ANALISIS KARAKTERISTIK ORNAMEN
DI MASJID RAYA AL -MASHUN MEDAN
TESIS
OLEH
ACHY ASKWANA
NIM, 127037012
PROGRAM STUDI MAGISTER ( S2 )
PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS KARAKTERISTIK ORNAMEN
DI MASJID AL-MASHUN MEDAN
TESIS
Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn) dalam Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Oleh
ACHY ASKWANA NIM, 127037012
PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis ANALISIS KARAKTERISTIK ORNAMENTASI DI MASJID AL-MASHUN MEDAN
Nama Achy Askwana
Nomor Pokok 127037012
Program Studi Magister (S.2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Menyetujui Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Frof. Dr. Ikhwanuddin Nst., M.S Drs. Azmi, M.Si
NIP. 196209251989031017 NIP. 196504131991031003
Program Studi:
Magister (S.2) Penciptaan dan
Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya
Ketua, Dekan,
Drs. Irwansyah, M.A. Dr. Syahron Lubis, M.A.
NIP.196211221 1997031001 NIP.19511013 1976031001
Telah diuji pada tanggal
PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS
Ketua : Drs. Irwansyah, M.A. (...)
Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. (...)
Anggota I : Frof. Dr. Ikhwanuddin Nst., M.S (...)
Anggota II: Drs. Azmi, M.Si (...)
ABSTRACT
This thesis is inspect visual art on the ornament of Al-mashun mosque in Medan. Figurative Analysis of shape based concept of the background which is correlated with the value of artistic and ideology. The writer will see how the questions will be made as framework to get the aspect of ornament in the Al-Mashun mosque Medan.
In this thesis the writer use some theories, to get conclusion. They are semiotic theory and art theory. Based of the theories the writer try to get the meaning of ornament in Al-Mashun mosque. By collecting the data of ornaments and classified of shape. Then the writer get the important one is to be research object.
The writer see behind the beautiful ornaments in Al-Mashun mosque not only visual value but also have some message. Those the writer get some statements from the aspect of beauty image on ornaments shape of Al-Mashun mosque.
The conclusion of this research is characteristic of ornament on the shape of charismatic statement of Malay Deli culture and also raise the value of Islamic religion. By the glory and beauty of ornaments shape of Al-Mashun mosque, people wil amaze and also Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah as deli sultant show his power long time ago.
ABSTRAK
Penelitian ini adalah mengkaji ornamentasi yang terdapat pada masjid Al-Mashun diwilayah kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Analisis figuratif bentuk berdasarkan latar belakang konsep yang menghubungkan terdapatnya kandungan
nilai-nilai artistik (visual art), nilai-nilai ideologi dan nilai-nilai agama. Peneliti
ingin melihat sebagaimana pertanyaan yang di buat sebagai kerangka arah untuk mengetahui aspek-aspek yang dihadirkan oleh sejumlah ornamen yang melekat di masjid Al-Mashun Medan.
Dalam tesis ini penulis menggunakan sejumlah teori terkait untuk
mendapatkan kesimpulan, dan sebagai teori penentu adalah teori semiotika (teori
makna) dan teori seni rupa. Dengan landasan teori ini peneliti berupaya
mendapatkan kandungan makna pada ornamentasi di masjid Al-Mashun. Dengan pendataan ornamen yang di pilih serta memberikan klasipikasi bentuknya, maka bagian tersebut menjadi acuan bagi penulis sebagai bahan penelitian.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa keindahan ornamen-ornamen yang melekat pada masjid Al-Mashun di kota Medan tidak hanya sekedar sebagai nilai visual belaka, tetapi merupakan sebuah fakta bahwa karakteristik ornamentasi tersebut adalah suatu bentuk pernyataan karismatik Kesultanan Deli dan budaya Melayu Deli serta sebuah presentatif kecintaan terhadap Tuhan.
PRAKATA
Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T karena atas karunia dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat beriring salam penulis haturkan pada Nabi Junjungan Muhammad S.A.W beserta keluarga beliau, sahabat beliau, para suhada dan tabi’in-tabi’in.
Terima kasih atas kebanggaan kepada kedua orang tua penulis ayah (asmady hs) dan omak (suryani), saudara (adik-adik penulis), sejauh ini kalian senantiasa memberikan motivasi yang terbaik bagi penulis sehingga sampai selesainya tesis ini. Terima kasih juga kepada istri (januarti devi kondany) dan anak-anak penulis (nurul askwana dan fahri askwana) yang tidak terlepas dari kontribusi yang diberikan baik waktu dan pengertian selama proses perkuliahan di Pasca Sarjana Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni di Universits Sumatera Utara.
Tentunya penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M,Sc (CTM), Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Seni dan Budaya yang telah memberikan fasilitas dan sarana pembelajaran selama penulis menuntut ilmu di kampus Universitas Sumatera Utara.
M.Hun., selaku Sekretaris Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan petunjuk teknis penulisan tesis sampai penelitian ini selesai.
Bapak Prof. Dr. Ikwanuddin Nst., M.Si., selaku pembimbing I yang senantiasa sabar memberikan petunjuk dalam proses penelitian tesis penulis, Bapak Drs. Azmi, M.Si., selaku pembimbing II yang selalu siap mengarahkan penulis dalam penelitian ini, Bapak Dr. H. Muhizar Muchtar, M.S., selaku penguji dan memberikan masukan yang sangat berarti bagi penulis, sehingga penulis banyak mengembangkan kaitan didalam pengkajian penelitian tesis ini.
Terima kasih yang tak terhingga kepada Dosen-dosen Pasca Sarjana Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni di Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. Muhammad Takari, M.A., Ph.D., Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Ph.D., Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si., Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Ibu Dra. Rithaony, M.A., selaku Dosen Pasca Sarjana Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni (USU).
Bapak Drs. Ponian selaku pegawai Sekretaris Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Kepada Ibu Hj. Andriani, selaku Kepala Seksi Sejarah Purbakala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kota Medan, Bapak Tengku Sahar, selaku juru kunci istana Maimoon, Bapak H. Ulumuddin, selaku ketua kenajiran masjid Al-Mashun, Bapak Drs. Aria Buana, selaku nara sumber.
penulis menghaturkan terima kasih kesemua pihak dan maaf atas segala sesuatu yang mungkin terjadi selama penulis melakukan penelitian ini. Akhir kata harapan penulis bagi kesemua pihak terkait semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat.
Medan , Januari 2015
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
1, Nama : Achy Askwana
2. Tempat/tanggal lahir : Tanjungbalai 12 Desember 1969
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Kewarganegaraan : Indonesia
6. Alamat : Jalan Topaz 6 no. 14 Perum. Bumi Serdang
Damai, Marindal, Kab. Deliserdang
7. Pekerjaan : Guru SMA N 1 Delitua, Deliserdang
8. Pendidikan : Sarjana Seni Rupa Universitas Negeri Medan
9. Nomor telepon : 081396267969
Pada tahun 2012/2013 diterima menjadi mahasiswa Program Studi Magister (S2)
Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera
PERNYATAAN
Dengan ini saya Achy Askwana menyatakan bahwa dalam tesis ini sebelumnya tidak pernah diajukan sebagai karya untuk suatu kepentingan dan memperoleh gekar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi lain, kemudian sepengetahuan saya penelitian ini tidak terdapat pada karya orang lain dan diterbitkan sebagai karya ilmiah yang sama, kecuali karya tulisan lain yang mengacu pada naskah saya dan disebutkan didaftar pustaka.
Medan, 7 Januari 2015
Achy Askwana
2.1 Masuknya Islam di Sumatera Utara……… 52 BAB III DESKRIPSI ORNAMEN MASJID AL-MASHUN MEDAN 3.1 Sistematika Deskripsi……….. 71
3.2 Deskripsi Ornamen………. 72
3.2.1 Gambaran Umum………. 72
3.2.2 Urutan Perbagian Ornamen……….. 73
BAB IV STRUKTUR ORNAMEN MASJID AL-MASHUN
5.2.1 Kerabat Langsung……… 151
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan……… 160
ABSTRACT
This thesis is inspect visual art on the ornament of Al-mashun mosque in Medan. Figurative Analysis of shape based concept of the background which is correlated with the value of artistic and ideology. The writer will see how the questions will be made as framework to get the aspect of ornament in the Al-Mashun mosque Medan.
In this thesis the writer use some theories, to get conclusion. They are semiotic theory and art theory. Based of the theories the writer try to get the meaning of ornament in Al-Mashun mosque. By collecting the data of ornaments and classified of shape. Then the writer get the important one is to be research object.
The writer see behind the beautiful ornaments in Al-Mashun mosque not only visual value but also have some message. Those the writer get some statements from the aspect of beauty image on ornaments shape of Al-Mashun mosque.
The conclusion of this research is characteristic of ornament on the shape of charismatic statement of Malay Deli culture and also raise the value of Islamic religion. By the glory and beauty of ornaments shape of Al-Mashun mosque, people wil amaze and also Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah as deli sultant show his power long time ago.
