• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KARAKTERISTIK ORNAMEN DI MASJID RAYA AL -MASHUN MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KARAKTERISTIK ORNAMEN DI MASJID RAYA AL -MASHUN MEDAN"

Copied!
201
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KARAKTERISTIK ORNAMEN DI MASJID RAYA AL -MASHUN MEDAN

T E S I S

OLEH

ACHY ASKWANA NIM, 127037012

PROGRAM STUDI MAGISTER ( S2 ) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2015

(2)

ANALISIS KARAKTERISTIK ORNAMEN DI MASJID AL-MASHUN MEDAN

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn)

dalam Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Oleh

ACHY ASKWANA NIM, 127037012

PROGRAM STUDI

MAGISTER (S-2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

2015

Judul Tesis ANALISIS KARAKTERISTIK ORNAMENTASI DI MASJID AL-MASHUN MEDAN

Nama Achy Askwana Nomor Pokok 127037012

Program Studi Magister (S.2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Frof. Dr. Ikhwanuddin Nst., M.S Drs. Azmi, M.Si

NIP. 196209251989031017 NIP. 196504131991031003

Program Studi:

Magister (S.2) Penciptaan dan

Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya

Ketua, Dekan,

Drs. Irwansyah, M.A. Dr. Syahron Lubis, M.A.

NIP.196211221 1997031001 NIP.19511013 1976031001

(4)

Tanggal lulus:

Telah diuji pada tanggal

PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS

Ketua : Drs. Irwansyah, M.A. (...)

Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. (...)

Anggota I : Frof. Dr. Ikhwanuddin Nst., M.S (...)

Anggota II: Drs. Azmi, M.Si (...)

Anggota III : Dr. H. Muhizar Muchtar, M.S. (...)

(5)

ABSTRACT

This research deals with ornaments which found in the Mosque of Al- Mashun in Medan North Sumatera Province. Based on the analysis of form characteristic and its background concept, the writer find out that the ornament consist of several values which have close relationship to visual art, ideology and religion.

In this thesis the writer uses several relevant theories to drow conclusion for determination, he uses semiotic and visual art theories.

Based on the theories, the writer tries to understand and appreciate the meaning of the selected ornaments to classify the form. He also makes these activities be come the reference of the material of the research.

The result of the research shows that the beauty of the ornaments in the mosque Al-Mashun is not merely only the visual art, but dhey also express the glory of Deli Sultante, the culture of Deli Malaya the adoration to the Almighty God.

Key word : characteristics, ornaments, mosque of Al-Mashun, semiotics, visual art.

(6)

ABSTRAK

Penelitian ini adalah mengkaji ornamentasi yang terdapat pada masjid Al- Mashun diwilayah kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Analisis figuratif bentuk berdasarkan latar belakang konsep yang menghubungkan terdapatnya kandungan nilai-nilai artistik (visual art), nilai-nilai ideologi dan nilai-nilai agama. Peneliti ingin melihat sebagaimana pertanyaan yang di buat sebagai kerangka arah untuk mengetahui aspek-aspek yang dihadirkan oleh sejumlah ornamen yang melekat di masjid Al-Mashun Medan.

Dalam tesis ini penulis menggunakan sejumlah teori terkait untuk mendapatkan kesimpulan, dan sebagai teori penentu adalah teori semiotika (teori makna) dan teori seni rupa. Dengan landasan teori ini peneliti berupaya mendapatkan kandungan makna pada ornamentasi di masjid Al-Mashun. Dengan pendataan ornamen yang di pilih serta memberikan klasipikasi bentuknya, maka bagian tersebut menjadi acuan bagi penulis sebagai bahan penelitian.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa keindahan ornamen-ornamen yang melekat pada masjid Al-Mashun di kota Medan tidak hanya sekedar sebagai nilai visual belaka, tetapi merupakan sebuah fakta bahwa karakteristik ornamentasi tersebut adalah suatu bentuk pernyataan karismatik Kesultanan Deli dan budaya Melayu Deli serta sebuah presentatif kecintaan terhadap Tuhan.

Kata Kunci : karakteristik, ornamentasi, masjid Al-Mashun, semiotika, seni rupa

(7)

PRAKATA

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T karena atas karunia dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat beriring salam penulis haturkan pada Nabi Junjungan Muhammad S.A.W beserta keluarga beliau, sahabat beliau, para suhada dan tabi’in-tabi’in.

Terima kasih atas kebanggaan kepada kedua orang tua penulis ayah (asmady hs) dan omak (suryani), saudara (adik-adik penulis), sejauh ini kalian senantiasa memberikan motivasi yang terbaik bagi penulis sehingga sampai selesainya tesis ini. Terima kasih juga kepada istri (januarti devi kondany) dan anak-anak penulis (nurul askwana dan fahri askwana) yang tidak terlepas dari kontribusi yang diberikan baik waktu dan pengertian selama proses perkuliahan di Pasca Sarjana Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni di Universits Sumatera Utara.

Tentunya penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M,Sc (CTM), Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Seni dan Budaya yang telah memberikan fasilitas dan sarana pembelajaran selama penulis menuntut ilmu di kampus Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih khusus kepada Dosen Pasca Sarjana di Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni Universitas Sumatera Utara : Bapak Drs.

Irwansyah, M.A., selaku Ketua Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni

(8)

Fakultas Seni Ilmu Budaya (USU), selaku penguji yang telah memberikan banyak masukan dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Terima kasih kepada Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hun., selaku Sekretaris Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan petunjuk teknis penulisan tesis sampai penelitian ini selesai.

Bapak Prof. Dr. Ikwanuddin Nst., M.Si., selaku pembimbing I yang senantiasa sabar memberikan petunjuk dalam proses penelitian tesis penulis, Bapak Drs. Azmi, M.Si., selaku pembimbing II yang selalu siap mengarahkan penulis dalam penelitian ini, Bapak Dr. H. Muhizar Muchtar, M.S., selaku penguji dan memberikan masukan yang sangat berarti bagi penulis, sehingga penulis banyak mengembangkan kaitan didalam pengkajian penelitian tesis ini.

Terima kasih yang tak terhingga kepada Dosen-dosen Pasca Sarjana Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni di Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. Muhammad Takari, M.A., Ph.D., Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Ph.D., Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si., Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Ibu Dra. Rithaony, M.A., Ibu Asmyta, S., M.S., Bapak Dr. Budi Agustono, S.U., Bapak Dr. Ridwan Hanafiah, SH, M.A., selaku Dosen Pasca Sarjana Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni (USU).

Bapak Drs. Ponisan selaku pegawai Sekretaris Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Kepada Ibu Hj. Andriani selaku Kepala Seksi Sejarah Purbakala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kota Medan, Bapak Tengku Sahar selaku juru kunci istana

(9)

Maimoon, Bapak H. Ulumuddin selaku ketua kenajiran masjid Al-Mashun, Bapak Sastra Gunawan sebagai Budayawan, Bapak Amran Eko Prawoto yang banyak memberikan masukan informasi seni rupa terhadap penelitian penulis, kepada teman-teman seangkatan Pasca Sarjana Prodi Penciptaan dan Pengkajian Seni Universitas Sumatera Utara

Penulis menyadari hasil tesis ini masih jauh belum maksimal, untuk itu banyak harapan penulis untuk kesemua kalangan terutama masyarakat Melayu Deli dan para generasi muda di seluruh tanah air, dapat memberikan masukan berupa kritikan dan saran sebagai penyempurnaan kearah yang lebih baik penelitian tesis ini. Dengan demikian penulis menghaturkan terima kasih kesemua pihak dan maaf atas segala sesuatu yang mungkin terjadi selama penulis melakukan penelitian ini. Akhir kata harapan penulis bagi kesemua pihak terkait semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat.

Medan , Januari 2015

Achy Askwana NIM : 127037012

(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS DIRI

1, Nama : Achy Askwana

2. Tempat/tanggal lahir : Tanjungbalai 12 Desember 1969 3. Jenis kelamin : Laki-laki

4. Agama : Islam

5. Kewarganegaraan : Indonesia

6. Alamat : Jalan Topaz 6 no. 14 Perum. Bumi Serdang Damai, Marindal, Kab. Deliserdang

7. Pekerjaan : Guru SMA N 1 Delitua, Deliserdang 8. Nomor telepon : 081396267969

9. Pendidikan : 1. SD

2. SMP

3. Sarjana Seni Rupa Universitas Negeri Medan

4. Pada tahun 2012/2013 diterima menjadi mahasiswa Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

(11)

PERNYATAAN

Dengan ini saya Achy Askwana menyatakan bahwa dalam tesis ini sebelumnya tidak pernah diajukan sebagai karya untuk suatu kepentingan dan memperoleh gekar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi lain, kemudian sepengetahuan saya penelitian ini tidak terdapat pada karya orang lain dan diterbitkan sebagai karya ilmiah yang sama, kecuali karya tulisan lain yang mengacu pada naskah saya dan disebutkan didaftar pustaka.

