• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Telaah Pustaka

5. Keputusan Nasabah

pelayanan yang diberikan dengan tingkat pelayanan yang diharapkannya.

5. Keputusan Nasabah

a. Pengertian Keputusan Nasabah

Menurut Kotler (2005 :223) Suatu proses pengambilan keputusan dalam membeli suatu produk dimulai dari pengenalan masalah, pencarian informasi, penilaian alternatif, membuat keputusan pembelian dan akhirnya didapatkan perilaku setelah membeli yaitu puas atau tidak puas atas semua produk yang dibelinya.

Menurut Schiffman dan Kanuk (2004 : 485) menurut pemahaman yang paling umum, sebuah keputusan adalah seleksi terhadap dua pilihan alternatif atau lebih. Dengan perkataan lain, pilihan alternatif harus bersedia bagi seseorang ketika mengambil keputusan. Sedangakan menurut Prasetijo dan Ihalauw (2005 : 226) keputusan adalah suatu pemilihan tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Dengan kata lain, orang yang mengambil keputusan harus mempunyai satu pilihan dari beberapa alternatif yang ada. Proses pengambilan keputusan pada setiap orang pada dasarnya sama, hanya saja tidak semua proses tersebut dilaksanakan oleh para konsumen.

56

b. Theory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan). Theory of Reasoned Action (TRA) pertama kali diperkenalkan oleh Martin Fishbein dan Ajzen dalam Jogiyanto (2007). Teori ini menghubungkan antara keyakinan (belief), sikap (attitude), kehendak (intention) dan perilaku (behavior). Kehendak merupakan prediktor terbaik perilaku, artinya jika ingin mengetahui apa yang akan dilakukan seseorang, cara terbaik adalah mengetahui kehendak orang tersebut. Namun, seseorang dapat membuat pertimbangan berdasarkan alasan-alasan yang sama sekali berbeda (tidak selalu berdasarkan kehendak). Konsep penting dalam teori ini adalah fokus perhatian (salience), yaitu mempertimbangkan sesuatu yang dianggap penting. Kehendak (intetion) ditentukan oleh sikap dan norma subyektif (Jogiyanto, 2007).

Ajzen (1991) yang mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan dampaknya terbatas hanya pada tiga hal; Pertama, perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. Kedua, perilaku dipengaruhi tidak hanya sikap tapi juga oleh norma-norma objektif (subjective norms) yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan

57

agar kita perbuat. Ketiga, sikap terhadap suatu perilaku bersama norma- norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat berperilaku tertentu. Teori perilaku beralasan diperluas dan dimodifikasi oleh (Ajzen dalam Jogiyanto 2007) dan dinamai Teori Perilaku Terencana (theory of planned behavior). Inti teori ini mencakup 3 hal yaitu; yaitu keyakinan tentang kemungkinan hasil dan evaluasi dari perilaku tersebut (behavioral beliefs), keyakinan tentang norma yang diharapkan dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs), serta keyakinan tentang adanya faktor yang dapat mendukung atau menghalangi perilaku dan kesadaran akan kekuatan faktor tersebut (control beliefs). Jogiyanto (2007) berpendapat bahwa Intensi atau niat merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku (merupakan aspek personal) dan persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau untuk tidak melakukan perilaku yang disebut dengan norma subyektif. Secara singkat, praktik atau perilaku menurut Theory of Reasoned Action (TRA) dipengaruhi oleh niat, sedangkan niat dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif. Sikap sendiri dipengaruhi oleh keyakinan akan hasil dari tindakan yang telah lalu. Norma subyektif dipengaruhi oleh keyakinan akan pendapat orang lain serta motivasi untuk

58

menaati pendapat tersebut. Secara lebih sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. c. Pengertian Theory of Planned Behavior (Teori Perilaku

Rencanaan)

Theory of Planned Behavior (TPB) yang merupakan pengembangan dari Theory of Reasoned Action (TRA) (Ajzen dalam Jogiyanto, 2007). Jogiyanto (2007) Mengembangkan teori ini dengan menambahkan konstruk yang belum ada di TRA. Konstruk ini di sebut dengan kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control). Konstruk ini ditambahkan di TPB untuk mengontrol perilaku individual yang dibatasi oleh kekurangan-kekurangannya dan keterbatasan-keterbatasan dari kekurangan sumber-sumber daya yang digunakan untuk melekukan perilakuny (Hsu and Chiu 2002). Dengan menambahkan sebuah konstruk ini, yaitu kontrol perilaku persepsian (Perceived behavioral control), maka bentuk dari model teori perilaku

rencanaan (Theory of planned behavior atau TPB) tampak di gambat berikut ini.

