• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 KEADAAN DAERAH PENELITIAN

4.4 Kondisi Perikanan

4.4.1 Keragaan perikanan Kota Jakarta Utara

Sebagai bagian dari program pengembangan perikanan di kawasan Jakarta Utara, pemerintah setempat telah membangun berbagai prasara dan sarana pendaratan ikan. Seluruh aktivitas kapal perikanan yang ada di wilayah Jakarta Utara dilayani oleh beberapa pelabuhan perikanan yang tersebar disepanjang pantai utara, mulai dari TPI Kamal Muara di sebelah barat sampai ke TPI Cilincing di sebelah timur. Kapasitas setiap pelabuhan tidak sama, tergantung pada program pemerintah daerah tentang lokasi pusat kegiatan perikanan yang akan dikembangkan. Sesuai dengan kapasitas yang direncanakan, maka fasilitas yang dimiliki setiap pelabuhan juga disesuaikan; meskipun pada kenyataan ada beberapa pelabuhan yang selalu tidak dapat mengejar kecukupan fasilitasnya jika dibandingkan dengan beban yang harus ditanggungnya. Klasifikasi semua TPI di Wilayah Kota Jakarta Utara dicantumkan dalam Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Tempat Pendaratan Ikan (TPI) di Wilayah Kota Jakarta Utara No. TEMPAT PENDARATAN IKAN (TPI) KOORDINATOR ADMINISTRATIF DAN OPERASIONAL KAPASITAS TAMBAT LABUH FASILITAS LOKASI (1) (2) (3) ¾ (4) ¾ (5) (6)

1. Muara Baru UPT Pengelolaan

Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan ¾ Darmaga Barat: 40 s/d 80 kapal ukuran > 30 GT ¾ Darmaga Timur: 80 kapal (ukuran: > 80 GT)

¾ Penataan Gelombang Barat 760 m2, timur 290 m2

¾ Kolam pelabuhan seluas 10 ha

¾ Kawasan Industri dan Perkantoran

¾ Dermaga lebar 6 m panjang 475 m dan kedalaman 4,5 m

Kelurahan Penjaringan Kecamatan Penjaringan

2. Muara Angke UPT Pengelolaan Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan 500 kapal dengan ukuran 10 s/d 80 GT

¾ Tempat Pelelangan dan Kantor: 1.420 m2

¾ Kolam pelabuhan: 63.993 m2

¾ Dermaga beton 176 m2

¾ Tanggul pemecah gelombang: 2.250 m2

¾ Tempat pengepakan ikan: 33 unit

¾ Tempat pengecer Ikan:341 m2

¾ Kios/gudang/kantor: 40 unit

¾ Gudang alat-alat perikanan: 5 unit

¾ Pos penjagaan: 1 unit

¾ Kios ikan bakar: 24 unit

¾ Gedung workshop: 1 unit

¾ Waserda TA: 1 unit

Kelurahan Pluit Kecamatan Penjaringan

124 Lanjutan Tabel 4.10

(1) (2) (3) ¾ (4) ¾ (5) (6)

3. Kamal Muara Walikota Jakarta Utara ¾ 10 s/d 15 motor tempel (ukuran: dibawah 10 GT)

¾ Kantor pelelangan ikan:75 m2

¾ Gedung pelelangan ikan (TPI): 200 m2 (jumlah lapak 40 unit diisi oleh 40 pedagang)

¾ Gedung pengecer ikan: 75 m2

¾ Dermaga kayu sepanjang 50 m2

¾ Kolam pelabuhan: 30 m2

Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan

4. Kali Baru Walikota Jakarta Utara ¾ 10 s/d 15 motor tempel (ukuran: dibawah 10 GT)

¾ Luas lahan: 2.084 m2

¾ Kantor: 40 m2

¾ Gedung Pelelangan: 200 m2 (jumlah lapak 82 unit diisi oleh 31 pedagang)

¾ Tempat Penjualan Ikan: 1.400 m2

¾ Dermaga: 35 m2

Kelurahan Kali Baru Kecamatan Cilincing

5. Cilincing Walikota Jakarta Utara ¾ 10 s/d 15 motor tempel (ukuran: dibawah 10 GT) ¾ Luas lahan: 1.100 m2 ¾ Gedung Pelelangan+kantor: 500 m2 ¾ Dermaga: 200 m2 Kelurahan Cilincing Kecamatan Cilincing Sumber: SK Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 4.022/1999

Keterangan: penyelenggara Pelelangan Ikan di:

