan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat.

Kehadiran gagasan-gagasan baru itu menggambarkan lahirnya paradigma baru dalam ilmu administrasi. Hal-hal yang dapat dilakukan lebih baik atau sama baiknya oleh masyarakat, hendaknya tidak dilakukan oleh pemerintah. Hal itu tidak berarti bahwa pemerintah harus besar atau kecil, tetapi pekerjaannya harus efisien dan efektif.19

2. Revitalisasi Administrasi Pemerintahan

Pembangunan yang berkelanjutan menuntut administrasi publik yang tanggap terhadap masalah-masalah yang dihadapi lingkungan masyarakat, baik lingkungan fisik, alam, maupun sosial. Meningkatnya berbagai permasalahan, baik sosial, ekonomi, maupun fisik berkaitan dengan pertumbuhan yang pesat dari wilayah perkotaan, bersamaan dengan kondisi kemiskinan di pedesaan. Hal itu mendorong konsep pembangunan di Indonesia menggunakan pendekatan baru, yaitu penataan ruang, seperti mengarahkan

15 Hendrizal, 2004, Mengenal dan Memahami Transmigrasi, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hlm. 177.

16 Loc. Cit., Budhisantoso, 2002, Pengelolaan Lingkungan ..., hlm. 23. 17 Loc. Cit., Hendrizal, 2004, Mengenal dan Memahami ..., hlm. 55.

18 John D. Montgomery, 1988, Bureaucrats and People: Grass Root Participation in

Third World Development, Baltimore: The John Hopkins University Press, hlm. 433.

industri berlokasi di kawasan yang diperuntukkan bagi industri, mengamankan kawasan-kawasan sawah produktif dan/atau beririgasi teknis, mengamankan kawasan-kawasan berfungsi lindung, sehingga terwujud struktur ruang yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang sesuai dan berkelanjutan.20

Menurut Foley, tata ruang mengandung arti penataan segala sesuatu yang berada di dalam ruang sebagai wadah penyelenggara kehidupan. Konsep tata ruang tidak hanya menyangkut wawasan spasial, tetapi menyangkut pula aspek-aspek nonspasial atau spasial.21

Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa struktur fisik sangat ditentukan dan dipengaruhi pula oleh faktor-faktor nonfisik, seperti organisasi fungsional, pola sosial budaya, dan nilai kehidupan komunitas. Menurut Wheaton, tata ruang bukan hanya mengakomodasi kegiatan ekonomi yang akan menghasilkan pertumbuhan, tetapi juga harus mengembangkan sistem alokasi ruang yang memberdayakan rakyat kecil.22

Namun, pembangunan berkelanjutan seperti digarisbawahi di atas bukan hanya masalah lingkungan alam, melainkan juga lingkungan sosial. Untuk itu, diperlukan reformasi administrasi publik yang menyeluruh dari pusat sampai daerah.

3. Pembangunan Budaya Birokrasi

Pembangunan budaya birokrasi lebih utama dibandingkan dengan pembaharuan yang hanya bersifat struktural. Internalisasi nilai-nilai merupakan kunci terhadap peningkatan kinerja birokrasi, terutama memperbaiki sikap birokrasi dalam hubungan dengan masyarakatnya.

Menurut Riggs, birokrasi harus memiliki berbagai unsur berikut.23 a. Birokrasi harus mengembangkan keterbukaan (transparency). Mengembangkan sikap keterbukaan memegang peran penting dalam upaya menyempurnakan birokrasi.

b. Berkaitan dengan keterbukaan adalah pertanggung gugatan (accountability). Dalam kehidupan masyarakat demokratis yang semakin canggih dan terbuka, masyarakat menuntut agar setiap pejabat siap menjelaskan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada publik. Semua itu membutuhkan perubahan sikap dari birokrasi yang sifatnya mendasar. Pembaharuan sikap tersebut menghasilkan birokrasi yang semakin tanggap dalam menghadapi tantangan dan lebih tangkas dalam memanfaatkan peluang dan mengatasi masalah, juga semakin peka terhadap kebutuhan, tuntutan, dan dinamika masyarakat.

