• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.8 Rekomendasi Kebijakan

4.1.3. Kondisi Tanah dan Agroklimat

Berdasarkan hasil beberapa penelitian, karakteristik tanah di seputaran Lembang tergolong ke dalam ordo Andisol (dalam sistem klasifikasi taksonomi tanah), atau sepadan dengan jenis Andosol (dalam sistem klasifikasi UNESCO/FAO dan Pusat Penelitian Tanah Bogor). Nama Andisol atau Andosol berasal dari kata 'Ando' yang berarti hitam atau gelap, dan 'Sol' yang berarti tanah, sehingga Andisol atau Andosol berarti juga tanah hitam. Oleh karena itu, tanah Lembang juga terkenal dengan tanah hitamnya (walaupun sebenarnya tidak semua jenis Andisol berwarna hitam, di beberapa tempat dijumpai dengan warna kecokelatan).

Tanah Andisol pada umumnya mempunyai karakteristik utama yaitu memiliki sifat andik, yaitu satu sifat tanah yang mengandung jumlah mineral Al (aluminium) ditambah Fe (ferum/besi) lebih dari atau sama dengan 2 persen, dan berat jenisnya kurang dari 0,9 g/ml, serta memiliki retensi fosfat lebih dari 85%; atau memiliki paling sedikit 30% fraksinya berukuran 0,002 - 2 mm, serta memiliki kandungan gelas vulkanik antara 5 persen sampai lebih dari 30% (tergantung kandungan jumlah Al dan Fe-nya). Melihat bobot isinya, tanah ini memang cukup ringan, sehingga memudahkan petani pada saat persiapan tanam.

Tanah-tanah yang terbentuk dari bahan vulkanik seperti tanah Andisol biasanya memiliki solum yang dalam. Berdasarkan pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa solum tanah rata-rata lebih dari 100 cm, bahkan di beberapa lokasi pengukuran mencapai 150 cm.

Berdasarkan hasil analisis terhadap contoh tanah dari 9 lokasi lahan pertanian sayuran di Kecamatan Lembang diketahui bahwa tekstur tanah Lembang memiliki komposisi fraksi pasir 34,8%, debu 49,73% dan liat 15,45 %. Berdasarkan persentase tersebut maka kelas tekstur tanah menurut USDA adalah lempung (loam). Tekstur tanah akan mempengaruhi sifat-sifat tanah yang lain seperti struktur tanah, permeabilitas tanah, porositas dan lain-lain. Tabel 4.1 dapat menjelaskan hasil penilaian analisis tanah Kecamatan Lembang.

Tabel 4.1. Penilaian Analisis Tanah Kecamatan Lembang

No Sifat Tanah Metode Hasil (Rata-rata) Penilaian

1 C-organik (%) Spektro 4,38 Tinggi

2 Nitrogen (%) Kjedal 0,44 Sedang

3 C/N - 10,2 Sedang

4 P2O5 (ppm) Bray 1 5,62 Sangat rendah

5 KTK (me/100gr) N NH4OAc pH 7 25,27 Tinggi

6 Ca (me/100gr) N NH4OAc pH 7 4,13 Rendah

7 Mg (me/100gr) N NH4OAc pH 7 0,97 Rendah

8 K (me/100gr) N NH4OAc pH 7 0,07 Sangat rendah

9 Na (me/100gr) N NH4OAc pH 7 0,08 Sangat rendah

10 Al dd (me/100gr) N KCl 0,95 Rendah 11 H dd (me/100gr) N KCl 0,19 12 Tekstur : Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Pipet 34,82 49,73 15,45 Lempung 13 pH H2O 5,12 Masam

Sumber : Hasil Analisis dan Penilaian oleh Laboratorium Penguji Tanah Balitsa, 2008

Untuk mengetahui struktur tanah mikro dilakukan pengamatan terhadap fisik tanah disertai dengan perabaan. Solum tanah umumnya dalam, berwarna coklat sampai hitam, tekstur lempung, struktur remah sampai gumpal halus, konsistensi gembur, drainase baik, dan permeabilitas sedang – tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh keadaan tanah yang agak bergumpalan, susunan lapisan tanah yang terlihat pada dinding teras ditemukan lubang/pori-pori yang cukup besar. Tanahnya relatif gembur sehingga memudahkan pada saat pembuatan teras dan pengolahan tanah.

