• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anggota III : Dr. H. Muhizar Muchtar, M.S

2.1 Masuknya Islam di Sumatera Utara

2.1.1 Kesultanan Deli

Perperangan Kerajaan Haru dan Aceh terjadi, Sultan Mahmud Iskandar

Muda mengutus seorang Laksmana Paduka Gocah Pahlawan sebagai Panglima perang dan kerajaan Haru berhasil ditaklukkan. Untuk memperluas jajaran wilayah kekuasaan Aceh, maka ditempatkanlah Paduka Gocah Pahlawan untuk memimpin daerah perwakilan Wali Negeri sebagai Raja Kesultanan Deli Pertama, wilayahnya dari Tamiang hingga Rokan. Pada tahun 1669, Deli memisahkan diri dari Kerajaan Aceh, memanfaatkan situasi Aceh yang sedang melemah ketika itu dipimpin oleh raja perempuan, Ratu Taj Al-Alam Tsafiah Al-Din.

Berdasarkan hikayat Deli disebut Gocah Pahlawan berasal dari India

(Delhi), nama aslinya adalah Muhammad Deli Khan, dan masih keturunan raja India yang terdampar di Pasai setelah melepas diri karena konflik dari ayahandanya di Pagaruyung. Tokoh ini berkulit hitam karena itu beliau di gelar dengan Lebai Hitam. Pemerintahan pertama Kesultanan berada di Delitua, maka tidak heran banyak sebagian masyarakat menganggap nama Deli berasal dari nama daerah di India.

Sejak ditetapkannya lokasi Kesultanan Deli, pusat pemerintahan telah

mengalami beberapa kali perpindahan. Semasa Gocah Pahlawan kesultanan deli berada di Delitua, kemudian setelah beliau mangkat dan digantikan oleh anaknya

Tuanku Panglima Parunggit, lokasi Pemerintahan bergeser ke Medan Deli, berikutnya bergeser lagi ke daerah Labuhan Deli semasa Tuanku Panglima Pasutan. Akhirnya pada tahun 1890 Sultan Ma’mun Al-Rasyid Alamsyah kembali memindahkan Pemerintahan Kesultanan Deli kembali ke Medan (Pelly dkk, 1986, dalam Baiduri, Ratih, 2012:17).

Semula Gocah Pahlawan terkenal karena mengalahkan 7 orang pengacau

dari bangsa Turki. Karena jasa-jasanya inilah kemudian Sultan Aceh mengangkatnya menjadi Panglima perang. Banyak peperangan yang berhasil di raih oleh Gocah Pahlawan, sampai peperangan terakhir dengan kerajaan Haru maka sangat wajarlah beliau diangkat menjadi wakil Aceh memerintah di Delitua.

Sebelumnya wilayah telah terbagi 4 hukum wilayah asal yang disebut

dengan Urung. Setiap Urung dipimpin oleh datuk-datuk yang memiliki hak

otonomi setiap masing-masing wilayah. Keempat wilayah tersebut adalah Sepuluh

Dua Kota atau Hamparan Perak, Sukapiring, Petumbak, Sinembah dan Sunggal.

Urung Sunggal adalah yang paling terbesar dan terkuat, maka untuk tujuan

politiknya Sri Paduka Gocah Pahlawan mengikat tali persaudaraan dengan

menyunting adik datuk Sunggal bernama Puteri Nang Baluan Beru Surbakti pada

tahun 1632 (Baiduri, dari sinar, 2012: 21).

Daerah dalam wilayah Imperium Kesultanan Deli yaitu, Deli dan

sekitarnya, Sunggal atau disebut Serbanyaman, Sepuluh dua kota (kemudian

SUNGGAL MEDAN LABUHAN DELI DELI SEKITARNYA S E P U L U H D U A K O T A P E RCUT SE N E M BAH LON GAER SER BA N YA M A N S U K A P IR IN G GLUGUR T. LANGKAT

Gambar 2, peta wilayah imperium kesultanan deli (sket ulang, sumber: baiduri ratih)

Kedudukan Deli semangkin menonjol, Sri Gocah Pahlawan menguasai

jalur tepi pantai yaitu antara Kuala Belawan dan Kuala Percut, dengan dukungan Aceh maka jalur tersebut sebagai jalur yang paling potensial bagi sumber ekonomi Deli.

Disamping itu kemajuan bidang politik juga terlihat, atas karena dukungan

para ke 4 datuk Urung. Kesepakatan antara para datuk Urung dengan Sri Gocah

Pahlawan adalah Ulon Janji. Ulon Janji merupakan pengesahan pengangkatan

baru dari setiap pergantian kesultanan dari keturunan sultan. Pelantikan sultan ini memiliki beberapa serimonial upacara kesultanan diantaranya adalah mengucapkan sumpah jabatan.

Setelah Sri Gocah Pahlawan meninggal dunia, kesultanan diletakkan pada

anaknya Panglima Perunggit. Ibukota kerajaan deli dipindahkan dari Percut ke

melemah setelah mangkatnya Sultan Iskandar Thaani, karena setelahnya pemerintahan Aceh dipimpin oleh raja-raja perempuan. Disinilah Panglima Perunggit memproklamirkan Deli merdeka atau terpisah dari Aceh dan berhubungan dengan Belanda di Malaka (sinar,1991, dalam Baiduri, Ratih, 2012:23).