ABSTRAK
Penelitian ini adalah mengkaji ornamentasi yang terdapat pada masjid Al-Mashun diwilayah kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Analisis figuratif bentuk berdasarkan latar belakang konsep yang menghubungkan terdapatnya kandungan
nilai-nilai artistik (visual art), nilai-nilai ideologi dan nilai-nilai agama. Peneliti
ingin melihat sebagaimana pertanyaan yang di buat sebagai kerangka arah untuk mengetahui aspek-aspek yang dihadirkan oleh sejumlah ornamen yang melekat di masjid Al-Mashun Medan.
Dalam tesis ini penulis menggunakan sejumlah teori terkait untuk
mendapatkan kesimpulan, dan sebagai teori penentu adalah teori semiotika (teori
makna) dan teori seni rupa. Dengan landasan teori ini peneliti berupaya
mendapatkan kandungan makna pada ornamentasi di masjid Al-Mashun. Dengan pendataan ornamen yang di pilih serta memberikan klasipikasi bentuknya, maka bagian tersebut menjadi acuan bagi penulis sebagai bahan penelitian.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa keindahan ornamen-ornamen yang melekat pada masjid Al-Mashun di kota Medan tidak hanya sekedar sebagai nilai visual belaka, tetapi merupakan sebuah fakta bahwa karakteristik ornamentasi tersebut adalah suatu bentuk pernyataan karismatik Kesultanan Deli dan budaya Melayu Deli serta sebuah presentatif kecintaan terhadap Tuhan.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Identitas Melayu merupakan kenyataan yang dapat di lihat utuh serta
dikenali sebagai sesuatu yang dimiliki oleh sekelompok orang. Ciri khas identitas
Melayu adalah hasil sebuah produk budaya yang kehadirannya bisa apa saja.
Produk budaya tersebut berlangsung berulang-ulang sehingga tidak asing lagi
dikenali sebagai bentuk identitas yang senantiasa melekat terhadap sekelompok
masyarakat.
Masyarakat sebagai makluk hidup yang kompleks, kepentingan utamanya
bukan hanya memenuhi kebutuhan hidup seperti makan, tempat tinggal dan
pakaian, tapi ada kepentingan lain yakni identitas yang berpedoman kepada nilai
kehidupan misalnya kebutuhan agar dapat dihargai, bermartabat, pengayoman,
serta saling mengasihi.
Kehadiran suatu nilai identitas bersifat abstrak. Nilai identitas tidak dapat
di ukur baku tetapi kapasitasnya dapat diungkap lewat simbol budaya. Dalam
simbol budaya masyarakat Melayu kedudukan nilai terhadap aspek tertentu bisa
lewat karya seni. Pada umumnya dalam karya seni tersebut sudah melekat
ungkapan nilai yang disepakati bersama untuk kepuasan tertentu pula.
Kepuasan inilah merupakan kebutuhan dasar yang bertumpu pada
ukuran-ukuran tertentu serta difungsikan sebagai sebuah pendekatan alamiah. Pendekatan
secara alamiah menimbulkan kesepakatan untuk memberdayakan nilai-nilai
Dalam memperdayakan kehidupannya manusia sejak awal mengenal
lingkungan alam sekitarnya sebagai kepentingan utama. Solidaritas sosial serta
pemahaman terhadap lingkungan di jalin sesuai dengan kesepakatan secara
alamiah. Inilah fungsi nilai sebagai konsep ideologi di mulai. Budaya lahir atas
interaktif sosial serta memiliki kepentingan yang sama dalam ruang yang sama.
Proses kesepakatan itu melalui waktu yang cukup panjang.
Kesengajaan pembentukan nilai-nilai yang akan diterapkan pada sistem
tatanan kehidupan sehari-hari dilakukan dengan pengumpulan ide dan gagasan.
Keterkaitan orang-orang yang di anggap penting, dilibatkan sebagai sumber
penentu.
Dedikasi seorang dukun, kepala suku, tetua adat, orang yang memiliki
kemampuan khusus seperti ahli dalam berburu, perang, berorasi dan lain
sebagainya, biasanya mereka ini dapat dijadikan sumber penentu karena
gagasan-gagasan mereka.
Sejumlah orang-orang yang di anggap penting tersebut menyumbangkan
pikiran, konsep serta petunjuk yang dapat di ambil serta dibenarkan dalam
musyawarah, berikutnya diperlakukanlah sebagai suatu sistem dikalangan mereka.
Tujuannya sederhana bahwa untuk mempertahankan hidup sebagai suatu
kedaulatan yang harus dilaksanakan dan dihormati oleh siapapun.
Norma atau peraturan ini masih sesuatu bersifat abstrak yang sebahagian
masih berupa kerangka di dalam otak. Sebahagian lain berbentuk prilaku yang
ideal yang memberikan corak dan jiwa yang diimplementasikan dalam tatanan
umum serta turun temurun, apabila di langgar akan merasa tidak nyaman
dibenaknya. Kalangan antropolog dan sosiolog menyebutnya sebagai cultural
system.
Dengan demikian maka keberadaan yang pantas diakui oleh setiap orang
atas harkat dan martabat disuatu kelompok masyarakat, dengan sendirinya dapat
difahami adanya pengertian suatu ikatan, sekaligus kedaulatan yang memberikan
perlindungan hukum serta kekuatan.
Buah pikiran yang membentuk kesepakatan tersebut diletakkan pada
kepentingan yang khusus dan umum namun masih saja dalam kawasan seputar
wilayah masyarakat kelompok tertentu saja.
Penjelmaan konsep buah ide dari hasil pemikiran yang dijadikan panduan
dan membentuk unsur-unsur makna tertentu sehingga disepakati sebagai bahagian
komponen kepentingan yang sama. Berikutnya bergerak meluas melewati batasan
lingkaran masyarakat penggunanya yaitu pada masyarakat disekitarnya yang tidak
termasuk di dalam koridor kesepakatan-kesepakatan itu. Sehingga secara tidak
langsung sinyal-sinyal konsep sebagai keberadaan identitas tersebut besar atau
kecil dapat diketahui oleh kelompok di luar masyarakat disekitarnya.
Kedudukan kedaulatan di wilayah masyarakat merupakan hal yang sangat
penting, bukan saja menjaga struktur atau untuk memanajemen sistem yang
diperlakukan, akan tetapi keberadaan yang dinyatakan sebagai pemilik teritorial
wilayah kekuasaan yang patut diakui oleh kelompok masyarakat disekitarnya.
Sehingga dinamika budaya menempatkan suatu kelompok masyarakat
kelompok tersebut mampu memiliki kedaulatan yang memiliki identitas Melayu
di kota Medan.
Kota Medan merupakan salah satu wilayah yang dihuni oleh masyarakat
Melayu. Kehidupannya diawali dengan hasrat untuk membentuk pola hidup
berkeluarga, membentuk ikatan dalam suatu struktur masyarakat, dan akhirnya
membentuk Negara. Dalam kesatuan aksi seperti itu, ada pola kerja dan tatanan
yang di ciptakan sehingga menuju sasaran akhir, yaitu pemenuhan tujuan hidup
(Wiranata,ciri-ciri kehidupan kolektif, Antropologi Budaya : 2011).
Seperti telah disebutkan bahwa adanya kedaulatan di dalam kelompok
masyarakat, dengan sendirinya isyarat sinyal teritorial merupakan wilayah yang
harus dapat dihormati oleh di luar wilayah kelompok masyarakat itu.
Sinyal-sinyal itu dapat berupa tanda-tanda yang dihadirkan sebagai
mewakili kebudayaan di masyarakat. Ada yang berwujud ada pula yang tidak
berwujud. Perwujudan ini dikategorikan pada bentuk-bentuk psikis atau yang
bersifat material, seperti dapat disentuh, dilihat, bergerak atau diam. Misalnya
altar (batu persembahan), tugu, patung, pakaian dan lain sebagainya.
Demikian dari sisi lain terdapat visualisasi berupa karakter gambar-gambar
yang diletakkan pada bidang tertentu, membawa arti dan makna yang penting
harus diketahui oleh pemilik budaya tersebut. Contoh seperti gambar babi hutan
dengan tombak diatasnya, di gambar oleh manusia zaman purba di dinding goa.
Gambar tersebut sebagai alat komunikasi untuk menandakan adanya sesuatu fakta
Sedangkan tidak berwujud adalah sesuatu yang hanya dapat dirasakan oleh
indera pendengaran saja. Contoh ketika sebuah bunyi didengarkan untuk
menandai sesuatu yang penting, maka kehadirannya tidaklah berwujud, namun
dapat diketahui sebagai sesuatu yang bermakna. Hal itu sangatlah akurat dan
adalah bahagian yang tidak di anggap sederhana. Misalnya bunyi kentongan yang
khas didengarkan sesuai dengan arti tertentu, seperti nada bunyi untuk
mengumpulkan masyarakat, bunyi genderang perang atau bunyi kentongan
kematian.