Medan, 7 Januari 2015

Achy Askwana NIM : 127037012

(12)

DAFTAR ISI

HALAMANJUDUL………... i

ABSTRACT……… iv

ABSTRAK……….. v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP………... vi

HALAMAN PERNYATAAN………... vii

DAFTAR ISI………... viii

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah……… 1

1.2 Pokok Permasalahan ………... 12

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 12

1.3.1 Tujuan Penelitian……… 12

1.3.2 Manfaat Penelitian………. 12

1.3.2.1 Bagi Mahasiswa……….. 13

1.3.2.2 Bagi Fakultas………... 13

1.3.2.3 Bagi Masyarakat……….. 14

1.3.2.5 Bagi Peneliti………. 14

1.4 Landasan Konsep dan Teori………... 14

1.4.1 Konsep………. 15

1.4.2 Teori………. 18

1.4.2.1 Teori Difusi……….. 21

1.4.2.2 Teori Semiotika……… 22

1.4.2.3 Teori Seni Rupa ( visual art )………... 27

1.5 Metode Penelitian……… 31

1.5.1 Jenis Penelitian……….... 31

1.5.2 Penelitian Lapangan……… 33

1.5.3 Fokus Penelitian……….. 34

1.5.4 Teknik Pengumpulan Data………. 34

1.5.4.1 Obsevasi……….. 35

1.5.4.2 Wawancara………. 35

1.5.4.3 Tekhnik Analisis Data………. 36

1.6 Studi Kepustakaan………. 36

1.7 Sistematika Penulisan……… 47 BAB II LINTAS SEJARAH

(13)

2.1 Masuknya Islam di Sumatera Utara……… 49

2.1.1 Kesultanan Deli……… 51

2.1.2 Masjid Al-Mashun Medan………... 57

2.1.3 Budaya dan Agama……….. 62

2.1.4 Ideologi Melayu dan Syariat Islam……….. 65

BAB III DESKRIPSI ORNAMEN MASJID AL-MASHUN MEDAN 3.1 Sistematika Deskripsi……….. 67

3.2 Deskripsi Ornamen………. 68

3.2.1 Gambaran Umum………. 68

3.2.2 Urutan Perbagian Ornamen……….. 69

BAB IV STRUKTUR ORNAMEN MASJID AL-MASHUN 4.1. Struktur Bentuk……… 107

4.1.1 Bentuk……… 107

4.1.1.1 Motif Flora……….. 111

4.1.1.2 Motif Fauna……… 112

4.1.1.3 Motif Manusia………... 112

4.1.1.4 Motif Alam Benda………. 113

4.1.1.5 Motif Imajinasi Abstrak………. 114

4.1.1.6 Motif kaligrafi……… 114

4.1.1.7 Motif Geometris……… 115

4.1.2 Integrasi Ornamen………. 115

4.1.3 Dimensional……….. 130

4.1.4 Media………. 133

4.1.5 Tekhnik……….. 133

4.2 Struktur Komposisi………... 135

4.3 Struktur Objek……….. 116

BAB V MAKNA ORNAMEN MASJID AL-MASHUN 5.1 Aspek Pisik……… 159

5.1.1 Nilai Artistik……… 159

5.1.2 Makna bentuk………. 162

5.2 Aspek Sosial………... 165

5.2.1 Kerabat Langsung…..……… 166

5.2.2 Masyarakat Umum…..………. 171 BAB VI PENUTUP

(14)

6.1 Kesimpulan……… 175 6.2 Saran……….. 178

(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Identitas Melayu merupakan kenyataan yang dapat di lihat utuh serta dikenali sebagai sesuatu yang dimiliki oleh sekelompok orang. Ciri khas identitas Melayu adalah hasil sebuah produk budaya yang kehadirannya bisa apa saja.

Produk budaya tersebut berlangsung berulang-ulang sehingga tidak asing lagi dikenali sebagai bentuk identitas yang senantiasa melekat terhadap sekelompok masyarakat.

Masyarakat sebagai makluk hidup yang kompleks, kepentingan utamanya bukan hanya memenuhi kebutuhan hidup seperti makan, tempat tinggal dan pakaian, tapi ada kepentingan lain yakni identitas yang berpedoman kepada nilai kehidupan misalnya kebutuhan agar dapat dihargai, bermartabat, pengayoman, serta saling mengasihi.

Kehadiran suatu nilai identitas bersifat abstrak. Nilai identitas tidak dapat di ukur baku tetapi kapasitasnya dapat diungkap lewat simbol budaya. Dalam simbol budaya masyarakat Melayu kedudukan nilai terhadap aspek tertentu bisa lewat karya seni. Pada umumnya dalam karya seni tersebut sudah melekat ungkapan nilai yang disepakati bersama untuk kepuasan tertentu pula.

Kepuasan inilah merupakan kebutuhan dasar yang bertumpu pada ukuran- ukuran tertentu serta difungsikan sebagai sebuah pendekatan alamiah. Pendekatan secara alamiah menimbulkan kesepakatan untuk memberdayakan nilai-nilai tersebut sebagai bahagian penting dalam kehidupannya.

(16)

Dalam memperdayakan kehidupannya manusia sejak awal mengenal lingkungan alam sekitarnya sebagai kepentingan utama. Solidaritas sosial serta pemahaman terhadap lingkungan di jalin sesuai dengan kesepakatan secara alamiah. Inilah fungsi nilai sebagai konsep ideologi di mulai. Budaya lahir atas interaktif sosial serta memiliki kepentingan yang sama dalam ruang yang sama.

Proses kesepakatan itu melalui waktu yang cukup panjang.

Kesengajaan pembentukan nilai-nilai yang akan diterapkan pada sistem tatanan kehidupan sehari-hari dilakukan dengan pengumpulan ide dan gagasan.

Keterkaitan orang-orang yang di anggap penting, dilibatkan sebagai sumber penentu.

Dedikasi seorang dukun, kepala suku, tetua adat, orang yang memiliki kemampuan khusus seperti ahli dalam berburu, perang, berorasi dan lain sebagainya, biasanya mereka ini dapat dijadikan sumber penentu karena gagasan- gagasan mereka.

Sejumlah orang-orang yang di anggap penting tersebut menyumbangkan pikiran, konsep serta petunjuk yang dapat di ambil serta dibenarkan dalam musyawarah, berikutnya diperlakukanlah sebagai suatu sistem dikalangan mereka.

Tujuannya sederhana bahwa untuk mempertahankan hidup sebagai suatu kedaulatan yang harus dilaksanakan dan dihormati oleh siapapun.

Norma atau peraturan ini masih sesuatu bersifat abstrak yang sebahagian masih berupa kerangka di dalam otak. Sebahagian lain berbentuk prilaku yang ideal yang memberikan corak dan jiwa yang diimplementasikan dalam tatanan kehidupan yang serasi, seimbang dan selaras. Inilah adat istiadat yang bersifat

(17)

umum serta turun temurun, apabila di langgar akan merasa tidak nyaman dibenaknya. Kalangan antropolog dan sosiolog menyebutnya sebagai cultural system.

Dengan demikian maka keberadaan yang pantas diakui oleh setiap orang atas harkat dan martabat disuatu kelompok masyarakat, dengan sendirinya dapat difahami adanya pengertian suatu ikatan, sekaligus kedaulatan yang memberikan perlindungan hukum serta kekuatan.

Buah pikiran yang membentuk kesepakatan tersebut diletakkan pada kepentingan yang khusus dan umum namun masih saja dalam kawasan seputar wilayah masyarakat kelompok tertentu saja.

Penjelmaan konsep buah ide dari hasil pemikiran yang dijadikan panduan dan membentuk unsur-unsur makna tertentu sehingga disepakati sebagai bahagian komponen kepentingan yang sama. Berikutnya bergerak meluas melewati batasan lingkaran masyarakat penggunanya yaitu pada masyarakat disekitarnya yang tidak termasuk di dalam koridor kesepakatan-kesepakatan itu. Sehingga secara tidak langsung sinyal-sinyal konsep sebagai keberadaan identitas tersebut besar atau kecil dapat diketahui oleh kelompok di luar masyarakat disekitarnya.

Kedudukan kedaulatan di wilayah masyarakat merupakan hal yang sangat penting, bukan saja menjaga struktur atau untuk memanajemen sistem yang diperlakukan, akan tetapi keberadaan yang dinyatakan sebagai pemilik teritorial wilayah kekuasaan yang patut diakui oleh kelompok masyarakat disekitarnya.

Sehingga dinamika budaya menempatkan suatu kelompok masyarakat yang memiliki adab yang bermartabat. Dengan demikian keberadaan suatu

(18)

kelompok tersebut mampu memiliki kedaulatan yang memiliki identitas Melayu di kota Medan.

