• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL UJI VALIDITAS

1.1 Latar Belakang

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan satu-satunya sumber daya yang memiliki akal perasaan, keinginan, keterampilan, pengetahuan, dorongan, daya dan karya (rasio, rasa, dan karsa). Semua potensi SDM tersebut berpengaruh terhadap upaya organisasi dalam mencapai tujuan perusahaan. Betapapun majunya teknologi, perkembangan informasi, tersedianya modal dan memadainya bahan, jika tanpa SDM sulit bagi organisasi itu untuk mencapai tujuannya (Sutrisno 2011).

SDM yang sesuai dengan kebutuhan suatu perusahaan merupakan penggerak sumber daya yang lain seperti modal, mesin peralatan dan metode kerja. Perusahaan tidak hanya mengharapkan sumber daya yang dimilikinya cakap dan terampil, tetapi juga dapat bekerja dengan giat dan mampu mencapai hasil kerja yang optimal sehingga sasaran dan tujuan yang ditetapkan perusahaan dapat dipenuhi. Kemampuan, kecakapan maupun keterampilan tidak akan berarti jika sumber daya manusia tersebut tidak mempunyai semangat kerja dan motivasi yang tinggi. Mengingat pentingnya SDM dalam perusahaan menyebabkan seorang pemimpin harus mampu mengarahkan potensi dan perilaku pegawai agar pegawai mau dan mampu bekerjasama dengan giat secara produktif. Untuk mempengaruhi potensi dan perilaku pegawai sesuai dengan apa yang diinginkan perusahaan bukanlah hal yang mudah. Hal ini disebabkan SDM atau pegawai merupakan makhluk hidup yang dinamis, memiliki pikiran, perasaan, harga diri, sifat serta membawa latar belakang, perilaku dan kebutuhan yang berbeda-beda dalam perusahaan. Faktor yang dapat digunakan untuk merangsang, menggerakan, dan mengarahkan potensi dan daya kerja ke arah yang diinginkan adalah motivasi (Hasibuan 2010).

Kepuasan kerja adalah refleksi dari sikap positif atau negatif yang dilakukan individual terhadap suatu pekerjaan. Herzberg menjelaskan bahwa sikap tersebut merupakan respon emosional (affective) yang dipengaruhi oleh faktor motivasi dan faktor kesehatan. Hasibuan (2011) menjelaskan bahwa motivasi adalah faktor

yang mendorong individu berperilaku positif untuk melakukan kegiatan yang produktif dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Universitas Terbuka (UT) adalah universitas yang menawarkan sistem pendidikan jarak jauh di Indonesia, dimana sistem pendidikannya yang tidak berlangsung dalam suatu ruangan kelas tetapi menggunakan sistem belajar jarak jauh dengan memanfaatkan berbagai macam media yang mudah dijangkau mahasiswa. Sebagai lembaga perguruan tinggi yang mempelopori penyelenggaraan pendidikan tinggi jarak jauh di tanah air dalam skala besar, sudah sewajarnya UT menjadi pusat unggulan dalam pengembangan teori maupun praktek penyelenggaraan pendidikan jarak jauh (Suparman & Zuhairi 2004).

Untuk mewujudkan UT menjadi pusat unggulan bukanlah sesuatu yang mudah, perlu adanya dukungan SDM yang mampu berkontribusi didalamnya. Motivasi kerja yang tinggi yang dimiliki pegawai telah membawa UT sehingga mengalami perkembangan signifikan diiringi perolehan berbagai prestasi dan penghargaan, di tingkat nasional, regional, maupun internasional. Saat ini jumlah mahasiswa UT sebesar 578.698. 100, sehingga UT tergolong dalam The Top Ten Mega University of the World.

