• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V MAKNA ORNAMEN MASJID AL-MASHUN

5.2 Aspek Sosial

5.2.1 Kerabat Langsung

Kerabat langsung tentunya adalah pihak kerajaan Istana Maimoon yakni

masyarakat melayu deli yang berhubungan erat dengan masjid Al-Mashun. Ada beberapa golongan kekerabatan ini menurut penulis dapat dijadikan sebagai sumber data melalui metode wawancara sebagai komunikasi, namun ada juga beberapa sumber pustaka yang didapatkan disana.

Golongan yang di maksud adalah golongan pihak keluarga kerajaan

sendiri yakni para ahli waris. Ahli waris merupakan pihak langsung yang paling dekat dengan leluhur kerajaan deli. Kesultanan deli memberikan kekuasaan secara turun temurun hingga budaya melayu ini sampai sekarang masih berlangsung.

Ketika seorang Sultan mangkat (meninggal dunia), secara langsung akan

Meski imperium kerajaan deli hanyalah tinggal menjadi sebuah budaya, tetapi kebudayaan kerajaan tetap diabadikan sebagai sebuah kehormatan yang harus dijunjung tinggi. Apalagi hal ini menyangkut sejarah besar Sumatera Utara dan kerajaan Melayu Deli atau melayu Medan. Mandat ini sudah di akui oleh Republik Indonesia ketika kemerdekaan telah di rebut dari penjajahan Belanda, ketika itu juga kesultanan deli mengakui kemerdekaan dan menyerahkan sepenuhnya kepada Republik. Kesultanan tetap diakui dan masih bertanggungjawab atas kerajaan Deli, kemudian dinobatkan sebagai pemegang Penguasa tertinggi Adat Melayu Deli.

Adanya para pewaris ini kelangsungan budaya tetap terpelihara dan

bertahan hingga kini. Masyarakat di luar kekerabatan melayu dapat menerima atau mengakui bukan saja keagungan intana maimoon atau masjid raya Al-Mashun, tetapi budaya melayu menjadi salah satu bahagian dari suku-suku yang ada di wilayah Sumatera Utara yang pernah memiliki sejarah panjang.

Penulis masih menggolongkan satu golongan dengan ahli waris atau

sesepuh kerajaan meskipun tidak bersifat langsung yakni kebanyakan dari para

datuk, tengku, dan tok muda, tetap penulis anggap adalah para pewaris kerajaan.

Karena pejabat-pejabat istana Maimoon yang di beri penghormatan seperti ini adalah terlibat langsung pada pemeliharaan istana dan masjid sekarang.

Hasil dari wawancara penulis dari beberapa kerabat telah di kutip dan

dikumpulkan, hasilnya dilakukan sebagai sebuah kesimpulan dari aspek sosial kerabat langsung istana Maimoon.

Ornamen sebagai perwakilan budaya yang tidak sederhana yang terdapat pada masjid Al-Mashun. Kemegahan dan keindahannya menjadi bahagian penting dalam kedudukan kesultanan. Visualisasi ornamental dan arsitektur bangunan masjid merupakan sebuah identitas yang tidak terlepas dari hubungan-hubungan budaya. Sejumlah ornamen yang telah penulis kelompokkan secara klasipikasi, terdapat bagian terbesar sebagai perwakilan kuat terhadap kesultanan deli.

Pertama masjid tentunya sebagai rumah ibadah dari pemeluk agama Islam,

penguasa-penguasa Islam menjadikan masjid tidak sekedar tempat shalat, namun

sebagai sebuah pencitraan (marwah) atau sebagai simbol kebesaran ummat

beragama Islam. Abad pertengahan para ulama dan cendikiawan muslim keberatan jika masjid di bangun secara spektakuler. Alasan ini atas melawan

hukum (bid’ah), karena pada masa Nabi Muhammad masjid dimanfaatkan secara

efesiensi dan mengutamakan kesederhanaan ketimbang kemegahan.

Terlepas dari wacana para pakar ilmu agama dan ulama muslim tersebut,

bangunan-bangunan masjid megah tumbuh di Indonesia. Arsitektur dan ornamentasi bergaya dari negeri luar menghiasi di setiap masjid. Salah satunya adalah masjid Al-Mashun yang didirikan sebagai bentuk simbol kekuasaan dan keagungan budaya melayu yang berada di tanah deli atau Medan dan sekitarnya.