Setiap suku di sebut sebagai kebudayaan daerah tentunya memiliki corak
tersendiri dalam artian kekhasan tradisi akan diketahui dari kegiatan sosial,
komunikasi bahasa, bahkan kebiasaan adat istiadat ketika melaksanakan upacara
maupun pesta. Penandaan kekhasan juga terdapat pada simbol-simbol berupa
gambar dalam bentuk hiasan yang di sebut ornamen diterapkan pada tempat atau
media tertentu sehingga keberadaan dari suatu kepemilikan kebudayaan dapat
dikenali.
Tidak heran pula di zaman modern ini ornamen-ornamen didapati pula
pada tempat-tempat yang di anggap istimewa dan khusus, yang pada dasarnya
hampir tidak ada hubungannya dengan tradisi. Seperti gedung perkantoran, kafe,
hotel, rumah pribadi dan rumah ibadah dan lain sebagainya. Semua hal itu
tentunya mengartikan untuk mendapatkan sesuatu sebagai nilai tambah.
Demikian tanda-tanda tradisi tersebut difungsikan sebagai sesuatu yang
istimewa karena di miliki oleh kelompok tertentu untuk terus memelihara warisan
Sosok fisik bangunan Rumah Ibadah yang di sebut Masjid bagi umat
agama Islam adalah sesuatu tempat ibadah atau tempat shalat (menyembah kepada
Allah S.W.T., Tuhan pencipta alam semesta). Selain tempat shalat, juga
difungsikan sebagai tempat bermusyawarah, belajar dan lain-lain dengan tujuan
untuk kemaslahatan umat.
Masjid adalah sebuah bangunan khusus di buat untuk tempat
berkumpulnya sejumlah orang untuk beribadah kepada Tuhan sang pencipta alam
semesta sebagaimana ajaran agama Islam. Nabi Muhammad S.A.W. adalah
pembawa risalah ajaran agama Islam dalam kitab sucinya Al Qur’an.
Sebagai tuntunan setiap pemeluk agama Islam berkewajiban untuk
mengembangkan risalah agama tersebut kesetiap orang. Tidak heran banyaknya
pedagang Islam sampai pada ke dataran pantai yang dikunjungi, jauh di luar tanah
Arab, di samping berniaga di situ pula mereka berdakwah dalam berbagai metode
penyampaian.
Sejarah masuknya agama Islam ke Indonesia memiliki sejumlah
perdebatan pendapat para ahli, akan tetapi banyak menyimpulkan awal masuknya
pada abad 1 H (abad ke 7-8 M) langsung di bawa oleh bangsa Arab. Daerah yang
pertama yang dikunjungi islam adalah pesisir Sumatera yaitu Aceh. Sebahagian
para ahli yang menyatakan bahwa masuknya agama Islam ke Indonesia pada abad
ke 13 M. Pembuktian itu ditemukannya artefak yang berupa nisan kuburan dari
Samudra Pasai yang memuat nama Sultan Malik as Saleh yang berangka tahun
696 H ( 1297 M ), serta sejumlah nisan yang lainnya dari abad berikutnya.
di Perlak tahun 1292 M. laporan ini menyebutkan bahwa di daerah Perlak sudah
terdapat pemukiman masyarakat Islam di sana.
Banyak sejarawan lain yang menuliskan datangnya agama Islam ke
Indonesia di bawa oleh pedagang Gujarat, Persia dan sebagian besar dari bangsa
Arab. Kemudian menyebarkan ajaran agama Islam tersebut awalnya melalui
perdagangan, perkawinan, pendidikan, politik, dakwah (penyeruan atau ajakan),
dan kesenian.
Setelah beberapa waktu berada di Indonesia Islam mulai kuat dan
memainkan peranan penting dalam politik, sehingga sebagian pihak ingin
melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Hindu / Budha dan berkeinginan untuk
berkuasa sendiri dengan jalan masuk agama Islam ( Baiduri, dari : Leur
1955:165-167 ).
Islam di terima dengan baik di masyarakat sehingga masjid merupakan ciri
identitas terpenting. Wujud masjid merupakan tanda bahwa masyarakat muslim
disekitarnya menetap dan hidup dalam tatanan agama Islam. Latar belakang
perkembangan berdirinya berbagai masjid di Indonesia merupakan upaya
penyebaran agama dan peribadatan dan tentu dalam hal itu menjadi faktor penentu
dari gaya arsitektur dan ornamentasi di masjid yang ada di sepenjang sejarah
Indonesia.
Masyarakat Melayu yang berada di Sumatera Utara di kota Medan di kenal
dalam sejarahnya dengan identitas Melayu Deli. Hubungan budaya Melayu
dengan agama Islam sangat kuat dan berpengaruh di dalam konteks Pemerintahan
Masjid Al-Mashun atau Masjid Raya yang berada di Medan Provinsi
Sumatera Utara ini adalah salah satu Masjid peninggalan masa pemerintahan
Kerajaan Melayu Deli. Sebagai Identitas Budaya yang di kenal sebagai salah satu
simbol kejayaan Kerajaan Kesultanan Deli pada masa pemerintahan Sultan
Ma’mun Al- Rasyid Perkasa Alamsyah 1873 M.
Pada masa itu perdagangan tembakau semakin maju dan kemakmuran
Kesultanan Deli pada puncaknya. Beliau mendirikan Istana Maimoon, Masjid
Raya dan Balai Kerapatan Tinggi serta fasilitas-fasilitas kepentingan umum
(Baiduri, masjid raya al ma’shun medan, tinjauan arsitektural dan ornamental,
2012).
Masjid Raya Medan tersebut begitu agung dan keindahannya memukau.
Ditinjau dari aspek pisik arsitektur bangunannya memiliki keunikan tersendiri.
Siapa yang melihatnya akan terpukau untuk ikut merasakan keindahannya.
Terlepas dari fungsi Masjid dari konsep agama dan Ibadah, salah satu
unsur yang dapat dijadikan sebagai nilai artistik serta terhubung dengan nilai
tradisi diantaranya adalah sejumlah ornamen-ornamen yang di anggap sebagai
identitas baik kekuasaan maupun ideologi dari salah satu khas Budaya.
Hampir di setiap sudut masjid Al-Mashun tersebut tertatah dengan ulir-ulir
sejumlah ornamen sebagai sebuah lambang kemegahan dan keindahan. Dibalik
ornamen-ornamen tersebut tentunya melekat makna yang terkandung dari unsur
pilosofis . Akan tetapi, benarkah ciri-ciri khas suku melayu tersebut benar-benar
murni sebagai hak kepemilikkan suatu Budaya yang tertatah dalam dekorasi
sehingga dapat diketahui bahwa adanya kontribusi lain atau kepentingan
kedaulatan pada masa itu sehingga melatar belakangi corak ornamennya.
Keterkaitan apapun yang ada didalamnya fakta pisik sebagai bentuk yang
berwujud memberikan nuansa tersendiri bagi siapa saja yang dapat menikmatinya
secara visual. Artinya jika kita tidak mementingkan kedudukan khasnya suatu
suku atau tradisi tertentu tidaklah sangat menjadi persoalan. Karena keindahan
bersifat subyektif. Siapa pun boleh menaruh tinggi rendah nya nilai yang tercipta
dari keberadaan bentuk keindahan yang di apresiasi.
Sangat berbeda pula jika kita melihat kedudukan ornamen tersebut bukan
hanya berfungsi sebagai dekorasi belaka, tetapi memikul sederetan ideologi yang
di bangun semenjak nenek moyang. Tentunya keterkaitan konsep budaya dengan
tatanan kehidupan merupakan sebuah citra luhur yang di usung dalam
simbol-simbol yang dilambangkan secara visualisasi atau berwujud gambaran atau
bentuk. Sehingga terkadang kedudukan simbol dapat menjadi paling utama.
Kenyataannya ornamen tersebut tidaklah di pandang sederhana seakan
cukup hanya sebagai pengisi ruang kosong agar media tampak menjadi lebih
indah, akan tetapi jauh dari itu struktur budaya dari suatu suku bahwa
simbol-simbol tersebut merupakan sebagai sebuah rumusan ideologi.
Dalam hal ini penulis melihat fenomena yang terkait bahwa ornamen yang
melekat di setiap sudut masjid Al-Mashun tersebut tentu membawa arti penting
seperti kandungan makna di balik bentuk-bentuk yang ada dengan memberikan
melayu deli sendiri maupun orang lain di luar suku melayu memahami ornamen
masjid Al-Mashun tersebut sebagai sesuatu nilai yang berbeda.
Kehadiran ornamen di dalam budaya membentuk kedudukan yang bersifat
otoritas, hak kepemilikan hanya suatu suku saja. Citra luhur yang di anggap
sebagai nilai-nilai kebaikan, keagungan, keyakinan dan lain sebagainya yang
digambarkan melalui simbol-simbol atau lambang, sering dijadikan sebagai
sebuah keakuan.