Pada umumnya struktur tanah yang dikehendaki untuk lahan pertanian adalah struktur remah yang memiliki nilai perbandingan antara bahan padat dengan ruang pori-pori relatif seimbang. Keseimbangan perbandingan volume tersebut menyebabkan kandungan air dan udara mencukupi untuk pertumbuhan, dan bahan padatnya menyebabkan akar dapat cukup kuat untuk bertahan.

Berdasarkan beberapa penelitian, tanah yang berstruktur remah mempunyai pori-pori di antara agregat yang lebih banyak daripada yang berstruktur gumpal, sehingga perembesan airnya lebih cepat. Oleh karena itu terjadinya aliran permukaan yang dapat mengerosi tanah dapat diperkecil.

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pH tanah Lembang cenderung masam yaitu antara 4,8 – 5,8 dengan rata-rata 5,2. Keasaman atau pH (potential of hidrogen) adalah nilai (pada skala 0-14) yang menggambarkan jumlah relatif ion H+ terhadap ion OH- di dalam larutan tanah. Nilai pH tanah sangat penting untuk diketahui karena: 1) Menentukan mudah tidaknya ion-ion unsur hara diserap tanaman; 2) Menunjukkan keberadaan unsur-unsur bersifat racun bagi tanaman; dan 3) Mempengaruhi perkembangan mikroorganisme dalam tanah.

Tingkat kesuburan tanah Lembang dapat dikategorikan rendah – sedang. Hal ini ditunjukkan dengan kandungan Ca, Mg, Na dan K yang rendah. Pengolahan tanah secara intensif sepanjang tahun dalam waktu lebih dari 15 tahun tahun ternyata telah memiskinkan kandungan sebagian unsur hara dalam tanah. Untuk mempertahankan kesuburan tanahnya, petani selalu menambahkan bahan organik dan pupuk kimia dalam jumlah yang banyak pada setiap musim tanam. Pemupukan yang intensif terbukti menyebabkan nilai pH tanah di lahan pertanian sayuran cenderung rendah. Sisa pupuk anorganik yang tidak terserap oleh tanaman akan meningkatkan kemasaman tanah.

Seperti pada umumnya tanah-tanah abu vulkanik (Andisol) maka tanah Lembang juga memiliki kandungan C organik yang tinggi yaitu rata-rata 4,38%. Jumlah tersebut dapat dianggap ideal bagi lahan pertanian. Nilai C/N rasio yang menunjukkan tingkat kematangan bahan organik yang terdapat pada lapisan olah menunjukkan angka 10,2 (sedang). Sedangkan nilai kapasitas tukar kation (KTK) termasuk dalam kategori tinggi. Hasil analisis tanah yang lebih lengkap seperti yang terlampir pada Lampiran 2 dan 3.

Tingginya kandungan C organik di lahan pertanian Lembang juga dipengaruhi oleh besarnya jumlah pupuk kandang yang digunakan oleh petani sayuran setiap musim tanamnya. Untuk lahan sayuran seluas 1.000 m2 saja, diperlukan 30 karung pupuk kandang berukuran 30 kg. Hal ini dilakukan oleh petani untuk memastikan bahwa perakaran sayuran dapat tumbuh sempurna di tanah yang subur dan gembur sekaligus meningkatkan kemampuan tanah untuk menahan laju erosi yang ditimbulkan oleh aliran air.