Dengan latar belakang kekuasaan dan politik serta bentuk keagungan

merupakan simbol kewibawaan sebuah imperium melayu deli. Ketika kejayaan di bawah Pimpinan Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah, istana Maimoon dan masjid Al-Mashun di bangun sebagai wujud Adidaya dan kemakmuran.

Wujud kemegahan yang berarti sebuah bentuk kekuatan ekonomi dan karismatik kepemimpinan seorang penguasa. Sultan Al-Rasyid menunjukkan ketercapaian kemakmuran di bawah pemerintahannya selama kejayaan kesultanan

deli berada di Sumatera Timur (sekarang menjadi Sumatera Utara). Keberhasilan

dagang dan diplomatik luar negeri menunjukkan bahwa beliau adalah seorang raja yang bijaksana serta disegani.

Disamping itu sultan bukan saja menunjukkan sebesar dan sekuat apa di

bawah pemerintahannya, tetapi karena beliau adalah pemeluk agama Islam terhormat, maka agama merupakan hal istimewa. Memberikan keagungan

terhadap bangunan tempat shalat merupakan salah satu da’wah (syiar agama).

Dengan demikian seperti yang dapat di lihat dari keagungan masjid Al-Mashun yang dikenal dengan masjid raya Medan, dari arsitektur sampai pada ornamentasinya. Dalam konteks penelitian ini penulis tertumpu fokus pada ornamen saja tanpa melibatkan arsitektur walaupun kedua hal tersebut tidak terpisahkan dalam konstruksi seni bangunan, sebagaimana alasan penulis yang telah dikemukakan sebelumnya.

Kedua sejarah sebagai fakta logis untuk mencapai hubungan kuat terhadap

kesultanan deli. Tentunya tidak ada yang dipungkiri bahwa trah (turunan sedarah)

adalah pengikat budaya yang pertama sekali sebagai sumber ideologi. Cikal bakal sejarah lahirnya kerajaan Deli dititikkan pada kisah seorang gagah perkasa yang digelari Gocah Pahlawan dengan nama aslinya Yazid merupakan keturunan raja-raja dari Bukit Mahameru. Berdasarkan hikayat beliau adalah seorang pahlawan yang menaklukkan kerajaan Haru, berikutnya di angkat sebagai perwakilan Aceh

memerintah di Delitua. Dari sanalah di mulai sejarah nenek moyang budaya melayu deli yang berada di Medan Sumatera Utara. Tuanku Yazid berasal dari kota Dhili (Hindia), tidak heran banyak sejarawan menghubungkan kata Deli yang ada di Medan dengan kota asal Gocah Pahlawan ini.

Sebagai keturunan raja-raja Hindia pemeluk agama Islam, kebangsawanan

kerajaan melayu deli merupakan darah keturunan Hindia. Adanya trah turun temurun ini berlangsung panjang di kerajaan melayu deli sampai pada berdirinya istana maimoon, kewibawaan budaya nenek moyang adalah dasar ideologi. Kemudian masuknya budaya Arab lewat asimilasi dan akulturasi sebagian masuk menyumbang sebagai budaya melayu deli.

Adanya ideologi konsep terdahulu sebagai sebuah adap penghormatan

kepada leluhur menjadi sebuah budaya yang mengikat sekaligus simbol identitas. Keindahan ornamen masjid Al-Mashun dihendaki kesultanan untuk memberikan sebuah wajah budaya. Bentuk pengakuan ini beralasan kuat karena keturunan atau para pewaris tahta raja-raja melayu deli berasal dari darah Hindia.

Melihat dari bentuk-bentuk serta pengelompokan ornamentasi yang ada di

masjid Al-Mashun, lebih besar berasal dari Negeri Hindia. Dengan demikian kesultanan ingin menghadirkan nuansa Hindia di masjid Al-Mashun karena menunjukkan bahwa mereka adalah bangsawan-bangsawan berdarah Hindia beragama Islam.

Dokumen terkait