• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Karakteristik Ornamen Di Masjid Raya Al -Mashun Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Karakteristik Ornamen Di Masjid Raya Al -Mashun Medan"

Copied!
176
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KARAKTERISTIK ORNAMEN

DI MASJID RAYA AL -MASHUN MEDAN

TESIS

OLEH

ACHY ASKWANA

NIM, 127037012

PROGRAM STUDI MAGISTER ( S2 )

PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS KARAKTERISTIK ORNAMEN

DI MASJID AL-MASHUN MEDAN

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn) dalam Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Oleh

ACHY ASKWANA NIM, 127037012

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis ANALISIS KARAKTERISTIK ORNAMENTASI DI MASJID AL-MASHUN MEDAN

Nama Achy Askwana

Nomor Pokok 127037012

Program Studi Magister (S.2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Frof. Dr. Ikhwanuddin Nst., M.S Drs. Azmi, M.Si

NIP. 196209251989031017 NIP. 196504131991031003

Program Studi:

Magister (S.2) Penciptaan dan

Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya

Ketua, Dekan,

Drs. Irwansyah, M.A. Dr. Syahron Lubis, M.A.

NIP.196211221 1997031001 NIP.19511013 1976031001

(4)

Telah diuji pada tanggal

PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS

Ketua : Drs. Irwansyah, M.A. (...)

Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. (...)

Anggota I : Frof. Dr. Ikhwanuddin Nst., M.S (...)

Anggota II: Drs. Azmi, M.Si (...)

(5)

ABSTRACT

This thesis is inspect visual art on the ornament of Al-mashun mosque in Medan. Figurative Analysis of shape based concept of the background which is correlated with the value of artistic and ideology. The writer will see how the questions will be made as framework to get the aspect of ornament in the Al-Mashun mosque Medan.

In this thesis the writer use some theories, to get conclusion. They are semiotic theory and art theory. Based of the theories the writer try to get the meaning of ornament in Al-Mashun mosque. By collecting the data of ornaments and classified of shape. Then the writer get the important one is to be research object.

The writer see behind the beautiful ornaments in Al-Mashun mosque not only visual value but also have some message. Those the writer get some statements from the aspect of beauty image on ornaments shape of Al-Mashun mosque.

The conclusion of this research is characteristic of ornament on the shape of charismatic statement of Malay Deli culture and also raise the value of Islamic religion. By the glory and beauty of ornaments shape of Al-Mashun mosque, people wil amaze and also Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah as deli sultant show his power long time ago.

(6)

ABSTRAK

Penelitian ini adalah mengkaji ornamentasi yang terdapat pada masjid Al-Mashun diwilayah kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Analisis figuratif bentuk berdasarkan latar belakang konsep yang menghubungkan terdapatnya kandungan

nilai-nilai artistik (visual art), nilai-nilai ideologi dan nilai-nilai agama. Peneliti

ingin melihat sebagaimana pertanyaan yang di buat sebagai kerangka arah untuk mengetahui aspek-aspek yang dihadirkan oleh sejumlah ornamen yang melekat di masjid Al-Mashun Medan.

Dalam tesis ini penulis menggunakan sejumlah teori terkait untuk

mendapatkan kesimpulan, dan sebagai teori penentu adalah teori semiotika (teori

makna) dan teori seni rupa. Dengan landasan teori ini peneliti berupaya

mendapatkan kandungan makna pada ornamentasi di masjid Al-Mashun. Dengan pendataan ornamen yang di pilih serta memberikan klasipikasi bentuknya, maka bagian tersebut menjadi acuan bagi penulis sebagai bahan penelitian.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa keindahan ornamen-ornamen yang melekat pada masjid Al-Mashun di kota Medan tidak hanya sekedar sebagai nilai visual belaka, tetapi merupakan sebuah fakta bahwa karakteristik ornamentasi tersebut adalah suatu bentuk pernyataan karismatik Kesultanan Deli dan budaya Melayu Deli serta sebuah presentatif kecintaan terhadap Tuhan.

(7)

PRAKATA

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T karena atas karunia dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat beriring salam penulis haturkan pada Nabi Junjungan Muhammad S.A.W beserta keluarga beliau, sahabat beliau, para suhada dan tabi’in-tabi’in.

Terima kasih atas kebanggaan kepada kedua orang tua penulis ayah (asmady hs) dan omak (suryani), saudara (adik-adik penulis), sejauh ini kalian senantiasa memberikan motivasi yang terbaik bagi penulis sehingga sampai selesainya tesis ini. Terima kasih juga kepada istri (januarti devi kondany) dan anak-anak penulis (nurul askwana dan fahri askwana) yang tidak terlepas dari kontribusi yang diberikan baik waktu dan pengertian selama proses perkuliahan di Pasca Sarjana Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni di Universits Sumatera Utara.

Tentunya penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M,Sc (CTM), Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Seni dan Budaya yang telah memberikan fasilitas dan sarana pembelajaran selama penulis menuntut ilmu di kampus Universitas Sumatera Utara.

(8)

M.Hun., selaku Sekretaris Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan petunjuk teknis penulisan tesis sampai penelitian ini selesai.

Bapak Prof. Dr. Ikwanuddin Nst., M.Si., selaku pembimbing I yang senantiasa sabar memberikan petunjuk dalam proses penelitian tesis penulis, Bapak Drs. Azmi, M.Si., selaku pembimbing II yang selalu siap mengarahkan penulis dalam penelitian ini, Bapak Dr. H. Muhizar Muchtar, M.S., selaku penguji dan memberikan masukan yang sangat berarti bagi penulis, sehingga penulis banyak mengembangkan kaitan didalam pengkajian penelitian tesis ini.

Terima kasih yang tak terhingga kepada Dosen-dosen Pasca Sarjana Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni di Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. Muhammad Takari, M.A., Ph.D., Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Ph.D., Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si., Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Ibu Dra. Rithaony, M.A., selaku Dosen Pasca Sarjana Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni (USU).

Bapak Drs. Ponian selaku pegawai Sekretaris Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Kepada Ibu Hj. Andriani, selaku Kepala Seksi Sejarah Purbakala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kota Medan, Bapak Tengku Sahar, selaku juru kunci istana Maimoon, Bapak H. Ulumuddin, selaku ketua kenajiran masjid Al-Mashun, Bapak Drs. Aria Buana, selaku nara sumber.

(9)

penulis menghaturkan terima kasih kesemua pihak dan maaf atas segala sesuatu yang mungkin terjadi selama penulis melakukan penelitian ini. Akhir kata harapan penulis bagi kesemua pihak terkait semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat.

Medan , Januari 2015

(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS DIRI

1, Nama : Achy Askwana

2. Tempat/tanggal lahir : Tanjungbalai 12 Desember 1969

3. Jenis kelamin : Laki-laki

4. Agama : Islam

5. Kewarganegaraan : Indonesia

6. Alamat : Jalan Topaz 6 no. 14 Perum. Bumi Serdang

Damai, Marindal, Kab. Deliserdang

7. Pekerjaan : Guru SMA N 1 Delitua, Deliserdang

8. Pendidikan : Sarjana Seni Rupa Universitas Negeri Medan

9. Nomor telepon : 081396267969

Pada tahun 2012/2013 diterima menjadi mahasiswa Program Studi Magister (S2)

Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera

(11)

PERNYATAAN

Dengan ini saya Achy Askwana menyatakan bahwa dalam tesis ini sebelumnya tidak pernah diajukan sebagai karya untuk suatu kepentingan dan memperoleh gekar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi lain, kemudian sepengetahuan saya penelitian ini tidak terdapat pada karya orang lain dan diterbitkan sebagai karya ilmiah yang sama, kecuali karya tulisan lain yang mengacu pada naskah saya dan disebutkan didaftar pustaka.

Medan, 7 Januari 2015

Achy Askwana

(12)
(13)

2.1 Masuknya Islam di Sumatera Utara……… 52 BAB III DESKRIPSI ORNAMEN MASJID AL-MASHUN MEDAN 3.1 Sistematika Deskripsi……….. 71

3.2 Deskripsi Ornamen………. 72

3.2.1 Gambaran Umum………. 72

3.2.2 Urutan Perbagian Ornamen……….. 73

BAB IV STRUKTUR ORNAMEN MASJID AL-MASHUN

5.2.1 Kerabat Langsung……… 151

(14)

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan……… 160

(15)

ABSTRACT

This thesis is inspect visual art on the ornament of Al-mashun mosque in Medan. Figurative Analysis of shape based concept of the background which is correlated with the value of artistic and ideology. The writer will see how the questions will be made as framework to get the aspect of ornament in the Al-Mashun mosque Medan.

In this thesis the writer use some theories, to get conclusion. They are semiotic theory and art theory. Based of the theories the writer try to get the meaning of ornament in Al-Mashun mosque. By collecting the data of ornaments and classified of shape. Then the writer get the important one is to be research object.

The writer see behind the beautiful ornaments in Al-Mashun mosque not only visual value but also have some message. Those the writer get some statements from the aspect of beauty image on ornaments shape of Al-Mashun mosque.

The conclusion of this research is characteristic of ornament on the shape of charismatic statement of Malay Deli culture and also raise the value of Islamic religion. By the glory and beauty of ornaments shape of Al-Mashun mosque, people wil amaze and also Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah as deli sultant show his power long time ago.