Jadi sebenarnya, tanah Lembang tidak sepenuhnya benar bila dikatakan sebagai tanah yang (semuanya) subur secara kimiawi. Namun harus diakui, tanah jenis ini cenderung lebih subur secara fisik, karena memiliki tekstur yang halus, berat jenisnya yang ringan sehingga membuat tanah ini menjadi gembur. Rongga pori dalam tanah pun cukup 'sehat' untuk sirkulasi udara bagi akar tanaman dan pertumbuhan mikroorganisme penyubur tanah. Selain itu, dengan bahan asal abu vulkan yang banyak mengandung mineral amorf, menjadikan tanah ini memiliki kapasitas tukar kation yang cukup tinggi, dan dapat menyangga lebih lama unsur-unsur hara dari pupuk-pupuk anorganik (N, P, K dll) dan unsur-unsur hara dari pupuk organik (pupuk kandang, kompos, dsb.) yang diberikan ke dalamnya.

Topografi wilayah Lembang meliputi daerah landai (kemiringan 8% - 15%) hingga sangat curam (kemiringan > 40%). Daerah yang relatif datar hingga landai dimanfaatkan untuk pemukiman dan perkantoran. Oleh karena itu kegiatan pertanian dilakukan di lahan-lahan yang bergelombang (kemiringan 15% - 25%) hingga curam (kemiringan 25% - 40%). Tingginya laju erosi yang terjadi di lahan pertanian diduga sebagai penyebab timbulnya endapan di lahan bagian bawah maupun di Sungai Cikapundung.

Secara teoritis, sebenarnya sangat sulit untuk menentukan batas tolerasi kehilangan tanah yang terjadi di lahan pertanian. Laju kehilangan tanah memang dapat diprediksikan menggunakan formulasi USLE, namun laju pembentukan tanah sulit ditentukan karena berlangsung sangat lambat.

Menurut Buol et al., (1973) laju pembentukan tanah di seluruh muka bumi berkisar antara 0,01 – 0,07 mm/tahun. Laju yang sangat cepat merupakan perkecualian, karena rata-rata laju pembentukannya adalah 0,1 mm/tahun (Zachar, 1982). Laju pembentukan tanah sebesar 0,1 mm/tahun setara dengan 0,12 kg/m2/tahun atau 1,2 ton/ha/tahun. Dalam kaitannya dengan laju erosi,

sebagian pakar sepakat bahwa jumlah 11 ton/ha/tahun sebagai angka maksimum besarnya erosi yang masih diperbolehkan. Hasil prediksi erosi tanah di lahan pertanian Lembang menunjukkan kecepatan rata-rata sebesar 147,29 ton/ha/thn. Meskipun laju erosi yang terjadi di lahan pertanian telah melebihi batas maksimal erosi yang dapat ditoleransi, namun ancaman lebih serius yang dapat merusak ekosistem Lembang berasal dari pembangunan perumahan di lahan-lahan miring. Tabel 4.2 menunjukkan perhitungan prediksi erosi

menggunakan formula USLE, sedangkan Tabel 4.3 menunjukkan data ketinggian tempat dan kemiringan lereng lahan pertanian di Kecamatan Lembang.

Tabel 4.2. Prediksi Erosi di Lahan Pertanian di Kecamatan Lembang

Blok R K L S LS C P CP A P IBE Ket

Clb A 1258,62 0,22 2,13 15,91 33,89 0,40 0,15 0,06 563,01 9383,55 16,67 ST T 1258,62 0,22 1,35 4,21 5,68 0,20 0,35 0,07 110,16 1573,74 14,29 ST B 1258,62 0,22 1,51 1,55 2,34 0,40 0,15 0,06 38,88 648,08 16,67 ST Ckl A 1258,62 0,22 1,91 6,43 12,28 0,40 0,15 0,06 204,04 3400,65 16,67 ST T 1258,62 0,22 1,17 2,45 2,87 0,20 0,40 0,08 63,50 793,72 12,50 ST B 1258,62 0,22 1,65 0,84 1,39 0,40 0,15 0,06 23,03 383,78 16,67 ST Ckd A 1258,62 0,25 1,35 2,99 4,03 0,40 0,15 0,06 76,16 1269,41 16,67 ST T 1258,62 0,22 1,78 8,17 14,54 0,40 0,15 0,06 241,61 4026,79 16,67 ST B 1258,62 0,15 2,13 0,26 0,55 0,10 0,50 0,05 5,23 104,55 20,00 ST Rata 147,29 Keterangan:

