• Tidak ada hasil yang ditemukan

URAIAN TEORITIS

II.7 Kepuasan nasabah

Menurut Kotler dalam bukunya Manajemen Pemasaran bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan

antara kesannya terhadap kinerja / penampilan / hasil suatu produk dan harapan – harapannya (Kotler,1997 : 36).

Sedangkan, menurut Day dalam (Tse dan Wilton, 1988) kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya (Tjiptono,1997 : 24).

Dan menurut Engel, et al (1990) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli di mana alternatif yang dipilih sekurang – kurangnya sama

atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan (Tjiptono,1997 : 24).

Begitupun menurut Sunarto dalam bukunya Pengantar Manajemen Pemasaran mengemukakan bahwa Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/ kesannya terhadap kinerja suatu produk atau jasa dan harapan – harapannya. (Sunarto, 2006 : 17).

Oleh sebab itu, maka kepuasan merupakan fungsi dari persepsi / kesan atas kinerja produk/jasa dan harapan pelanggan dimana jika kinerja di bawah harapan, maka pelanggan tidak puas. Sebaliknya jika kinerja memenuhi harapan, maka pelanggan puas. Dan jika kinerja melebihi harapan, maka pelanggan amat puas atau senang.

Sedangkan Zeithmal dan Bitner (1996) mengemukakan bahwa faktor penentu

kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan jasa (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006 : 192).

Menurut American Society for Quality Control kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat (Kotler, 1997 : 49).

Berdasarkan uraian di atas, maka definisi kualitas berpusat pada pelanggan. Dan dalam hal ini kualitas yang dimaksud adalah kualitas pelayanan jasa yang merupakan kunci menuju penciptaan nilai dan kepuasan pelanggan.

Sedangkan menurut ISO 9000 menyatakan bahwa kualitas merupakan perpaduan antara sifat dan karakteristik yang menentukan sejumlah mana keluaran dapat memenuhi persyaratan kebutuhan pelanggan (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006 : 175).

Sehingga dalam hal ini pelanggan yang menentukan dan menilai sampai seberapa jauh sifat dan karakteristik itu memenuhi kebutuhannya.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Tingkat kepuasan nasabah

terhadap kualitas pelayanan jasa di BRI dapat diketahui berdasarkan persepsi nasabah (pelanggan) terhadap kualitas pelayanan jasa yang diperoleh nasabah (pelanggan). Dimana

semakin tinggi kualitas pelayanan jasa maka menyebabkan semakin tingginya kepuasan pelanggan dan juga mendukung harga yang lebih tinggi serta biaya yang lebih rendah.

Adapun kualitas pelayanan jasa menurut Zeithmal dan M.J. Bitner (1996) terdiri dari : Kehandalan (reliability), Kerseponsipan (responsiveness), Jaminan (assurance), Empati (emphaty) dan Berwujud (tangibles) ( Umar, 2002 : 203 – 205 ).

Keandalan (reliability) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan

harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.

Keresponsipan (responsiveness) yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas.

Jaminan (assurance) yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya pelanggan kepada perusahaan.

Empati (emphaty) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen.

Berwujud (tangible) yaitu kemampuan suatu perusahaan dalammenunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dapat diandalkan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata

dari pelayanan jasa yang diberikan oleh pemberi jasa (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006 : 182).

Sementara itu menurut Riyono praktito, efek komunikasi terbagi atas 2 kategori yaitu efek individual yang terdiri dari efek kognitif, efek afektif, efek konatif, serta yang kedua yaitu efek sosial yang terdiri dari difusi informasi, opini publik, perubahan sosial, dan efek ekonomis (Praktito, 1987 : 13).

Jalaludin Rakhmat menyatakan bahwa “efek komunikasi terbagi 3 yaitu efek kognitif, efek afektif, dan konatif atau behavioural (Rakhmat, 2004 : 64).

Efek kognitif yaitu efek yang berkaitan dengan transmisi pengetahuan, ketrampilan, dan kepercayaan. Dinamakan efek afektif apabila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci. Dan efek konatif atau behavioural bila merujuk pada perilaku yang dapat diamati yang meliputi pola – pola tindakan, kegiatan – kegiatan berperilaku.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat kepuasan nasabah masih termasuk efek afektif yang timbul dalam hati seseorang berdasarkan pengalaman yang diperoleh. Pengalaman tidak selalu diperoleh melalui proses belajar formal. Akan tetapi, pengalaman dapat diperoleh melalui rangkaian peristiwa yang sering kita jumpai dan pengalaman juga dapat mempengaruhi persepsi.

