• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Kepuasan Kerja

Menurut Siegel dan Lane (1987) yang dikutip dari Pengembangan Kualitas SDM dari Perspektif PIO Sjabadhyni dan Wutun (2001: 461) kepuasan kerja adalah cara seorang pekerja merasakan pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan generalisasi sikap seorang pekerja terhadap pekerjaannya yang memiliki beberapa aspek. Sikap seorang pekerja terhadap pekerjaannya mencerminkan perasaan menyenangkan atau tidaknya pekerjaan yang mereka lakukan. Dalam hal ini, kepuasan kerja merupakan selisih dari suatu yang harusnya ada dengan sesuatu yang sesungguhnya ada (factual), semakin kecil selisih kondisi yang seharusnya dengan kondisi yang sesungguhnya, seseorang akan cenderung merasa lebih puas.

Ada tiga dimensi penting dalam kepuasan kerja (Luthans 2005: 212):

1. Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional terhadap situasi kerja.

2. Kepuasan kerja seringkali ditentukan oleh sejauh mana hasil yang diperoleh sesuai dengan harapan.

3. Kepuasan kerja mencerminkan beberapa sikap yang saling berhubungan.

D. Aspek-Aspek dalam Kepuasan Kerja

Aspek kerja yang oleh Hersey Blanchard (1986:68) dianggap memberikan kepuasan kerja adalah kebijakan dan administrasi, penyeliaan, kondisi kerja, hubungan antar pribadi, uang, status dan keamanan. Sedangkan menurut Locke dalam Pengembangan Kualitas SDM menurut Perspektif PIO Sjabadhyni dan Wutun (2001:464) menyebutkan aspek-aspek dalam kepuasan kerja meliputi: pekerjaan yang menantang, imbalan yang adil, kondisi kerja yang mendukung, dukungan rekan kerja dan supervisi.

Beberapa aspek kepuasan kerja dari pendapat-pendapat tersebut memiliki kesamaan, sehingga dalam penelitian ini ditetapkan aspek kepuasan kerja, menurut Luthans (2005: 212-214) sebagai berikut:

a. Kepuasan pada pekerjaan itu sendiri

Pekerjaan yang dilakukan oleh seorang karyawan dapat menghasilkan kepuasan kerja, motivasi intern, prestasi kerja yang tinggi, tingkat kemangkiran yang rendah, dan tingkat labour turn over yang rendah.

b. Kepuasan pada pembayaran

Kepuasan pada pembayaran merupakan hal yang bersifat multi dimensional. Hal ini berarti bahwa kepuasan kerja bukan hanya terletak pada gaji /upah semata, namun karyawan lebih melihat hal itu sebagai refleksi dari pihak perusahaan atas kontribusi yang mereka berikan. Kepuasan terhadap pembayaran dapat dipengaruhi oleh kebijakan perusahaan, khususnya tentang sistem pembayaran yang diterapkan. Faktor-faktor pembayaran yang lain, seperti berbagai tunjangan yang bersifat fleksibel juga dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan, sedangkan gaji merupakan salah satu bentuk kompensasi finansial langsung yang diberikan pada karyawan oleh perusahaan secara tetap setiap bulan.

c. Kepuasan Terhadap Promosi

Kesempatan untuk dipromosikan merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap kepuasan yang diperoleh oleh karyawan. Kesempatan ini merupakan bentuk imbalan yang bentuknya berbeda dengan imbalan yang lain, promosi bisa dilakukan berdasarkan senioritas ataupun berdasarkan kinerja. Kepuasan kerja yang bersumber pada promosi, merupakan hal yang tidak mudah ditentukan. Tetapi, promosi ke jenjang yang lebih tinggi di organisasi yang sama tentunya akan menyebabkan perubahan dalam penyeliaan, rekan kerja, dan imbalan. Pekerjaan yang tergolong level tinggi dalam perusahaan umumnya lebih memberikan imbalan yang tinggi,

kebebasan yang lebih banyak, dan membutuhkan kekuatan fisik yang lebih ringan daripada level dibawahnya.