Kota Medan merupakan salah satu wilayah yang dihuni oleh masyarakat Melayu. Kehidupannya diawali dengan hasrat untuk membentuk pola hidup berkeluarga, membentuk ikatan dalam suatu struktur masyarakat, dan akhirnya membentuk Negara. Dalam kesatuan aksi seperti itu, ada pola kerja dan tatanan yang di ciptakan sehingga menuju sasaran akhir, yaitu pemenuhan tujuan hidup (Wiranata, ciri-ciri kehidupan kolektif, Antropologi Budaya : 2011).

Seperti telah disebutkan bahwa adanya kedaulatan di dalam kelompok masyarakat, dengan sendirinya isyarat sinyal teritorial merupakan wilayah yang harus dapat dihormati oleh di luar wilayah kelompok masyarakat itu.

Sinyal-sinyal itu dapat berupa tanda-tanda yang dihadirkan sebagai mewakili kebudayaan di masyarakat. Ada yang berwujud ada pula yang tidak berwujud. Perwujudan ini dikategorikan pada bentuk-bentuk psikis atau yang bersifat material, seperti dapat disentuh, dilihat, bergerak atau diam. Misalnya altar (batu persembahan), tugu, patung, pakaian dan lain sebagainya.

Demikian dari sisi lain terdapat visualisasi berupa karakter gambar-gambar yang diletakkan pada bidang tertentu, membawa arti dan makna yang penting harus diketahui oleh pemilik budaya tersebut. Contoh seperti gambar babi hutan dengan tombak diatasnya, di gambar oleh manusia zaman purba di dinding goa.

Gambar tersebut sebagai alat komunikasi untuk menandakan adanya sesuatu fakta di dalam peristiwa hidup ketika itu.

(19)

Sedangkan tidak berwujud adalah sesuatu yang hanya dapat dirasakan oleh indera pendengaran saja. Contoh ketika sebuah bunyi didengarkan untuk menandai sesuatu yang penting, maka kehadirannya tidaklah berwujud, namun dapat diketahui sebagai sesuatu yang bermakna. Hal itu sangatlah akurat dan adalah bahagian yang tidak di anggap sederhana. Misalnya bunyi kentongan yang khas didengarkan sesuai dengan arti tertentu, seperti nada bunyi untuk mengumpulkan masyarakat, bunyi genderang perang atau bunyi kentongan kematian.

Setiap suku di sebut sebagai kebudayaan daerah tentunya memiliki corak tersendiri dalam arti kekhasan tradisi akan diketahui dari aktifitas sosial, komunikasi bahasa, bahkan kebiasaan adat istiadat ketika melaksanakan upacara maupun pesta. Penandaan kekhasan juga terdapat pada simbol-simbol berupa gambar dalam bentuk hiasan yang di sebut ornamen diterapkan pada tempat atau media tertentu sehingga keberadaan dari suatu kepemilikan kebudayaan dapat dikenali.

Tidak heran pula di zaman modern ini ornamen-ornamen didapati pula pada tempat-tempat yang di anggap istimewa dan khusus, yang pada dasarnya hampir tidak ada hubungannya dengan tradisi. Seperti gedung perkantoran, kafe, hotel, rumah pribadi dan rumah ibadah dan lain sebagainya. Semua hal itu tentunya mengartikan untuk mendapatkan sesuatu sebagai nilai tambah.

Demikian tanda-tanda tradisi tersebut difungsikan sebagai sesuatu yang istimewa karena di miliki oleh kelompok tertentu untuk terus memelihara warisan leluhur.

(20)

Sosok fisik bangunan Rumah Ibadah yang di sebut Masjid bagi umat agama Islam adalah sesuatu tempat ibadah atau tempat shalat (menyembah kepada Allah S.W.T., Tuhan pencipta alam semesta). Selain tempat shalat, juga difungsikan sebagai tempat bermusyawarah, belajar dan lain-lain dengan tujuan untuk kemaslahatan umat.

Masjid adalah sebuah bangunan khusus di buat untuk tempat berkumpulnya sejumlah orang untuk beribadah kepada Tuhan sang pencipta alam semesta sebagaimana ajaran agama Islam. Nabi Muhammad S.A.W. adalah pembawa risalah ajaran agama Islam dalam kitab sucinya Al Qur’an.

Sebagai tuntunan setiap pemeluk agama Islam berkewajiban untuk mengembangkan risalah agama tersebut kesetiap orang. Tidak heran banyaknya pedagang Islam sampai pada ke dataran pantai yang dikunjungi, jauh di luar tanah Arab, di samping berniaga di situ pula mereka berdakwah dalam berbagai metode penyampaian.

Sejarah masuknya agama Islam ke Indonesia memiliki sejumlah perdebatan pendapat para ahli, akan tetapi banyak menyimpulkan awal masuknya pada abad 1 H (abad ke 7-8 M) langsung di bawa oleh bangsa Arab. Daerah yang pertama yang dikunjungi islam adalah pesisir Sumatera yaitu Aceh. Sebahagian para ahli yang menyatakan bahwa masuknya agama Islam ke Indonesia pada abad ke 13 M. Pembuktian itu ditemukannya artefak yang berupa nisan kuburan dari Samudra Pasai yang memuat nama Sultan Malik as Saleh yang berangka tahun 696 H ( 1297 M ), serta sejumlah nisan yang lainnya dari abad berikutnya.

Sumber lain juga mendukung adalah laporan perjalanan Marco Polo yang singgah

(21)

di Perlak tahun 1292 M. laporan ini menyebutkan bahwa di daerah Perlak sudah terdapat pemukiman masyarakat Islam di sana.

Banyak sejarawan lain yang menuliskan datangnya agama Islam ke Indonesia di bawa oleh pedagang Gujarat, Persia dan sebagian besar dari bangsa Arab. Kemudian menyebarkan ajaran agama Islam tersebut awalnya melalui perdagangan, perkawinan, pendidikan, politik, dakwah (penyeruan atau ajakan), dan kesenian.

Setelah beberapa waktu berada di Indonesia Islam mulai kuat dan memainkan peranan penting dalam politik, sehingga sebagian pihak ingin melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Hindu / Budha dan berkeinginan untuk berkuasa sendiri dengan jalan masuk agama Islam ( Baiduri, dari : Leur 1955:165- 167 ).

Ajaran agama Islam dapat diterima di masyarakat Melayu kemudian masjid didirikan sebagai tempat ibadah dan menciptakan ciri khas identitas terpenting. Wujud masjid merupakan tanda bahwa masyarakat muslim disekitarnya menetap dan hidup dalam tatanan agama Islam. Latar belakang perkembangan berdirinya berbagai masjid di Indonesia merupakan upaya penyebaran agama dan peribadatan dan tentu dalam hal itu menjadi faktor penentu dari gaya arsitektur dan ornamentasi di masjid yang ada di sepenjang sejarah Indonesia.

Masyarakat Melayu yang berada di Sumatera Utara di kota Medan di kenal dalam sejarahnya dengan identitas Melayu Deli. Hubungan budaya Melayu

(22)

dengan agama Islam sangat kuat dan berpengaruh di dalam konteks pemerintahan kerajaan dan serta pola hidup masyarakat disekitarnya.

Masjid Al-Mashun atau Masjid Raya yang berada di Medan Provinsi Sumatera Utara ini adalah salah satu masjid peninggalan masa pemerintahan kerajaan Melayu Deli. Sebagai Identitas budaya yang di kenal sebagai salah satu simbol kejayaan kerajaan Kesultanan Deli pada masa pemerintahan Sultan Ma’mun Al- Rasyid Perkasa Alamsyah 1873 M.

Pada masa itu perdagangan tembakau semakin maju dan kemakmuran Kesultanan Deli pada puncaknya. Beliau mendirikan Istana Maimoon, Masjid Raya dan Balai Kerapatan Tinggi serta fasilitas-fasilitas kepentingan umum (Baiduri, masjid raya al ma’shun medan, tinjauan arsitektural dan ornamental, 2012).

Masjid Raya Medan tersebut begitu agung dan keindahannya memukau.

Ditinjau dari aspek pisik arsitektur bangunannya memiliki keunikan tersendiri.

Siapa yang melihatnya akan terpukau untuk ikut merasakan keindahannya.

Terlepas dari fungsi masjid dari konsep agama dan ibadah, salah satu unsur yang dapat dijadikan sebagai nilai artistik serta terhubung dengan nilai tradisi diantaranya adalah sejumlah ornamen-ornamen yang dianggap sebagai identitas baik kekuasaan maupun ideologi dari salah satu khas budaya.

Hampir di setiap sudut masjid Al-Mashun tersebut tertatah dengan ulir-ulir sejumlah ornamen sebagai sebuah lambang kemegahan dan keindahan. Dibalik ornamen-ornamen tersebut tentunya melekat makna yang terkandung dari unsur pilosofis . Akan tetapi, benarkah ciri-ciri khas suku Melayu tersebut benar-benar

(23)

murni sebagai hak kepemilikkan suatu budaya yang tertatah dalam dekorasi masjid Al-Mashun tersebut, atau masih terdapat pemiuhan akulturasi budaya sehingga dapat diketahui bahwa adanya kontribusi lain atau kepentingan kedaulatan pada masa itu sehingga melatar belakangi corak ornamennya.