(16)

ABSTRAK

Penelitian ini adalah mengkaji ornamentasi yang terdapat pada masjid Al-Mashun diwilayah kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Analisis figuratif bentuk berdasarkan latar belakang konsep yang menghubungkan terdapatnya kandungan

nilai-nilai artistik (visual art), nilai-nilai ideologi dan nilai-nilai agama. Peneliti

ingin melihat sebagaimana pertanyaan yang di buat sebagai kerangka arah untuk mengetahui aspek-aspek yang dihadirkan oleh sejumlah ornamen yang melekat di masjid Al-Mashun Medan.

Dalam tesis ini penulis menggunakan sejumlah teori terkait untuk

mendapatkan kesimpulan, dan sebagai teori penentu adalah teori semiotika (teori

makna) dan teori seni rupa. Dengan landasan teori ini peneliti berupaya

mendapatkan kandungan makna pada ornamentasi di masjid Al-Mashun. Dengan pendataan ornamen yang di pilih serta memberikan klasipikasi bentuknya, maka bagian tersebut menjadi acuan bagi penulis sebagai bahan penelitian.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa keindahan ornamen-ornamen yang melekat pada masjid Al-Mashun di kota Medan tidak hanya sekedar sebagai nilai visual belaka, tetapi merupakan sebuah fakta bahwa karakteristik ornamentasi tersebut adalah suatu bentuk pernyataan karismatik Kesultanan Deli dan budaya Melayu Deli serta sebuah presentatif kecintaan terhadap Tuhan.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Identitas Melayu merupakan kenyataan yang dapat di lihat utuh serta

dikenali sebagai sesuatu yang dimiliki oleh sekelompok orang. Ciri khas identitas

Melayu adalah hasil sebuah produk budaya yang kehadirannya bisa apa saja.

Produk budaya tersebut berlangsung berulang-ulang sehingga tidak asing lagi

dikenali sebagai bentuk identitas yang senantiasa melekat terhadap sekelompok

masyarakat.

Masyarakat sebagai makluk hidup yang kompleks, kepentingan utamanya

bukan hanya memenuhi kebutuhan hidup seperti makan, tempat tinggal dan

pakaian, tapi ada kepentingan lain yakni identitas yang berpedoman kepada nilai

kehidupan misalnya kebutuhan agar dapat dihargai, bermartabat, pengayoman,

serta saling mengasihi.

Kehadiran suatu nilai identitas bersifat abstrak. Nilai identitas tidak dapat

di ukur baku tetapi kapasitasnya dapat diungkap lewat simbol budaya. Dalam

simbol budaya masyarakat Melayu kedudukan nilai terhadap aspek tertentu bisa

lewat karya seni. Pada umumnya dalam karya seni tersebut sudah melekat

ungkapan nilai yang disepakati bersama untuk kepuasan tertentu pula.

Kepuasan inilah merupakan kebutuhan dasar yang bertumpu pada

ukuran-ukuran tertentu serta difungsikan sebagai sebuah pendekatan alamiah. Pendekatan

secara alamiah menimbulkan kesepakatan untuk memberdayakan nilai-nilai

(18)

Dalam memperdayakan kehidupannya manusia sejak awal mengenal

lingkungan alam sekitarnya sebagai kepentingan utama. Solidaritas sosial serta

pemahaman terhadap lingkungan di jalin sesuai dengan kesepakatan secara

alamiah. Inilah fungsi nilai sebagai konsep ideologi di mulai. Budaya lahir atas

interaktif sosial serta memiliki kepentingan yang sama dalam ruang yang sama.

Proses kesepakatan itu melalui waktu yang cukup panjang.

Kesengajaan pembentukan nilai-nilai yang akan diterapkan pada sistem

tatanan kehidupan sehari-hari dilakukan dengan pengumpulan ide dan gagasan.

Keterkaitan orang-orang yang di anggap penting, dilibatkan sebagai sumber

penentu.

Dedikasi seorang dukun, kepala suku, tetua adat, orang yang memiliki

kemampuan khusus seperti ahli dalam berburu, perang, berorasi dan lain

sebagainya, biasanya mereka ini dapat dijadikan sumber penentu karena

gagasan-gagasan mereka.

Sejumlah orang-orang yang di anggap penting tersebut menyumbangkan

pikiran, konsep serta petunjuk yang dapat di ambil serta dibenarkan dalam

musyawarah, berikutnya diperlakukanlah sebagai suatu sistem dikalangan mereka.

Tujuannya sederhana bahwa untuk mempertahankan hidup sebagai suatu

kedaulatan yang harus dilaksanakan dan dihormati oleh siapapun.

Norma atau peraturan ini masih sesuatu bersifat abstrak yang sebahagian

masih berupa kerangka di dalam otak. Sebahagian lain berbentuk prilaku yang

ideal yang memberikan corak dan jiwa yang diimplementasikan dalam tatanan

(19)

umum serta turun temurun, apabila di langgar akan merasa tidak nyaman

dibenaknya. Kalangan antropolog dan sosiolog menyebutnya sebagai cultural

system.

Dengan demikian maka keberadaan yang pantas diakui oleh setiap orang

atas harkat dan martabat disuatu kelompok masyarakat, dengan sendirinya dapat

difahami adanya pengertian suatu ikatan, sekaligus kedaulatan yang memberikan

perlindungan hukum serta kekuatan.

Buah pikiran yang membentuk kesepakatan tersebut diletakkan pada

kepentingan yang khusus dan umum namun masih saja dalam kawasan seputar

wilayah masyarakat kelompok tertentu saja.

Penjelmaan konsep buah ide dari hasil pemikiran yang dijadikan panduan

dan membentuk unsur-unsur makna tertentu sehingga disepakati sebagai bahagian

komponen kepentingan yang sama. Berikutnya bergerak meluas melewati batasan

lingkaran masyarakat penggunanya yaitu pada masyarakat disekitarnya yang tidak

termasuk di dalam koridor kesepakatan-kesepakatan itu. Sehingga secara tidak

langsung sinyal-sinyal konsep sebagai keberadaan identitas tersebut besar atau

kecil dapat diketahui oleh kelompok di luar masyarakat disekitarnya.

Kedudukan kedaulatan di wilayah masyarakat merupakan hal yang sangat

penting, bukan saja menjaga struktur atau untuk memanajemen sistem yang

diperlakukan, akan tetapi keberadaan yang dinyatakan sebagai pemilik teritorial

wilayah kekuasaan yang patut diakui oleh kelompok masyarakat disekitarnya.

Sehingga dinamika budaya menempatkan suatu kelompok masyarakat

(20)

kelompok tersebut mampu memiliki kedaulatan yang memiliki identitas Melayu

di kota Medan.

Kota Medan merupakan salah satu wilayah yang dihuni oleh masyarakat

Melayu. Kehidupannya diawali dengan hasrat untuk membentuk pola hidup

berkeluarga, membentuk ikatan dalam suatu struktur masyarakat, dan akhirnya

membentuk Negara. Dalam kesatuan aksi seperti itu, ada pola kerja dan tatanan

yang di ciptakan sehingga menuju sasaran akhir, yaitu pemenuhan tujuan hidup

(Wiranata,ciri-ciri kehidupan kolektif, Antropologi Budaya : 2011).

Seperti telah disebutkan bahwa adanya kedaulatan di dalam kelompok

masyarakat, dengan sendirinya isyarat sinyal teritorial merupakan wilayah yang

harus dapat dihormati oleh di luar wilayah kelompok masyarakat itu.

Sinyal-sinyal itu dapat berupa tanda-tanda yang dihadirkan sebagai

mewakili kebudayaan di masyarakat. Ada yang berwujud ada pula yang tidak

berwujud. Perwujudan ini dikategorikan pada bentuk-bentuk psikis atau yang

bersifat material, seperti dapat disentuh, dilihat, bergerak atau diam. Misalnya

altar (batu persembahan), tugu, patung, pakaian dan lain sebagainya.

Demikian dari sisi lain terdapat visualisasi berupa karakter gambar-gambar

yang diletakkan pada bidang tertentu, membawa arti dan makna yang penting

harus diketahui oleh pemilik budaya tersebut. Contoh seperti gambar babi hutan

dengan tombak diatasnya, di gambar oleh manusia zaman purba di dinding goa.

Gambar tersebut sebagai alat komunikasi untuk menandakan adanya sesuatu fakta

(21)

Sedangkan tidak berwujud adalah sesuatu yang hanya dapat dirasakan oleh

indera pendengaran saja. Contoh ketika sebuah bunyi didengarkan untuk

menandai sesuatu yang penting, maka kehadirannya tidaklah berwujud, namun

dapat diketahui sebagai sesuatu yang bermakna. Hal itu sangatlah akurat dan

adalah bahagian yang tidak di anggap sederhana. Misalnya bunyi kentongan yang

khas didengarkan sesuai dengan arti tertentu, seperti nada bunyi untuk

mengumpulkan masyarakat, bunyi genderang perang atau bunyi kentongan

kematian.