Kesuksesan UT dalam meningkatkan daya jangkau pendidikan tinggi bukan merupakan satu-satunya prestasi UT. Pada tingkat internasional UT mampu mempertahankan Sertifikat Kualitas dari The International Council for Open and Distance Education (ICDE). Dalam bidang manajemen, UT sampai saat ini juga mampu mempertahankan Sertifikat ISO 9001:2000/2008 dari Badan Sertifikasi SAI Global dan SGS USA, dan UT terpilih sebagai pemimpin organisasi pendidikan tinggi jarak jauh di seluruh Asia (Asian Association of Open Universities (AAOU) periode 2008-2010.

Untuk memperoleh penghargaan dan pengakuan sebagai universitas berkelas internasional, tidak semudah membalik telapak tangan. Ini semua diraih atas produktivitas SDM yang dimiliki UT. Pentingnya motivasi pegawai dalam menunjang proses kerja di UT yang telah membawa UT menjadi seperti sekarang

ini. Motivasilah yang membawa pegawai menjadi berprestasi dan semangat dalam bekerja sehingga akan menentukan arah UT ke depan.

Pemeliharaan (maintenance) pegawai harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari manajer. Jika pemeliharaan pegawai kurang diperhatikan, semangat kerja, sikap dan loyalitas pegawai akan menurun. Supaya pegawai bersemangat kerja, berdisiplin tinggi, dan bersikap loyal dalam menunjang tujuan perusahaan maka fungsi pemeliharaan mutlak mendapat perhatian manajer. Tidak mungkin pegawai bersemangat bekerja dan berkonsentrasi penuh terhadap pekerjaannya jika kesejahteraan mereka tidak diperhatikan dengan baik. Pemeliharaan adalah usaha mempertahankan dan atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan sikap pegawai agar mereka tetap loyal dan bekerja produktif untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan (Hasibuan 2011).

Motivasi kerja yang sudah baik perlu adanya pemeliharaan, pemeliharaan dimaksudkan untuk menjaga sikap pegawai dalam melakukan pekerjaan, agar terus berkarya untuk kemajuan dan pengembangan UT. Hal inilah yang dirasakan penting untuk diketahui organisasi. Karena dengan prestasi yang diraih UT saat ini, pegawai sebagai bagian dari manajemen UT patut berbangga diri tetapi tidak harus puas dengan apa yang sudah diraih saat ini, ada jalan yang masih panjang yang harus dilewati. Maju mundurnya UT ke depan ada ditangan pegawai-pegawai yang akan membawa UT dimasa depan.

Untuk memelihara motivasi kerja, organisasi harus mengetahui faktor penggerak apakah yang memicu pegawai sehingga termotivasi dalam melakukan pekerjaan. Seorang pegawai yang termotivasi biasanya bersifat energik dan bersemangat dalam mengerjakan sesuatu secara konsisten dan aktif mencari peran dengan tanggung jawab yang lebih besar, pegawai tidak akan merasa takut dihadapkan pada tantangan, bahkan justru termotivasi untuk mengatasinya. Seorang atau beberapa pegawai dalam tim yang memiliki motivasi tinggi dapat membangkitkan semangat rekan-rekan lainnya dan membawa ke arah prestasi yang semakin tinggi, sebaliknya para pegawai yang memiliki motivasi yang kurang akan sering menampilkan rasa tidak senang akan tugas-tugas dan

tujuannya serta cenderung masa bodoh. Akibatnya, kinerja mereka menjadi buruk dan sering melepaskan tanggung jawabnya (Mangkuprawira & Hubeis 2007).

Berkaitan dengan hal tersebut, penting bagi UT untuk mengenali faktor-faktor apa yang memotivasi pegawai dalam bekerja sehingga dapat dijadikan acuan untuk menghidupkan atau mengaktifkan faktor-faktor pendorong motivasi pegawai agar dapat bekerja dengan giat untuk mencapai tujuan perusahaan maupun tujuan dirinya sendiri, sehingga prestasi UT dapat dipertahankan dan mampu berkarya terus untuk kemajuan UT. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengkaji dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi dalam diri pegawainya dengan Teori Motivasi Dua Faktor Herzberg sehingga dapat dijadikan masukan untuk Universitas Terbuka dalam pengembangan pegawai ke depan sehingga kendala-kendala yang berkaitan dengan SDM dapat diatasi.