d. Kepuasan pada Supervisi

Supervisi merupakan salah satu hal yang cukup penting sebagai sumber kepuasan kerja. Kepuasan terhadap supervisi sangat berkaitan dengan gaya kepemimpinan supervisi. Sehubungan dengan hal itu, setidaknya terdapat dua dimensi gaya supervisor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja: a. Supervisor yang berorientasi pada karyawan

Dimensi ini diukur dari tingkat seberapa sering supervisor memberikan perhatian secara personal terhadap karyawan, dalam hubunganya dengan kesejahteraan karyawan. Hal ini ditunjukkan dengan tindakan mengecek seberapa baik karyawan melaksanakan pekerjaanya, memberikan arahan, memberikan nasehat atau bantuan secara individual dan berkomunikasi dengan karyawan secara wajar sebagaimana berkomunikasi dengan atasan maupun karyawan yang tingkatnya lebih tinggi.

b. Supervisor yang mengutamakan partisipasi karyawan

Dimensi ini digambarkan sebagai tindakan para manajer yang mengajak karyawan untuk berpartisipasi dalam membicarakan berbagai persoalan yang akan mempengaruhi pekerjaan mereka.

e. Kepuasan Terhadap Rekan Kerja

Rekan kerja dapat menjadi sumber kepuasan kerja karyawan apabila antar karyawan diberi kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Rekan

kerja bisa menjadi sumber kepuasan yang paling kuat jika anggotanya memiliki kemiripan dalam nilai-nilai dan perilaku. Jadi nilai perasaan dari suatu kelompok kerja berkaitan erat dengan kepuasan kerja. Bagi sebagian besar karyawan bekerja juga dapat memenuhi kebutuhan untuk berinteraksi sosial. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila memiliki rekan kerja yang ramah dan mendukung dapat meningkatkan kepuasan kerja.

E. Teori-Teori Tentang Kepuasan Kerja

Di bawah ini dikemukakan beberapa teori mengenai kepuasan kerja (Mangkunegara 2000: 36):

1. Teori keseimbangan (equity theory)

Teori ini memiliki beberapa komponen yaitu input, outcome, comparison person dan equity-inequity. Input adalah semua nilai yang diterima karyawan yang menunjang pelaksanaan kerja. Misalnya: pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi, jumlah jam kerja. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan karyawan. Misalnya: upah, keuntungan tambahan, status, pengenalan kembali (recognition), kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri. Sedangkan comparison person adalah seorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya. Menurut teori ini puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari membandingkan input-outcome pegawai lain (comparison person). Jika perbandingan

tersebut dirasakan seimbang (equity) maka pegawai tersebut merasa puas. Tetapi bila terjadi ketidakseimbangan (inequity) dapat menyebabkan dua kemungkinan yaitu over compensation inquity (ketidakseimbangan yang menguntungkan) dirinya dan sebaliknya, under compensation inquity (ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai yang menjadi pembanding atau comparison person).

2. Teori Pembedaan (Discrepancy Theory)

Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter yang berpendapat bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan menghitung selisih antara yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai. Hal ini didukung juga oleh Locke yang mengatakan bahwa kepuasan kerja pegawai bergantung pada perbedaan antara yang didapat dan yang diharapkan oleh pegawai. Apabila yang didapat pegawai ternyata lebih besar dari yang diharapkan maka pegawai tersebut menjadi puas. Sebaliknya apabila yang didapat lebih rendah daripada yang diharapkan menyebabkan pegawai menjadi tidak puas.

3. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fullfillment Theory)

Menerut teori ini, kepuasan kerja pegawai tergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas apabila ia mendapat apa yang ia butuhkan. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi makin puaslah pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya, apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai itu akan merasa tidak puas. 4. Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory)

Menurut teori ini kepuasan kerja bukan hanya bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh pegawai dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh pegawai dijadikan tolak ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Pegawai ini akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan kelompok acuan.