Setiap suku di sebut sebagai kebudayaan daerah tentunya memiliki corak

tersendiri dalam artian kekhasan tradisi akan diketahui dari kegiatan sosial,

komunikasi bahasa, bahkan kebiasaan adat istiadat ketika melaksanakan upacara

maupun pesta. Penandaan kekhasan juga terdapat pada simbol-simbol berupa

gambar dalam bentuk hiasan yang di sebut ornamen diterapkan pada tempat atau

media tertentu sehingga keberadaan dari suatu kepemilikan kebudayaan dapat

dikenali.

Tidak heran pula di zaman modern ini ornamen-ornamen didapati pula

pada tempat-tempat yang di anggap istimewa dan khusus, yang pada dasarnya

hampir tidak ada hubungannya dengan tradisi. Seperti gedung perkantoran, kafe,

hotel, rumah pribadi dan rumah ibadah dan lain sebagainya. Semua hal itu

tentunya mengartikan untuk mendapatkan sesuatu sebagai nilai tambah.

Demikian tanda-tanda tradisi tersebut difungsikan sebagai sesuatu yang

istimewa karena di miliki oleh kelompok tertentu untuk terus memelihara warisan

(22)

Sosok fisik bangunan Rumah Ibadah yang di sebut Masjid bagi umat

agama Islam adalah sesuatu tempat ibadah atau tempat shalat (menyembah kepada

Allah S.W.T., Tuhan pencipta alam semesta). Selain tempat shalat, juga

difungsikan sebagai tempat bermusyawarah, belajar dan lain-lain dengan tujuan

untuk kemaslahatan umat.

Masjid adalah sebuah bangunan khusus di buat untuk tempat

berkumpulnya sejumlah orang untuk beribadah kepada Tuhan sang pencipta alam

semesta sebagaimana ajaran agama Islam. Nabi Muhammad S.A.W. adalah

pembawa risalah ajaran agama Islam dalam kitab sucinya Al Qur’an.

Sebagai tuntunan setiap pemeluk agama Islam berkewajiban untuk

mengembangkan risalah agama tersebut kesetiap orang. Tidak heran banyaknya

pedagang Islam sampai pada ke dataran pantai yang dikunjungi, jauh di luar tanah

Arab, di samping berniaga di situ pula mereka berdakwah dalam berbagai metode

penyampaian.

Sejarah masuknya agama Islam ke Indonesia memiliki sejumlah

perdebatan pendapat para ahli, akan tetapi banyak menyimpulkan awal masuknya

pada abad 1 H (abad ke 7-8 M) langsung di bawa oleh bangsa Arab. Daerah yang

pertama yang dikunjungi islam adalah pesisir Sumatera yaitu Aceh. Sebahagian

para ahli yang menyatakan bahwa masuknya agama Islam ke Indonesia pada abad

ke 13 M. Pembuktian itu ditemukannya artefak yang berupa nisan kuburan dari

Samudra Pasai yang memuat nama Sultan Malik as Saleh yang berangka tahun

696 H ( 1297 M ), serta sejumlah nisan yang lainnya dari abad berikutnya.

(23)

di Perlak tahun 1292 M. laporan ini menyebutkan bahwa di daerah Perlak sudah

terdapat pemukiman masyarakat Islam di sana.

Banyak sejarawan lain yang menuliskan datangnya agama Islam ke

Indonesia di bawa oleh pedagang Gujarat, Persia dan sebagian besar dari bangsa

Arab. Kemudian menyebarkan ajaran agama Islam tersebut awalnya melalui

perdagangan, perkawinan, pendidikan, politik, dakwah (penyeruan atau ajakan),

dan kesenian.

Setelah beberapa waktu berada di Indonesia Islam mulai kuat dan

memainkan peranan penting dalam politik, sehingga sebagian pihak ingin

melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Hindu / Budha dan berkeinginan untuk

berkuasa sendiri dengan jalan masuk agama Islam ( Baiduri, dari : Leur

1955:165-167 ).

Islam di terima dengan baik di masyarakat sehingga masjid merupakan ciri

identitas terpenting. Wujud masjid merupakan tanda bahwa masyarakat muslim

disekitarnya menetap dan hidup dalam tatanan agama Islam. Latar belakang

perkembangan berdirinya berbagai masjid di Indonesia merupakan upaya

penyebaran agama dan peribadatan dan tentu dalam hal itu menjadi faktor penentu

dari gaya arsitektur dan ornamentasi di masjid yang ada di sepenjang sejarah

Indonesia.

Masyarakat Melayu yang berada di Sumatera Utara di kota Medan di kenal

dalam sejarahnya dengan identitas Melayu Deli. Hubungan budaya Melayu

dengan agama Islam sangat kuat dan berpengaruh di dalam konteks Pemerintahan

(24)

Masjid Al-Mashun atau Masjid Raya yang berada di Medan Provinsi

Sumatera Utara ini adalah salah satu Masjid peninggalan masa pemerintahan

Kerajaan Melayu Deli. Sebagai Identitas Budaya yang di kenal sebagai salah satu

simbol kejayaan Kerajaan Kesultanan Deli pada masa pemerintahan Sultan

Ma’mun Al- Rasyid Perkasa Alamsyah 1873 M.

Pada masa itu perdagangan tembakau semakin maju dan kemakmuran

Kesultanan Deli pada puncaknya. Beliau mendirikan Istana Maimoon, Masjid

Raya dan Balai Kerapatan Tinggi serta fasilitas-fasilitas kepentingan umum

(Baiduri, masjid raya al ma’shun medan, tinjauan arsitektural dan ornamental,

2012).

Masjid Raya Medan tersebut begitu agung dan keindahannya memukau.

Ditinjau dari aspek pisik arsitektur bangunannya memiliki keunikan tersendiri.

Siapa yang melihatnya akan terpukau untuk ikut merasakan keindahannya.

Terlepas dari fungsi Masjid dari konsep agama dan Ibadah, salah satu

unsur yang dapat dijadikan sebagai nilai artistik serta terhubung dengan nilai

tradisi diantaranya adalah sejumlah ornamen-ornamen yang di anggap sebagai

identitas baik kekuasaan maupun ideologi dari salah satu khas Budaya.

Hampir di setiap sudut masjid Al-Mashun tersebut tertatah dengan ulir-ulir

sejumlah ornamen sebagai sebuah lambang kemegahan dan keindahan. Dibalik

ornamen-ornamen tersebut tentunya melekat makna yang terkandung dari unsur

pilosofis . Akan tetapi, benarkah ciri-ciri khas suku melayu tersebut benar-benar

murni sebagai hak kepemilikkan suatu Budaya yang tertatah dalam dekorasi

(25)

sehingga dapat diketahui bahwa adanya kontribusi lain atau kepentingan

kedaulatan pada masa itu sehingga melatar belakangi corak ornamennya.

Keterkaitan apapun yang ada didalamnya fakta pisik sebagai bentuk yang

berwujud memberikan nuansa tersendiri bagi siapa saja yang dapat menikmatinya

secara visual. Artinya jika kita tidak mementingkan kedudukan khasnya suatu

suku atau tradisi tertentu tidaklah sangat menjadi persoalan. Karena keindahan

bersifat subyektif. Siapa pun boleh menaruh tinggi rendah nya nilai yang tercipta

dari keberadaan bentuk keindahan yang di apresiasi.

Sangat berbeda pula jika kita melihat kedudukan ornamen tersebut bukan

hanya berfungsi sebagai dekorasi belaka, tetapi memikul sederetan ideologi yang

di bangun semenjak nenek moyang. Tentunya keterkaitan konsep budaya dengan

tatanan kehidupan merupakan sebuah citra luhur yang di usung dalam

simbol-simbol yang dilambangkan secara visualisasi atau berwujud gambaran atau

bentuk. Sehingga terkadang kedudukan simbol dapat menjadi paling utama.

Kenyataannya ornamen tersebut tidaklah di pandang sederhana seakan

cukup hanya sebagai pengisi ruang kosong agar media tampak menjadi lebih

indah, akan tetapi jauh dari itu struktur budaya dari suatu suku bahwa

simbol-simbol tersebut merupakan sebagai sebuah rumusan ideologi.

Dalam hal ini penulis melihat fenomena yang terkait bahwa ornamen yang

melekat di setiap sudut masjid Al-Mashun tersebut tentu membawa arti penting

seperti kandungan makna di balik bentuk-bentuk yang ada dengan memberikan

(26)

melayu deli sendiri maupun orang lain di luar suku melayu memahami ornamen

masjid Al-Mashun tersebut sebagai sesuatu nilai yang berbeda.

Kehadiran ornamen di dalam budaya membentuk kedudukan yang bersifat

otoritas, hak kepemilikan hanya suatu suku saja. Citra luhur yang di anggap

sebagai nilai-nilai kebaikan, keagungan, keyakinan dan lain sebagainya yang

digambarkan melalui simbol-simbol atau lambang, sering dijadikan sebagai

sebuah keakuan.

Ciri-ciri khas yang dapat dikenali karena adanya keakuan dan identitas

tersebut, lewat kehadiran ornamen-onamen maka akan ditemukan pemahaman

bahwa suatu suku menyatakan “kita bangga karena kita memiliki keluhuran“.

Dalam catatan diatas, penulis berasumsi bahwa ornamen-ornamen yang

ada di masjid raya Al-Mashun Medan tersebut didirikan atas kepentingan pihak

Kesultanan sendiri sebagai Adikuasa dan bentuk ornamen di masjid Al-Mashun

merupakan wajah kejayaan Suku Melayu Deli. Kemudian fungsi lain sebagai

nilai-nilai yang menyangkut Keagungan Tuhan.