1.2 Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari uraian pada latar belakang masalah, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat kepuasan pegawai di Universitas Terbuka?

2. Apakah motivator factors berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai di Universitas Terbuka ?

3. Apakah hygiene factors berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai di Universitas Terbuka?

4. Manakah diantara motivator factors dan hygiene factors yang lebih dominan berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai di Univeristas Terbuka ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis bagaimana tingkat kepuasan pegawai di Universitas Terbuka

2. Untuk mengidentifikasi apakah motivator factors berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai di Universitas Terbuka.

3. Untuk mengidentifikasi apakah hygiene factors berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai di Universitas Terbuka.

4. Untuk mengidentifikasi manakah diantara motivator factors dan hygiene factors yang lebih dominan berpengaruh terhadap kepuasan kerja Pegawai Univeristas Terbuka.

1.4 Manfaat Penelitian

Universitas Terbuka

Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan informasi yang bermanfaat sebagai masukan dan pertimbangan bagi Universitas Terbuka untuk mengetahui arti pentingnya motivasi pegawai dalam bekerja dan dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi motivasi pegawai dalam bekerja.

Peneliti lain

Diharapkan dapat digunakan sebagai informasi baik sebagai bahan pertimbangan, perbandingan, serta bahan bacaan oleh peneliti lain yang ingin mengkaji mengenai motivasi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah berkaitan dengan motivasi kerja pegawai yang mempengaruhi kepuasan kerja pegawai, yang dilihat dari faktor motivasi (motivator factors) dan faktor kesehatan (hygiene factors). Populasi yang dianalisis dalam penelitian ini hanya mencakup pegawai yang berada di UT- Pusat.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Motivasi

Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu.

Motif dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu (1) motif biogenetis, yaitu motif-motif yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan organisme demi kelanjutan hidupnya, misalnya lapar, haus, kebutuhan akan kegiatan dan istirahat, mengambil nafas, seksualitas dan sebagainya; (2) motif sosio-genetis, yaitu motif-motif yang berkembang berasal dari lingkungan kebudayaan tempat orang tersebut berada. Jadi, motif ini tidak berkembang dengan sendirinya, tetapi dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan setempat. Misalnya keinginan mendengarkan musik, makan cokelat, makan pecel dan lain-lain; (3) motif teologis, dalam motif ini manusia adalah sebagai makhluk yang berketuhanan, sehingga ada interaksi antara manusia dengan Tuhan-Nya, seperti ibadahnya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya keinginan untuk mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk merealisasikan norma-norma sesuai agamanya (Gerungan 1996 disitasi Uno 2011).

Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Oleh karena itu, perbuatan seseorang yang didasarkan atas motivasi tertentu mengandung tema sesuai dengan motivasi yang mendasarinya (Uno 2011).

Motivasi juga dapat dikatakan sebagai perbedaan antara dapat melaksanakan dan mau melaksanakan. Motivasi lebih dekat pada mau melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan. Motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Atau dengan kata lain , motivasi dapat

diartikan sebagai dorongan mental terhadap perorangan atau orang-orang sebagai anggota masyarakat. Motivasi dapat diartikan sebagai proses untuk mencoba mempengaruhi orang atau orang-orang yang dipimpinnya agar melakukan pekerjaan yang diinginkan, sesuai dengan tujuan tertentu yang ditetapkan lebih dahulu.

Motivasi merupakan proses psikologis yang membangkitkan dan mengarahkan perilaku pada pencapaian tujuan atau goal-directed behavior ( Kreitner & Konicki 2001). Sedangkan Robbins (2008) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran. Sementara itu, Greenberg & Baron (2003) berpendapat bahwa motivasi merupakan serangkaian proses yang membangkitkan (arouse), mengarahkan (direct), dan menjaga (maintain) perilaku manusia menuju pada pencapaian tujuan.