Ciri-ciri khas yang dapat dikenali karena adanya keakuan dan identitas
tersebut, lewat kehadiran ornamen-onamen maka akan ditemukan pemahaman
bahwa suatu suku menyatakan “kita bangga karena kita memiliki keluhuran“.
Dalam catatan diatas, penulis berasumsi bahwa ornamen-ornamen yang
ada di masjid raya Al-Mashun Medan tersebut didirikan atas kepentingan pihak
Kesultanan sendiri sebagai Adikuasa dan bentuk ornamen di masjid Al-Mashun
merupakan wajah kejayaan Suku Melayu Deli. Kemudian fungsi lain sebagai
nilai-nilai yang menyangkut Keagungan Tuhan.
Kesimpulan sementara yang menjadi pertanyaan penulis atas dua hal, yang
pertama yakni terkaitnya ornamen-ornamen yang ada di masjid raya Al-Mashun
Medan tersebut berhubungan langsung dengan nilai-nilai kebudayaan yang
dimiliki oleh Sultan Ma’mun Al- Rasyid Perkasa Alamsyah sebagai suku melayu.
Yang kedua ornamen-ornamen itu sendiri justru aslinya berasal dari
Negara-negara Islam yang berbeda-beda. Sehingga muncul dugaan sementara penulis
bahwa ornamen-ornamen yang diletakkan di setiap bagian masjid justru
1.2. Pokok Permasalahan
Dalam paparan uraian yang penulis buat di atas dapatlah dirumuskan
permasalahan yang akan dijadikan dalam penelitian ini adalah bagaimana corak
dan bentuk ornamen yang menghiasi di setiap bagian fisik bangunan masjid raya
Al-Mashun Medan tersebut. Dengan indikasi fakta dari bentuk-bentuk yang
diketahui berakar dari asal budaya di luar Indonesia sebagai pemeluk agama Islam
yang telah menjadi bagian budaya Melayu, memberikan konsep tertentu setelah
diaplikasikan di masjid raya Al-Mashun Medan tersebut.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan untuk dapat
melihat penelitian ini kesuatu arah fokus masalah sebagai berikut.
1. Apa yang melatar belakangi Pemerintahan Kesultanan Deli untuk membuat
Ornamen yang bukan cenderung bercorakkan khas milik budaya Melayu asli
di masjid raya Al-Mashun.
2. Mengapa tidak memilih corak khusus budaya Melayu sebagai budaya lokal
saja agar identitas kekuatan budaya Melayu tampil lebih dominasi.
3. Makna apa saja yang terkandung dalam sejumlah tipologi ornamen yang
diterapkan di Masjid raya Al-Mashun Medan ini, yang kemudian memberikan
satu konsep kesimpulan akhir sebagai makna tertentu.
Dengan demikian ketiga masalah di atas sebagai pokok masalah utama
dengan dukungan urutan masalah yang mendampingi seperti:
a. Bagaimana sejarah terbangunnya Masjid Al-Mashun dengan yang melatar
belakangan kepentingan dan tujuan fungsi serta keterkaitan terhadap
b. Hubungan bangunan masjid Al-Mashun, Istana Maimoon dan Taman Kolam
Deli yang tentu memiliki aspek historis terhadap budaya Melayu Deli sendiri.
c. Nilai-nilai budaya sebagai citra luhur peradaban yang di usung oleh
ornamen-ornamen yang ada di sejumlah masjid Raya Al-Mashun Medan sebagai napak
tilas sejarah apakah dapat memberikan sesuatu yang berarti terhadap generasi
saat ini khususnya masyarakat Melayu Deli sendiri.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun sasaran tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendiskripsikan Latar Belakang penciptaan Ornamen di masjid raya
Al-Mashun Medan.
2. Untuk mengetahui, memahami lewat analisis terhadap ornamen-ornamen yang
berada di setiap bahagian masjid raya Al-Mashun Medan.
3. Untuk mengetahui, memahami serta memaparkan lewat analisis terhadap
kesimpulan makna apa yang ada dalam serangkaian ornamen-ornamen yang
ada pada masjid raya Al-Mashun Medan.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Harapan besar penulis adalah dapat memberikan sumbangsih terhadap
siapa saja sebagai pemerhati seni dan kebudayaan terutama terhadap suku melayu
deli yang berada di Medan dan sekitarnya. Untuk menindak lanjuti aspek budaya
kian memudarnya di tengah-tengah hiruk pikuknya budaya modern serta
kesemua pihak untuk bagaimana dapat kembali mengenal, mencintai dan
memelihara budaya sebagai harta warisan bangsa.
1.3.2.1 Bagi Mahasiswa
a. Memberikan pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang
diperoleh dari perkuliahan. Selama menjadi mahasiswa di pasca sarjana (S2)
pada program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara, penulis mengharapkan penelitian ini menjadi
inspirasi bagi mahasiswa.
b. Memberikan gagasan untuk berpikir kritis bagi mahasiswa dalam hal-hal yang
menyangkut kebudayaan dan seni, khususnya seni dan budaya Nusantara.
c. Sebagai menambah bahan masukan buat pembaca umumnya mahasiswa
jurusan seni dan khususnya mahasiswa seni rupa.
1.3.2.1.1 Bagi lembaga fakultas
a. Referensi keilmuan tentang aspek budaya yang berhubungan dengan makna
ornamen yang berada di fisik bangunan masjid raya Al-Mashun Medan yang
digunakan sebagai informasi pembelajaran di fakultas ilmu budaya.
b. Sebagai bahan masukan terhadap tim pengajar ilmu budaya khususnya dosen
seni rupa.
c. Sebagai tambahan bahan referensi bagi peneliti lain sebagai lanjutan penelitian
ini untuk lebih memperluasnya.
d. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi pembaca dalam
kaitannya terhadap seni dan kebudayaan.
a. Dapat mengenal citra luhur dari kekayaan kebudayaan daerah yang menjadi
harta warisan bangsa yang patut di kenal, dicintai serta di pelihara khususnya
budaya melayu deli yang ada di Medan dan sekitarnya.
b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan serta dipertimbangkan
untuk bagaimana mekanisme mempertahankan harta warisan tersebut di
tengah-tengah kancah modernitas di zaman ini.
c. Bagi suku melayu deli sendiri yang berada di Medan dan sekitarnya
termotivasi untuk memahami makna-makna kandungan di setiap konteks
ornamen yang ada pada melayu sendiri.
d. Aspek timbal balik terhadap suku-suku yang lain agar bagaimana memelihara
nilai-nilai luhur yang patutnya menjadi perspektif konsep hidup sebagai
manusia yang berbudaya.
1.3.2.1.3 Bagi Peneliti
a. Menambah pengetahuan bagi penulis sebagai bahan masukan dalam kajian
tentang ornamen-ornamen yang ada di wilayah Nusantara ini.
b. Menambah wawasan untuk melihat aspek budaya yang perlu dipertahankan
mencakup teori-teori dari literatur yang digunakan.
c. Menjadi bahan masukan bagi penulis untuk lanjutan pengembangan penelitian
berikutnya terhadap aspek karakteristik ornamen yang sedang diteliti.
1.4 Landasan Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media
ini diciptakan dengan mengolah konsep titik, garis, bidang, ruang, bentuk,
volume, tekstur dan warna, terang-gelap dengan acuan estetika.
Seni rupa merupakan ungkapan gagasan dan perasaan manusia yang
diwujudkan melalui pengolahan media (bersifat material) dan penataan elemen
serta menggunakan prinsip-prinsip desain. Ketentuan rupa bukan sekedar benda
yang dapat terlihat atau sengaja dilihatkan, akan tetapi terjadi presentasi dari
konsep ide dan gagasan untuk mencapai nilai-nilai tertentu.
Ornamen merupakan hasil dari presentatif dari sesuatu sehingga mencapai
kualitas bentuk. Kehadiran bentuk terinspirasi dari segenap alam semesta yang
telah terjadi pendeformasian (deformatif = perobahan bentuk dari bentuk asalnya).
Sensasi bentuk-bentuk baru sebagai wujud imitatif alam difungsikan untuk
mendapatkan rasa kenikmatan penglihatan.
Kehadiran ornamen berupaya melengkapi sesuatu agar mendapatkan
keindahan dalam rangka menciptakan kualitas atau meningkatkan nilai-nilai
bentuk.
Pengertian ornamen adalah mempercantik atau memperindah sesuatu agar
mendapatkan nilai artistik. Kata “ornament (Verb)” berasal dari kata bahasa
Inggris yang berarti “ragam hias“ dan dalam bahasa belanda “siermotieven” yang
berarti “aneka corak “ (Ekoprawoto, Amran, Ragam Hias sebagai Media Ungkap
Makna Simbolik: 2009, 9).