¾ TPI Muara Baru : Koperasi Mina Baruna dan Koperasi Muara Makmur

¾ TPI Muara Angke : Koperasi Mina Jaya

¾ TPI Kamal Muara : Sudin Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara

¾ TPI Kali Baru : Sudin Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara

Dari Tabel 4.10 tampak bahwa terdapat tiga TPI di Kecamatan Penjaringan (masing-masing satu TPI di Kelurahan Kamal Muara, Kelurahan Pluit, dan Kelurahan Penjaringan) dan dua lainnya di Kecamatan Cilincing. Jika diukur lewat laut, jarak antara TPI Kamal Muara dengan TPI Muara Angke sekitar 6 km (lewat darat jaraknya dua kali lipat sekitar 12 km), TPI Muara Angke ke TPI Muara Baru sekitar 3,6 km, TPI Muara Baru ke TPI Kali Baru sekitar 13 km, dan TPI Kali Baru ke TPI Cilincing sekitar 2,4 km

Jarak antara TPI Dadap dengan TPI Kamal Muara sekitar 700 m jika ditempuh lewat laut dan sekitar 4 km jika ditempuh lewat darat. Jarak yang begitu dekat jika dilihat dari laut telah menyebabkan kurang efisiennya penggunaan TPI tersebut dan terjadinya pemborosan fasilitas (prasarana dan sarana pelabuhan)..

Pada saat ini, meskipun telah dilakukan klasifikasi kapasitas tambat labuh dari setiap TPI yang ada di kawasan Jakarta Utara, tetapi tetap saja telah terjadi antrian yang cukup signifikan. Di PPSJ Muara Baru, pada saat musim ikan, antrian bongkar muat palka ikan dapat mencapai 10 jam, sedangkan di PPI Muara Angke lama waktu antrian mencapai 7 jam. Kasus terjadinya antrian ini antara lain disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:

(1) jumlah kapal ikan yang berlabuh melebihi kapasitas tambat, sehingga beberapa kapal harus menunggu di luar kolam pelabuhan;

(2) proses bongkar hasil tangkapan yang memerlukan waktu lebih lama untuk kapal ikan yang membawa hasil tangkapan lebih banyak (tidak ada keseragaman);

(3) proses muat perbekalan juga memerlukan waktu yang berbeda-beda sesuai dengan ukuran kapal dan lama waktu penangkapan ikan di laut; (4) kecepatan proses lelang sangat tergantung pada kelancaran proses

bongkar muat, keberadaan para pembeli, dan kondisi pasar ikan (konsumen).

Besarnya minat pemilik kapal ikan atau nakhodanya untuk mendaratkan hasil tangkapannya di TPI Muara Angke dan Muara Baru antara lain disebabkan oleh fasilitas bongkar muat dan harga jual ikan yang diperolehnya. Sehingga

kapal yang berlabuh tidak hanya yang ber-KTP Jakarta tetapi juga dari daerah- daerah lainnya. Kebijakan menerima kapal dari luar daerah ini secara ekonomi memang dapat menambah nilai retribusi dan meningkatkan volume aktivitas ekonomi di sekitar TPI tersebut, tetapi jika berlebihan akan juga menjadi tidak efisien karena waktu (dan otomatis kesempatan untuk berusaha) menjadi hilang.

Limpahan antrian kapal ikan yang berlabuh di TPI Muara Angke dan TPI Muara Baru tersebut tidak secara otomatis dapat ditampung oleh TPI-TPI disebelahnya (baik di barat maupun di timurnya). Hal ini disebabkan oleh fasilitas yang tersedia belum memadai. Dengan demikian, untuk menyelesaikan masalah tersebut antara lain adalah:

(1) membangun dan atau melengkapi fasilitas bongkar muat untuk kapal ikan dan sarana transportasi darat yang terlibat dalam sistem TPI tersebut; (2) membangun dan atau meningkatkan kapasitas dan kualitas prasarana dari

TPI ke lokasi pasar, baik untuk pemasaran ikan maupun untuk pembelian perbekalan lainnya;

(3) melakukan pengelolaan terpadu diantara penaggungjawab operasional TPI-TPI tersebut sehingga setiap akan timbul masalah di setiap TPI tersebut dapat langsung diantisipasi sebelumnya;

(4) menerapkan penegakkan hukum secara tegas, adil, dan transparan.