Keterkaitan apapun yang ada didalamnya fakta pisik sebagai bentuk yang berwujud memberikan nuansa tersendiri bagi siapa saja yang dapat menikmatinya secara visual. Artinya jika kita tidak mementingkan kedudukan khasnya suatu suku atau tradisi tertentu tidaklah sangat menjadi persoalan. Karena keindahan bersifat subyektif. Siapa pun boleh menaruh tinggi rendah nya nilai yang tercipta dari keberadaan bentuk keindahan yang di apresiasi.

Sangat berbeda pula jika kita melihat kedudukan ornamen tersebut bukan hanya berfungsi sebagai dekorasi belaka, tetapi memikul sederetan ideologi yang di bangun semenjak nenek moyang. Tentunya keterkaitan konsep budaya dengan tatanan kehidupan merupakan sebuah citra luhur yang di usung dalam simbol- simbol yang dilambangkan secara visualisasi atau berwujud gambaran atau bentuk. Sehingga terkadang kedudukan simbol dapat menjadi paling utama.

Kenyataannya ornamen tersebut tidaklah di pandang sederhana seakan cukup hanya sebagai pengisi ruang kosong agar media tampak menjadi lebih indah, akan tetapi jauh dari itu struktur budaya dari suatu suku bahwa simbol- simbol tersebut merupakan sebagai sebuah rumusan ideologi.

Dalam hal ini penulis melihat fenomena yang terkait bahwa ornamen yang melekat di setiap sudut masjid Al-Mashun tersebut tentu membawa arti penting seperti kandungan makna di balik bentuk-bentuk yang ada dengan memberikan

(24)

tujuan maksud tersendiri. Dilain pihak kontekstual sosial baik masyarakat suku Melayu Deli sendiri maupun orang lain di luar suku Melayu memahami ornamen masjid Al-Mashun tersebut sebagai sesuatu nilai yang berbeda.

Kehadiran ornamen di dalam budaya membentuk kedudukan yang bersifat otoritas, hak kepemilikan hanya suatu suku saja. Citra luhur yang di anggap sebagai nilai-nilai kebaikan, keagungan, keyakinan dan lain sebagainya yang digambarkan melalui simbol-simbol atau lambang, sering dijadikan sebagai sebuah keakuan.

Ciri-ciri khas yang dapat dikenali karena adanya keakuan dan identitas tersebut, lewat kehadiran ornamen-onamen maka akan ditemukan pemahaman bahwa suatu suku menyatakan “kita bangga karena kita memiliki keluhuran“.

Dalam catatan diatas, penulis berasumsi bahwa ornamen-ornamen yang ada di masjid raya Al-Mashun Medan tersebut didirikan atas kepentingan pihak Kesultanan sendiri sebagai Adikuasa dan bentuk ornamen di masjid Al-Mashun merupakan wajah kejayaan Suku Melayu Deli. Kemudian fungsi lain sebagai nilai-nilai yang menyangkut Keagungan Tuhan.

Kesimpulan sementara yang menjadi pertanyaan penulis atas dua hal, yang pertama yakni terkaitnya ornamen-ornamen yang ada di masjid raya Al-Mashun Medan tersebut berhubungan langsung dengan nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki oleh Sultan Ma’mun Al- Rasyid Perkasa Alamsyah sebagai suku melayu.

Yang kedua ornamen-ornamen itu sendiri justru aslinya berasal dari Negara- negara Islam yang berbeda-beda. Sehingga muncul dugaan sementara penulis

(25)

bahwa ornamen-ornamen yang diletakkan di setiap bagian masjid justru mengutamakan hal-hal yang berhubungan dengan religi.

1.2. Pokok Permasalahan

Dalam paparan uraian yang penulis buat di atas dapatlah dirumuskan permasalahan yang akan dijadikan dalam penelitian ini adalah bagaimana corak dan bentuk ornamen yang menghiasi di setiap bagian fisik bangunan masjid raya Al-Mashun Medan tersebut. Dengan indikasi fakta dari bentuk-bentuk yang diketahui berakar dari asal budaya di luar Indonesia sebagai pemeluk agama Islam yang telah menjadi bagian budaya Melayu, memberikan konsep tertentu setelah diaplikasikan di masjid raya Al-Mashun Medan tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan untuk dapat melihat penelitian ini kesuatu arah fokus masalah sebagai berikut.

1. Apa yang melatar belakangi Pemerintahan Kesultanan Deli untuk membuat Ornamen yang bukan cenderung bercorakkan khas milik budaya Melayu asli di masjid raya Al-Mashun.

2. Mengapa tidak memilih corak khusus budaya Melayu sebagai budaya lokal saja agar identitas kekuatan budaya Melayu tampil lebih dominasi.

3. Makna apa saja yang terkandung dalam sejumlah tipologi ornamen yang diterapkan di Masjid raya Al-Mashun Medan ini, yang kemudian memberikan satu konsep kesimpulan akhir sebagai makna tertentu.

Dengan demikian ketiga masalah di atas sebagai pokok masalah utama dengan dukungan urutan masalah yang mendampingi seperti:

(26)

a. Bagaimana sejarah terbangunnya Masjid Al-Mashun dengan yang melatar belakangan kepentingan dan tujuan fungsi serta keterkaitan terhadap Pemerintahan Kesultanan yang bertitik pada Istana Maimoon.

b. Hubungan bangunan masjid Al-Mashun, Istana Maimoon dan Taman Kolam Deli yang tentu memiliki aspek historis terhadap budaya Melayu Deli sendiri.

c. Nilai-nilai budaya sebagai citra luhur peradaban yang di usung oleh ornamen- ornamen yang ada di sejumlah masjid Raya Al-Mashun Medan sebagai napak tilas sejarah apakah dapat memberikan sesuatu yang berarti terhadap generasi saat ini khususnya masyarakat Melayu Deli sendiri.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun sasaran tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendiskripsikan Latar Belakang penciptaan Ornamen di masjid raya Al-Mashun Medan.

2. Untuk mengetahui, memahami lewat analisis terhadap ornamen-ornamen yang berada di setiap bahagian masjid raya Al-Mashun Medan.

3. Untuk mengetahui, memahami serta memaparkan lewat analisis terhadap kesimpulan makna apa yang ada dalam serangkaian ornamen-ornamen yang ada pada masjid raya Al-Mashun Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Harapan besar penulis adalah dapat memberikan sumbangsih terhadap siapa saja sebagai pemerhati seni dan kebudayaan terutama terhadap suku melayu deli yang berada di Medan dan sekitarnya. Untuk menindak lanjuti aspek budaya

(27)

kian memudarnya di tengah-tengah hiruk pikuknya budaya modern serta perkembangan teknologi yang laju pesat, diharapkan penanggulangan kebijakan kesemua pihak untuk bagaimana dapat kembali mengenal, mencintai dan memelihara budaya sebagai harta warisan bangsa.

1.3.2.1 Bagi Mahasiswa

a. Memberikan pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari perkuliahan. Selama menjadi mahasiswa di pasca sarjana (S2) pada program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, penulis mengharapkan penelitian ini menjadi inspirasi bagi mahasiswa.

b. Memberikan gagasan untuk berpikir kritis bagi mahasiswa dalam hal-hal yang menyangkut kebudayaan dan seni, khususnya seni dan budaya Nusantara.

c. Sebagai menambah bahan masukan buat pembaca umumnya mahasiswa jurusan seni dan khususnya mahasiswa seni rupa.

1.3.2.1 Bagi lembaga fakultas

a. Referensi keilmuan tentang aspek budaya yang berhubungan dengan makna ornamen yang berada di fisik bangunan masjid raya Al-Mashun Medan yang digunakan sebagai informasi pembelajaran di fakultas ilmu budaya.

b. Sebagai bahan masukan terhadap tim pengajar ilmu budaya khususnya dosen seni rupa.

c. Sebagai tambahan bahan referensi bagi peneliti lain sebagai lanjutan penelitian ini untuk lebih memperluasnya.

(28)

d. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi pembaca dalam kaitannya terhadap seni dan kebudayaan.

1.3.2.2 Bagi Masyarakat

a. Dapat mengenal citra luhur dari kekayaan kebudayaan daerah yang menjadi harta warisan bangsa yang patut di kenal, dicintai serta di pelihara khususnya budaya melayu deli yang ada di Medan dan sekitarnya.

b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan serta dipertimbangkan untuk bagaimana mekanisme mempertahankan harta warisan tersebut di tengah-tengah kancah modernitas di zaman ini.

c. Bagi suku melayu deli sendiri yang berada di Medan dan sekitarnya termotivasi untuk memahami makna-makna kandungan di setiap konteks ornamen yang ada pada melayu sendiri.

d. Aspek timbal balik terhadap suku-suku yang lain agar bagaimana memelihara nilai-nilai luhur yang patutnya menjadi perspektif konsep hidup sebagai manusia yang berbudaya.

