• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis .1 Motivasi

2.1.3 Kepuasan Kerja

Istilah “kepuasan”merujuk pada sikap umum seseorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja. Pada hakekatnya, kepuasan kerja merupakan perasaan senang atau senang pekerja dalam memandang dan menjalankan pekerjaannya. Apabila seseorang senang terhadap pekerjaannya, maka orang tersebut puas terhadap pekerjaanya (Sutrisno 2011).

Kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins 2008). Greenberg dan Baron (2003) mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai sikap positif atau negatif yang dilakukan individual terhadap pekerjaan mereka. Sementara itu, Kreitner dan Kinicki (2001) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan respon affective atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang.

Menurut Hasibuan (2011), Kepuasan kerja adalah sikap emosional seseorang yang menyukai dan mencintai pekerjaan yang dilakukannya. Kepuasan kerja karyawan merupakan sarana pendorong moral, kedisiplinan dan prestasi kerja karyawan dalam mendukung tercapainya tujuan organisasi.

Pengaruh karyawan yang tidak puas di tempat kerja

Dalam Robbin (2008), menyatakan bahwa ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka, respon yang akan ditunjukkan adalah sebagai berikut :

1. Keluar (exit): Perilaku yang ditunjukkan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri.

2. Aspirasi (voice) : secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja

3. Kesetiaan (Loyalty) : secara pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar”

4. Pengabaian (neglect) : secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.

Dampak Kepuasan Kerja pada Kinerja Karyawan

Dalam Robbin (2008), mengungkapkan bahwa banyak penelitian yang dirancang untuk menilai dampak kepuasan kerja pada produktivitas pegawai, keabsenan dan pengunduran diri.

1. Kepuasan dan Produktivitas : Organisasi yang mempunyai lebih banyak pegawai yang merasa puas cenderung lebih efektif daripada organisasi-organisasi yang mempunyai lebih sedikit pegawai yang puas

2. Kepuasan dan Keabsenan : berdasarkan hasil penelitian, para pekerja dengan skor kepuasan tinggi mempunyai angka kehadiran lebih tinggi daripada mereka yang mempunyai level kepuasan lebih rendah.

3. Kepuasan dan Pengunduran Diri : Kondisi pasar tenaga kerja, harapan tentang alternatif peluang kerja dan lamanya bekerja dengan organisasi merupakan hambatan penting pada keputusan aktual untuk seseorang meninggalkan pekerjaan. Secara spesifik, tingkat kepuasan kurang penting

dalam memprediksi pengunduran diri untuk superior performer, yaitu mereka yang mempunyai kinerja unggul. Hal tersebut terjadi karena organisasi melakukan usaha yang perlu untuk mempertahankan orang ini. Mereka mendapatkan kenaikan upah, pujian, pengakuan, peluang promosi meningkat dan seterusnya. Sebaliknya terjadi pada poor performer, yaitu mereka yang kinerjanya buruk. Sedikit sekali usaha dilakukan organisasi untuk mempertahankan mereka. Bahkan ditekan untuk mendorong mereka keluar. Oleh karena itu, diharapkan kepuasan kerja lebih penting dalam mempengaruhi poor performer untuk tetap tinggal daripada superior performer.

Penyebab Kepuasan Kerja

Ada lima faktor yang dapat memengaruhi timbulnya kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut (Kreitner & Kinichi 2001 disitasi Wibowo 2011).

1. Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan)

Model ini dimaksudkan bahwa kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.

2. Discrepancies (perbedaan)

Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila harapan lebih besar daripada apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima manfaat di atas harapan.

3. Value attainment (pencapaian nilai)

Gagasan value attainment adalah bahwa kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting.

4. Equity (keadilan)

Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan merupakan

hasil dari persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil kerja dan inputnya relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara keluaran dan masukan pekerjaan lainnya.

5. Dispositional / genetic components (komponen genetik)

Beberapa rekan kerja atau teman tampak puas terhadap variasi lingkungan kerja, sedangkan lainnya kelihatan tidak puas. Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik lingkungan pekerjaan.

Pedoman Meningkatkan Kepuasan Kerja

Ada beberapa saran yang dapat diberikan untuk mencegah ketidakpuasan dan meningkatkan kepuasan seperti dibawah ini (Greenberg & Baron 2003 disitasi Wibowo 2011)

1. Membuat pekerjaan menyenangkan

Orang lebih puas dengan pekerjaan yang mereka senang kerjakan daripada yang membosankan. Meskipun beberapa pekerjaan secara intrinsik membosankan, pekerjaan tersebut masih mungkin meningkatkan tingkat kesenangan ke dalam setiap pekerjaan.

2. Orang dibayar dengan jujur

Orang yang percaya bahwa sistem pengupahan tidak jujur cenderung tidak puas dengan pekerjaannya. Hal ini diperlakukan tidak hanya untuk gaji dan upah per jam, tetapi juga fringe benefit. Konsisten dengan value theory, mereka merasa dibayar dengan jujur dan apabila orang diberi peluang memilih fringe benefit yang paling mereka inginkan, kepuasan kerjanya cenderung baik.

3. Mempertemukan orang dengan pekerjaan yang cocok dengan minatnya. Semakin banyak orang menemukan bahwa mereka dapat memenuhi kepentingannya sambil ditempat kerja, semakin puas mereka dengan pekerjaannya. Perusahaan dapat menawarkan counselling individu kepada

pekerja sehingga kepentingan pribadi dan profesional dapat diidentifikasi dan disesuaikan.