F. Komitmen Karyawan pada Organisasi

Komitmen karyawan pada organisasi merupakan variabel sikap yang cukup popular dalam pembahasan ilmu perilaku organisasi. Menurut Luthans (2005: 217) komitmen seorang pada organisasi merupakan daya relatif keberpihakkan seseorang terhadap suatu organisasi. Menurut Potter dan Smith (dalam Steers, 1997) dalam Pengembangan Kualitas SDM dari Perspektif PIO Sjabadhyni dan Wutun (2001: 455) mendefinisikan komitmen karyawan terhadap organisasi sebagai sifat hubungan antara pekerja dan organisasi yang memungkinkan ia mempunyai komitmen yang tinggi terhadap organisasi. Dijelaskan pula, bahwa secara konseptual komitmen karyawan ditandai oleh tiga faktor:

1. Keinginan kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi tersebut.

2. Kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi tersebut.

3. Kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

Komitmen organisasi sebagai sebuah sikap memiliki ruang lingkup yang lebih global daripada kepuasan kerja karena komitmen karyawan menggambarkan pandangan terhadap organisasi secara keseluruhan, bukan hanya aspek pekerjaan saja. Komitmen karyawan pada organisasi adalah bentuk keterikatan, keterlibatan dan apa yang dirasakan dan dialami di dalam organisasi.

Robbins (1989) dalam Pengembangan Kualitas SDM dari Perspektif PIO Sjabadhyni dan Wutun (2001: 456) menyatakan bahwa komitmen karyawan pada organisasi merupakan salah satu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak suka dari seorang karyawan terhadap organisasi tempat dia bekerja. Dijelaskan pula, bahwa komitmen karyawan terhadap organisasi yang mencakup loyalitas, identifikasi, dan keterlibatan. Jadi, komitmen karyawan terhadap organisasi mendefinisikan unsur orientasi hubungan (aktif) antara individu dan organisasinya. Orientasi hubungan tersebut mengakibatkan individu (pekerja) atas kehendak sendiri bersedia memberikan sesuatu, dan sesuatu yang diberikan itu demi merefleksikan dukungannya bagi tercapainya tujuan organisasi.

Definisi lain yang lebih menonjolkan aspek psikologis dikemukakan oleh Charles O’Reiily (1989) dalam Pengembangan Kualitas SDM dari Perspektif PIO Sjabadhyni dan Wutun (2001: 456) bahwa komitmen karyawan pada organisasi yang mencakup keterlibatan kerja, kesetiaan, dan perasaan percaya terhadap nilai-nilai organisasi.

Menurut Allen dan Mayer dalam Luthans (2005: 218): a. Komitmen afektif

Merupakan kedekatan emosi karyawan dengan organisasi, identifikasi mereka dengan organisasi, dan keterlibatan mereka dengan organisasi. Dengan komitmen afektif karyawan dapat bertahan pada suatu organisasi karena mereka menginginkannya.

b. Komitmen kesinambungan

Merupakan komitmen yang didasarkan pada konsekuensi (harga yang harus mereka bayar) bila meninggalkan organisasi. Karyawan memiliki komitmen kesinambungan yang kuat tetap bertahan pada organisasi karena mereka membutuhkannya.

c. Komitmen normatif

Merupakan komitmen yang mengacu pada keharusan karyawan untuk tetap berada dalam organisasi yang bersangkutan. Karyawan yang mempunyai komitmen normatif lebih dipengaruhi oleh sosialisasi dan kultur yang dialami karyawan baik sebelum atau sesudah masuk organisasi.

Oleh karena itu komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan yang aktif antara pekerja dengan organisasi dimana pekerja tersebut bersedia memberikan sesuatu atas kemauan sendiri agar dapat mendorong tercapainya tujuan organisasi.

Dokumen terkait