1.3.2.3 Bagi Peneliti

a. Menambah pengetahuan bagi penulis sebagai bahan masukan dalam kajian tentang ornamen-ornamen yang ada di wilayah Nusantara ini.

b. Menambah wawasan untuk melihat aspek budaya yang perlu dipertahankan mencakup teori-teori dari literatur yang digunakan.

c. Menjadi bahan masukan bagi penulis untuk lanjutan pengembangan penelitian berikutnya terhadap aspek karakteristik ornamen yang sedang diteliti.

1.4 Landasan Konsep dan Teori

(29)

1.4.1 Konsep

Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang dapat di tangkap penglihatan dan dirasakan dengan sentuhan rabaan. Kesan ini diciptakan dengan mengolah konsep titik, garis, bidang, ruang, bentuk, volume, tekstur dan warna, terang-gelap dengan acuan estetika.

Seni rupa merupakan ungkapan gagasan dan perasaan manusia yang diwujudkan melalui pengolahan media (bersifat material) dan penataan elemen serta menggunakan prinsip-prinsip desain. Ketentuan rupa bukan sekedar benda yang dapat terlihat atau sengaja dilihatkan, akan tetapi terjadi presentasi dari konsep ide dan gagasan untuk mencapai nilai-nilai tertentu.

Ornamen merupakan hasil dari presentatif dari sesuatu sehingga mencapai kualitas bentuk. Kehadiran bentuk terinspirasi dari segenap alam semesta yang telah terjadi pendeformasian (deformatif = perobahan bentuk dari bentuk asalnya).

Sensasi bentuk-bentuk baru sebagai wujud imitatif alam difungsikan untuk mendapatkan rasa kenikmatan penglihatan.

Kehadiran ornamen berupaya melengkapi sesuatu agar mendapatkan keindahan dalam rangka menciptakan kualitas atau meningkatkan nilai-nilai bentuk.

Pengertian ornamen adalah mempercantik atau memperindah sesuatu agar mendapatkan nilai artistik. Kata “ornament (Verb)” berasal dari kata bahasa Inggris yang berarti “ragam hias“ dan dalam bahasa belanda “siermotieven” yang berarti “aneka corak “ (Ekoprawoto, Amran, Ragam Hias sebagai Media Ungkap Makna Simbolik: 2009, 9).

(30)

Menurut Gustami bahwa pengertian ornamen adalah :

Pengertian umum bahwa ornamen ini sangat besar, hal ini dapat di lihat melalui penerapannya di berbagai hal meliputi segala aspek kebutuhan hidup manusia baik bersifat jasmaniah maupun rohaniah. Ornamen adalah komponen produk seni yang ditambahkan atau di sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Disamping tugasnya menghias yang implisit menyangkut segi-segi keindahan, misalnya untuk menambahkan indahnya sesuatu barang sehingga lebih bagus dan menarik, akibatnya mempengaruhi pula dalam segi penghargaannya baik dari segi spiritual maupun segi material/ finansialnya. Disamping itu di dalam ornamen sering ditemukan pula nilai-nilai simbolik atau maksud-maksud tertentu yang ada hubungannya dengan pandangan hidup (filsafat hidup) dari manusia atau masyarakat penciptanya, sehingga benda-benda yang dikenai oleh sesuatu ornamen akan arti yang lebih jauh dengan disertai harapan-harapan tertentu pula.

(Amran, dari gustami : seni ukir dan masalahnya, jilid II, STSRI-ASRI 1983- 19840).

Ornamen yang ada di setiap bahagian masjid Al-Mashun atau yang di kenal dengan masjid raya Medan ini, memiliki nilai-nilai keindahan yang pantas mendapatkan kualitas keagungan. Disamping corak dan gaya, ornamen tersebut dipahami sebagai wujud bentuk untuk menandai penghargaan tertinggi buat Masjid Al-Mashun.

Ornamen yang diketahui sebagai penghias dan pelengkap untuk memberikan nilai keindahan pada sebuah media, dalam hal ini kajian seni rupa yang mengukur unsur bentuk, media, tekstur, motif atau tipe, warna bahkan

(31)

sampai pada tafsir makna. Dibagian badan masjid Al-Mashun terdapat corak ornamen dengan berbagai motif. Dengan pemahaman agama Islam yang benar bahwa setiap unsur yang terdapat pada masjid di peroleh dari pertimbangan Islam.

Jadi ornamen-ornamen yang di buat tidak hanya memperhitungkan keindahan belaka, akan tetapi sarat dengan nilai-nilai agama Islam, dan sebagai lambang pencitraan penguasa.

Mungkinkah hal itu terdapat demikian sebagai landasan cipta rasa yang di bangun oleh Kesultanan. Dengan mengupas bentuk dan makna yang terkandung di setiap pola-pola ornamen yang ada, dari sudut keilmuan seni rupa tentunya, akan memberikan jawaban yang lebih terfokus.

Sejarah menyebutkan bahwa proses pembangunan masjid Al-Mashun telah ditentukan oleh Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah sendiri. Pada masa itu kesultanan tidak memiliki arsitek khusus dari Bangsa Melayu yang mampu membangun sesuai dengan keinginan. Kesultanan harus meminta seorang arsitek Belanda bernama T.H. Van Erp. Arsitek ini adalah seorang perwira Zeni Angkatan Darat KNIL yang banyak mendesain bangunan-bangunan besar di Jakarta.

Karakter merupakan kecenderungan sifat atau bentuk dalam pendekatan kemiripan, kekhasan, kesamaan makna, individual. Dari pandangan umum ornamen yang ada di setiap bagian Masjid Al-Mashun tentunya memperindah bangunan masjid. Karakternya tentu menambah kekuatan nilai estetikanya sehingga didapati nilai keindahan, kelembutan, keceriaan, kemewahandan

(32)

kemegahan. Dari tampilan karakter inilah dapat dianalisa kandungan makna apa yang dapat nantinya diketahui.

1.4.2 Teori

Sebagaimana pokok masalah yang telah menjadi acuan penelitian ini yaitu:

(1) latar belakang sejarah Kesultanan Deli Untuk menghiasi masjid Al-Mashun mengambil sejumlah ornamen bergayakan Negara-negara Islam, (2) tidak mendominasikan Khas motif-motif melayu asli, dan (3) kesimpulan tujuan ornamen keseluruhan sebagai konsep satu makna, dengan demikian penulis harus dapat memegang acuan teoritis yang terkait pada pokok masalah.

Beberapa teori yang tepat digunakan sesuai pada pokok masalah adalah beberapa pendekatan teori, seperti teori antropologi dan teori semiotika.

F. Ratzel (1844-1904), teori difusi, yang pernah mempelajari berbagai bentuk senjata busur diberbagai tempat di Afrika, dan juga unsur-unsur kebudayaan lain, seperti bentuk rumah, topeng, pakaian dan lain-lain. Beliau menemukan adanya persamaan bentuk dari wujud kebudayaan saling berhubungan. Dalam kajian kebudayaan tentu adanya hubungan yang tidak dapat dipungkiri karena aspek adat istiadat merupakan bentuk sosial komunitas yang tercampur (Koentjaraningrat, sejarah teori antropologi I : 111,2010)

Kebudayaan Melayu adalah budaya yang mengusung nilai-nilai agama Islam sehingga aspek keseniannya harus berlandaskan dan pertimbangan dari agama tersebut. Ornamentasi yang di pakai di masjid Al-Mashun merupakan corak perpaduan ornamen dari Negeri luar yang masih berkaitan dengan agama Islam.

(33)

Keindahan karya seni rupa dari ornamen tersebut tidak sekedar hanya mempercantik masjid Al-Mashun saja, akan tetapi memberikan sesuatu di balik bentuk-bentuk dan penempatan nya yang sesuai terisi kandungan makna tertentu.

Kemaknaan ini dipertimbangkan sesuai dengan pandangan agama Islam.

Pengkomposisian letak, ukuran, media tentu telah diperhitungkan secara matang oleh pihak Kesultanan. Penulis berupaya membuka tanda-tanda dari bentuk- bentuk sederetan ornamen yang ada. Mengupas makna dari tanda-tanda yang beragam wujud dari setiap elemen corak. Tentu akan mendapatkan sebuah prakira bahwa pembuatan ornamen di masjid Al Ma’shun Medan ini apakah telah menendai makna yang menyeluruh, yakni apakah cenderung memberikan identitas nilai-nilai kebudayaan melayu deli, karena kita juga tahu bahwa ada ornamen lokal asli yang dimiliki oleh suku budaya melayu sendiri.