4. Menghindari kebosanan dan pekerjaan berulang-ulang

Kebanyakan orang cenderung mendapatkan sedikit kepuasan dalam melakukan pekerjaan yang sangat membosankan dan berulang. Sesuai dengan two-factor theory, orang jauh lebih puas dengan pekerjaan yang meyakinkan mereka memperoleh sukses secara bebas melakukan kontrol atas bagaimana cara mereka melakukan sesuatu.

Korelasi Kepuasan Kerja

Hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat negatif maupun positif. Kekuatan hubungan mempunyai rentang dari lemah sampai kuat. Hubungan yang kuat menunjukkan bahwa manager dapat memengaruhi dengan signifikan variabel lainnya dengan meningkatkan kepuasan kerja. Beberapa korelasi kepuasan kerja adalah sebagai berikut (Kreitner & Kinicki disitasi Wibowo 2011).

1. Motivation (motivasi)

Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara motivasi dengan kepuasan kerja. Karena kepuasan dengan supervisi juga mempunyai korelasi signifikan dengan motivasi, manajer disarankan mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka memengaruhi kepuasan kerja. Manajer secara potensial dapat meningkatkan motivasi pekerja melalui berbagai usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja

2. Job involvement (pelibatan kerja)

Pelibatan kerja menunjukkan kenyataan dimana individu secara pribadi dilibatkan dengan peran kerjanya. Penelitian menunjukkan bahwa pelibatan kerja mempunyai hubungan moderat dengan kepuasan kerja. Untuk itu, manajer didorong memperkuat lingkungan kerja yang memuaskan untuk mendorong keterlibatan kerja pekerja.

3. Organizational citizenship behavior

Organizational citizenship behavior merupakan perilaku pekerja diluar dari apa yang menjadi tugasnya. Sebagai contoh adalah adanya bisik-bisik

sebagai pernyataan konstruktif tentang departemen, ekspresi tentang perhatian pribadi atas pekerjaan orang lain, saran untuk perbaikan, melatih orang baru, menghargai semangat, perhatian terhadap kekayaan organisasi dan kehadiran diatas standar yang ditentukan. Organizational citizenship behavior lebih banyak ditentukan oleh kepemimpinan dan karakteristik lingkungan kerja daripada oleh kepribadian pekerja.

4. Organizational commitment (komitmen organisasional)

Komitmen organisasional mencerminkan tingkatan dimana individu mengidentifikasi dengan organisasi dan mempunyai komitmen terhadap tujuannya. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan dan kuat antara komitmen organisasi dan kepuasan. Manajer disarankan meningkatkan kepuasan kerja dengan maksud untuk menimbulkan tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya, komitmen yang lebih tinggi dapat memfasilitasi produktivitas lebih tinggi.

5. Absenteeism (kemangkiran)

Kemangkiran merupakan hal mahal dan manajer secara tetap mencari cara untuk menguranginya. Satu rekomendasi telah meningkatkan kepuasan kerja. Apabila rekomendasi sah, akan terdapat korelasi negatif yang kuat antara kepuasan dan kemangkiran. Dengan kata lain, apabila kepuasan meningkat, kemangkiran akan turun. Penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan terdapat hubungan negatif yang lemah antara kepuasan dan kemangkiran. Oleh karena itu, manajer akan menyadari setiap penurunan signifikan dalam kemangkiran akan meningkatkan kepuasan kerja.

6. Turnover (perputaran)

Perputaran sangat penting bagi manajer karena menganggu kontinuitas organisasi dan sangat mahal. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif moderat antara kepuasan dan perputaran. Dengan kekuatan hubungan tertentu, manajer disarankan untuk mengurangi perputaran dengan meningkatkan kepuasan kerja pekerja.

7. Perceived stress (perasaan stres)

Stres dapat berpengaruh sangat negatif terhadap perilaku organisasi dan kesehatan individu. Stres secara positif berhubungan dengan kemangkiran,

perputaran, sakit jantung koroner, dan pemeriksaan virus. Penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif kuat antara perasaan stres dengan kepuasan kerja. Diharapkan manajer berusaha mengurangi dampak negatif stres dengan memperbaiki kepuasan kerja.

8. Job performance ( prestasi kerja)

Kontroversi terbesar dalam penelitian organisasi adalah tentang hubungan antara kepuasan dan prestasi kerja atau kinerja. Ada yang menyatakan bahwa kepuasan mempengaruhi prestasi kerja lebih tinggi, sedangkan lainnya berpendapat bahwa prestasi kerja mempengaruhi kepuasan. Penelitian untuk menghapuskan kontroversi tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan kinerja.

Mengukur Kepuasan Kerja

Dalam Robbin (2008), Pendekatan yang paling banyak digunakan dalam mengukur kepuasan kerja terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Peringkat global tunggal ( single global rating). Metode peringkat global tunggal tidak lebih dari sekedar menanyai karyawan untuk menanggapi pertanyaan, seperti “berdasarkan semua hal, seberapa puas Anda dengan pekerjaan Anda?”. Para responden kemudian menjawab dengan melingkari angka antara satu dengan lima yang mencerminkan jawaban dari “sangat puas”sampai “sangat tidak puas”

2. Skor penghitungan ( summation score). Pendekatan dengan metode skor penghitungan yaitu mengidentifikasi elemen-elemen pekerjaan tertentu dan menanyakan perasaan karyawan terhadap setiap elemen tersebut. Faktor-faktor yang umumnya disertakan adalah suasana pekerjaan, pengawasan, tingkat upah saat ini, peluang promosi, dan hubungan dengan mitra kerja.