Menurut Gustami bahwa pengertian ornamen adalah :
Pengertian umum bahwa ornamen ini sangat besar, hal ini dapat di lihat melalui
baik bersifat jasmaniah maupun rohaniah. Ornamen adalah komponen produk seni
yang ditambahkan atau di sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Disamping
tugasnya menghias yang implisit menyangkut segi-segi keindahan, misalnya
untuk menambahkan indahnya sesuatu barang sehingga lebih bagus dan menarik,
akibatnya mempengaruhi pula dalam segi penghargaannya baik dari segi spiritual
maupun segi material/ finansialnya. Disamping itu di dalam ornamen sering
ditemukan pula nilai-nilai simbolik atau maksud-maksud tertentu yang ada
hubungannya dengan pandangan hidup (filsafat hidup) dari manusia atau
masyarakat penciptanya, sehingga benda-benda yang dikenai oleh sesuatu
ornamen akan arti yang lebih jauh dengan disertai harapan-harapan tertentu pula.
(Amran, dari gustami : seni ukir dan masalahnya, jilid II, STSRI-ASRI
1983-19840).
Ornamen yang ada di setiap bahagian masjid Al-Mashun atau yang di
kenal dengan masjid raya Medan ini, memiliki nilai-nilai keindahan yang pantas
mendapatkan kualitas keagungan. Disamping corak dan gaya, ornamen tersebut
dipahami sebagai wujud bentuk untuk menandai penghargaan tertinggi buat
Masjid Al-Mashun.
Ornamen yang diketahui sebagai penghias dan pelengkap untuk
memberikan nilai keindahan pada sebuah media, dalam hal ini kajian seni rupa
yang mengukur unsur bentuk, media, tekstur, motif atau tipe, warna bahkan
sampai pada tafsir makna. Dibagian badan masjid Al-Mashun terdapat corak
ornamen dengan berbagai motif. Dengan pemahaman agama Islam yang benar
Jadi ornamen-ornamen yang di buat tidak hanya memperhitungkan keindahan
belaka, akan tetapi sarat dengan nilai-nilai agama Islam, dan sebagai lambang
pencitraan penguasa.
Mungkinkah hal itu terdapat demikian sebagai landasan cipta rasa yang di
bangun oleh Kesultanan. Dengan mengupas bentuk dan makna yang terkandung
di setiap pola-pola ornamen yang ada, dari sudut keilmuan seni rupa tentunya,
akan memberikan jawaban yang lebih terfokus.
Sejarah menyebutkan bahwa proses pembangunan masjid Al-Mashun
telah ditentukan oleh Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah sendiri. Pada
masa itu kesultanan tidak memiliki arsitek khusus dari Bangsa Melayu yang
mampu membangun sesuai dengan keinginan. Kesultanan harus meminta seorang
arsitek Belanda bernama T.H. Van Erp. Arsitek ini adalah seorang perwira Zeni
Angkatan Darat KNIL yang banyak mendesain bangunan-bangunan besar di
Jakarta.
Karakter merupakan kecenderungan sifat atau bentuk dalam pendekatan
kemiripan, kekhasan, kesamaan makna, individual. Dari pandangan umum
ornamen yang ada di setiap bagian Masjid Al-Mashun tentunya memperindah
bangunan masjid. Karakternya tentu menambah kekuatan nilai estetikanya
sehingga didapati nilai keindahan, kelembutan, keceriaan, kemewahandan
kemegahan. Dari tampilan karakter inilah dapat dianalisa kandungan makna apa
yang dapat nantinya diketahui.
Sebagaimana pokok masalah yang telah menjadi acuan penelitian ini yaitu:
(1) latar belakang sejarah Kesultanan Deli Untuk menghiasi masjid Al-Mashun
mengambil sejumlah ornamen bergayakan Negara-negara Islam, (2) tidak
mendominasikan Khas motif-motif melayu asli, dan (3) kesimpulan tujuan
ornamen keseluruhan sebagai konsep satu makna, dengan demikian penulis harus
dapat memegang acuan teoritis yang terkait pada pokok masalah.
Beberapa teori yang tepat digunakan sesuai pada pokok masalah adalah
beberapa pendekatan teori, seperti teori antropologi dan teori semiotika.
F. Ratzel (1844-1904), teori difusi, yang pernah mempelajari berbagai
bentuk senjata busur diberbagai tempat di Afrika, dan juga unsur-unsur
kebudayaan lain, seperti bentuk rumah, topeng, pakaian dan lain-lain. Beliau
menemukan adanya persamaan bentuk dari wujud kebudayaan saling
berhubungan. Dalam kajian kebudayaan tentu adanya hubungan yang tidak dapat
dipungkiri karena aspek adat istiadat merupakan bentuk sosial komunitas yang
tercampur (Koentjaraningrat, sejarah teori antropologi I : 111,2010)
Kebudayaan Melayu adalah budaya yang mengusung nilai-nilai agama
Islam sehingga aspek keseniannya harus berlandaskan dan pertimbangan dari
agama tersebut. Ornamentasi yang di pakai di masjid Al-Mashun merupakan
corak perpaduan ornamen dari Negeri luar yang masih berkaitan dengan agama
Islam.
Keindahan karya seni rupa dari ornamen tersebut tidak sekedar hanya
mempercantik masjid Al-Mashun saja, akan tetapi memberikan sesuatu di balik
Kemaknaan ini dipertimbangkan sesuai dengan pandangan agama Islam.
Pengkomposisian letak, ukuran, media tentu telah diperhitungkan secara matang
oleh pihak Kesultanan. Penulis berupaya membuka tanda-tanda dari
bentuk-bentuk sederetan ornamen yang ada. Mengupas makna dari tanda-tanda yang
beragam wujud dari setiap elemen corak. Tentu akan mendapatkan sebuah prakira
bahwa pembuatan ornamen di masjid Al Ma’shun Medan ini apakah telah
menendai makna yang menyeluruh, yakni apakah cenderung memberikan
identitas nilai-nilai kebudayaan melayu deli, karena kita juga tahu bahwa ada
ornamen lokal asli yang dimiliki oleh suku budaya melayu sendiri.
Koentjaraningrat menyebutkan yang berhubungan dengan fakta kejadian,
gejala masyarakat yang dapat di usut secara ilmiah dengan metode observasi,
mengelola, melukiskan fakta yang tejadi dari masyarakat yang hidup. Dengan ini
penulis mencoba menghubungkan sepintas kesejarahan agar hubungan apa yang
dijadikan sumber kajian merupakan faktuil yang dapat sebagai informasi ilmiah
yang berharga. Sejarah yang terkait dalam kajian ini melingkupi Kebudayaan
melayu deli sebagai arah untuk melihat pendekatannya terhadap kesenian yang
digunakan.
Sejarah merupakan rentang benang merah yang harus dihubungkan untuk
mendapatkan alur kajian ini namun demikian ada yang dikonsentrasikan penuh
sebagai titik analisis ini yaitu makna dari karakteristik ornamen. Sesuai dengan
maksud sasaran penelitian ini maka penulis mengintensitaskan kepada makna atau
Sejumlah pakar semiotika mengemukakan teori-teori untuk mengkaji
persoalan tanda. Penulis hanya memilih seorang tokoh semiotika yaitu Charles
Sanders Peirce. Beliau menyatakan tanda adalah mewakili sesuatu bagi seseorang
berikutnya mengaitkan hubungan secara konvensi. Tanda tidak pernah berupa
suatu entitas sendirian, yaitu memiliki ketiga aspek.
Berdasarkan objeknya Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index
(indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah hubungan yang bersifat bersamaan
bentuk alamiahnya. Dengan kata lain tanda dan objek bersifat kemiripan,
misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya
hubungan alamiah antara tanda dengan penanda yang bersifat kausal atau sebab
akibat. Contoh adanya asap tentu adanya api. Simbol adalah tanda yang
menunjukkan hubungan alamiah penanda dengan petandanya bersifat arbitrer atau
semena, hubungan berdasarkan konvensi (kesepakatan) masyarakat.
Ornamen merupakan bahasa visual dalam kelompok simbol. Di dalamnya
ada kaitan bentuk-bentuk sederhana yang bertujuan mendapatkan pemikiran yang
sama agar digunakan sesuai kehendak bersama. Dari setiap bentuk deformatif
alamiah mengisyarakatkan atau mengartikan sesuatu sebagaimana kaidah kultural.
Piece juga mengembangkan tanda menjadi sepuluh. Kaitannya dengan kajian
penulis adalah ornamen maka yang lebih dekat yaitu Iconic Legisign, dan
Rhematic Symbol.
Dalam kajian kebudayaan keterikatan relasi manusia dan alam sekitarnya
tidak terlepas bagaimana manusia berinteraktif serta melakukan upaya
mempertahankan kehidupan yang berkelanjutan.
Pesebaran kebudayaan yang disebabkan adanya migrasi manusia, akan
menularkan atau mempengaruhi budaya sebelumnya pada daerah yang baru
dihuni. Sebaliknya pendatang yang membawa budaya dari luar atas bentuk
interaksi sosial juga terpengaruh. Saling mempengaruhi ini sehingga
menumbuhkan budaya campuran di sebut dengan Difusi.