Koentjaraningrat menyebutkan yang berhubungan dengan fakta kejadian, gejala masyarakat yang dapat di usut secara ilmiah dengan metode observasi, mengelola, melukiskan fakta yang tejadi dari masyarakat yang hidup. Dengan ini penulis mencoba menghubungkan sepintas kesejarahan agar hubungan apa yang dijadikan sumber kajian merupakan faktuil yang dapat sebagai informasi ilmiah yang berharga. Sejarah yang terkait dalam kajian ini melingkupi Kebudayaan melayu deli sebagai arah untuk melihat pendekatannya terhadap kesenian yang digunakan.

Sejarah merupakan rentang benang merah yang harus dihubungkan untuk mendapatkan alur kajian ini namun demikian ada yang dikonsentrasikan penuh sebagai titik analisis ini yaitu makna dari karakteristik ornamen. Sesuai dengan

(34)

maksud sasaran penelitian ini maka penulis mengintensitaskan kepada makna atau kajian semiotika.

Sejumlah pakar semiotika mengemukakan teori-teori untuk mengkaji persoalan tanda. Penulis hanya memilih seorang tokoh semiotika yaitu Charles Sanders Peirce. Beliau menyatakan tanda adalah mewakili sesuatu bagi seseorang berikutnya mengaitkan hubungan secara konvensi. Tanda tidak pernah berupa suatu entitas sendirian, yaitu memiliki ketiga aspek.

Berdasarkan objeknya Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah hubungan yang bersifat bersamaan bentuk alamiahnya. Dengan kata lain tanda dan objek bersifat kemiripan, misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dengan penanda yang bersifat kausal atau sebab akibat. Contoh adanya asap tentu adanya api. Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah penanda dengan petandanya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (kesepakatan) masyarakat.

Ornamen merupakan bahasa visual dalam kelompok simbol. Di dalamnya ada kaitan bentuk-bentuk sederhana yang bertujuan mendapatkan pemikiran yang sama agar digunakan sesuai kehendak bersama. Dari setiap bentuk deformatif alamiah mengisyarakatkan atau mengartikan sesuatu sebagaimana kaidah kultural.

Piece juga mengembangkan tanda menjadi sepuluh. Kaitannya dengan kajian penulis adalah ornamen maka yang lebih dekat yaitu Iconic Legisign, dan Rhematic Symbol.

1.4.2.1 Teori Difusi.

(35)

Dalam kajian kebudayaan keterikatan relasi manusia dan alam sekitarnya tidak terlepas bagaimana manusia berinteraktif serta melakukan upaya mempertahankan kehidupan yang berkelanjutan.

Pesebaran kebudayaan yang disebabkan adanya migrasi manusia, akan menularkan atau mempengaruhi budaya sebelumnya pada daerah yang baru dihuni. Sebaliknya pendatang yang membawa budaya dari luar atas bentuk interaksi sosial juga terpengaruh. Saling mempengaruhi ini sehingga menumbuhkan budaya campuran di sebut dengan Difusi.

Kontribusi wilayah kajian difusi bukan terhadap aspek historis budaya melainkan geografi budaya. Graebner seorang difusioner menyatakan bahwa semua regularitas proses budaya merupakan hukum dari kehidupan mental dan studi tentang ini dapat dilakukan melalui psikologi budaya. Studi psikologi budaya lebih kearah survival (kelestarian) budaya dari tempat satu ketempat yang lain.

Survival budaya berarti ketahanan, dan itu bukan persoalan fungsi semata.

Survival sebuah daya eksistensi budaya. Survival tidak lain merupakan daya tahan budaya tersebut setelah mendapatkan pengaruh budaya lain sehingga menimbulkan makna baru. Setelahnya makna baru tersebut tak lain merupakan fungsi baru budaya tersebut.

Perluasan perkembangan agama Islam setelah mulai masuk ke Indonesia, terjadi sirkulasi budaya pendatang dan budaya asli lokal. Islam sebelum menanamkan akar ajarannya kemasyarakat, terlebih dahulu mempelajari sifat budaya lokal. Dengan berdagang dimulailah kontak sosial. Kepentingan pokok

(36)

hidup adalah kepentingan sosial secara umum. Kontak sosial seperti ini mendapatkan gambaran budaya lokal, tentu menjadi sebuah celah untuk menyusupkan ajaran-ajaran dengan cara berdakwah.

Berawal ajaran Islam menenamkan Tauhid (mengenal Allah yang patut di sembah), semula menstirilisasi atau mengakumulasikan budaya lokal yang dapat sebagai jembatan untuk memahami ketauhidan tersebut. Langkah berikutnya kebudayaan Islam mulai disisipkan sedikit demi sedikit. Dalam hal ini terjadi akulturasi yang terkadang lebih kompleks serta akhirnya membentuk Multikultural.

Penulis berupaya untuk melihat alur kebudayaan sejauh yang dapat diketahui dengan harapan mendapatkan mata rantai sejarah dan tentunya terkait hubungan kuat dalam penelitian ini.

1.4.2.2 Teori Semiotika

Dalam mengkaji bentuk-bentuk ornamen masjid Raya Al-Mashun Medan dibutuhkan penelaahan dari kaca mata seni rupa yang mengupas kandungan makna yang ada didalamnya. Penulis memfokuskan terhadap kajian semiotika atau teori tanda dalam usaha untuk memahami kandungan makna apa yang ada didalam ornamen-ornamen di masjid Raya Al-Mashun Medan.

Penulis harus memilih teori yang cukup dekat dengan kajian penelitian ini, penulis memilih teoritis yang tepat adalah Charles Sanders Peirce yang mengemukakan tentang tanda. Tanda adalah bahasa, ornamental yang ada di masjid Raya Al-Mashun tersebut bukan sekedar persoalan bentuk-bentuk yang

(37)

indah. Bentuk-bentuk tersebut di rancang atas konsep ide yang membutuhkan maksud dan tujuan.

Gagasan penciptaan visual art (seni rupa) tentu dilandasi konsep yang mengaitkan maksud yang akan di capai oleh media sebagai hasil karya seni.

Maksud sebagai tujuan gagasan itulah adalah isyarat, Peirce menyebutnya sebagai bahasa. Tentu bahasa inilah kontens makna yang dipresentatifkan oleh Peirce sebagai sasaran.

Menurut Peirce, Semiotika bersinonim dengan logika, manusia hanya berpikir dalam tanda. Tanda dapat dimaknai sebagai tanda hanya apabila ia berfungsi sebagai tanda. Fungsi esensial tanda menjadikan relasi yang tidak efisien menjadi efisien baik dalam komunikasi orang dengan orang lain dalam pemikiran dan pemahaman manusia tentang dunia. Tanda menurut Pierce kemudian adalah sesuatu yang dapat di tangkap, representatif, dan interpretatif.

Bagi Peirce, tanda “ is something which stands to somebody for something in some respect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh pierce disebut Ground. Konsekwensinya, tanda (sign atau representamen), selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, objek, dan interpretant, yang dikenal sebagai triangle meaning.

(38)

Gambar 1. triangle meaning

Pierce mengklasipikasikan tanda yang dikaitkan pada ground dan menjadi tiga bagian yakni, qualisign, sinsign dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda misalnya kata-kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda misalnya, kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia (Sobur,Alex, 2004:41).

Charles Sanders Peirce menyatakan tanda adalah mewakili sesuatu bagi seseorang berikutnya mengaitkan hubungan secara konvensi. Tanda tidak pernah berupa suatu entitas sendirian, yaitu memiliki ketiga aspek. Berdasarkan objeknya Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol).

Ikon adalah hubungan yang bersifat bersamaan bentuk alamiahnya.

Dengan kata lain tanda dan objek bersifat kemiripan, misalnya potret dan peta.

Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dengan penanda yang bersifat kausal atau sebab akibat. Contohnya adanya asap tentu adanya api. Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah

(39)

penanda dengan petandanya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (kesepakatan) masyarakat.

Ornamen merupakan bahasa visual dalam kelompok simbol. Di dalamnya ada kaitan bentuk-bentuk sederhana yang bertujuan mendapatkan pemikiran yang sama agar digunakan sesuai kehendak bersama. Dari setiap bentuk deformatif alamiah mengisyarakatkan atau mengartikan sesuatu sebagaimana sistem kultural.

Piece juga mengembangkan tanda menjadi sepuluh. Kaitannya dengan ornamen yang lebih dekat adalah Iconic Legisign, dan Rhematic Symbol.

Iconic Legisign yakni tanda yang mendekati kemiripan, misalnya foto, diagram, peta, serta tanda baca. Ornamen adalah representatif bentuk yang telah berobah dari bentuk-bentuk alamiah seperti tumbuhan, makluk hidup, alam benda dan fenomena alam semesta. Kaitan tanda terhadap objek visual terkadang jauh dari kemiripan, namun ide akar dasarnya terjadi atas konsepnya.

Rhematic Symbol atau symbolik rheme, yakni tanda yang dihubungkan dengan objeknya melalui asosiasi ide umum. Misalnya seseorang akan mengatakan harimau apabila melihat kain beludru bercorak belang hitam berdasar kuning. Asosiasi tanda ini karena telah mengenal betul subjek yang dipahami.