R = Indeks erosivitas hujan

K = Indeks erodibilitas tanah

L = Indeks panjang lereng

S = Indeks kemiringan lereng

LS = Kemiringan lereng

C = Indeks penutupan vegetasi

CP = Faktor pengelolaan

A = Erosi Aktual (ancaman erosi) dalam satuan ton/ha/tahun

P = Erosi Potensial (bahaya erosi tertinggi) dlm satuan ton/ha/tahun

IBE = Indeks Bahaya Erosi

ST = Sangat Tinggi

IBE < 1.0 = Rendah

IBE 1.01-4.0 = Sedang IBE 4.01-10.0 = Tinggi IBE > 10.01 = Sangat Tinggi

Tabel 4.3. Data Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng Lahan Pertanian di Kecamatan Lembang

No Lokasi Pengukuran Ketinggian Tempat

(m dpl) Kemiringan Lereng (%) 1 2 3 Cilumber (SPMA) Atas Tengah Bawah Cikole Atas Tengah Bawah Cikidang Atas Tengah Bawah 1407 1327 1279 1324 1308 1294 1227 1195 1179 45 29 24 30 20 18 20 20 15

Selanjutnya data iklim diperoleh dari stasiun klimatologi Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Lembang. Berdasarkan kondisi geografis dan topografinya, Lembang merupakan dataran tinggi dan beriklim dingin hingga sedang. Temperatur harian maksimum tercatat 24,6 0C sedangkan temperatur minimum 18,4 0C. Besarnya radiasi matahari yang menyinari rata-rata sebanyak 285 kal/cm. Kelembaban udaranya cukup tinggi yaitu 80,5% dengan rata-rata evaporasi sebesar 3,4 mm/hr.

Wilayah Lembang memiliki curah hujan yang relatif tinggi. Sepanjang tahun 2007 tercatat curah hujan rata-rata mencapai 242,20 mm/bulan dengan bulan basah (> 100 mm) 8 dan bulan kering (< 60 mm) 2 sisanya merupakan bulan lembab. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Scmidt dan Fergusson perbandingan antara jumlah bulan kering dengan bulan basah (Q) selama 10 tahun terakhir menunjukkan bahwa wilayah Lembang termasuk dalam klasifikasi iklim tipe B (basah). Besarnya nilai Q tersebut adalah 0,315. Tabel 4.4 berikut ini adalah data curah hujan 5 tahun terakhir untuk wilayah Kecamatan Lembang. Tabel 4.4. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Bulanan Kecamatan Lembang Tahun 2003 – 2007 Tahun/ Bulan 2003 CH/HH 2004 CH/HH 2005 CH/HH 2006 CH/HH 2007 CH/HH Januari 150/8 28/2 188,6/10 594,0/21 156,0/7 Pebruari 240,5/16 109,8/5 282,3/13 484,9/20 333,0/17 Maret 111/7 164,5/5 235/13 96,0/7 179,3/16 April 102,9/7 307/10 117,4/8 430,2/16 502,9/22 Mei 142,3/7 178/10 45,1/3 49,9/4 167,7/17 Juni 17,4/2 56,5/3 106/6 5,5/1 83,5/12 Juli 0/0 0/0 145/10 27,5/2 0/0 Agustus 43,8/3 72/5 217,5/9 69/3 68,2/3 September 66,5/2 121,5/4 73/4 62/3 5,5/2 Oktober 339,7/13 36,4/2 430,5/6 130/6 148,5/6 Nopember 85,2/5 175,3/9 125/3 135,6/7 522,0/19 Desember 388/18 292,4/13 200/6 287/14 800,0/29 Total CH 1687,3 1541,4 2165,4 2371,6 2966,6 Rata-rata CH 140,60 128,45 180,45 197,63 247,22 Keterangan : Curah hujan dalam satuan mm.

