• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.8 Rekomendasi Kebijakan

4.1.5. Kependudukan dan Mata Pencaharian

Alih fungsi lahan pertanian yang terus terjadi di wilayah Lembang menjadi permasalahan, karena kegiatan pertanian merupakan sumber mata pencaharian utama bagi sebagian besar penduduk Kecamatan Lembang (62,62%). Keberlangsungan kegiatan pertanian di wilayah ini akan menyangkut nasib sekitar 22.913 KK atau 83,39% rumah tangga pertanian yang menggantungkan hidupnya pada bidang pertanian. Disamping itu, sub sektor pertanian hortikultura ini telah mendominasi kegiatan perekonomian wilayahnya, dengan memberikan kontribusi terbesar pada nilai PDB Kecamatan Lembang (71,82%). Tabel 4.8 berikut ini menunjukkan jumlah penduduk Lembang tahun 2008 berdasarkan pemisahan jenis kelamin.

Tabel. 4.8. Jumlah Penduduk Kecamatan Lembang Pebruari 2008

No DESA Jumlah KK Jumlah Penduduk

L P Jumlah 1 Lembang 5 285 6 730 6 393 13 123 2 Pagerwangi 2 930 3 887 4 203 8 090 3 Mekarwangi 1 909 2 396 2 367 4 765 4 Wangunsari 3 292 4 468 4 355 8 823 5 Kayuambon 2 727 3 673 3 510 7 183 6 Cikahuripan 3 177 4 319 4 152 8 471 7 Gudangkahuripan 4 442 6 119 6 150 12 269 8 Jayagiri 6 003 8 599 8 652 17 251 9 Sukajaya 4 411 5 323 5 085 10 408 10 Cibogo 3 291 4 871 4 725 9 596 11 Cikidang 2 716 3 153 3 164 6 317 12 Cikole 4 646 5 955 5 576 11 531 13 Wangunharja 2 460 3 339 3 340 6 679 14 Cibodas 4 310 4 799 4 717 9 546 15 Suntenjaya 2 492 3 370 3 350 6 720 16 Langensari 3 676 5 255 5 010 10 265 JUMLAH THN 2008 57 740 76 258 74 749 151 007 Jumlah Thn 2006 25 238 65 847 67 090 132 937 Sumber : Monografi Kecamatan Lembang (2006 dan 2008)

Penduduk Lembang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani, pedagang, dan pekerja sektor informal (buruh, pengemudi). Lebih dari separuh jumlah keluarga di desa-desa dalam Kecamatan Lembang merupakan rumah tangga yang sumber penghasilannya dari kegiatan pertanian. Pengecualian terjadi untuk desa Jayagiri dan desa Lembang. Kedua desa ini menjadi pusat pertumbuhan perkotaan di wilayah Lembang sehingga pemanfaatan ruangnya diarahkan untuk pemerintahan, jasa, perdagangan dan

pemukiman. Berdasarkan data monografi 2006, jumlah penduduk Lembang sebanyak 132.937 jiwa terbagi dalam 25.238 KK. Pertumbuhan penduduk rata- rata adalah 3,47%/th namun dalam dua tahun terakhir terjadi peningkatan hingga 13,59%, menjadi 151.007 jiwa. Penyebabnya adalah terjadi migrasi penduduk dari luar yang pindah ke kecamatan Lembang dengan berbagai alasan terutama pekerjaan. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan jumlah kepala keluarga dua kali lipat lebih yaitu dari 25.238 KK pada tahun 2006 menjadi 57.740 KK tahun 2008. Luas kepemilikan lahan oleh petani Lembang sangat sempit, yaitu antara 0,08 - 0,6 Ha. Sebagian petani bahkan tidak memiliki lahan, sehingga terpaksa menyewa lahan kepada pemiliknya dengan harga sewa Rp 1 juta/ha/th. Dari 30 responden petani di wilayah penelitian Lembang, diketahui bahwa rata-rata usia petani sayuran berkisar antara 46 th – 55 th. Tabel 4.9 menunjukkan kondisi umum petani dan status kepemilikan lahan sayuran di Lembang.

Tabel 4.9. Kondisi Umum Petani dan Status Kepemilikan Lahan Petani di Kecamatan Lembang

No Kalsifikasi Keterangan Jumlah

Individu orang (%) 1 Usia 35 th – 45 th 46 th – 55 th > 55 th 6 (20%) 19 (63,3%) 5 (16,7 %) 2 Lokasi lahan

Dusun Cilumber (Desa Cibogo) Dusun Ciburial (Desa Cibogo) Dusun Cibedug (Desa Cikole) Dusun Cikaremi (Desa Cikidang)

10 (33,3%) 5 (16,7%) 10 (33,3%) 5 (16,7%) 3 Pendidikan SD Tidak tamat SMP 25 (83,3%) 5 (16,7%) 4 Status Kepemilikan lahan Milik sendiri Sewa/milik saudara 25 (86,7%) 5 (13,3%)