Ornamen masjid Al-Mashun Medan dengan sejumlah tipe ornamen, jika di lihat jauh setiap bagian bentuknya akan terdapat objek-objek yang dapat dikelompokkan kepada sesuatu benda atau sifatnya.

Penulis melihat ornamen sebagai bagian seni yang istimewa, sehingga menjadi persoalan pada penelitian ini. Penelitian ini terletak pada seluruh aspek yang melekat terhadap ornamen (kajian seni rupa), tentunya keterkaitan media

(40)

seperti latar belakang penciptaan (sumber ide), bahan yang digunakan, teknik pembuatan, praktisi dan berikutnya kepada makna.

Unsur rupa yang terdapat di setiap elemen ornamen adalah menjadi kajian penelitian. Setiap bagian ornamen terdapat bagian-bagian yang menjadi bagian keseluruhan. Bagian ini dapat digolongkan yakni, bagian utama (main), bagian pendukung (second), bagian pelengkap (complement).

Bagian utama melingkupi gambar, bentuk, media, ukuran yang berhubungan dengan vocal point atau sasaran yang diutamakan yang harus didiskripsikan. Presentasi analisa harus mendapatkan faktor yang dapat dipahami oleh umum. apabila penulis tidak melihat kategori umum atau hanya penulis saja yang dapat memahami, di kwatirkan akan membuat persepsi baru. Kategori umum ini dapat di lihat berdasarkan konsep Iconic Legisign.

Bagian pendukung melingkupi bagian-bagian yang di anggap penulis sebagai pendamping sehingga media atau objek terasa dilebihkan. Meski terkadang pendukung ini manjadi hal terpenting, di lihat dari elemen yang di gunakan, misalnya ornamen bunga mawar (sebagai objek), tanpa lengkap adanya daun dan tangkai. Daun-daun dan tangkai tersebut begitu pentingnya terhadap kembang mawar. Dengan adanya kelengkapan keseluruhan maka utuhlah bunga mawar tersebut meski di lain hal tanpa daun dan tangkai pun bunga mawar ini tetap menjadi vocal point.

Bagian pelengkap diartikan juga sebagai bagian pengisi atau pendamping.

Biasanya diletakkan pada latar belakang apabila ornamen berbentuk gambar baik pada dataran rata mau pun dataran tidak rata (relief). Pelengkap ini cenderung

(41)

lebih memadatkan atau memberikan ruang seakan penuh. Nilai tambah terhadap ornamen menjadi lebih, kemewahan dapat terbantu.

1.4.2.3 Teori Seni Rupa (visual art)

Untuk menganalisis struktur bentuk ornamen beserta aspek lainnya dalam kaitan penelitian ornamen masjid Al-Mashun Medan ini, tentunya penulis menggunakan ayakan teori seni rupa. Aspek kaitannya terhadap bentuk, media, ukuran, warna, tekstur, letak, serta konsep desain. Seni rupa digolongkan pada dua sifat dari presentatifnya. Yang pertama adalah seni rupa hanya untuk ekspresi, sehingga setiap karya yang dihasilkan digolongkan pada seni murni. Murni berarti tidak dilatar belakangi kehendak tertentu yang bersifat pada kegunaan. Seperti karya lukis, patung, dan relief. Yang kedua adalah seni rupa terapan atau di buat sengaja untuk difungsikan atau bersifat kegunaan.

Pada dasarnya semua manusia memiliki sense of beauty yaitu dapat merasakan keindahan terhadap sesuatu. Keindahan ini bersifat subyektif sehingga kwalitas keindahan tidak di ukur dengan satu cara. Banyak aspek yang dapat di lihat untuk mendapatkan velue estetika didalamnya serta pertimbangan wujud objek sebagai hasil yang di capai. Proses penciptaan juga mendapatkan pertimbangan yang kuat dalam kontribusi nilai karya, terutama pelaku utama sebagai orang yang menciptakan.

Derajat atau martabat karya lebih banyak bersentral terhadap bagaimana seseorang memulai sebuah proses penciptaan dengan menyinggung sejumlah latar belakangnya. Perhitungan nilai tinggi rendahnya yang ditemukan di dalam sebuah karya seni rupa terletak pada gagasan ide yang mencerminkan daya serap

(42)

seseorang memahami lingkungannya. Untuk mengkaji sejarah terkadang orang- orang yang berkaitan langsung terhadap hasil sebuah karya seni hampir tidak diketemukan. Banyak para pakar antropologi tidak banyak menemukan (missing link) siapa sebenarnya yang membuat atau yang menciptakan ornamen-ornamen yang sangat indah itu. Hanya ada beberapa bangsa saja menuliskan orang-orang yang membuat karya-karya fenomenal tersebut. Pastinya mereka adalah manusia sebagai makluk hidup, memiliki nilai-nilai luhur yang diemban karena mereka memiliki hubungan saling merasakan di dalam konteks kepentingan yang sama.

Keindahan menurut bangsa Yunani adalah sesuatu yang logis di cerna oleh panca indra untuk mendapatkan kebaikan. Plato sendiri menyebutkan watak yang indah termasuk juga hukum yang indah. Sementara Aristoteles merumuskan keindahan segala sesuatu yang baik serta menyenangkan. Bangsa Yunani mengatakan keindahan dalam arti estetis disebut symmetria untuk keindahan berdasarkan penglihatan (pada karya pahat dan arsitektur). Menurut bangsa Yunani keindahan dalam arti luas meliputi keindahan seni, keindahan alam, keindahan moral, keindahan intelektual (web,2012).

Sifat manusia mencari kenikmatan hidup lewat rasa keindahan sudah merupakan lahiriah yang sudah ada dalam diri setiap orang. Pemahaman keindahan dalam diri manusia merupakan kodrati alamiah. Manusia dapat merasakan esensi keindahan di balik bentuk-bentuk seni dengan menelaah bagian- bagian tertentu yang dapat membangkitkan sense of beauty. Hubungan merasakan keindahan lewat karya seni di bangun oleh pengalaman hidup seseorang untuk menangkap sesuatu di sekitar lingkungannya. Sebagai pengalaman batin

(43)

keindahan tersebut membentuk manusia untuk berkarya, maka lahirlah ungkapan melalui seni.

Pembagian keindahan memang cukup luas dan jawabannya beragam pernyataan. Sortais menyatakan bahwa keindahan ditentukan oleh keadaan sebagai sifat obyektif dari bentuk (l’esthetique est la science du beau). Lipps berpendapat bahwa keindahan ditentukan oleh keadaan perasaan subyektif atau pertimbangan selera (die kunst ist die geflissenliche hervorbringung des schones), (web,seni dan estetika,2012).

Keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kwalita pokok tertentu yang ditemukan terhadap sesuatu hal, apakah bersifat yang tampak, di dengar, di sentuh dan lain sebagainya. Bagian kwalita seni rupa mencakup kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan (symetry), keseimbangan (balance) dan perlawanan (contrast).

Yunity atau sering di sebut dengan perpaduan seluruh kapasitas seni yang terbangun di dalam sebuah karya seni rupa. Kesatuan ini mencakup media, bentuk seni, makna serta konsep yang terpadu. Harmoni atau keselarasan atau keserasian, bahwa dalam karya seni rupa dapat menunjukkan bagian-bagian penting dan tidak penting sehingga diketahui mana yang harus memberikan nuansa estetika.

Symetry adalah kesetangkupan. Pengertiannya adalah seluruh kapasitas objek seni saling terkait dan berhubungan. Balance atau keseimbangan adalah ukuran tata letak objek, tekanan warna dan lain sebagainya. Pertimbangan estetika seringkali berpusar pada persoalan keseimbangan. Namun banyak juga teori tidak mempersoalkannya, karena hal itu dikaitkan pada norma realisme sedangkan

(44)

karya abstrak sering tidak memperdulikan persolan keseimbangan. Contrast atau perlawanan dapat berupa objek maupun konsep.

Pertimbangan membuat karya dalam karya seni rupa tidak hanya mengukur nilai estetika semata, tetapi harus dilalui dengan ukuran logika. Konsep alamiah yang terkait antara manusia dengan lingkungannya tidak akan terlepas hubungan secara rasional. Salah satu contoh ketika manusia butuh perlindungan atau tempat tinggal. Sebelumnya manusia memahami kepentingan dirinya dengan sesuatu diluar dirinya salah satu contohnya seperti cuaca. Dengan pengalaman hidup dari gejala alam sehingga manusia harus beradaptasi dengan mengikuti keadaan yang ada disekitarnya. Maka tempat tinggalnya disesuaikan sebagaimana dapat melindungi mereka dari sifat-sifat alamiah yang mengharuskan manusia berpikir dan bertindak sesuai kehendak alam. Dengan demikian manusia harus merancang tempat tinggalnya layaknya sebagaimana dapat melindungi keluarganya dan disesuaikan pada konstruksi yang memadai. Tentunya logika ini dipakai untuk mendesain agar bentuk yang diinginkan harus layak difungsikan.