Kontribusi wilayah kajian difusi bukan terhadap aspek historis budaya
melainkan geografi budaya. Graebner seorang difusioner menyatakan bahwa
semua regularitas proses budaya merupakan hukum dari kehidupan mental dan
studi tentang ini dapat dilakukan melalui psikologi budaya. Studi psikologi
budaya lebih kearah survival (kelestarian) budaya dari tempat satu ketempat yang
lain.
Survival budaya berarti ketahanan, dan itu bukan persoalan fungsi semata.
Survival sebuah daya eksistensi budaya. Survival tidak lain merupakan daya
tahan budaya tersebut setelah mendapatkan pengaruh budaya lain sehingga
menimbulkan makna baru. Setelahnya makna baru tersebut tak lain merupakan
fungsi baru budaya tersebut.
Perluasan perkembangan agama Islam setelah mulai masuk ke Indonesia,
terjadi sirkulasi budaya pendatang dan budaya asli lokal. Islam sebelum
menanamkan akar ajarannya kemasyarakat, terlebih dahulu mempelajari sifat
hidup adalah kepentingan sosial secara umum. Kontak sosial seperti ini
mendapatkan gambaran budaya lokal, tentu menjadi sebuah celah untuk
menyusupkan ajaran-ajaran dengan cara berdakwah.
Berawal ajaran Islam menenamkan Tauhid (mengenal Allah yang patut di
sembah), semula menstirilisasi atau mengakumulasikan budaya lokal yang dapat
sebagai jembatan untuk memahami ketauhidan tersebut. Langkah berikutnya
kebudayaan Islam mulai disisipkan sedikit demi sedikit. Dalam hal ini terjadi
akulturasi yang terkadang lebih kompleks serta akhirnya membentuk
Multikultural.
Penulis berupaya untuk melihat alur kebudayaan sejauh yang dapat
diketahui dengan harapan mendapatkan mata rantai sejarah dan tentunya terkait
hubungan kuat dalam penelitian ini.
1.4.2.2 Teori Semiotika
Dalam mengkaji bentuk-bentuk ornamen masjid Raya Al-Mashun Medan
dibutuhkan penelaahan dari kaca mata seni rupa yang mengupas kandungan
makna yang ada didalamnya. Penulis memfokuskan terhadap kajian semiotika
atau teori tanda dalam usaha untuk memahami kandungan makna apa yang ada
didalam ornamen-ornamen di masjid Raya Al-Mashun Medan.
Penulis harus memilih teori yang cukup dekat dengan kajian penelitian ini,
penulis memilih teoritis yang tepat adalah Charles Sanders Peirce yang
mengemukakan tentang tanda. Tanda adalah bahasa, ornamental yang ada di
indah. Bentuk-bentuk tersebut di rancang atas konsep ide yang membutuhkan
maksud dan tujuan.
Gagasan penciptaan visual art (seni rupa) tentu dilandasi konsep yang
mengaitkan maksud yang akan di capai oleh media sebagai hasil karya seni.
Maksud sebagai tujuan gagasan itulah adalah isyarat, Peirce menyebutnya sebagai
bahasa. Tentu bahasa inilah kontens makna yang dipresentatifkan oleh Peirce
sebagai sasaran.
Menurut Peirce, Semiotika bersinonim dengan logika, manusia hanya
berpikir dalam tanda. Tanda dapat dimaknai sebagai tanda hanya apabila ia
berfungsi sebagai tanda. Fungsi esensial tanda menjadikan relasi yang tidak
efisien menjadi efisien baik dalam komunikasi orang dengan orang lain dalam
pemikiran dan pemahaman manusia tentang dunia. Tanda menurut Pierce
kemudian adalah sesuatu yang dapat di tangkap, representatif, dan interpretatif.
Bagi Peirce, tanda “ is something which stands to somebody for something in
some respect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi,
oleh pierce disebut Ground. Konsekwensinya, tanda (sign atau representamen),
selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, objek, dan interpretant,
Gambar 1.triangle meaning
Pierce mengklasipikasikan tanda yang dikaitkan pada ground dan menjadi
tiga bagian yakni, qualisign, sinsign dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang
ada pada tanda misalnya kata-kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu. Sinsign
adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda misalnya, kata
kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan
bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign adalah norma yang dikandung oleh
tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh
atau tidak boleh dilakukan manusia (Sobur,Alex, 2004:41).
Charles Sanders Peirce menyatakan tanda adalah mewakili sesuatu bagi
seseorang berikutnya mengaitkan hubungan secara konvensi. Tanda tidak pernah
berupa suatu entitas sendirian, yaitu memiliki ketiga aspek. Berdasarkan objeknya
Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol).
Ikon adalah hubungan yang bersifat bersamaan bentuk alamiahnya.
Dengan kata lain tanda dan objek bersifat kemiripan, misalnya potret dan peta.
Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda
dengan penanda yang bersifat kausal atau sebab akibat. Contohnya adanya asap
penanda dengan petandanya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan
konvensi (kesepakatan) masyarakat.
Ornamen merupakan bahasa visual dalam kelompok simbol. Di dalamnya
ada kaitan bentuk-bentuk sederhana yang bertujuan mendapatkan pemikiran yang
sama agar digunakan sesuai kehendak bersama. Dari setiap bentuk deformatif
alamiah mengisyarakatkan atau mengartikan sesuatu sebagaimana sistem kultural.
Piece juga mengembangkan tanda menjadi sepuluh. Kaitannya dengan ornamen
yang lebih dekat adalah IconicLegisign, dan Rhematic Symbol.
Iconic Legisign yakni tanda yang mendekati kemiripan, misalnya foto,
diagram, peta, serta tanda baca. Ornamen adalah representatif bentuk yang telah
berobah dari bentuk-bentuk alamiah seperti tumbuhan, makluk hidup, alam benda
dan fenomena alam semesta. Kaitan tanda terhadap objek visual terkadang jauh
dari kemiripan, namun ide akar dasarnya terjadi atas konsepnya.
Rhematic Symbol atau symbolik rheme, yakni tanda yang dihubungkan
dengan objeknya melalui asosiasi ide umum. Misalnya seseorang akan
mengatakan harimau apabila melihat kain beludru bercorak belang hitam berdasar
kuning. Asosiasi tanda ini karena telah mengenal betul subjek yang dipahami.
Ornamen masjid Al-Mashun Medan dengan sejumlah tipe ornamen, jika di lihat
jauh setiap bagian bentuknya akan terdapat objek-objek yang dapat
dikelompokkan kepada sesuatu benda atau sifatnya.
Penulis melihat ornamen sebagai bagian seni yang istimewa, sehingga
menjadi persoalan pada penelitian ini. Penelitian ini terletak pada seluruh aspek
seperti latar belakang penciptaan (sumber ide), bahan yang digunakan, teknik
pembuatan, praktisi dan berikutnya kepada makna.
Unsur rupa yang terdapat di setiap elemen ornamen adalah menjadi kajian
penelitian. Setiap bagian ornamen terdapat bagian-bagian yang menjadi bagian
keseluruhan. Bagian ini dapat digolongkan yakni, bagian utama (main), bagian
pendukung (second), bagian pelengkap (complement).
Bagian utama melingkupi gambar, bentuk, media, ukuran yang
berhubungan dengan vocal point atau sasaran yang diutamakan yang harus
didiskripsikan. Presentasi analisa harus mendapatkan faktor yang dapat dipahami
oleh umum. apabila penulis tidak melihat kategori umum atau hanya penulis saja
yang dapat memahami, di kwatirkan akan membuat persepsi baru. Kategori umum
ini dapat di lihat berdasarkan konsep Iconic Legisign.
Bagian pendukung melingkupi bagian-bagian yang di anggap penulis
sebagai pendamping sehingga media atau objek terasa dilebihkan. Meski
terkadang pendukung ini manjadi hal terpenting, di lihat dari elemen yang di
gunakan, misalnya ornamen bunga mawar (sebagai objek), tanpa lengkap adanya
daun dan tangkai. Daun-daun dan tangkai tersebut begitu pentingnya terhadap
kembang mawar. Dengan adanya kelengkapan keseluruhan maka utuhlah bunga
mawar tersebut meski di lain hal tanpa daun dan tangkai pun bunga mawar ini
tetap menjadi vocal point.
Bagian pelengkap diartikan juga sebagai bagian pengisi atau pendamping.
Biasanya diletakkan pada latar belakang apabila ornamen berbentuk gambar baik
lebih memadatkan atau memberikan ruang seakan penuh. Nilai tambah terhadap
ornamen menjadi lebih, kemewahan dapat terbantu.