Kesimpulan sementara yang menjadi pertanyaan penulis atas dua hal, yang

pertama yakni terkaitnya ornamen-ornamen yang ada di masjid raya Al-Mashun

Medan tersebut berhubungan langsung dengan nilai-nilai kebudayaan yang

dimiliki oleh Sultan Ma’mun Al- Rasyid Perkasa Alamsyah sebagai suku melayu.

Yang kedua ornamen-ornamen itu sendiri justru aslinya berasal dari

Negara-negara Islam yang berbeda-beda. Sehingga muncul dugaan sementara penulis

bahwa ornamen-ornamen yang diletakkan di setiap bagian masjid justru

(27)

1.2. Pokok Permasalahan

Dalam paparan uraian yang penulis buat di atas dapatlah dirumuskan

permasalahan yang akan dijadikan dalam penelitian ini adalah bagaimana corak

dan bentuk ornamen yang menghiasi di setiap bagian fisik bangunan masjid raya

Al-Mashun Medan tersebut. Dengan indikasi fakta dari bentuk-bentuk yang

diketahui berakar dari asal budaya di luar Indonesia sebagai pemeluk agama Islam

yang telah menjadi bagian budaya Melayu, memberikan konsep tertentu setelah

diaplikasikan di masjid raya Al-Mashun Medan tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan untuk dapat

melihat penelitian ini kesuatu arah fokus masalah sebagai berikut.

1. Apa yang melatar belakangi Pemerintahan Kesultanan Deli untuk membuat

Ornamen yang bukan cenderung bercorakkan khas milik budaya Melayu asli

di masjid raya Al-Mashun.

2. Mengapa tidak memilih corak khusus budaya Melayu sebagai budaya lokal

saja agar identitas kekuatan budaya Melayu tampil lebih dominasi.

3. Makna apa saja yang terkandung dalam sejumlah tipologi ornamen yang

diterapkan di Masjid raya Al-Mashun Medan ini, yang kemudian memberikan

satu konsep kesimpulan akhir sebagai makna tertentu.

Dengan demikian ketiga masalah di atas sebagai pokok masalah utama

dengan dukungan urutan masalah yang mendampingi seperti:

a. Bagaimana sejarah terbangunnya Masjid Al-Mashun dengan yang melatar

belakangan kepentingan dan tujuan fungsi serta keterkaitan terhadap

(28)

b. Hubungan bangunan masjid Al-Mashun, Istana Maimoon dan Taman Kolam

Deli yang tentu memiliki aspek historis terhadap budaya Melayu Deli sendiri.

c. Nilai-nilai budaya sebagai citra luhur peradaban yang di usung oleh

ornamen-ornamen yang ada di sejumlah masjid Raya Al-Mashun Medan sebagai napak

tilas sejarah apakah dapat memberikan sesuatu yang berarti terhadap generasi

saat ini khususnya masyarakat Melayu Deli sendiri.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun sasaran tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendiskripsikan Latar Belakang penciptaan Ornamen di masjid raya

Al-Mashun Medan.

2. Untuk mengetahui, memahami lewat analisis terhadap ornamen-ornamen yang

berada di setiap bahagian masjid raya Al-Mashun Medan.

3. Untuk mengetahui, memahami serta memaparkan lewat analisis terhadap

kesimpulan makna apa yang ada dalam serangkaian ornamen-ornamen yang

ada pada masjid raya Al-Mashun Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Harapan besar penulis adalah dapat memberikan sumbangsih terhadap

siapa saja sebagai pemerhati seni dan kebudayaan terutama terhadap suku melayu

deli yang berada di Medan dan sekitarnya. Untuk menindak lanjuti aspek budaya

kian memudarnya di tengah-tengah hiruk pikuknya budaya modern serta

(29)

kesemua pihak untuk bagaimana dapat kembali mengenal, mencintai dan

memelihara budaya sebagai harta warisan bangsa.

1.3.2.1 Bagi Mahasiswa

a. Memberikan pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang

diperoleh dari perkuliahan. Selama menjadi mahasiswa di pasca sarjana (S2)

pada program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara, penulis mengharapkan penelitian ini menjadi

inspirasi bagi mahasiswa.

b. Memberikan gagasan untuk berpikir kritis bagi mahasiswa dalam hal-hal yang

menyangkut kebudayaan dan seni, khususnya seni dan budaya Nusantara.

c. Sebagai menambah bahan masukan buat pembaca umumnya mahasiswa

jurusan seni dan khususnya mahasiswa seni rupa.

1.3.2.1.1 Bagi lembaga fakultas

a. Referensi keilmuan tentang aspek budaya yang berhubungan dengan makna

ornamen yang berada di fisik bangunan masjid raya Al-Mashun Medan yang

digunakan sebagai informasi pembelajaran di fakultas ilmu budaya.

b. Sebagai bahan masukan terhadap tim pengajar ilmu budaya khususnya dosen

seni rupa.

c. Sebagai tambahan bahan referensi bagi peneliti lain sebagai lanjutan penelitian

ini untuk lebih memperluasnya.

d. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi pembaca dalam

kaitannya terhadap seni dan kebudayaan.

(30)

a. Dapat mengenal citra luhur dari kekayaan kebudayaan daerah yang menjadi

harta warisan bangsa yang patut di kenal, dicintai serta di pelihara khususnya

budaya melayu deli yang ada di Medan dan sekitarnya.

b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan serta dipertimbangkan

untuk bagaimana mekanisme mempertahankan harta warisan tersebut di

tengah-tengah kancah modernitas di zaman ini.

c. Bagi suku melayu deli sendiri yang berada di Medan dan sekitarnya

termotivasi untuk memahami makna-makna kandungan di setiap konteks

ornamen yang ada pada melayu sendiri.

d. Aspek timbal balik terhadap suku-suku yang lain agar bagaimana memelihara

nilai-nilai luhur yang patutnya menjadi perspektif konsep hidup sebagai

manusia yang berbudaya.

1.3.2.1.3 Bagi Peneliti

a. Menambah pengetahuan bagi penulis sebagai bahan masukan dalam kajian

tentang ornamen-ornamen yang ada di wilayah Nusantara ini.

b. Menambah wawasan untuk melihat aspek budaya yang perlu dipertahankan

mencakup teori-teori dari literatur yang digunakan.

c. Menjadi bahan masukan bagi penulis untuk lanjutan pengembangan penelitian

berikutnya terhadap aspek karakteristik ornamen yang sedang diteliti.

1.4 Landasan Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media

(31)

ini diciptakan dengan mengolah konsep titik, garis, bidang, ruang, bentuk,

volume, tekstur dan warna, terang-gelap dengan acuan estetika.

Seni rupa merupakan ungkapan gagasan dan perasaan manusia yang

diwujudkan melalui pengolahan media (bersifat material) dan penataan elemen

serta menggunakan prinsip-prinsip desain. Ketentuan rupa bukan sekedar benda

yang dapat terlihat atau sengaja dilihatkan, akan tetapi terjadi presentasi dari

konsep ide dan gagasan untuk mencapai nilai-nilai tertentu.

Ornamen merupakan hasil dari presentatif dari sesuatu sehingga mencapai

kualitas bentuk. Kehadiran bentuk terinspirasi dari segenap alam semesta yang

telah terjadi pendeformasian (deformatif = perobahan bentuk dari bentuk asalnya).

Sensasi bentuk-bentuk baru sebagai wujud imitatif alam difungsikan untuk

mendapatkan rasa kenikmatan penglihatan.

Kehadiran ornamen berupaya melengkapi sesuatu agar mendapatkan

keindahan dalam rangka menciptakan kualitas atau meningkatkan nilai-nilai

bentuk.

Pengertian ornamen adalah mempercantik atau memperindah sesuatu agar

mendapatkan nilai artistik. Kata “ornament (Verb)” berasal dari kata bahasa

Inggris yang berarti “ragam hias“ dan dalam bahasa belanda “siermotieven” yang

berarti “aneka corak “ (Ekoprawoto, Amran, Ragam Hias sebagai Media Ungkap

Makna Simbolik: 2009, 9).

Menurut Gustami bahwa pengertian ornamen adalah :

Pengertian umum bahwa ornamen ini sangat besar, hal ini dapat di lihat melalui

(32)

baik bersifat jasmaniah maupun rohaniah. Ornamen adalah komponen produk seni

yang ditambahkan atau di sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Disamping

tugasnya menghias yang implisit menyangkut segi-segi keindahan, misalnya

untuk menambahkan indahnya sesuatu barang sehingga lebih bagus dan menarik,

akibatnya mempengaruhi pula dalam segi penghargaannya baik dari segi spiritual

maupun segi material/ finansialnya. Disamping itu di dalam ornamen sering

ditemukan pula nilai-nilai simbolik atau maksud-maksud tertentu yang ada

hubungannya dengan pandangan hidup (filsafat hidup) dari manusia atau

masyarakat penciptanya, sehingga benda-benda yang dikenai oleh sesuatu

ornamen akan arti yang lebih jauh dengan disertai harapan-harapan tertentu pula.