Misalnya seorang nasabah (pelanggan) tidak puas terhadap pelayanan jasa di suatu bank,

dikarenakan ia pernah memperoleh pelayanan jasa yang kurang baik dalam membeli / mengkonsumsi suatu produk (jasa) yang ditawarkan, maka nasabah akan

nasabah juga berharap memperoleh produk (jasa) yang lebih baik dari sebelumnya dan hal ini tentunya mempengaruhi nasabah dalam menentukan keputusan untuk mengkonsumsi atau tidak mengkonsumsi produk (jasa) yang ditawarkan oleh bank tersebut.

Bentuk konkrit dari efek adalah terjadinya perubahan sikap, pendapat, persepsi, kelakuan dan timbulnya kepuasan yang merupakan akibat terhadap rangsangan yang menyentuh baik itu secara langsung maupun lewat media massa.

Menurut Effendy (2003 : 318 – 319) mengemukakan bahwa efek komunikasi melekat pada khalayak sebagai akibat dari perubahan psikologis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Efek kognitif

Berhubungan dengan pikiran atau penalaran sehingga khalayak semula tidak tahu, yang tadinya tidak mengerti, bingung menjadi merasa jelas.

2. Efek afektif

Berkaitan dengan perasaan. Perasaan akibat terpaan media massa itu bermacam – macam, contohnya senang sehingga tertawa terbahak – bahak, sedih

sehingga mencucurkan air mata, takut sampai merinding dan lain – lain perasaan yang hanya bergejolak dalam hati misalnya : perasaan marah, benci, kesal, kecewa, penasaran, sayang, gemas dan sebagainya.

3. Efek konatif

Berkaitan dengan niat, tekad, upaya, usaha, yang cenderung menjadi suatu kegiatan atau tindakan. Karena berbentuk perilaku, maka sering disebut efek behavioural. Efek konatif tidak langsung timbul sebagai akibat terpaan media massa melainkan di dahului oleh efek kognitif dan efek afektif. Dengan perkataan lain timbulnya efek konatif setelah muncul efek kognitif dan efek afektif.

Efek kognitif berhubungan dengan pengetahuan nasabah tentang produk (jasa) yang ditawarkan petugas customer service BRI. Efek afektif berhubungan dengan perasaan yang bergejolak dalam hati nasabah akibat terpaan promosi berupa pelayanan jasa oleh customer service BRI kepada nasabah sehingga nasabah merasa puas atau tidak puas. Efek konatif berhubungan dengan kecenderungan untuk berperilaku sejalan dengan apa yang diyakini dan dirasakan terhadap pelayanan jasa customer service BRI.

Ketiga efek komunikasi ini menjadi indikator atau tolak ukur keberhasilan komunikasi. Bila dihubungkan dengan penelitian ini maka perubahan sikap yang diteliti adalah tingkat kepuasan atau sikap yang timbul dalam hati nasabah berdasarkan pengalaman yang diperoleh melalui promosi berupa pelayanan jasa yang diberikan oleh petugas customer service sehingga mereka menjadi tahu dan berhasrat untuk tidak atau terus membeli / mengkonsumsi produk yang ditawarkan. Hal ini menggambarkan bahwa nasabah puas atau tidak puas terhadap produk yang ditawarkan oleh BRI.

Oleh sebab itu berbicara tentang tingkat kepuasan nasabah terhadap kualitas pelayanan jasa dapat ditentukan melalui persepsi atau tanggapan nasabah (pelanggan) terhadap unsur – unsur yang terdapat pada kualitas pelayanan jasa nasabah yang dalam hal ini kualitas petugas pelayanan jasa (customer service) BRI.

Jadi untuk menentukan tingkat kepuasan dalam diri nasabah (pelanggan) terhadap

kualitas pelayanan jasa maka harus diperhatikan persepsi atau tanggapan nasabah (pelanggan) terhadap kualitas pelayanan jasa (customer service).

BAB III