1.4.2.3 Teori Seni Rupa (visual art)
Untuk menganalisis struktur bentuk ornamen beserta aspek lainnya dalam
kaitan penelitian ornamen masjid Al-Mashun Medan ini, tentunya penulis
menggunakan ayakan teori seni rupa. Aspek kaitannya terhadap bentuk, media,
ukuran, warna, tekstur, letak, serta konsep desain. Seni rupa digolongkan pada dua
sifat dari presentatifnya. Yang pertama adalah seni rupa hanya untuk ekspresi,
sehingga setiap karya yang dihasilkan digolongkan pada seni murni. Murni berarti
tidak dilatar belakangi kehendak tertentu yang bersifat pada kegunaan. Seperti
karya lukis, patung, dan relief. Yang kedua adalah seni rupa terapan atau di buat
sengaja untuk difungsikan atau bersifat kegunaan.
Pada dasarnya semua manusia memiliki sense of beauty yaitu dapat
merasakan keindahan terhadap sesuatu. Keindahan ini bersifat subyektif sehingga
kwalitas keindahan tidak di ukur dengan satu cara. Banyak aspek yang dapat di
lihat untuk mendapatkan velue estetika didalamnya serta pertimbangan wujud
objek sebagai hasil yang di capai. Proses penciptaan juga mendapatkan
pertimbangan yang kuat dalam kontribusi nilai karya, terutama pelaku utama
sebagai orang yang menciptakan.
Derajat atau martabat karya lebih banyak bersentral terhadap bagaimana
seseorang memulai sebuah proses penciptaan dengan menyinggung sejumlah latar
belakangnya. Perhitungan nilai tinggi rendahnya yang ditemukan di dalam sebuah
seseorang memahami lingkungannya. Untuk mengkaji sejarah terkadang
orang-orang yang berkaitan langsung terhadap hasil sebuah karya seni hampir tidak
diketemukan. Banyak para pakar antropologi tidak banyak menemukan (missing
link) siapa sebenarnya yang membuat atau yang menciptakan ornamen-ornamen
yang sangat indah itu. Hanya ada beberapa bangsa saja menuliskan orang-orang
yang membuat karya-karya fenomenal tersebut. Pastinya mereka adalah manusia
sebagai makluk hidup, memiliki nilai-nilai luhur yang diemban karena mereka
memiliki hubungan saling merasakan di dalam konteks kepentingan yang sama.
Keindahan menurut bangsa Yunani adalah sesuatu yang logis di cerna oleh
panca indra untuk mendapatkan kebaikan. Plato sendiri menyebutkan watak yang
indah termasuk juga hukum yang indah. Sementara Aristoteles merumuskan
keindahan segala sesuatu yang baik serta menyenangkan. Bangsa Yunani
mengatakan keindahan dalam arti estetis disebut symmetria untuk keindahan
berdasarkan penglihatan (pada karya pahat dan arsitektur). Menurut bangsa
Yunani keindahan dalam arti luas meliputi keindahan seni, keindahan alam,
keindahan moral, keindahan intelektual (web,2012).
Sifat manusia mencari kenikmatan hidup lewat rasa keindahan sudah
merupakan lahiriah yang sudah ada dalam diri setiap orang. Pemahaman
keindahan dalam diri manusia merupakan kodrati alamiah. Manusia dapat
merasakan esensi keindahan di balik bentuk-bentuk seni dengan menelaah
bagian-bagian tertentu yang dapat membangkitkan sense of beauty. Hubungan merasakan
keindahan lewat karya seni di bangun oleh pengalaman hidup seseorang untuk
keindahan tersebut membentuk manusia untuk berkarya, maka lahirlah ungkapan
melalui seni.
Pembagian keindahan memang cukup luas dan jawabannya beragam
pernyataan. Sortais menyatakan bahwa keindahan ditentukan oleh keadaan
sebagai sifat obyektif dari bentuk (l’esthetique est la science du beau). Lipps
berpendapat bahwa keindahan ditentukan oleh keadaan perasaan subyektif atau
pertimbangan selera (die kunst ist die geflissenliche hervorbringung des schones),
(web,seni dan estetika,2012).
Keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kwalita pokok tertentu yang
ditemukan terhadap sesuatu hal, apakah bersifat yang tampak, di dengar, di sentuh
dan lain sebagainya. Bagian kwalita seni rupa mencakup kesatuan (unity),
keselarasan (harmony), kesetangkupan (symetry), keseimbangan (balance) dan
perlawanan (contrast).
Yunity atau sering di sebut dengan perpaduan seluruh kapasitas seni yang
terbangun di dalam sebuah karya seni rupa. Kesatuan ini mencakup media, bentuk
seni, makna serta konsep yang terpadu. Harmoni atau keselarasan atau keserasian,
bahwa dalam karya seni rupa dapat menunjukkan bagian-bagian penting dan tidak
penting sehingga diketahui mana yang harus memberikan nuansa estetika.
Symetry adalah kesetangkupan. Pengertiannya adalah seluruh kapasitas objek seni
saling terkait dan berhubungan. Balance atau keseimbangan adalah ukuran tata
letak objek, tekanan warna dan lain sebagainya. Pertimbangan estetika seringkali
berpusar pada persoalan keseimbangan. Namun banyak juga teori tidak
karya abstrak sering tidak memperdulikan persolan keseimbangan. Contrast atau
perlawanan dapat berupa objek maupun konsep.
Pertimbangan membuat karya dalam karya seni rupa tidak hanya
mengukur nilai estetika semata, tetapi harus dilalui dengan ukuran logika. Konsep
alamiah yang terkait antara manusia dengan lingkungannya tidak akan terlepas
hubungan secara rasional. Salah satu contoh ketika manusia butuh perlindungan
atau tempat tinggal. Sebelumnya manusia memahami kepentingan dirinya dengan
sesuatu diluar dirinya salah satu contohnya seperti cuaca. Dengan pengalaman
hidup dari gejala alam sehingga manusia harus beradaptasi dengan mengikuti
keadaan yang ada disekitarnya. Maka tempat tinggalnya disesuaikan sebagaimana
dapat melindungi mereka dari sifat-sifat alamiah yang mengharuskan manusia
berpikir dan bertindak sesuai kehendak alam. Dengan demikian manusia harus
merancang tempat tinggalnya layaknya sebagaimana dapat melindungi
keluarganya dan disesuaikan pada konstruksi yang memadai. Tentunya logika ini
dipakai untuk mendesain agar bentuk yang diinginkan harus layak difungsikan.
Konteks penelitian ini tertuju pada ornamen masjid Al-Mashun dan kandungan
maknanya, maka jika dilihat bahwa seluruh imajinasi yang ada pada setiap wujud
ornamen tidaklah sesederhana yang dibayangkan oleh segelintir orang.
Ornamen-ornamen yang berada dimasjid Al-Mashun Medan kelihatannya memang sangat
indah, tetapi kita juga harus sadar bahwa setiap objek ornamen yang melekat
dilalui dengan hukum logika. Logika dalam hal ini tentunya adalah Desain.
Desain atau merancang tidak terlepas dari sejumlah program atau perencanaan
1.5 Metode Penelitian
1.5.1 Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif yakni
menggambarkan atau mengamati fakta-fakta pisik yang terdapat pada media
ornamen yang berada di masjid raya Al-Mashun, dan tidak menggunakan metode
statistik. Analisa dan teknik pengolahan data menggunakan metode deskrispsi
kualitatif. Bagaimana penulis menguraikan data faktuil dalam kaca mata seni rupa
untuk mendapatkan latar belakang konsep ornamen majid Al-Mashun Medan.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara
serta mencakup sarana lain seperti dokumen, buku, foto dan video. Metode
deskriptif kualitatif ini melihat serta menguraikan struktur bentuk-bentuk ornamen
serta kandungan makna didalamnya. Menurut Strauss & Corbin, Metode kualitatif
dapat digunakan untuk mengungkapkan dan memahami sesuatu di balik fenomena
yang sedikit pun belum diketahui atau baru sedikit diketahui (2003 : 5).
Metode di atas digunakan sesuai dengan permasalahan yang dianalisis,
untuk melihat sejumlah ornamen sebagai fenomena makna. Sejauh mana
karakteristik ornamen yang berada di masjid Al Mashun setelah berada
ditengah-tengah masyarakat heterogen. Hubungan terhadap masyarakat suku Melayu
sendiri serta masyarakt kalayak umum sebagai konteks sosial dalam memahami
ornamen masjid Al-Mashun.
Qualitative research is an interdisiplinary, transdisiplinary, and
sametimes counterdisiplinary field. It crosscuts the humanities and the social and
physical sciences. Qualitative research is many things at the same time. It is
multimethod approach. They are commited it the naturalistic perspective, and the
interpretive understanding of human experience. At the same time, the field is
inherently political and shaped by multiple ethical and political positions (Nelson
and Grossberg, 1992 : 4)
Penyampaian di atas dapat diartikan secara garis besar bahwa penelitian
kualitatif umumnya melihat aspek manusia di dalam masyarakat atau kelompok.