Gambar 1. Teori Perilaku Terencanaan (Theory of Planned Behavioral)

59 Sumber: Jogiyanto (2007).

Dari Gambar 1, teori perilaku rencanaan (Theory of Planned Behavior) dapat mempunyai dua fitur (Jogiyanto, 2007) sebagai berikut:

1. Teori ini mengansumsi bahwa kontrol persepsi perilaku (perceived behavioral control) mempunyai implikasi motivasional terhadap minat. Orang – orang yang percaya bahwa mereka tidak mempunyai sumber- sumber daya yang ada atau tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan perilaku tertentu mungkin tidak akan membentuk minat berperilaku yang kuat untuk melakukannya walaupun mereka mempunyai sikap yang positif terhadap perilakunya dan percaya bahwa orang lain akan menyetujui seandainya mereka melakukan perilaku tersebut. Dengan demikian diharapkan terjadi hubungan antara kontrol persepsi perilaku (perceived behavioral control) dengan minat yang tidak dimediasi oleh sikap dan norma subyektif. Di model ini (Attitude towards behavioral)

Norma Subjektif (Subjective Norm)

Kontrol Perilaku Persipsial (Perceived Behavioral Control) Menita Perilaku (Behavioral intention) Perilaku (Behavioral)

60

ditunjukkan dengan panah yang mennghubungkan kontrol perilaku persepsian ( perceived behavioral control) ke minat. 2. Fitur kedua adalah kemungkinan hubungan langsung antara kontrol

persepsi perilaku (perceived behavioral control) dengan perilaku. Di banyak contoh, kinerja dari suatu perilaku tergantung tidak hanya pada motivasi untuk melakukannya tetapi juga kontrol yang cukup terhadap perilaku yang dilakukan. Dengan demikian. Kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control) dapat mempengaruhi perilaku secara tidak langsung lewat minat, dan juga dapat memprediksi perilaku secara langsung. Di model hubungan langsung ini ditunjukan dengan panah yang menghubungkan kontrol persepsi perilaku (perceived behavioral control) langsung ke perilaku (behavior). Kontrol perilaku yang dirasakan dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu dan perkiraan seseorang mengenai sulit atau tidaknya untuk melakukan perilaku tertentu (Azwar, 2003). TPB mengganggap bahwa teori sebelumnya mengenai perilaku yang tidak dapat dikendalikan sebelumnya oleh individu melainkan, juga dipengaruhi oleh faktor mengenai faktor non motivasional yang dianggap sebagai kesempatan atau sumber daya yang dibutuhkan agar perilaku dapat dilakukan. Sehingga dalam teorinya, Ajzen menambahkan satu dertiminan lagi, yaitu kontrol persepsi perilaku mengenai mudah atau sulitnya perilaku yang dilakukan. Oleh karena itu

61

menurut TPB, intensi dipengaruhi oleh tiga hal yaitu: sikap, norma subjektif, kontrol perilaku (Ajzen dalam Jogiyanto 2007).

Prasetijo dan Ihalauw (2005 : 226) Sebetulnya dalam proses pengambilan keputusan, konsumen harus melakukan pemecahan masalah. Pemecahan masalah ini menurut beberapa penulis memiliki tiga tingkatan, yaitu:

1. Pemecahan masalah yang mensyaratkan respons yang rutin. Keputusan yang diambil tidak disertai dengan usaha yang cukup untuk mencari informasi dan menentukan alternatif. 2.Pemecahan masalah dengan proses yang tidak berbelit-belit

(terbatas). Karena sudah ada tahap pemecahan masalah yang telah dikuasai. Keputusan untuk memecahkan masalah dalam hal ini sangat sederhana. Jalan pintas kognitif yang menjadi ciri khas pemecahan masalah ini menyebabkan seseorang tidak peduli dengan ada atau tidaknya informasi. 3.Pemecahan masalah yang dilakukan dengan upaya yang

lebih berhati-hati dan penuh pertimbangan (pemecahan masalah yang intensif). Dalam tingkatan ini konsumen memerlukan informasi yang relatif lengkap untuk membentuk kriteria evaluasi, karena dia belum mempunyai informasi yang baku. Proses pemecahan masalah menjadi lebih rumit dan panjang.

