BAB II TINJAUAN PUSTAKA
B. Kepemimpinan
dapat dipisahkan dengan kedudukan (posisi) serta gaya dan perilaku pemimpin
itu sendiri.
c. Kepemipinan adalah sebagai proses antar hubungan atau interaksi antara
Kepemimpinan adalah tentang kekuasaan. Kekuasaan adalah kapasitas
untuk mempengaruhi, membujuk, dan mengilhami orang lain (Harari, 2005).
Kepemimpinan dalam keperawatan (kepala ruangan) merupakan penerapan
pengaruh dan bimbingan yang ditujukan kepada staf keperawatan untuk
menciptakan kepercayaan dan ketaatan sehingga timbul kesediaan melaksanakan
tugas dalam rangka mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien. Pimpinan
keperawatan harus mampu memimpin, meminta, meyakinkan, dan mendesak dan
membujuk stafnya untuk melakukan tetapi pada kapan klien dan rekan kerja
memerlukan bantuan mereka, tidak berdasarkan atas kesukaan mereka tetapi pada
apa yang seharusnya dilakukan demi tercapainya tujuan asuhan keperawatan
(Putri, 2011).
Hasil penelitian disertasi yang dilakukan oleh Yuswanto (2013) yang
berjudul Pengembangan Model Kepemimpinan Keperawatan di Rumah Sakit
Kelas A di Indonesia, menunjukkan bahwa dari 5 model kepemimpinan dalam
literatur yaitu model kepemimpinan efektif, tranformasional, transaksional,
visioner dan servant leadership mendukung terbentuknya rancangan model
kepemimpinan keperawatan Indonesia yang dapat merupakan alternatif model
kepemimpinan untuk diterapkan kepala ruang di rumah sakit kelas A di Indonesia.
2. Teori-teori Kepemimpinan
Nursalam (2011) menjelaskan berbagai teori-teori kepemimpinan sebagai
berikut:
a. Teori Bakat (Trait Theory)
Teori bakat menentukan bahwa setiap orang adalah pemimpin (pemimpin
tertentu yang membuat mereka lebih baik dari orang lain. Teori ini disebut
juga sebagai Great Man Theory.
b. Teori Perilaku
Teori perilaku lebih menekankan pada apa yang dilakukan pemimpin dan
bagaimana seorang manajer menjalankan fungsinya. Perilaku seseorang
dipengaruhi oleh adanya pengalaman bertahun-tahun dalam kehidupannya.
Oleh karena itu, kepribadian seseorang cenderung sangat bervariasi dan
berbeda-beda akan mempengaruhi gaya kepemimpinan yang digunakan.
c. Teori Kontigensi dan Situasional
Teori ini menekankan bahwa manajer yang efektif adalah manajer yang
melaksanakan tugasnya dengan mengkombinasi antara faktor bawaan, perilaku,
dan situasi.
d. Teori Kontemporer
Teori ini menekankan pada keempat komponen penting dalam suatu
pengelolaan, yaitu manajer/pemimpin, staf dan atasan, pekerjaan, serta
lingkungan. Dia menekankan dalam melaksanakan suatu manajemen seorang
pemimpin harus mengintegrasikan keempat unsur tersebut untuk mencapai
tujuan organisasi. Teori kontemporer tersebut juga perlu didukung oleh
motivasi, interaksi, dan teori transfomasi.
e. Teori Interaktif
Menurut Schein (1970, dalam Nursalam 2011) menekankan bahwa staf atau
pegawai adalah manusia sebagai suatu sistem terbuka yang selalu berinteraksi
dengan sekitarnya dan berkembang secara dinamis. Sistem tersebut dianggap
suatu sistem yang terbuka jika terjadi adanya perubahan energi dengan
1) Manusia memiliki karakteristik yang sangat kompleks. Mereka
mempunyai motivasi yang bervariasi dalam melakukan suatu pekerjaan.
2) Motivasi seseorang tidak tetap, tetapi berkembang sesuai perubahan waktu
3) Tujuan bisa berbeda pada situasi yang berbeda pula
4) Penampilan seseorang dan produktivitas dipengaruhi oleh tugas yang
harus diselesaikan, kemampuan seseorang, pengalaman, dan motivasi.
5) Tidak ada strategi yang paling efektif bagi pemimpin dalam setiap situasi.
3. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan suatu cara bagaimana
seseorang pemimpin mempengaruhi, mengarahkan, memotivasi, dan
mengendalikan bawahannya dengan cara-cara tertentu, sehingga bawahan dapat
menyelesaikan tugas pekerjaannya secara efektif dan efisien (Purwanto, 2006).
Gaya kepemimpinan diartikan sebagai perilaku atau cara yang dipilih dan
dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap, dan
perilaku organisasinya (Nawawi, 2003 dalam Setiawan 2010). Menurut Rivai
(2002, dalam Lingga 2011) ada tiga macam gaya kepemimpinan yang
mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai, yaitu:
a. Gaya Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan otoriter disebut juga kepemimpinan direktif atau diktator.