Dan tidak di dalam kelompok peneliti. Nelson dan Grossberg menyampaikan
penelitian kualitatif banyak hal yang harus di lihat di dalam fenomena kehidupan
manusia, seperti tentang nilai, fungsi sosial serta terkadang politik. Lingkup
budaya menjadi intensitas yang paling berarti untuk dapat diketahui sebagaimana
proses konteks peristiwa manusia.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat dengan
kepentingan-kepentingan sosial yang ada, kehidupan tidak akan lepas dari hal-hal yang
menyangkut fungsi serta nilai-nilai yang tumbuh. Pertumbuhan serta fungsi
tersebut diperdayakan dalam rangka untuk melangsungkan pertahanan hidup,
namun di satu sisi lain ada yang belum semuanya sempurna. Akibatnya muncullah
masalah-masalah di tengah-tengah masyarakat. Demikian budaya tersebut
bergerak dalam pencapaian keinginan besar membangun sesuatu yang hak.
Kehidupan adalah fenomenologis alam, manusia, lingkungan dan alam semesta
adalah ikatan yang tidak akan dapat terpisahkan.
Ornamen merupakan citra kinginan yang diciptakan oleh leluhur
sebelumnya untuk kepentingan nilai-nilai tersendiri di tubuh masyarakatnya.
buat bukan sekedar penghias, tetapi sebuah atribut atau pengingat akan adanya
ikatan-ikatan manusia dan lingkungannya.
Penulis berusaha memfokuskan penelitian ini dengan harapan tidak meluas
sehingga dikuatirkan dapat mengkaburkan tujuan arah titik temuan yang
diharapkan. Rencana penelitian di desain atau di buat rancangan secara ekonomis.
Penelitian lapangan (fiel work) adalah menjadi fokus utama untuk menganalisis
ornamen pada masjid Al-Mashun atau masjid Raya yang berada di wilayah kota
Medan Provinsi Sumatera Utara. Latar belakang keilmuan sarjana yang penulis
peroleh, yaitu sarjana seni rupa, maka batasan penelitian ini tentunya di seputar
bahasan seni rupa. Namun tentunya ketika kita membicarakan seni sudah tentu
dibicarakan pula tentang manusia. Seni tumbuh karena manusia ada. Seni adalah
bahagian dari kehidupan manusia. Dengan demikian penulis harus mendapatkan
akar hubungan konteks manusia dan seni yang berada didalamnya. Tentunya
sesuai permasalahan yang ada pada penelitian ini.
1.5.2 Penelitian Lapangan
Penelitian kebudayaan dan seni dibutuhkan penelitian lapangan (fiel work),
penulis melakukan penelitian ini mengenai analisis karakteristik ornamen masjid
Al-Mashun di Medan. Sehubungan dengan disiplin ilmu budaya yang diikuti yaitu
pasca sarjana (S2) Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni di Universitas
Sumatera Utara, tepatnya adalah penelitian lapangan.
Setting atau lingkungan riset pada penelitian ini adalah lingkungan
Noncontrived setting atau lingkungan kenyataan ( fiel setting ). Penulis
wawancara. Observasi adalah bagaimana penulis melakukan pengamatan objek
secara langsung dengan melihat, menyentuh, mendokumentasikan melalui video
dan foto, mencatat. Wawancara dilakukan degan memilih sejumlah informan yang
di pilih penulis sebagai nara sumber (key people) untuk mendapatkan data singkat
sejarah latar belakang penciptaan ornamen masjid Al-Mashun serta tafsir
maknanya.
1.5.3 Fokus Penelitian
Adapun fokus penelitian ini adalah pada bentuk-bentuk ornamen serta
kandungan maknanya, diklasipikasikan sesuai konsep dan medianya sebagai
berikut :
1. Konsep bentuk dasar ornamen yang telah dideformatif atau berobah dari
bentuk asli alamnya.
2. Konsep bentuk imajinatif yang dikembangkan menjadi bentuk-bentuk baru.
3. Media ornamen serta penempatan letak di salah satu lokasi di masjid
Al-Mashun.
4. Klasipikasi bentuk ornamen (utama atau pendukung).
5. Makna satuan ornamen dan makna keseluruhan ornamen.
1.5.4 Teknik pengumpulan data
Dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi dan wawancara.
Sumber data yang dibugunakan adalah data primer dan data skunder. Data primer
adalah data yang diperoleh penulis dari wawancara dan observasi kelapangan.
Sedangkan data skunder adalah data yang diperoleh dari pustaka baik teori-teori
1.5.4.1 Observasi
Untuk mendapatkan data langsung penulis menggunakan pendekatan
observasi kelapangan dengan melihat langsung objek yang diteliti. Penulis
mencatat data yang didapatkan dari pengamatan terhadap ornamen yang berada di
masjid Al-Mashun dengan menggunakan variabel-variabel sebagai rencangan
pendekatan. Pentingnya metode ini diharapkan untuk mendapatkan sejumlah
bagian-bagian penting yang di teliti guna mendapatkan hubungan data dengan
wawancara. Berikutnya menggunakan penafsiran-penafsiran atau praduga
kesimpulan sementara dengan harapan mendapatkan hasil penelitian yang
sebenarnya.
1.5.4.2 Wawancara
Penulis melakukan metode wawancara untuk mendapatkan data dari nara
sumber. Nara sumber di pilih sesuai jumlah yang diklasipikasi penulis agar arah
penelitian lebih terfokus. Dengan demikian penulis membuat rancangan berupa
konsep yang sebelumnya di susun seperti apa bentuk pertanyaannya dan siapa
yang harus menjadi nara sumbernya. Penulis melakukan wawancara terhadap nara
sumber (interview) yakni dengan beberapa orang dari pihak Pengurus Masjid
Al-Mashun, dari sejumlah tokoh adat melayu, partisipan budayawan, dan beberapa
orang dari dinas Pemerintah terkait seperti dinas Pariwisata dan dinas Museum
Pemko Medan.
Pertanyaan yang terkonsep berhubungan dengan sejarah masjid
mendapatkan alur agar arah penelitian tidak meluas sehingga sasaran yang di teliti
manjadi solid.
1.5.5 Teknik analisis data
Teknik analisis data adalah bagaimana perencanaan di mulai dari
pengumpulan data sampai pada pengelompokan data sehingga mempermudah
prosedur penelitian. Pengelompokan data dibuatkan kolom-kolom data sebagai
catatan perjalanan penelitian seperti apakah nara sumber menjawab sebagaimana
yang diharapkan oleh penulis atau bagian-bagian mana yang pantas di ambil dan
yang tidak pantas di ambil. Analisis data pada ornamen masjid Al-Mashun Medan
dengan tahapan sebagai berikut :
1. Mengumpulkan data berupa gambar foto ornamen masjid Al-Mashun Medan
yang di ambil langsung oleh penulis dilapangan.
2. Mengumpulkan data yang terkait pada suku melayu deli yang berada di sekitar
Medan.
3. Menganalisa terhadap setiap ornamen yang terdapat pada masjid Al-Mashun
Medan.
1.6 Studi Kepustakaan
Penulis merangkum sejumlah sumber kepustakaan dengan harapan untuk
dapat mendukung penelitian ini. Beberapa kepustakaan yang penulis pegang
adalah seperti buku, artikel ilmiah dan semi ilmiah, laporan penelitian, majalah,
Koran dan beserta laman-laman web. Sumber-sumber kepustakaan itu mancakup :
maimoon, d. tinjauan masjid Al-Mashun Medan, e. dasar-dasar teori, f. metode
dan teknik penelitian, g. referensi terkait.
Referensi penulis tentang catatan terdahulu yang di teliti oleh sejumlah
penulis mengenai ornamen baik dari Strata satu atau lanjutan, maupun penulis
lepas dengan dedikasinya dapat dipertimbangkan penulis sebagai sumber pustaka
antara lain :
1. Musthofa, melakukan studi penelitian ornamen pada sebuah masjid, yang
dijadikan artikel di web, dengan judul Filosofi Seni Bangunan Islam,
Ornamentasi Pada Arsitektur “Masjid Turen” Malang. Musthofa
mendiskripsikan ornamen yang beda di masjid merupakan kesinambungan
antara kreatifitas dan keagungan Tuhan. Penulis mengambil semangat
Musthofa dalam melihat masjid sebagai subyek, seperti kesamaan dengan
penulis inginkan. Demikianpun tentu banyak perbedaan antara penulis dengan
Musthofa melihat sesuatu tentang ornamen sebagaimana alur serta
pembedahan yang penulis lalukan di dalam penelitian ini, disamping itu juga
wilayah tempat yang diteliti juga berbeda. Penulis memilih jurnal ini karena
sangat menarik dan dijadikan salah satu acuan.
2. Ratih Baiduri, penulis buku Masjid Raya Al Ma’shun Medan sebuah tinjauan
arsitektural dan ornamental. Inspirasi penulis paling besar adalah terdapat
pada buku tersebut. Ratih Baiduri banyak mengemukakan aspek masjid Al
Mashun dengan rinci, sehingga penulis banyak mendapatkan informasi
berharga didalamnya. Beliau membentang spesifikasi arsitektur dengan