62

a.) Analisis pengambilan Keputusan Nasabah

Menurut Prasetijo dan Ihalauw (2005 : 228) ada empat sudut pandang dalam menganalisis pengambilan keputusan konsumen, yaitu:

1. Sudut Pandang Ekonomis, Pandangan ini melihat konsumen sebagai orang yang membuat keputusan secara rasional. Ini berarti bahwa konsumen harus mengetahui semua alternatif produk yang tersedia dan harus mampu membuat peringkat dari setiap alternatif yang ditentukan.

2. Sudut Pandang Pasif, Sudut pandang ini berlawanan dengan sudut pandang ekonomis. Pandangan ini mengatakan bahwa konsumen pada dasarnya pasrah pada kepentingannya sendiri dan menerima secara pasif usaha-usaha promosi dari para pemasar. Kelemahan pandangan ini adalah bahwa pandangan ini tidak mempertimbangkan kenyataan bahwa konsumen memainkan peranan penting dalam setiap pembelian yang mereka lakukan.

3. Sudut Pandang Kognitif, Menurut pandangan ini, konsumen merupakan pengolah informasi yang senantiasa mencari dan mengevaluasi informasi tentang produk dan gerai. Pengolahan informasi selalu berujung pada pembentukan pilihan, selanjutnya terjadi inisiatif untuk membeli atau

63

menolak produk. Jadi, cognitive man dapat diibaratkan berdiri di antara economic man dan passive man.

4. Sudut Pandang Emosional, Pandangan ini menekankan emosi sebagai pendorong utama sehingga konsumen membeli suatu produk. Favoritisme merupakan salah satu bukti bahwa seseorang berusaha mendapatkan produk favoritnya, apapun yang terjadi.

d. Bank Syariah

a. Pengertian Bank Syariah

Kata bank berasal dari kata banque dalam bahasa Prancis dan dari banco dalam bahasa Italia, yang berarti peti/lemari atau bangku. Kata peti atau lemari menyiratkan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti peti emas, peti berlian, peti uang dan sebagainya. Dalam Al-Qur’an, istilah bank tidak disebutkan secara eksplisit. Tetapi jika yang dimaksud adalah sesuatu yang memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajemen, fungsi, hak dan kewajiban maka semua itu disebut dengan jelas, seperti zakat, sadaqah, ghanimah (rampasan perang), bai’(jual beli), dayn (utang dagang), maal (harta) dan sebagainya, yang memiliki fungsi yang dilaksanakan oleh peran tertentu dengan kegiatan ekonomi (Sudarsono, 2003:18).

Pada umumnya pengertian bank syariah atau bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Bank ini tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan- ketentuan

Al-64

qur’an dan Hadis (Wibowo, 2005:33). Sedangkan menurut Undang -Undang No. 21 tahun 2008 pasal 1 ayat 7, yang dimaksud dengan Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam maksudnya adalah bank yang dalam beroperasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Dalam tata cara bermuamalat itu dijauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba, untuk diisi dengan kegiatan- kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan atau praktik-praktik uasaha yang dilakukan di zaman rasulullah atau bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumnya, tetapi tidak dilarang oleh beliau (Wibowo, 2005:33). a. Fungsi dan Peran Bank Syariah

Fungsi dan peran bank syariah yang diantaranya tercantum dalam pembukaan standar akuntansi yang dikeluarkan oleh AAOIFI (accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution), sebagai berikut:

a.) Manajer investasi, bank syariah dapat mengelola investasi dana nasabah.

65

b.) Investor, bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya.

c.) Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank syariah dapat melakukan kegiatan-kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnya.

d.) Pelaksanaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan syariah, bank Islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola (menghimpun, mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta dana-dana sosial lainnya (Sudarsono, 2003:31).

b. Produk Produk Bank Syariah

Secara garis besar produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi 3 yaitu produk penyaluran dana, produk penghimpunan dana, dan produk jasa yang diberikan bank kepada nasabahnya. (http://www.mozaikislam.com/194/produk-produk-bank syariah.htm) Antara lain:

a.) Produk Penyaluran Dana

Dalam Penyaluran dana kepada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi menjadi 3 kategori berdasarkan tujuannya, yaitu:

66

Jual beli dilaksanakan karena adanya pemindahan kepemilikan barang. Keuntungan bank disebutkan di depan dan termasuk harga dari harga yang dijual. Terdapat 3 jenis jual beli dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam bank syariah, yaitu:

a. Ba’i Al Murabahah

Jual beli dengan harga asal ditambah keuntugan yang disepakati antara pihak bank dengan nasabah, dalam hal ini bank menyebutkan harga barang kepada nasabah yg kemudian bank memberikan laba dalam jumlah tertentu sesuai dengan kesepakatan.

b. Ba’i Assalam

Menurut Al-Imam Taqiyuddin dalam Sudarsono (2003:48) yang dimaksud dengan bai’ as-salam ialah akad pesanan barang yang disebutkan sifat-sifatnya, yang dalam majelis itu pemesan barang menyerahkan uang seharga barang pesanan yang barang pesanan tersebut menjadi tanggungan penerima pesanan. Uang yang tadi diserahkan menjadi tanggungan bank sebagai penerima pesanan dan pembayaran dilakukan dengan segera.