2.1.2 Teori Dua Faktor Dari Herzberg ( Herzberg Two-Factor Motivation Theory)

Teori dua faktor dari Herzberg adalah pengertian baru dari teori hedonistis karena perkembangan ilmu pengetahuan. Teori hedonistis mengatakan bahwa segala perbuatan manusia, entah disadari atau tidak, entah itu timbul dari dalam diri individu ataupun kekuatan dari luar, pada dasarnya mempunyai tujuan yang satu, yaitu mencari hal-hal yang menyenangkan dan menghindari hal-hal yang menyakitkan. Meskipun orang dapat mengatakan berbagai macam alasan yang bagus, namun sebenarnya segala perbuatannya hanya mempunyai satu tujuan, yaitu mencari hal-hal yang menyenangkan. (Pangewa 2004)

Herzberg berusaha memperluas hasil karya Maslow dan mengembangkan suatu teori yang khusus bisa diterapkan ke dalam motivasi kerja (Thoha 2010). Pada sekitar tahun 1950 Herzberg melakukan suatu studi mengenai motivasi dengan meneliti hampir 200 orang akuntan dan insinyur yang bekerja dalam perusahaan-perusahaan disekitar Pittsburgh, A.S. Ia menggunakan metode critical incident dalam mengumpulkan data untuk dianalisis. Herzberg memberikan suatu pertanyaan kepada mereka mengenai apa yang dirasakan menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam tugas pekerjaannya. Jawaban mereka memberikan suatu

pengaruh yang menarik yang pada akhirnya oleh Herzberg disimpulkan bahwa kepuasan pekerjaan itu selalu dihubungkan dengan isi jenis pekerjaan (job content), dan ketidakpuasan bekerja selalu disebabkan karena hubungan pekerjaan tersebut dengan aspek-aspek disekitar yang berhubungan dengan pekerjaan (job context). Kepuasan-kepuasan dalam bekerja oleh Herzberg diberi nama motivator, adapun ketidakpuasan disebut hygiene Factor. Kedua sebutan itu jika digabungkan terkenal dengan nama Herzberg’s Two Factors Motivation Theory.

Herzberg menawarkan suatu pemecahan bahwa faktor-faktor higienis seperti misalnya upah dan gaji, honorarium, kondisi tempat kerja, teknik pengawasan antara bawahan dan pengawasnya, dan kebijaksanaan administrasi organisasi, tidak bisa membangkitkan semangat kerja karyawan. Adapun yang dapat membangkitkan semangat kerja ialah motivator. Faktor ini terdiri dari faktor keberhasilan, penghargaan, faktor pekerjaannya sendiri, rasa tanggung jawab, dan faktor peningkatan.

Dalam teori Herzberg, didalam melaksanakan pekerjaannya, para pegawai dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu maintenance/hygiene factors (faktor pemeliharaan atau faktor higienis) dan motivation factors (faktor motivasi). Faktor higienis dianggap sebagai faktor kondisi ekstrinsik yang kalau tidak ada akan menyebabkan pegawai tidak puas. Utamanya, faktor tersebut untuk mempertahankan kebutuhan pegawai tingkat paling rendah, seperti balas jasa gaji dan upah, kondisi kerja, kebijakan, dan administrasi perusahaan, kepastian pekerjaan, serta hubungan sosial. Faktor motivasi menyangkut kebutuhan psikologis yang berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi pegawai yang terkait dengan pekerjaan. Contohnya, pengakuan terhadap prestasi, pemberian tanggung jawab, kemajuan, potensi diri, dan penempatan posisi pekerjaan karyawan yang sesuai (Mangkuprawira & Hubeis 2007).

Sementara itu, Sebuah daftar motivator dan faktor kebersihan dari Robbins dan Coulter (2003) adalah seperti dibawah ini.

Motivator factors : Achievement, Recognition, Work Itself, Responsibility, Growth.