(Amran, dari gustami : seni ukir dan masalahnya, jilid II, STSRI-ASRI

1983-19840).

Ornamen yang ada di setiap bahagian masjid Al-Mashun atau yang di

kenal dengan masjid raya Medan ini, memiliki nilai-nilai keindahan yang pantas

mendapatkan kualitas keagungan. Disamping corak dan gaya, ornamen tersebut

dipahami sebagai wujud bentuk untuk menandai penghargaan tertinggi buat

Masjid Al-Mashun.

Ornamen yang diketahui sebagai penghias dan pelengkap untuk

memberikan nilai keindahan pada sebuah media, dalam hal ini kajian seni rupa

yang mengukur unsur bentuk, media, tekstur, motif atau tipe, warna bahkan

sampai pada tafsir makna. Dibagian badan masjid Al-Mashun terdapat corak

ornamen dengan berbagai motif. Dengan pemahaman agama Islam yang benar

(33)

Jadi ornamen-ornamen yang di buat tidak hanya memperhitungkan keindahan

belaka, akan tetapi sarat dengan nilai-nilai agama Islam, dan sebagai lambang

pencitraan penguasa.

Mungkinkah hal itu terdapat demikian sebagai landasan cipta rasa yang di

bangun oleh Kesultanan. Dengan mengupas bentuk dan makna yang terkandung

di setiap pola-pola ornamen yang ada, dari sudut keilmuan seni rupa tentunya,

akan memberikan jawaban yang lebih terfokus.

Sejarah menyebutkan bahwa proses pembangunan masjid Al-Mashun

telah ditentukan oleh Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah sendiri. Pada

masa itu kesultanan tidak memiliki arsitek khusus dari Bangsa Melayu yang

mampu membangun sesuai dengan keinginan. Kesultanan harus meminta seorang

arsitek Belanda bernama T.H. Van Erp. Arsitek ini adalah seorang perwira Zeni

Angkatan Darat KNIL yang banyak mendesain bangunan-bangunan besar di

Jakarta.

Karakter merupakan kecenderungan sifat atau bentuk dalam pendekatan

kemiripan, kekhasan, kesamaan makna, individual. Dari pandangan umum

ornamen yang ada di setiap bagian Masjid Al-Mashun tentunya memperindah

bangunan masjid. Karakternya tentu menambah kekuatan nilai estetikanya

sehingga didapati nilai keindahan, kelembutan, keceriaan, kemewahandan

kemegahan. Dari tampilan karakter inilah dapat dianalisa kandungan makna apa

yang dapat nantinya diketahui.

(34)

Sebagaimana pokok masalah yang telah menjadi acuan penelitian ini yaitu:

(1) latar belakang sejarah Kesultanan Deli Untuk menghiasi masjid Al-Mashun

mengambil sejumlah ornamen bergayakan Negara-negara Islam, (2) tidak

mendominasikan Khas motif-motif melayu asli, dan (3) kesimpulan tujuan

ornamen keseluruhan sebagai konsep satu makna, dengan demikian penulis harus

dapat memegang acuan teoritis yang terkait pada pokok masalah.

Beberapa teori yang tepat digunakan sesuai pada pokok masalah adalah

beberapa pendekatan teori, seperti teori antropologi dan teori semiotika.

F. Ratzel (1844-1904), teori difusi, yang pernah mempelajari berbagai

bentuk senjata busur diberbagai tempat di Afrika, dan juga unsur-unsur

kebudayaan lain, seperti bentuk rumah, topeng, pakaian dan lain-lain. Beliau

menemukan adanya persamaan bentuk dari wujud kebudayaan saling

berhubungan. Dalam kajian kebudayaan tentu adanya hubungan yang tidak dapat

dipungkiri karena aspek adat istiadat merupakan bentuk sosial komunitas yang

tercampur (Koentjaraningrat, sejarah teori antropologi I : 111,2010)

Kebudayaan Melayu adalah budaya yang mengusung nilai-nilai agama

Islam sehingga aspek keseniannya harus berlandaskan dan pertimbangan dari

agama tersebut. Ornamentasi yang di pakai di masjid Al-Mashun merupakan

corak perpaduan ornamen dari Negeri luar yang masih berkaitan dengan agama

Islam.

Keindahan karya seni rupa dari ornamen tersebut tidak sekedar hanya

mempercantik masjid Al-Mashun saja, akan tetapi memberikan sesuatu di balik

(35)

Kemaknaan ini dipertimbangkan sesuai dengan pandangan agama Islam.

Pengkomposisian letak, ukuran, media tentu telah diperhitungkan secara matang

oleh pihak Kesultanan. Penulis berupaya membuka tanda-tanda dari

bentuk-bentuk sederetan ornamen yang ada. Mengupas makna dari tanda-tanda yang

beragam wujud dari setiap elemen corak. Tentu akan mendapatkan sebuah prakira

bahwa pembuatan ornamen di masjid Al Ma’shun Medan ini apakah telah

menendai makna yang menyeluruh, yakni apakah cenderung memberikan

identitas nilai-nilai kebudayaan melayu deli, karena kita juga tahu bahwa ada

ornamen lokal asli yang dimiliki oleh suku budaya melayu sendiri.

Koentjaraningrat menyebutkan yang berhubungan dengan fakta kejadian,

gejala masyarakat yang dapat di usut secara ilmiah dengan metode observasi,

mengelola, melukiskan fakta yang tejadi dari masyarakat yang hidup. Dengan ini

penulis mencoba menghubungkan sepintas kesejarahan agar hubungan apa yang

dijadikan sumber kajian merupakan faktuil yang dapat sebagai informasi ilmiah

yang berharga. Sejarah yang terkait dalam kajian ini melingkupi Kebudayaan

melayu deli sebagai arah untuk melihat pendekatannya terhadap kesenian yang

digunakan.

Sejarah merupakan rentang benang merah yang harus dihubungkan untuk

mendapatkan alur kajian ini namun demikian ada yang dikonsentrasikan penuh

sebagai titik analisis ini yaitu makna dari karakteristik ornamen. Sesuai dengan

maksud sasaran penelitian ini maka penulis mengintensitaskan kepada makna atau

(36)

Sejumlah pakar semiotika mengemukakan teori-teori untuk mengkaji

persoalan tanda. Penulis hanya memilih seorang tokoh semiotika yaitu Charles

Sanders Peirce. Beliau menyatakan tanda adalah mewakili sesuatu bagi seseorang

berikutnya mengaitkan hubungan secara konvensi. Tanda tidak pernah berupa

suatu entitas sendirian, yaitu memiliki ketiga aspek.

Berdasarkan objeknya Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index

(indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah hubungan yang bersifat bersamaan

bentuk alamiahnya. Dengan kata lain tanda dan objek bersifat kemiripan,

misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya

hubungan alamiah antara tanda dengan penanda yang bersifat kausal atau sebab

akibat. Contoh adanya asap tentu adanya api. Simbol adalah tanda yang

menunjukkan hubungan alamiah penanda dengan petandanya bersifat arbitrer atau

semena, hubungan berdasarkan konvensi (kesepakatan) masyarakat.

Ornamen merupakan bahasa visual dalam kelompok simbol. Di dalamnya

ada kaitan bentuk-bentuk sederhana yang bertujuan mendapatkan pemikiran yang

sama agar digunakan sesuai kehendak bersama. Dari setiap bentuk deformatif

alamiah mengisyarakatkan atau mengartikan sesuatu sebagaimana kaidah kultural.

Piece juga mengembangkan tanda menjadi sepuluh. Kaitannya dengan kajian

penulis adalah ornamen maka yang lebih dekat yaitu Iconic Legisign, dan

Rhematic Symbol.

(37)

Dalam kajian kebudayaan keterikatan relasi manusia dan alam sekitarnya

tidak terlepas bagaimana manusia berinteraktif serta melakukan upaya

mempertahankan kehidupan yang berkelanjutan.

Pesebaran kebudayaan yang disebabkan adanya migrasi manusia, akan

menularkan atau mempengaruhi budaya sebelumnya pada daerah yang baru

dihuni. Sebaliknya pendatang yang membawa budaya dari luar atas bentuk

interaksi sosial juga terpengaruh. Saling mempengaruhi ini sehingga

menumbuhkan budaya campuran di sebut dengan Difusi.

Kontribusi wilayah kajian difusi bukan terhadap aspek historis budaya

melainkan geografi budaya. Graebner seorang difusioner menyatakan bahwa

semua regularitas proses budaya merupakan hukum dari kehidupan mental dan

studi tentang ini dapat dilakukan melalui psikologi budaya. Studi psikologi

budaya lebih kearah survival (kelestarian) budaya dari tempat satu ketempat yang

lain.

Survival budaya berarti ketahanan, dan itu bukan persoalan fungsi semata.

Survival sebuah daya eksistensi budaya. Survival tidak lain merupakan daya

tahan budaya tersebut setelah mendapatkan pengaruh budaya lain sehingga

menimbulkan makna baru. Setelahnya makna baru tersebut tak lain merupakan

fungsi baru budaya tersebut.