c. Birokrasi harus membangun partisipasi yang dilandasi oleh kesadaran, bukan karena paksaan. Partisipasi pada lapisan bawah (grassroots) yang efektif adalah apabila diselenggarakan secara bersama dalam lingkup kelompok-kelompok masyarakat (local communities) dengan memanfaatkan kearifan lokal (local

wisdom) dan kekhasan lokal (local specifics). Bentuk dan cara partisipasi itu akan menghasilkan sinergi dan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati oleh semua orang yang ikut serta di dalamnya.

d. Peran birokrasi harus bergeser dari mengendalikan menjadi mengarahkan, dan dari memberi menjadi memberdayakan (empowering). Hal ini merupakan konsep yang sangat mendasar, dan untuk negara, hubungan birokrasi dengan rakyat secara historis dan tradisional bersifat patenal (patronizing) sehingga memerlukan penyesuaian budaya birokrasi yang cukup hakiki. 20 Emil Salim, 1986, Pembangunan Berwawasan Lingkungan, Jakarta: LP3ES, hlm.

103.

21 Op. Cit., Emil, 1986, Pembangunan Berwawasan..., hlm. 111.

Pandangan ini ditopang oleh konsep Reinventing Government dari Osborn dan Gaebler serta pandangan-pandangan dari New Public

Management yang menuntut adanya ukuran terhadap performance (kinerja) dan bukan hanya terhadap proses.24

24 G. Kartasasmita, 1997, Pemberdayaan Masyarakat: Konsep Pembangunan yang

Tinjauan ekologi terhadap perkembangan administrasi berarti tinjauan yang mencoba menerangkan hubungan antarlingkungan (environment) tempat administrasi tumbuh dan berkembang dan dianggap sebagai organisme hidup. Dengan kata lain, perkataan tinjauan ekologis ingin menjelaskan pengaruh lingkungan terhadap administrasi dan sebaliknya, dan pengaruh tersebut memberikan ciri-ciri khas pada administrasi.

Ciri-ciri faktor ekologis menyebabkan terjadinya perbedaan administrasi antarsuatu daerah tertentu dan daerah lain walaupun sama-sama berada dalam suatu negara.

A. Tinjauan Ekologi Administrasi Negara

1. Esensi Makna Ekologi Administrasi Negara

Menurut Fred. W. Riggs (1978), makna ekologi administrasi negara adalah serangkaian proses yang terorganisasi dari suatu aktivitas publik atau kenegaraan yang bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah publik melalui perbaikan, terutama di bidang organisasi, sumber daya manusia, dan keuangan.1

Dimock dan Dimock (1992) mendefinisikan administrasi negara sebagai bagian dari administrasi umum yang mempunyai lapangan yang lebih luas, yaitu mempelajari cara menyusun, menggerakkan, dan menjalankan lembaga-lembaga mulai dari satu keluarga hingga PBB.2

Ira Sharkansky (1978) menjelaskan pengertian administrasi negara melalui pengamatan terhadap kegiatan para administrator, yang meliputi pekerjaan pemerintah.3

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan pengertian ekologi administrasi negara adalah serangkaian proses yang terorganisasi dari suatu aktivitas publik atau kenegaraan yang bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah publik melalui perbaikan, terutama dalam bidang organisasi, sumber daya manusia, dan keuangan. Dengan kata lain, ekologi administrasi publik adalah ilmu yang mempelajari adanya proses saling memengaruhi sebagai akibat adanya hubungan normatif secara total dan timbal balik antara pemerintah dan lembaga-lembaga tertinggi negara ataupun antarpemerintah, vertikal-horizontal, dan masyarakatnya.

Administrasi negara memegang peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Istilah ini biasa merujuk pada kegiatan pemerintah untuk mencapai tujuan negara.