5 Luas lahan garapan < 0,2 ha

0,2 – 0,5 ha > 0,5 Ha 14 (46,7%) 12 (40,0%) 4 (13,3%) 6 Tergabung dalam kelompok Ya Tidak 5 (16,7%) 25 (83,3%) 7 Pengalaman berusahatani sayuran 0 – 10 th 11 – 20 th > 20 th - 6 (20%) 24 (80%) Sumber : Hasil Wawancara

Usia seseorang biasanya mempengaruhi produktivitas dalam bekerja, semakin tua seseorang biasanya produktivitasnya juga menurun. Terdapat

kecenderungan generasi muda mulai meninggalkan usaha di bidang pertanian. Para pemuda lebih memilih bekerja di pabrik, hotel atau restoran dibandingkan meneruskan usaha orang tuanya menanam sayuran.

Pengaruh perkembangan kota Bandung yang sangat cepat menyebabkan wilayah Lembang menjadi komersial seperti halnya di perkotaan. Karakteristik usahatani yang dilaksanakan oleh petani Lembang pun terpengaruh oleh perkembangan kota Bandung yang semakin meluas ke arah utara. Daerah yang semula merupakan desa pertanian, semakin berubah menjadi daerah urban yang kompleks permasalahannya.

Lokasi Lembang yang terletak pada jalur utama yang menghubungkan Bandung dengan Subang, ternyata tidak selalu menguntungkan bagi petani. Hal- hal yang seharusnya tidak menjadi masalah, seperti misalnya akses terhadap informasi dan pasar ternyata tetap menjadi kendala bagi petani. Selama ini petani mengandalkan para bandar sayuran untuk memasarkan hasil produksinya sekaligus menjadi sumber informasi mengenai perkembangan harga produk dan input produksi.

Petani menentukan jenis sayuran yang akan ditanam berdasarkan informasi bandar mengenai pasar, ketersediaan air pada saat musim tanam, kemudahan dalam perawatan tanaman dan perkiraan harga sayuran 1 – 2 bulan mendatang. Kelompok tani tidak aktif, sehingga kegiatan usahatani dilakukan sendiri-sendiri. Beberapa kerugian yang dialami oleh petani karena tidak tergabung dalam kelompok, antara lain :

1. Informasi pasar sering salah.

2. Modal terbatas sehingga sangat tergantung pada pinjaman dari bandar/ tengkulak.

3. Harga jual ditentukan oleh bandar.

4. Informasi terhadap teknologi baru sangat terbatas.

Tabel 4.10 berikut ini menjelaskan perbedaan karakter dalam melakukan usahatani antara petani di dusun Ciburial yang masih memiliki kelompok tani aktif, dengan dusun Cilumber yang tidak tergabung dalam kelompok tani. Ke dua dusun tersebut terdapat dalam desa yang sama yaitu Cibogo. Berdasarkan keterangan dalam Tabel 4.10, dapat diketahui bahwa petani yang tergabung dalam kelompok akan memperoleh keuntungan usahatani yang lebih besar dibandingkan petani bukan anggota kelompok.

Tabel 4.10 Karakteristik Pertanian Lahan Miring di Desa Cibogo

No Karakter Dusun Ciburial Dusun Cilumber

1 Kemiringan lereng < 40% < 40%

2 Pola budidaya Tumpang sari dan

pergiliran tanaman dalam satu petak

Monokultur dalam satu petak

3 Tindakan konservasi Terasering, Mulsa plastik,

tanaman pagar

Terasering, Mulsa plastik tanaman pagar

4 Arah guludan Mengikuti kontur Memotong kontur

5 Bencana lonsor Tidak pernah Sering, tetapi tidak luas

6 Warna air pada parit di

bagian bawah

Jernih (tidak hujan) Agak Keruh (hujan)

Agak keruh (tidak hujan) Sangat keruh (hujan)

7 Sumber/mata air Banyak Sedikit, sangat

mengandalkan curah hujan

8 Pemasaran Langsung ke Supplier CV

Bimandiri/Kemfarm/Putri Segar atau ke Bandar

Melalui Bandar

9 Cara pemasaran Sendiri-sendiri Sendiri-sendiri

10 Jenis tanaman Lettuce (tanaman utama),

Zukini, Tomat, Bawang Daun, Siobak, Daun ketumbar, Cabe, Brokoli (tergantung pesanan)

Tomat, Kubis, Kembang kol, Cabe merah, Kentang

11 Fungsi kelompok tani Sarana belajar dan

berbagi ilmu

Tidak aktif

12 Pupuk Pupuk kandang, pupuk

kimia

Pupuk kandang, pupuk kimia

13 Sumber bahan organik Kotoran Sapi dan Ayam

yang dikomposkan secara bersama-sama

Membeli pukan yang sudah jadi

14 Masa tanam Sepanjang tahun Pada saat musim hujan

(2-3 kali)

15 Pinjaman dalam bentuk

uang

Tidak ada Ada, kepada BPR PNM

16 Pinjaman dalam bentuk

saprodi

Benih kepada bandar Benih kepada bandar

17 Luas bidang olah 0,08 ha - 0,2 ha 0,07 ha - 0,3 ha

Sumber : Hasil wawancara

Selain kelompok tani yang tidak aktif, petugas penyuluh lapangan (PPL) di wilayah Kecamatan Lembang sudah lama tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya Koordinator PPL tingkat Kecamatan mengalami kesulitan untuk menggerakkan kembali anggotanya dengan alasan komunikasi macet dan usia PPL yang sudah tidak muda lagi.