67

Merupakan bagian dari Ba’i Assalam namun ba’i al ishtishna biasa digunakan dalam bidang manufaktur. Seluruh ketentuan Ba’i Al Ishtishna mengikuti Ba’i Assalam namun pembayaran dapat dilakukan beberapa kali pembayaran (Suwiknyo, 2010:29). 2. Prinsip Sewa (Ijarah)

Menurut Muhammad Rawas dalam Sudarsono (2003:51) Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri.

3. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

Dalam prinsip bagi hasil terdapat 2 macam produk, yaitu:

1) Musyarakah adalah salah satu produk bank syariah yang mana terdapat 2 pihak atau lebih yang bekerjasama untuk meningkatkan aset yang dimiliki bersama dimana seluruh pihak memadukan sumber daya yang mereka miliki baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Dalam hal ini seluruh pihak yang bekerjasama memberikan kontribusi yang dimiliki baik itu dana, barang, skill, ataupun aset-aset lainnya. Yang

68

menjadi ketentuan dalam musyarakah adalah pemilik modal berhak dalam menetukan kebijakan usaha yang dijalankan pelaksana proyek.

2) Mudharabah

Mudharabah adalah kerjasama 2 orang atau lebih dimana pemilik modal memberikan mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola dengan perjanjian pembagian keuntungan. Perbedaan yang mendasar antara musyarakah dengan mudharabah adalah kontribusi atas manajemen dan keuangan pada musyarakah diberikan dan dimiliki 2 orang atau lebih, sedangkan pada mudharabah modal hanya dimiliki satu pihak saja.

b.) Produk Penghimpun Dana

Produk penghimpunan dana pada bank syariah meliputi giro, tabungan, dan deposito. Prinsip yang diterapkan dalam bank syariah adalah:

1. Prinsip Wadiah

Penerapan prinsip wadiah yang dilakukan adalah wadiah yad dhamanah yang diterapkan pada rekening produk giro. Berbeda dengan wadiah amanah, dimana pihak yg dititipi (bank) bertanggung jawab atas

69

keutuhan harta titipan sehingga dia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Sedangkan pada wadiah amanah harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. 2. Prinsip Mudharabah

Dalam prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik modal sedangkan bank bertindak sebagai pengelola. Dana yang tersimpan kemudian oleh bank digunakan untuk melakukan pembiayaan, dalam hal ini apabila bank menggunakannya untuk pembiayaan mudharabah, maka bank bertanggung jawab atas kerugian yang mungkin terjadi (Suwiknyo, 2010:22).

Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan, maka prinsip mudharabah dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

a. Mudharabah mutlaqah: prinsipnya dapat berupa tabungan dan deposito, sehingga ada 2 jenis yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Tidak ada pembatasan bagi bank untuk menggunakan dana yang telah terhimpun (Suwiknyo, 2010:23).

b. Mudharabah muqayyadah on balance sheet: jenis ini adalah simpanan khusus dimana pemilik dana

70

dapat menetapkan syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank, sebagai contoh disyaratkan untuk bisnis tertentu atau untuk akad tertentu (Suwiknyo, 2010:24).

c. Mudharabah muqayyadah off balance sheet: adalah penyaluran dana langsung kepada pelaksana usaha dan bank sebagai perantara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pelaksana usaha juga dapat mengajukan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi bank untuk menentukan jenis usaha dan pelaksana usahanya (Suwiknyo, 2010:25).

c.) Produk Jasa Perbankan

Selain dapat melakukan kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana, bank juga dapat memberikan jasa kepada nasabah dengan mendapatkan imbalan berupa sewa atau keuntungan, jasa tersebut antara lain:

1. Sharf (Jual Beli Valuta Asing)

Adalah jual beli mata uang yang tidak sejenis namun harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan untuk jasa jual beli tersebut. 2.

71 Ijarah (Sewa)

Kegiatan ijarah ini adalah memberi penyewa kesempatan untuk mengambil pemanfaatan dari barang sewaan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan yang besarnya telah disepakati bersama (Muhamad, 2000:33).

Dokumen terkait