Sumber : Balai Penelitian Tanaman Sayuran (data diolah)

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pemahaman petani dan sebagian masyarakat terhadap fungsi Lembang sebagai daerah resapan air untuk wilayah yang lebih luas (Bandung) ternyata masih rendah. Beberapa sumber air seperti misalnya Tampian Cicadas yang terletak di lingkungan RW 8

dusun Cilumber sejak Oktober 2007 kering. Hal ini menunjukkan bahwa infiltrasi air hujan tidak mampu memenuhi akuifer untuk mengisi mata air.

Responden lebih percaya bahwa mengeringnya mata air disebabkan oleh beroperasinya pabrik air mineral kemasan sejak tahun 2005. Dikonfirmasikan kepada pengelola pabrik, bahwa pembangunan sumur bor telah dilakukan sesuai dengan UU No. 7 tentang Sumberdaya Air. Sumber air mineral mengambil air tanah dalam sebagai bahan baku, dari kedalaman mencapai 100 m. Pejabat Dinas Pertambangan dan Energi propinsi Jawa Barat juga menolak keluhan masyarakat yang tinggal di sekitar perusahaan air, dan menegaskan bahwa air tanah dalam berbeda dengan air permukaan. Keduanya dipisahkan oleh lapisan kedap air, sehingga tidak ada korelasi antara mengeringnya sumber air di dusun Cilumber dengan pemanfaatan air tanah dalam oleh industri. Masalahnya adalah apakah jumlah air tanah dalam yang setiap hari disedot dapat tergantikan oleh jumlah air hujan yang diresapkan oleh tanah disekitarnya. Beberapa pakar menegaskan bahwa air hujan yang diresapkan oleh tanah baru bisa menjadi air tanah dalam setelah 30 tahun. Itupun jika permukaan tanah tertutupi oleh vegetasi tahunan yang rapat.

Jika memperhatikan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah daerah, sebenarnya Perda No 1 tahun 2008 cukup mengakomodasi tindakan konservasi untuk wilayah Lembang. Arah kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Bandung Utara (KBU) difokuskan sebagai berikut :

1. memulihkan dan menanggulangi lahan dengan kondisi fungsi hidroorologis kritis dan sangat kritis;

2. mencegah meningkatnya kekritisan fungsi hidroorologis pada lahan dengan kondisi mulai kritis dan agak kritis;

3. mengendalikan dan membatasi pembangunan guna mempertahankan fungsi hidroorologis pada lahan dengan kondisi normal dan baik, serta memiliki keterbatasan luas.

Hasil penelitian Narulita (2008) juga membuktikan bahwa rendahnya kemampuan infiltrasi tanah di wilayah cekungan Bandung akibat berkurangnya luas tutupan lahan (Peta 4.2). Oleh karena itu, perlu diwaspadai bahwa mengeringnya mata air Tampian Cicadas bukan mustahil merupakan satu indikator ketidakmampuan lahan yang terdapat di sekitarnya (Gunung Putri) untuk meresapkan air hujan. Gambar 4.2 menunjukkan semakin meluasnya

lahan terbuka di wilayah Kecamatan Lembang yang ditunjukkan oleh warna merah (pemukiman) dan hijau (pertanian lahan kering bercampur semak).

Sumber: Narulita et al., (2008)

Gambar 4.2. Peta Tutupan Lahan di Cekungan Bandung