Perluasan perkembangan agama Islam setelah mulai masuk ke Indonesia,

terjadi sirkulasi budaya pendatang dan budaya asli lokal. Islam sebelum

menanamkan akar ajarannya kemasyarakat, terlebih dahulu mempelajari sifat

(38)

hidup adalah kepentingan sosial secara umum. Kontak sosial seperti ini

mendapatkan gambaran budaya lokal, tentu menjadi sebuah celah untuk

menyusupkan ajaran-ajaran dengan cara berdakwah.

Berawal ajaran Islam menenamkan Tauhid (mengenal Allah yang patut di

sembah), semula menstirilisasi atau mengakumulasikan budaya lokal yang dapat

sebagai jembatan untuk memahami ketauhidan tersebut. Langkah berikutnya

kebudayaan Islam mulai disisipkan sedikit demi sedikit. Dalam hal ini terjadi

akulturasi yang terkadang lebih kompleks serta akhirnya membentuk

Multikultural.

Penulis berupaya untuk melihat alur kebudayaan sejauh yang dapat

diketahui dengan harapan mendapatkan mata rantai sejarah dan tentunya terkait

hubungan kuat dalam penelitian ini.

1.4.2.2 Teori Semiotika

Dalam mengkaji bentuk-bentuk ornamen masjid Raya Al-Mashun Medan

dibutuhkan penelaahan dari kaca mata seni rupa yang mengupas kandungan

makna yang ada didalamnya. Penulis memfokuskan terhadap kajian semiotika

atau teori tanda dalam usaha untuk memahami kandungan makna apa yang ada

didalam ornamen-ornamen di masjid Raya Al-Mashun Medan.

Penulis harus memilih teori yang cukup dekat dengan kajian penelitian ini,

penulis memilih teoritis yang tepat adalah Charles Sanders Peirce yang

mengemukakan tentang tanda. Tanda adalah bahasa, ornamental yang ada di

(39)

indah. Bentuk-bentuk tersebut di rancang atas konsep ide yang membutuhkan

maksud dan tujuan.

Gagasan penciptaan visual art (seni rupa) tentu dilandasi konsep yang

mengaitkan maksud yang akan di capai oleh media sebagai hasil karya seni.

Maksud sebagai tujuan gagasan itulah adalah isyarat, Peirce menyebutnya sebagai

bahasa. Tentu bahasa inilah kontens makna yang dipresentatifkan oleh Peirce

sebagai sasaran.

Menurut Peirce, Semiotika bersinonim dengan logika, manusia hanya

berpikir dalam tanda. Tanda dapat dimaknai sebagai tanda hanya apabila ia

berfungsi sebagai tanda. Fungsi esensial tanda menjadikan relasi yang tidak

efisien menjadi efisien baik dalam komunikasi orang dengan orang lain dalam

pemikiran dan pemahaman manusia tentang dunia. Tanda menurut Pierce

kemudian adalah sesuatu yang dapat di tangkap, representatif, dan interpretatif.

Bagi Peirce, tanda “ is something which stands to somebody for something in

some respect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi,

oleh pierce disebut Ground. Konsekwensinya, tanda (sign atau representamen),

selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, objek, dan interpretant,

(40)

Gambar 1.triangle meaning

Pierce mengklasipikasikan tanda yang dikaitkan pada ground dan menjadi

tiga bagian yakni, qualisign, sinsign dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang

ada pada tanda misalnya kata-kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu. Sinsign

adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda misalnya, kata

kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan

bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign adalah norma yang dikandung oleh

tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh

atau tidak boleh dilakukan manusia (Sobur,Alex, 2004:41).

Charles Sanders Peirce menyatakan tanda adalah mewakili sesuatu bagi

seseorang berikutnya mengaitkan hubungan secara konvensi. Tanda tidak pernah

berupa suatu entitas sendirian, yaitu memiliki ketiga aspek. Berdasarkan objeknya

Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol).

Ikon adalah hubungan yang bersifat bersamaan bentuk alamiahnya.

Dengan kata lain tanda dan objek bersifat kemiripan, misalnya potret dan peta.

Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda

dengan penanda yang bersifat kausal atau sebab akibat. Contohnya adanya asap

(41)

penanda dengan petandanya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan

konvensi (kesepakatan) masyarakat.

Ornamen merupakan bahasa visual dalam kelompok simbol. Di dalamnya

ada kaitan bentuk-bentuk sederhana yang bertujuan mendapatkan pemikiran yang

sama agar digunakan sesuai kehendak bersama. Dari setiap bentuk deformatif

alamiah mengisyarakatkan atau mengartikan sesuatu sebagaimana sistem kultural.

Piece juga mengembangkan tanda menjadi sepuluh. Kaitannya dengan ornamen

yang lebih dekat adalah IconicLegisign, dan Rhematic Symbol.

Iconic Legisign yakni tanda yang mendekati kemiripan, misalnya foto,

diagram, peta, serta tanda baca. Ornamen adalah representatif bentuk yang telah

berobah dari bentuk-bentuk alamiah seperti tumbuhan, makluk hidup, alam benda

dan fenomena alam semesta. Kaitan tanda terhadap objek visual terkadang jauh

dari kemiripan, namun ide akar dasarnya terjadi atas konsepnya.

Rhematic Symbol atau symbolik rheme, yakni tanda yang dihubungkan

dengan objeknya melalui asosiasi ide umum. Misalnya seseorang akan

mengatakan harimau apabila melihat kain beludru bercorak belang hitam berdasar

kuning. Asosiasi tanda ini karena telah mengenal betul subjek yang dipahami.

Ornamen masjid Al-Mashun Medan dengan sejumlah tipe ornamen, jika di lihat

jauh setiap bagian bentuknya akan terdapat objek-objek yang dapat

dikelompokkan kepada sesuatu benda atau sifatnya.

Penulis melihat ornamen sebagai bagian seni yang istimewa, sehingga

menjadi persoalan pada penelitian ini. Penelitian ini terletak pada seluruh aspek

(42)

seperti latar belakang penciptaan (sumber ide), bahan yang digunakan, teknik

pembuatan, praktisi dan berikutnya kepada makna.

Unsur rupa yang terdapat di setiap elemen ornamen adalah menjadi kajian

penelitian. Setiap bagian ornamen terdapat bagian-bagian yang menjadi bagian

keseluruhan. Bagian ini dapat digolongkan yakni, bagian utama (main), bagian

pendukung (second), bagian pelengkap (complement).

Bagian utama melingkupi gambar, bentuk, media, ukuran yang

berhubungan dengan vocal point atau sasaran yang diutamakan yang harus

didiskripsikan. Presentasi analisa harus mendapatkan faktor yang dapat dipahami

oleh umum. apabila penulis tidak melihat kategori umum atau hanya penulis saja

yang dapat memahami, di kwatirkan akan membuat persepsi baru. Kategori umum

ini dapat di lihat berdasarkan konsep Iconic Legisign.

Bagian pendukung melingkupi bagian-bagian yang di anggap penulis

sebagai pendamping sehingga media atau objek terasa dilebihkan. Meski

terkadang pendukung ini manjadi hal terpenting, di lihat dari elemen yang di

gunakan, misalnya ornamen bunga mawar (sebagai objek), tanpa lengkap adanya

daun dan tangkai. Daun-daun dan tangkai tersebut begitu pentingnya terhadap

kembang mawar. Dengan adanya kelengkapan keseluruhan maka utuhlah bunga

mawar tersebut meski di lain hal tanpa daun dan tangkai pun bunga mawar ini

tetap menjadi vocal point.

Bagian pelengkap diartikan juga sebagai bagian pengisi atau pendamping.

Biasanya diletakkan pada latar belakang apabila ornamen berbentuk gambar baik

(43)

lebih memadatkan atau memberikan ruang seakan penuh. Nilai tambah terhadap

ornamen menjadi lebih, kemewahan dapat terbantu.

1.4.2.3 Teori Seni Rupa (visual art)

Untuk menganalisis struktur bentuk ornamen beserta aspek lainnya dalam

kaitan penelitian ornamen masjid Al-Mashun Medan ini, tentunya penulis

menggunakan ayakan teori seni rupa. Aspek kaitannya terhadap bentuk, media,

ukuran, warna, tekstur, letak, serta konsep desain. Seni rupa digolongkan pada dua

sifat dari presentatifnya. Yang pertama adalah seni rupa hanya untuk ekspresi,

sehingga setiap karya yang dihasilkan digolongkan pada seni murni. Murni berarti

tidak dilatar belakangi kehendak tertentu yang bersifat pada kegunaan. Seperti

karya lukis, patung, dan relief. Yang kedua adalah seni rupa terapan atau di buat

sengaja untuk difungsikan atau bersifat kegunaan.

Pada dasarnya semua manusia memiliki sense of beauty yaitu dapat

merasakan keindahan terhadap sesuatu. Keindahan ini bersifat subyektif sehingga

kwalitas keindahan tidak di ukur dengan satu cara. Banyak aspek yang dapat di

lihat untuk mendapatkan velue estetika didalamnya serta pertimbangan wujud

objek sebagai hasil yang di capai. Proses penciptaan juga mendapatkan

pertimbangan yang kuat dalam kontribusi nilai karya, terutama pelaku utama

sebagai orang yang menciptakan.