Hygiene factors : Supervision, Company Polic, Relationship with Supervisor, Supervisor, Salary, Relationship with Peers, Personal Life, Relationship with Subordinates, Status, Security.

Herzberg percaya bahwa manajer yang mencoba untuk meminimalkan faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan (faktor kebersihan) dapat membawa keharmonisan di tempat kerja, tetapi belum tentu motivasi. Karena faktor higienis tidak memotivasi pegawai, manajer harus menekankan faktor-faktor intrinsik atau motivator untuk meningkatkan kepuasan kerja (Robbins & Coulter 2003). Namun, untuk memaksimalkan kinerja pegawai, manajer harus berusaha untuk memotivasi sekaligus menciptakan sebuah lingkungan yang memberikan kepuasan.

Menurut Hasil penelitian Herzberg, ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan, antara lain sebagai berikut (Hasibuan 2011).

1. Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri, dan adanya pengakuan atas semuanya. 2. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat

embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak gaji, tunjangan dan lain-lain.

3. Karyawan akan kecewa apabila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.

Dari teori ini timbul paham bahwa dalam perencanaan pekerjaan harus diusahakan sedemikian rupa, agar faktor pemeliharaan dan faktor motivasi dapat dipenuhi. Kesimpulan dari teori ini memberikan gambaran bahwa kepuasan akan hasil pekerjaan seseorang itu dipengaruhi oleh suatu faktor yang sering disebut faktor pemuas (satisfied Factors). Faktor pemuas tersebut timbul di dalam diri pelaksana sebagai hasil dari pekerjaannya dan kemudian menciptakan perasaan berprestasi, dihargai, memperoleh kemajuan, telah mengerjakan yang cukup penting serta rasa tanggung jawab. Dipihak lain, pada diri karyawan terdapat rasa ketidakpuasan yang disebut faktor kesehatan (hygiene factor). Faktor ini berupa

pengaruh lingkungan kerja, yaitu berupa hubungan dengan supervisor, hubungan dengan teman kerja, rasa tidak aman dengan pekerjaan, kondisi kerja, status pekerjaan dan jabatan, serta gaji yang cukup. Kedua faktor ini harus tersedia agar menjadi dorongan untuk bekerja sama secara efektif dan efisien. Tersedianya faktor kesehatan berarti terciptanya lingkungan kerja yang sehat baik sehat fisik maupun sehat mental. Dengan tersedianya lingkungan yang sehat sebenarnya belum berarti bahwa orang yang bekerja di tempat itu sehat. Karena itu, kedua faktor ini baik lingkungan yang sehat perlu diciptakan agar bisa menunjang terciptanya kesehatan, akan tetapi kesehatan dan kepuasan itu sendiri perlu diciptakan agar terjadi motivasi kerja bagi karyawan yaitu berupa penghargaan (Sutrisno 2011).

2.1.3 Kepuasan Kerja

Istilah “kepuasan”merujuk pada sikap umum seseorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja. Pada hakekatnya, kepuasan kerja merupakan perasaan senang atau senang pekerja dalam memandang dan menjalankan pekerjaannya. Apabila seseorang senang terhadap pekerjaannya, maka orang tersebut puas terhadap pekerjaanya (Sutrisno 2011).

Kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins 2008). Greenberg dan Baron (2003) mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai sikap positif atau negatif yang dilakukan individual terhadap pekerjaan mereka. Sementara itu, Kreitner dan Kinicki (2001) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan respon affective atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang.

Menurut Hasibuan (2011), Kepuasan kerja adalah sikap emosional seseorang yang menyukai dan mencintai pekerjaan yang dilakukannya. Kepuasan kerja karyawan merupakan sarana pendorong moral, kedisiplinan dan prestasi kerja karyawan dalam mendukung tercapainya tujuan organisasi.