Pemimpin memberikan instruksi kepada bawahan, menjelaskan apa yang harus
dikerjakan, selanjutnya karyawan menjalankan tugasnya sesuai dengan yang
diperintahkan oleh atasan. Gaya kepemimpinan ini menggunakan metode
pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan
Lippits dan White dalam Nursalam (2011) menggambarkan ciri-ciri
kepemimpinan otoriter:
1) Wewenang mutlak berada pada pimpinan
2) Keputusan dan kebijakan selalu dibuat oleh pimpinan
3) Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan
4) Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para
bawahan dilakukan secara ketat
5) Prakarsa harus selalu berasal dari pimpinan
6) Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran,
pertimbangan atau pendapat
7) Tugas-tugas bawahan diberikan secara instruktif
8) Lebih banyak kritik dari pada pujian
9) Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat
10)Pimpinan menuntut kesetiaan tanpa syarat
11)Cendrung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman
12)Kasar dalam bersikap
13)Tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan
b. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan ini ditandai oleh adanya suatu struktur yang
pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang
kooperatif. Dalam gaya kepemimpinan ini, ada kerjasama antara atasan dengan
bawahan. Dibawah kepemimpinan demokratis bawahan cendrung bermoral
tinggi, dapat berkerja sama, mengutamakan mutu kerja dan dapat
Lippits dan White dalam Nursalam (2011) menggambarkan ciri-ciri
kepemimpinan demokratis:
1) Wewenang pimpinan tidak mutlak
2) Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan
3) Keputusan dibuat besama antara pimpinan dan bawahan
4) Komunikasi berlangsung timbal balik
5) Pengawasan dilakuakan secara wajar
6) Prakarsa dapat datang dari bawahan
7) Banyak kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran dan
pertimbangan
8) Tugas-tugas yang kepada bawahan lebih bersifat permintaan daripada
instruktif
9) Pujian dan kritik seimbang
10)Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas
masing- masing
11)Pemimpin meminta kesetian bawahan dengan wajar
12)Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak
13)Terdapat suasana saling percaya, saling menghormati, dan saling
menghargai
14)Tanggung jawab keberhasilan organisasi ditanggung bersama-sama
c. Gaya Kepemimpinan Bebas (Laisses Faire)
Gaya kepemimpinan ini memberikan kekuasaan penuh pada bawahan, struktur
organisasi bersifat longgar, pemimpin bersifat pasif. Peran utama pimpinan
adalah menyediakan materi pendukung dan berpartisipasi jika diminta
Lippits dan White dalam Nursalam (2011) menggambarkan ciri-ciri
kepemimpinan Bebas (Laisses Faire):
1) Pemimpin melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan
2) Pimpinan hanya lebih banyak dibuat oleh bawahan
3) Kebijakan kebanyakan dibuat oleh bawahan
4) Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahan
5) Hampir tidak ada pengawasan terhadap tingkah laku bawahan
6) Prakarsa selalu berasal dari bawahan
7) Hampir tidak ada pengarahan dari pimpinan
8) Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok
9) Kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan kelompok
10)Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh perorangan.
C. Kepala Perawat Ruangan
Kepala Perawat Ruangan adalah seorang tenaga perawatan professional
yang diberi tanggung jawab dan wewenang memimpin dalam mengelola kegiatan
pelayanan keperawatan di satu ruang rawat (Depkes, 1994 dalam Simanullang
2013). Kepala Perawat Ruangan bertanggung jawab untuk memimpin dan
mengorganisasi kegiatan pelayanan dan asuhan keperawatan (Swanburg, 2000
dalam Simanullang 2013), meliputi :
1. Struktur Organisasi
Struktur Organiasi terdiri dari: struktur, bentuk, dan bagan. Berdasarkan
keputusan Direktur rumah sakit dapat ditetapkan struktur organisasi untuk
menggambarkan pola hubungan antar bagian atau staf atasan baik vertikal
2. Pengelompokan Kegiatan
Setiap organisasi memiliki serangkaian tugas atau kegiatan yang harus
diselesaikan untuk mencapai tujuan. Pengelompokan kegiatan dilakukan untuk
memudahkan pembagian tugas pada perawat sesuai dengan pengetahuan dan
keterampilan yang mereka miliki serta sesuaikan dengan kebutuhan klien.
Metoda penugasan tersebut antara lain : metode fungsional, metode alokasi
klien/keperawatan total, metode tim keperawatan, metode keperawatan primer,
dan metode moduler.
3. Koordinasi Kegiatan
Kepala ruangan sebagai koordinator kegiatan harus menciptakan kerjasama
yang selaras satu sama lain dan saling menunjang untuk menciptakan suasana
kerja yang kondusif. Selain itu, perlu adanya pendelegasian tugas kepada ketua
tim atau perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan.
4. Evaluasi Kegiatan
Kegiatan yang telah dilaksanakan perlu dievaluasi untuk menilai apakah
pelaksanaan kegiatan sesuai rencana. Kepala Ruang berkewajiban untuk
memberi arahan yang jelas tentang kegiatan yang akan dilakukan. Untuk itu
diperlukan uraian tugas dengan jelas untuk masing-masing staf dan standar
penampilan kerja.
5. Kelompok Kerja
Kegiatan diperlukan kerjasama antar staf dan kebersamaan dalam kelompok,
hal ini untuk meningkatkan motivasi kerja dan perasaan keterikatan dalam
kelompok untuk meningkatkan kualitas kerja dan mencapai tujuan pelayanan
Menurut Marquis dan Huston (2010, dalam Simanullang 2013), kepala
ruangan sangat berperan dalam penjadwalan, pengembangan perawat, sosialisasi
perawat, dan mengadakan pelatihan untuk perawat. Kepala Ruangan haruslah
menunjukkan bahwa ia memilki kemampuan bekerja harmonis, bersikap objektif
dalam menghadapi persoalan dalam pelayanan keperawatan melalui pengamatan,
dan objektif juga dalam menghadapi tingkah laku stafnya. Kepala Ruangan harus
peka akan kodrat manusia yang punya kelebihan dan kekurangan, memerlukan
bantuan orang lain dan mempunyai kebutuhan yang bersifat pribadi dan sosial
(Mininjaya, 2004 dalam Simanullang 2013).