Derajat atau martabat karya lebih banyak bersentral terhadap bagaimana

seseorang memulai sebuah proses penciptaan dengan menyinggung sejumlah latar

belakangnya. Perhitungan nilai tinggi rendahnya yang ditemukan di dalam sebuah

(44)

seseorang memahami lingkungannya. Untuk mengkaji sejarah terkadang

orang-orang yang berkaitan langsung terhadap hasil sebuah karya seni hampir tidak

diketemukan. Banyak para pakar antropologi tidak banyak menemukan (missing

link) siapa sebenarnya yang membuat atau yang menciptakan ornamen-ornamen

yang sangat indah itu. Hanya ada beberapa bangsa saja menuliskan orang-orang

yang membuat karya-karya fenomenal tersebut. Pastinya mereka adalah manusia

sebagai makluk hidup, memiliki nilai-nilai luhur yang diemban karena mereka

memiliki hubungan saling merasakan di dalam konteks kepentingan yang sama.

Keindahan menurut bangsa Yunani adalah sesuatu yang logis di cerna oleh

panca indra untuk mendapatkan kebaikan. Plato sendiri menyebutkan watak yang

indah termasuk juga hukum yang indah. Sementara Aristoteles merumuskan

keindahan segala sesuatu yang baik serta menyenangkan. Bangsa Yunani

mengatakan keindahan dalam arti estetis disebut symmetria untuk keindahan

berdasarkan penglihatan (pada karya pahat dan arsitektur). Menurut bangsa

Yunani keindahan dalam arti luas meliputi keindahan seni, keindahan alam,

keindahan moral, keindahan intelektual (web,2012).

Sifat manusia mencari kenikmatan hidup lewat rasa keindahan sudah

merupakan lahiriah yang sudah ada dalam diri setiap orang. Pemahaman

keindahan dalam diri manusia merupakan kodrati alamiah. Manusia dapat

merasakan esensi keindahan di balik bentuk-bentuk seni dengan menelaah

bagian-bagian tertentu yang dapat membangkitkan sense of beauty. Hubungan merasakan

keindahan lewat karya seni di bangun oleh pengalaman hidup seseorang untuk

(45)

keindahan tersebut membentuk manusia untuk berkarya, maka lahirlah ungkapan

melalui seni.

Pembagian keindahan memang cukup luas dan jawabannya beragam

pernyataan. Sortais menyatakan bahwa keindahan ditentukan oleh keadaan

sebagai sifat obyektif dari bentuk (l’esthetique est la science du beau). Lipps

berpendapat bahwa keindahan ditentukan oleh keadaan perasaan subyektif atau

pertimbangan selera (die kunst ist die geflissenliche hervorbringung des schones),

(web,seni dan estetika,2012).

Keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kwalita pokok tertentu yang

ditemukan terhadap sesuatu hal, apakah bersifat yang tampak, di dengar, di sentuh

dan lain sebagainya. Bagian kwalita seni rupa mencakup kesatuan (unity),

keselarasan (harmony), kesetangkupan (symetry), keseimbangan (balance) dan

perlawanan (contrast).

Yunity atau sering di sebut dengan perpaduan seluruh kapasitas seni yang

terbangun di dalam sebuah karya seni rupa. Kesatuan ini mencakup media, bentuk

seni, makna serta konsep yang terpadu. Harmoni atau keselarasan atau keserasian,

bahwa dalam karya seni rupa dapat menunjukkan bagian-bagian penting dan tidak

penting sehingga diketahui mana yang harus memberikan nuansa estetika.

Symetry adalah kesetangkupan. Pengertiannya adalah seluruh kapasitas objek seni

saling terkait dan berhubungan. Balance atau keseimbangan adalah ukuran tata

letak objek, tekanan warna dan lain sebagainya. Pertimbangan estetika seringkali

berpusar pada persoalan keseimbangan. Namun banyak juga teori tidak

(46)

karya abstrak sering tidak memperdulikan persolan keseimbangan. Contrast atau

perlawanan dapat berupa objek maupun konsep.

Pertimbangan membuat karya dalam karya seni rupa tidak hanya

mengukur nilai estetika semata, tetapi harus dilalui dengan ukuran logika. Konsep

alamiah yang terkait antara manusia dengan lingkungannya tidak akan terlepas

hubungan secara rasional. Salah satu contoh ketika manusia butuh perlindungan

atau tempat tinggal. Sebelumnya manusia memahami kepentingan dirinya dengan

sesuatu diluar dirinya salah satu contohnya seperti cuaca. Dengan pengalaman

hidup dari gejala alam sehingga manusia harus beradaptasi dengan mengikuti

keadaan yang ada disekitarnya. Maka tempat tinggalnya disesuaikan sebagaimana

dapat melindungi mereka dari sifat-sifat alamiah yang mengharuskan manusia

berpikir dan bertindak sesuai kehendak alam. Dengan demikian manusia harus

merancang tempat tinggalnya layaknya sebagaimana dapat melindungi

keluarganya dan disesuaikan pada konstruksi yang memadai. Tentunya logika ini

dipakai untuk mendesain agar bentuk yang diinginkan harus layak difungsikan.

Konteks penelitian ini tertuju pada ornamen masjid Al-Mashun dan kandungan

maknanya, maka jika dilihat bahwa seluruh imajinasi yang ada pada setiap wujud

ornamen tidaklah sesederhana yang dibayangkan oleh segelintir orang.

Ornamen-ornamen yang berada dimasjid Al-Mashun Medan kelihatannya memang sangat

indah, tetapi kita juga harus sadar bahwa setiap objek ornamen yang melekat

dilalui dengan hukum logika. Logika dalam hal ini tentunya adalah Desain.

Desain atau merancang tidak terlepas dari sejumlah program atau perencanaan

(47)

1.5 Metode Penelitian

1.5.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif yakni

menggambarkan atau mengamati fakta-fakta pisik yang terdapat pada media

ornamen yang berada di masjid raya Al-Mashun, dan tidak menggunakan metode

statistik. Analisa dan teknik pengolahan data menggunakan metode deskrispsi

kualitatif. Bagaimana penulis menguraikan data faktuil dalam kaca mata seni rupa

untuk mendapatkan latar belakang konsep ornamen majid Al-Mashun Medan.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara

serta mencakup sarana lain seperti dokumen, buku, foto dan video. Metode

deskriptif kualitatif ini melihat serta menguraikan struktur bentuk-bentuk ornamen

serta kandungan makna didalamnya. Menurut Strauss & Corbin, Metode kualitatif

dapat digunakan untuk mengungkapkan dan memahami sesuatu di balik fenomena

yang sedikit pun belum diketahui atau baru sedikit diketahui (2003 : 5).

Metode di atas digunakan sesuai dengan permasalahan yang dianalisis,

untuk melihat sejumlah ornamen sebagai fenomena makna. Sejauh mana

karakteristik ornamen yang berada di masjid Al Mashun setelah berada

ditengah-tengah masyarakat heterogen. Hubungan terhadap masyarakat suku Melayu

sendiri serta masyarakt kalayak umum sebagai konteks sosial dalam memahami

ornamen masjid Al-Mashun.

Qualitative research is an interdisiplinary, transdisiplinary, and

sametimes counterdisiplinary field. It crosscuts the humanities and the social and

physical sciences. Qualitative research is many things at the same time. It is

(48)

multimethod approach. They are commited it the naturalistic perspective, and the

interpretive understanding of human experience. At the same time, the field is

inherently political and shaped by multiple ethical and political positions (Nelson

and Grossberg, 1992 : 4)

Penyampaian di atas dapat diartikan secara garis besar bahwa penelitian

kualitatif umumnya melihat aspek manusia di dalam masyarakat atau kelompok.

Dan tidak di dalam kelompok peneliti. Nelson dan Grossberg menyampaikan

penelitian kualitatif banyak hal yang harus di lihat di dalam fenomena kehidupan

manusia, seperti tentang nilai, fungsi sosial serta terkadang politik. Lingkup

budaya menjadi intensitas yang paling berarti untuk dapat diketahui sebagaimana

proses konteks peristiwa manusia.

Sejalan dengan perkembangan masyarakat dengan

kepentingan-kepentingan sosial yang ada, kehidupan tidak akan lepas dari hal-hal yang

menyangkut fungsi serta nilai-nilai yang tumbuh. Pertumbuhan serta fungsi

tersebut diperdayakan dalam rangka untuk melangsungkan pertahanan hidup,

namun di satu sisi lain ada yang belum semuanya sempurna. Akibatnya muncullah

masalah-masalah di tengah-tengah masyarakat. Demikian budaya tersebut

bergerak dalam pencapaian keinginan besar membangun sesuatu yang hak.

Kehidupan adalah fenomenologis alam, manusia, lingkungan dan alam semesta

adalah ikatan yang tidak akan dapat terpisahkan.

Ornamen merupakan citra kinginan yang diciptakan oleh leluhur

sebelumnya untuk kepentingan nilai-nilai tersendiri di tubuh masyarakatnya.

(49)

buat bukan sekedar penghias, tetapi sebuah atribut atau pengingat akan adanya

ikatan-ikatan manusia dan lingkungannya.

Penulis berusaha memfokuskan penelitian ini dengan harapan tidak meluas

sehingga dikuatirkan dapat mengkaburkan tujuan arah titik temuan yang

diharapkan. Rencana penelitian di desain atau di buat rancangan secara ekonomis.