Belajar dari kelompok tani di desa lain di luar wilayah pengamatan (dusun Ciburial), sebenarnya kelompok tani dapat tetap aktif meskipun tanpa bimbingan PPL. Media kelompok digunakan sebagai sarana belajar dan saling bertukar informasi sekaligus penghubung yang mendekatkan hasil panen anggotanya kepada pedagang besar (supplier). Anggota kelompok akan mendapatkan

kemudahan dalam penjualan, harga yang wajar dan bantuan benih sayuran berkualitas dari supplier tersebut.

Petani Lembang merasakan terjadinya penurunan kesuburan tanah akibat hilangnya lapisan tanah permukaan akibat proses erosi. Untuk mencegah penurunan produktivitas yang merugikan, petani menambahkan rata-rata 100 karung berukuran 30 kg pupuk kandang dari kotoran ayam dan 100 karung pupuk kandang kotoran sapi untuk lahan seluas 0,2 ha. Biaya yang dikeluarkan untuk membeli pupuk kandang ditambah biaya angkut saat ini sebesar Rp. 8000/karung. Minimal sebesar Rp 1.600.000 harus disediakan setiap empat bulan sekali.

Lahan pertanian di Lembang adalah lahan miring yang dibuat berteras. Sayuran dibudidayakan secara monokultur pada guludan-guludan yang posisinya searang kemiringan lereng. Bentuk seperti ini menyebabkan air akan mengalir cepat ke bagian bawah dengan membawa materi tanah permukaan. Petani melakukan hal tersebut secara sengaja untuk mencegah terjadinya genangan air yang dapat menyebabkan pembusukan akar tanaman.

Setelah guludan dibuat dan bahan organik ditambahkan, petani menutup lahannya menggunakan mulsa plastik. Perlakuan ini bertujuan untuk mencegah media tanam bagi sayuran terkikis oleh erosi, mempertahankan kelembaban tanah dan menekan serangan hama penyakit. Tambahan biaya yang diperlukan untuk pembelian mulsa bagi lahan seluas 0,2 ha, sebesar Rp. 800.000. Mulsa tersebut dapat dimanfaatkan selama 4 - 6 bulan.

Pengikisan lapisan tanah atas yang subur (top soil) dan pencucian hara akibat aliran air dipermukaan tanah, akan mengakibatkan kerusakan fisik, kimia dan biologi tanah. Dampak yang dirasakan oleh petani adalah meningkatnya dosis pemakaian pupuk organik dan pupuk kimia dari tahun ke tahun. Tidak hanya penggunaan pupuk yang meningkat, aplikasi pestisida juga dirasakan semakin intensif. Tanaman slada lettuce misalnya, harus disemprot fungisida setiap minggu sampai berumur 6 minggu. Pada hari ke 20 mulai dilakukan penyemprotan insektisida dengan dosis 0,25 liter insektisida yang dicairkan dengan 1 liter air. Penyemprotan dengan pestisida diulang setiap minggu hingga tanaman berumur 38 hari ( 2 hari sebelum panen).

Para petani yang tergabung dalam kelompok tani Sadaki pimpinan bapak Lili Carli mensiasati besarnya biaya produksi untuk pupuk dan pestisida dengan cara menanam sayuran secara tumpang sari. Misalnya slada lettuce menjadi

tanaman utama, setelah berumur 20 hari dilakukan penanaman bawang daun dan siombak secara bersamaan. Terdapat lebih dari 10 pola tumpangsari yang dapat dilakukan secara bergantian.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui terdapat kesenjangan antara keinginan dan kemampuan petani sebagai pemilik/pengolah lahan dengan pendapat ahli, pemerintah maupun pihak Perhutani mengenai konservasi di lahan-lahan yang rawan erosi. Petani memiliki banyak keterbatasan seperti biaya, tenaga dan luasan lahan, sehingga sulit jika harus melaksanakan perlakuan-perlakuan teknis seperti pembuatan bangunan penahan longsor, saluran-saluran permanen atau mengikuti larangan menanam di lahan miring. Sementara itu peraturan dibuat untuk melindungi seluruh masyarakat dari dampak yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan yang terjadi. Oleh karena itu diperlukan alternatif solusi lain yang bersifat win-win solution. Solusi tersebut harus sesuai dengan kemampuan petani, tidak melanggar peraturan yang berlaku dan fokus pada penyelesaian masalah di lingkungan setempat.