Setelah meninggalnya Panglima Perunggit, pemerintahan diletakkan pula

kepada anaknya Panglima Paderap, sejarah tidak banyak menuliskan perjalanan masa pemerintahannya. Hanya menerangkan terjadinya gejolak keributan perebutan kekuasaan diantara anak-anaknya. Akhirnya Deli harus dibagi-bagi

menjadi beberapa bagian yaitu Serdang dan Langkat.

Panglima Panderap yang menggantikan ayahandanya Panglima Perunggit

yang telah wafat. Berikutnya digantikan lagi oleh Panglima Pasutan Kembali

ibukota dipindahkan dari padang datar ke Labuhan Deli. Beliau digantikan oleh

Tuanku Panglima Gandar Wahid, dan datuk 4 suku atau datuk Urung semangkin

kokoh sebagai wakil rakyat.

Pada masa pemerintahan Sultan Amaluddin Mengedar Alam, John

Anderson mengunjungi deli ketika itu berperang melawan kerajaan Pulau Brayan, Langkat dan Sunggal pada tahun 1823 M. Putra ketiga dari Tuanku Gandar Wahid ini memerintah pada tahun 1804 sampai dengan 1850, pada masa pemerintahannya hubungan dan pengaruh kerajaan Siak lebih kuat dari kerajaan Aceh, hal ini ditandai dengan pemberian gelar Kesultanan kepada kerajaan Deli.

Kembali kekuasaan kerajaan Deli berpindah pangku setelah meninggalnya

Perkasa Alamsyah pada tahun 1850 sampai tahun 1858 M. Aceh kembali menaklukkan Deli pada tahun 1854 M. Beliau mendapat pengesahan dari kerajaan Aceh, bahwa kesultanan Deli merupakan daerah yang berdiri sendiri. Untuk kedua kalinya Deli menjadi merdeka dari Aceh atas wilayah kekuasaan Aceh, yang

ditandai denngan diberikannya pedang Bawar dan Cap Sembilan. Hal ini

bertujuan untuk mengurangi pengaruh kerajaan Siak di wilayah kesultanan Negeri Deli. Sultan Osman diberi gelar dari Kerajaan Aceh sebagai “ Wakil Sultan Aceh”.

Sultan Osman meninggal pada tahun 1858 M, dan digantikan Sultan

Mahmud Perkasa Alam pada tahun 1861 M sampai dengan tahun 1873 M. Beliau mengangkat adiknya sebagai Raja Muda Sulaiman. Pada masa Sultan Mahmud Perkasa Alamsyah inilah membuat perjanjian dengan Belanda (armada pimpinan Residen Riau, E. Netscer) menjadikan pelabuhan Deli sebagai basis pertahanan Belanda dalam menghadapi musuh-musuhnya (sinar 1971, dalam Baiduri, Ratih, 2012: 24).

Sultan Mahmud meninggal dunia pada tanggal 25 oktober 1873 M dan

digantikan oleh putranya yang cukup muda yaitu Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah. Karena masih muda beberapa waktu untuk sementara pamannya Raja Muda Sulaiman yang memerintah Deli.

Gambar…..Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah (foto koleksi Istana Maimoon)

Setelah cukup usia, Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah memimpin langsung Pemerintahan kesultanan Deli. Masa beliau kerajanaan Deli mencapai puncaknya. Perdagangan tembakau semakin maju pesat, dengan demikian kemakmuran kesultanan Deli diperhitungkan. Pusat ibukota Deli kembali dipindahkan ke Medan dan mendirikan Istana Maimun, Masjid Raya, taman kolam Raja, balai kerapatan tinggi serta fasilitas-fasilitas kepentingan umum lainnya. Beliau meninggal pada tahun 1924 M dan digantikan oleh Sultan Amaluddin Al Sani Perkasa Alamsyah.

Pada masa Sultan Amaluddin Al Sani Perkasa Alamsyah hubungan

dagang terjalin dengan baik dengan luar Negeri serta dengan kerjaan-kerajaan lain di Nusantara. Masa Pemerintahannya pada tahun 1924 sampai dengan 1945,

dimana beliau mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia yang diploklamirkan Merdeka pada tahun 1945. Sejak saat itu kedaulatan Sultan-Sultan Deli selanjutnya menjadi penguasa tertinggi Adat Istiadat dan kebudayaan Melayu Deli. Selanjutnya pergantian penguasaan tertinggi Adat berpindah kepada Sultan Osman Al Sani Perkasa Alam, setelah wafatnya Sultan Amaluddin. Berikutnya berganti kembali penguasa Adat kepada Sultan Azmi Perkasa Alam, lalu Sultan Otteman Mahmud Perkasa Alam, dan yang terakhir Sultan Mahmud Lamantjiji Perkasa Alam pada tahun 2005 sampai saat ini (tahun penelitian ini dilaksanakan 2014).

Dokumen terkait