Penelitian lapangan (fiel work) adalah menjadi fokus utama untuk menganalisis

ornamen pada masjid Al-Mashun atau masjid Raya yang berada di wilayah kota

Medan Provinsi Sumatera Utara. Latar belakang keilmuan sarjana yang penulis

peroleh, yaitu sarjana seni rupa, maka batasan penelitian ini tentunya di seputar

bahasan seni rupa. Namun tentunya ketika kita membicarakan seni sudah tentu

dibicarakan pula tentang manusia. Seni tumbuh karena manusia ada. Seni adalah

bahagian dari kehidupan manusia. Dengan demikian penulis harus mendapatkan

akar hubungan konteks manusia dan seni yang berada didalamnya. Tentunya

sesuai permasalahan yang ada pada penelitian ini.

1.5.2 Penelitian Lapangan

Penelitian kebudayaan dan seni dibutuhkan penelitian lapangan (fiel work),

penulis melakukan penelitian ini mengenai analisis karakteristik ornamen masjid

Al-Mashun di Medan. Sehubungan dengan disiplin ilmu budaya yang diikuti yaitu

pasca sarjana (S2) Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni di Universitas

Sumatera Utara, tepatnya adalah penelitian lapangan.

Setting atau lingkungan riset pada penelitian ini adalah lingkungan

Noncontrived setting atau lingkungan kenyataan ( fiel setting ). Penulis

(50)

wawancara. Observasi adalah bagaimana penulis melakukan pengamatan objek

secara langsung dengan melihat, menyentuh, mendokumentasikan melalui video

dan foto, mencatat. Wawancara dilakukan degan memilih sejumlah informan yang

di pilih penulis sebagai nara sumber (key people) untuk mendapatkan data singkat

sejarah latar belakang penciptaan ornamen masjid Al-Mashun serta tafsir

maknanya.

1.5.3 Fokus Penelitian

Adapun fokus penelitian ini adalah pada bentuk-bentuk ornamen serta

kandungan maknanya, diklasipikasikan sesuai konsep dan medianya sebagai

berikut :

1. Konsep bentuk dasar ornamen yang telah dideformatif atau berobah dari

bentuk asli alamnya.

2. Konsep bentuk imajinatif yang dikembangkan menjadi bentuk-bentuk baru.

3. Media ornamen serta penempatan letak di salah satu lokasi di masjid

Al-Mashun.

4. Klasipikasi bentuk ornamen (utama atau pendukung).

5. Makna satuan ornamen dan makna keseluruhan ornamen.

1.5.4 Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi dan wawancara.

Sumber data yang dibugunakan adalah data primer dan data skunder. Data primer

adalah data yang diperoleh penulis dari wawancara dan observasi kelapangan.

Sedangkan data skunder adalah data yang diperoleh dari pustaka baik teori-teori

(51)

1.5.4.1 Observasi

Untuk mendapatkan data langsung penulis menggunakan pendekatan

observasi kelapangan dengan melihat langsung objek yang diteliti. Penulis

mencatat data yang didapatkan dari pengamatan terhadap ornamen yang berada di

masjid Al-Mashun dengan menggunakan variabel-variabel sebagai rencangan

pendekatan. Pentingnya metode ini diharapkan untuk mendapatkan sejumlah

bagian-bagian penting yang di teliti guna mendapatkan hubungan data dengan

wawancara. Berikutnya menggunakan penafsiran-penafsiran atau praduga

kesimpulan sementara dengan harapan mendapatkan hasil penelitian yang

sebenarnya.

1.5.4.2 Wawancara

Penulis melakukan metode wawancara untuk mendapatkan data dari nara

sumber. Nara sumber di pilih sesuai jumlah yang diklasipikasi penulis agar arah

penelitian lebih terfokus. Dengan demikian penulis membuat rancangan berupa

konsep yang sebelumnya di susun seperti apa bentuk pertanyaannya dan siapa

yang harus menjadi nara sumbernya. Penulis melakukan wawancara terhadap nara

sumber (interview) yakni dengan beberapa orang dari pihak Pengurus Masjid

Al-Mashun, dari sejumlah tokoh adat melayu, partisipan budayawan, dan beberapa

orang dari dinas Pemerintah terkait seperti dinas Pariwisata dan dinas Museum

Pemko Medan.

Pertanyaan yang terkonsep berhubungan dengan sejarah masjid

(52)

mendapatkan alur agar arah penelitian tidak meluas sehingga sasaran yang di teliti

manjadi solid.

1.5.5 Teknik analisis data

Teknik analisis data adalah bagaimana perencanaan di mulai dari

pengumpulan data sampai pada pengelompokan data sehingga mempermudah

prosedur penelitian. Pengelompokan data dibuatkan kolom-kolom data sebagai

catatan perjalanan penelitian seperti apakah nara sumber menjawab sebagaimana

yang diharapkan oleh penulis atau bagian-bagian mana yang pantas di ambil dan

yang tidak pantas di ambil. Analisis data pada ornamen masjid Al-Mashun Medan

dengan tahapan sebagai berikut :

1. Mengumpulkan data berupa gambar foto ornamen masjid Al-Mashun Medan

yang di ambil langsung oleh penulis dilapangan.

2. Mengumpulkan data yang terkait pada suku melayu deli yang berada di sekitar

Medan.

3. Menganalisa terhadap setiap ornamen yang terdapat pada masjid Al-Mashun

Medan.

1.6 Studi Kepustakaan

Penulis merangkum sejumlah sumber kepustakaan dengan harapan untuk

dapat mendukung penelitian ini. Beberapa kepustakaan yang penulis pegang

adalah seperti buku, artikel ilmiah dan semi ilmiah, laporan penelitian, majalah,

Koran dan beserta laman-laman web. Sumber-sumber kepustakaan itu mancakup :

(53)

maimoon, d. tinjauan masjid Al-Mashun Medan, e. dasar-dasar teori, f. metode

dan teknik penelitian, g. referensi terkait.

Referensi penulis tentang catatan terdahulu yang di teliti oleh sejumlah

penulis mengenai ornamen baik dari Strata satu atau lanjutan, maupun penulis

lepas dengan dedikasinya dapat dipertimbangkan penulis sebagai sumber pustaka

antara lain :

1. Musthofa, melakukan studi penelitian ornamen pada sebuah masjid, yang

dijadikan artikel di web, dengan judul Filosofi Seni Bangunan Islam,

Ornamentasi Pada Arsitektur “Masjid Turen” Malang. Musthofa

mendiskripsikan ornamen yang beda di masjid merupakan kesinambungan

antara kreatifitas dan keagungan Tuhan. Penulis mengambil semangat

Musthofa dalam melihat masjid sebagai subyek, seperti kesamaan dengan

penulis inginkan. Demikianpun tentu banyak perbedaan antara penulis dengan

Musthofa melihat sesuatu tentang ornamen sebagaimana alur serta

pembedahan yang penulis lalukan di dalam penelitian ini, disamping itu juga

wilayah tempat yang diteliti juga berbeda. Penulis memilih jurnal ini karena

sangat menarik dan dijadikan salah satu acuan.

2. Ratih Baiduri, penulis buku Masjid Raya Al Ma’shun Medan sebuah tinjauan

arsitektural dan ornamental. Inspirasi penulis paling besar adalah terdapat

pada buku tersebut. Ratih Baiduri banyak mengemukakan aspek masjid Al

Mashun dengan rinci, sehingga penulis banyak mendapatkan informasi

berharga didalamnya. Beliau membentang spesifikasi arsitektur dengan

Gambar

Gambar……….pagar berornamen bintang bersegi enam dan lingkaran (sket ulang dari foto
Tabel 1, ornamen dalam area masjid Al-Mashun serta letak dan medianya
Gambar dilangit-
                        secara keseluruhan gambar adalah objek utama. Bingkainya

Referensi

Dokumen terkait

Bentuk Ornamen pada Masjid Raya Al-Mashun, Masjid Taqarrub, dan Masjid Al-Jihad di kota Medan sudah sesuai dengan kriteria ornamen Islami yaitu tidak ditemukan ornamen

Universitas Sumatera Utara.. Masjid Azizi di Langkat dan Masjid Raya Al-Mashun di Medan. Masjid Raya Al-Mashun yang terletak di Kelurahan Masjid, Kecamatan Medan Kota, Kota

berbentuk bidang segitiga dan di dalamnya terdapat hiasan stilasi daun, ornamen ini terdapat pada pinggiran langit-langit ruang utama masjid.. Bangunan

Analisis Semiotika pada Ornamen Masjid Raya Al -Mas̟

Penelitian ini membahas tentang ornamen pada bangunan Masjid Raya Al-Osmani Medan Labuhan Kota Medan melalui pendekatan Semiotika dengan menggunakan teori Thomas Sanders

Penelitian ini membahas tentang ornamen pada bangunan Masjid Raya Al-Osmani Medan Labuhan Kota Medan melalui pendekatan Semiotika dengan menggunakan teori Thomas Sanders

Analisis Kaligrafi (Al-khattu) dan Ornamen Pada Masjid Raya Al- Osmani Medan Labuhan Kota Medan.. Sastra Arab, Universitas

Gambar Bagian Sisi Barat Masjid Raya Al-Osmani Medan Labuhan Kota Medan.. Gambar Bagian Sisi Utara Masjid Raya Al-Osmani Medan Labuhan