Konteks penelitian ini tertuju pada ornamen masjid Al-Mashun dan kandungan maknanya, maka jika dilihat bahwa seluruh imajinasi yang ada pada setiap wujud ornamen tidaklah sesederhana yang dibayangkan oleh segelintir orang. Ornamen- ornamen yang berada dimasjid Al-Mashun Medan kelihatannya memang sangat indah, tetapi kita juga harus sadar bahwa setiap objek ornamen yang melekat dilalui dengan hukum logika. Logika dalam hal ini tentunya adalah Desain.

Desain atau merancang tidak terlepas dari sejumlah program atau perencanaan yang akan disesuaikan kepada kemedia aplikasinya.

(45)

1.5 Metode Penelitian 1.5.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif yakni menggambarkan atau mengamati fakta-fakta pisik yang terdapat pada media ornamen yang berada di masjid raya Al-Mashun, dan tidak menggunakan metode statistik. Analisa dan teknik pengolahan data menggunakan metode deskrispsi kualitatif. Bagaimana penulis menguraikan data faktuil dalam kaca mata seni rupa untuk mendapatkan latar belakang konsep ornamen majid Al-Mashun Medan.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara serta mencakup sarana lain seperti dokumen, buku, foto dan video. Metode deskriptif kualitatif ini melihat serta menguraikan struktur bentuk-bentuk ornamen serta kandungan makna didalamnya. Menurut Strauss & Corbin, Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkapkan dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun belum diketahui atau baru sedikit diketahui (2003 : 5).

Metode di atas digunakan sesuai dengan permasalahan yang dianalisis, untuk melihat sejumlah ornamen sebagai fenomena makna. Sejauh mana karakteristik ornamen yang berada di masjid Al Mashun setelah berada ditengah- tengah masyarakat heterogen. Hubungan terhadap masyarakat suku Melayu sendiri serta masyarakt kalayak umum sebagai konteks sosial dalam memahami ornamen masjid Al-Mashun.

Qualitative research is an interdisiplinary, transdisiplinary, and sametimes counterdisiplinary field. It crosscuts the humanities and the social and physical sciences. Qualitative research is many things at the same time. It is multiparadigmatic in focus. Its practinioners are sensitive to the value of the

(46)

multimethod approach. They are commited it the naturalistic perspective, and the interpretive understanding of human experience. At the same time, the field is inherently political and shaped by multiple ethical and political positions (Nelson and Grossberg, 1992 : 4)

Penyampaian di atas dapat diartikan secara garis besar bahwa penelitian kualitatif umumnya melihat aspek manusia di dalam masyarakat atau kelompok.

Dan tidak di dalam kelompok peneliti. Nelson dan Grossberg menyampaikan penelitian kualitatif banyak hal yang harus di lihat di dalam fenomena kehidupan manusia, seperti tentang nilai, fungsi sosial serta terkadang politik. Lingkup budaya menjadi intensitas yang paling berarti untuk dapat diketahui sebagaimana proses konteks peristiwa manusia.

Sejalan dengan perkembangan masyarakat dengan kepentingan- kepentingan sosial yang ada, kehidupan tidak akan lepas dari hal-hal yang menyangkut fungsi serta nilai-nilai yang tumbuh. Pertumbuhan serta fungsi tersebut diperdayakan dalam rangka untuk melangsungkan pertahanan hidup, namun di satu sisi lain ada yang belum semuanya sempurna. Akibatnya muncullah masalah-masalah di tengah-tengah masyarakat. Demikian budaya tersebut bergerak dalam pencapaian keinginan besar membangun sesuatu yang hak.

Kehidupan adalah fenomenologis alam, manusia, lingkungan dan alam semesta adalah ikatan yang tidak akan dapat terpisahkan.

Ornamen merupakan citra kinginan yang diciptakan oleh leluhur sebelumnya untuk kepentingan nilai-nilai tersendiri di tubuh masyarakatnya.

Meski keindahan bentuk sebagai vigura (bingkai hiasan), akan tetapi ornamen di

(47)

buat bukan sekedar penghias, tetapi sebuah atribut atau pengingat akan adanya ikatan-ikatan manusia dan lingkungannya.

Penulis berusaha memfokuskan penelitian ini dengan harapan tidak meluas sehingga dikuatirkan dapat mengkaburkan tujuan arah titik temuan yang diharapkan. Rencana penelitian di desain atau di buat rancangan secara ekonomis.

Penelitian lapangan (fiel work) adalah menjadi fokus utama untuk menganalisis ornamen pada masjid Al-Mashun atau masjid Raya yang berada di wilayah kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Latar belakang keilmuan sarjana yang penulis peroleh, yaitu sarjana seni rupa, maka batasan penelitian ini tentunya di seputar bahasan seni rupa. Namun tentunya ketika kita membicarakan seni sudah tentu dibicarakan pula tentang manusia. Seni tumbuh karena manusia ada. Seni adalah bahagian dari kehidupan manusia. Dengan demikian penulis harus mendapatkan akar hubungan konteks manusia dan seni yang berada didalamnya. Tentunya sesuai permasalahan yang ada pada penelitian ini.

1.5.2 Penelitian Lapangan

Penelitian kebudayaan dan seni dibutuhkan penelitian lapangan (fiel work), penulis melakukan penelitian ini mengenai analisis karakteristik ornamen masjid Al-Mashun di Medan. Sehubungan dengan disiplin ilmu budaya yang diikuti yaitu pasca sarjana (S2) Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni di Universitas Sumatera Utara, tepatnya adalah penelitian lapangan.

Setting atau lingkungan riset pada penelitian ini adalah lingkungan Noncontrived setting atau lingkungan kenyataan ( fiel setting ). Penulis kelapangan untuk mendapatkan seluruh data melakukan observasi dan

(48)

wawancara. Observasi adalah bagaimana penulis melakukan pengamatan objek secara langsung dengan melihat, menyentuh, mendokumentasikan melalui video dan foto, mencatat. Wawancara dilakukan degan memilih sejumlah informan yang di pilih penulis sebagai nara sumber (key people) untuk mendapatkan data singkat sejarah latar belakang penciptaan ornamen masjid Al-Mashun serta tafsir maknanya.

1.5.3 Fokus Penelitian

Adapun fokus penelitian ini adalah pada bentuk-bentuk ornamen serta kandungan maknanya, diklasipikasikan sesuai konsep dan medianya sebagai berikut :

1. Konsep bentuk dasar ornamen yang telah dideformatif atau berobah dari bentuk asli alamnya.

2. Konsep bentuk imajinatif yang dikembangkan menjadi bentuk-bentuk baru.

3. Media ornamen serta penempatan letak di salah satu lokasi di masjid Al- Mashun.

4. Klasipikasi bentuk ornamen (utama atau pendukung).

5. Makna satuan ornamen dan makna keseluruhan ornamen.

1.5.4 Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi dan wawancara.

Sumber data yang dibugunakan adalah data primer dan data skunder. Data primer adalah data yang diperoleh penulis dari wawancara dan observasi kelapangan.

Sedangkan data skunder adalah data yang diperoleh dari pustaka baik teori-teori yang dikemukakan dari buku-buku atau literatur lain yang bersifat tidak langsung.

Gambar

Gambar  25,  pagar  berornamen  bintang  bersegi  enam  dan lingkaran  (sket  ulang  dari  foto  koleksi  pribadi)
Gambar  42,  frame  serambi  bermotif  kuntum  bunga  dan  daun terdapat  dibangunan  utama masjid  dilorong serambi (foto koleksi pribadi)
Gambar  44,  motif  geometris  terdapat  pada  relief  resplang  dan  gigi-gigi  di  kepala  tiang  serambi  (foto koleksi pribadi)
Gambar dilangit- dilangit-langit

Referensi

Dokumen terkait

Hendro Gunawan, MA

Sistem ini digunakan untuk mengurusi administrasi tunjangan biaya kesehatan yang ditanggung oleh perusahaan jika ada karyawan yang sakit dan kemudian berobat di rumah sakit atau

Hendro Gunawan, MA

Oleh sebab itu, perpustakaan memerlukan katalog yang bisa memudahkan peminjam buku sehingga mereka tidak mengalami kesulitan dalam memilih dan mencari buku yang diinginkan

[r]

Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komputer di bidang permainan dan grafis menjadi daya tarik tersendiri bagi penulis, sehingga penulis mengambil topik pembuatan

Pemantauan dan evaluasi output dan tindak lanjut (Contoh: salah satu produk PJM adalah hasil audit mutu maka diperlukan analisis hasil audit dan temuan yang kurang bermutu

Reduced serotonergic activity has been implicated in the impulsive/ aggressive personality disorders for over two decades in studies of CSF serotonin metabolites,