Pengaruh karyawan yang tidak puas di tempat kerja

Dalam Robbin (2008), menyatakan bahwa ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka, respon yang akan ditunjukkan adalah sebagai berikut :

1. Keluar (exit): Perilaku yang ditunjukkan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri.

2. Aspirasi (voice) : secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja

3. Kesetiaan (Loyalty) : secara pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar”

4. Pengabaian (neglect) : secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.

Dampak Kepuasan Kerja pada Kinerja Karyawan

Dalam Robbin (2008), mengungkapkan bahwa banyak penelitian yang dirancang untuk menilai dampak kepuasan kerja pada produktivitas pegawai, keabsenan dan pengunduran diri.

1. Kepuasan dan Produktivitas : Organisasi yang mempunyai lebih banyak pegawai yang merasa puas cenderung lebih efektif daripada organisasi-organisasi yang mempunyai lebih sedikit pegawai yang puas

2. Kepuasan dan Keabsenan : berdasarkan hasil penelitian, para pekerja dengan skor kepuasan tinggi mempunyai angka kehadiran lebih tinggi daripada mereka yang mempunyai level kepuasan lebih rendah.

3. Kepuasan dan Pengunduran Diri : Kondisi pasar tenaga kerja, harapan tentang alternatif peluang kerja dan lamanya bekerja dengan organisasi merupakan hambatan penting pada keputusan aktual untuk seseorang meninggalkan pekerjaan. Secara spesifik, tingkat kepuasan kurang penting

dalam memprediksi pengunduran diri untuk superior performer, yaitu mereka yang mempunyai kinerja unggul. Hal tersebut terjadi karena organisasi melakukan usaha yang perlu untuk mempertahankan orang ini. Mereka mendapatkan kenaikan upah, pujian, pengakuan, peluang promosi meningkat dan seterusnya. Sebaliknya terjadi pada poor performer, yaitu mereka yang kinerjanya buruk. Sedikit sekali usaha dilakukan organisasi untuk mempertahankan mereka. Bahkan ditekan untuk mendorong mereka keluar. Oleh karena itu, diharapkan kepuasan kerja lebih penting dalam mempengaruhi poor performer untuk tetap tinggal daripada superior performer.

Penyebab Kepuasan Kerja

Ada lima faktor yang dapat memengaruhi timbulnya kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut (Kreitner & Kinichi 2001 disitasi Wibowo 2011).

1. Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan)

Model ini dimaksudkan bahwa kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.

2. Discrepancies (perbedaan)

Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila harapan lebih besar daripada apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima manfaat di atas harapan.

3. Value attainment (pencapaian nilai)

Gagasan value attainment adalah bahwa kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting.

4. Equity (keadilan)

Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan merupakan

hasil dari persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil kerja dan inputnya relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara keluaran dan masukan pekerjaan lainnya.

5. Dispositional / genetic components (komponen genetik)

Beberapa rekan kerja atau teman tampak puas terhadap variasi lingkungan kerja, sedangkan lainnya kelihatan tidak puas. Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik lingkungan pekerjaan.

Pedoman Meningkatkan Kepuasan Kerja

Ada beberapa saran yang dapat diberikan untuk mencegah ketidakpuasan dan meningkatkan kepuasan seperti dibawah ini (Greenberg & Baron 2003 disitasi Wibowo 2011)

1. Membuat pekerjaan menyenangkan

Orang lebih puas dengan pekerjaan yang mereka senang kerjakan daripada yang membosankan. Meskipun beberapa pekerjaan secara intrinsik membosankan, pekerjaan tersebut masih mungkin meningkatkan tingkat kesenangan ke dalam setiap pekerjaan.

2. Orang dibayar dengan jujur

Orang yang percaya bahwa sistem pengupahan tidak jujur cenderung tidak puas dengan pekerjaannya. Hal ini diperlakukan tidak hanya untuk gaji dan upah per jam, tetapi juga fringe benefit. Konsisten dengan value theory, mereka merasa dibayar dengan jujur dan apabila orang diberi peluang