Kebutuhan ikan konsumsi di Provinsi DKI Jakarta dengan asumsi jumlah penduduk sekitar 9,5 juta jiwa, dan besarnya tingkat konsumsi sebanyak 22,3 kg/kapita/tahun adalah sebesar 580 ton per hari (Disnakkanlut 2005). Jumlah kebutuhan tersebut dipenuhi oleh ikan lokal dan dari luar daerah, dengan proporsi masing-masing dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11. Distribusi ikan konsumsi di DKI Jakarta tahun 2005.

No. ASAL IKAN JUMLAH PERSENTASE

1 Ikan laut segar lokal 188,26 ton 32,46 % 2 Ikan laut segar luar daerah 159,74 ton 27,54 %

3 Ikan tawar 116 ton 20 %

4 Ikan asin/olahan 58 ton 10 %

5 Ikan kaleng 58 ton 10 %

Asal ikan laut segar yang didatangkan ke Jakarta berasal dari daerah perikanan (fishing ground) di sekitarnya. Menurut Disnakkanlut (2005), daerah perikanan tersebut adalah perairan-perairan Bangka Belitung, Sumatera, Selat Karimata, Laut Jawa, Kalimantan Barat, Kepulauan Natuna, Teluk Jakarta dan Karawang, serta Karimun Jawa.

Data jumlah kapal ikan di Kota Jakarta Utara dari tahun 1992 sampai 2001 dicantumkan dalam Tabel 4.12.

Tabel 4.12. Data jumlah kapal ikan di Kota Jakarta Utara tahun 1992-2003

Sumber: Disnakkanlut (2002) dan *) Disnakkanlut (2004)

Dari Tabel 4.12 tampak bahwa perubahan jumlah kapal tampak nyata dari tahun 1998-1999, terjadi kenaikan mencolok untuk jenis perahu layar (hampir 400 %) sedangkan untuk kapal dengan motor tempel mencapai 200 %. Untuk jenis kapal motor, kondisi sebaliknya terjadi dimana pada periode yang sama telah terjadi penurunan jumlah dari 2.108 menjadi 2.639 unit. Kemungkinan perubahan ini dipicu oleh terjadinya perubahan nilai mata uang rupiah terhadap nilai US$ yang menyebabkan terjadinya gejolak ekonomi dan sosial.

Jenis/tahun 92 93 94 95 96 97 98 99 00 01 02*) 03*) Perahu layar 230 230 354 350 219 195 309 1210 852 450 142 111 - Kecil 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - Sedang 174 167 231 221 90 90 143 560 394 208 - Besar 56 63 123 129 129 105 166 650 458 242 Motor Tempel 998 879 989 1.640 1.650 1.215 659 1.325 791 791 526 567 Kapal Motor 1.338 1.542 1.686 1.730 1.745 2.121 2.108 1.639 2.095 2.724 2.123 2.246 -0-5 GT 263 238 278 278 277 833 839 246 466 523 85 97 - 5-10 GT 210 226 223 203 203 375 366 413 585 602 510 538 - 10-20 GT 181 122 284 317 315 189 182 400 544 544 501 538 - 20-30 GT 125 231 124 131 139 201 170 292 253 363 344 376 - >50 GT 490 655 707 731 741 453 477 249 214 647 683 697 Total kapal 2.566 2.651 3.029 3.720 3.614 3.531 3.076 4.174 3.738 3.965 5.357 2.924

Sumberdaya ikan yang dihasilkan oleh Kota Jakarta Utara tidak hanya berasal dari kegiatan penangkapan ikan di laut, tetapi juga berasal dari aktivitas budidaya (baik budidaya ikan maupun jenis kerang-kerangan). Data potensi budidaya perikanan darat dan potensi budidaya kerang hijau di wilayah Jakarta Utara dicantumkan dalam Tabel 4.13 dan Tabel 4.14.

Dari Tabel 4.13 tampak bahwa perikanan budidaya air tawar di wilayah Jakarta Utara didominasi oleh tambak di Kecamatan Penjaringan dan Cilincing serta perikanan di perairan umum yaitu di danau dan situ; kolam hanya seluas 2,7 ha. Jumlah petani ikan sebanyak 168 orang petani tambak dan 65 orang petani ikan di danau. Jumlah petani ikan ini meningkat hampir mencapai 400 %. Luas lahan budidaya bertambah dari 193 ha tahun 2002 menjadi 250,7 ha, dengan tingkat produksi total 170,78 ton.

Aktivitas budidaya ikan jenis lain yang juga menguntungkan adalah budidaya ikan hias. Meskipun jumlah petani ikan hias hanya 7 orang, tetapi jumlah produksi tahun 2003 mencapai 89.025 ekor. Jumlah ini jauh menurun jika dibandingkan produksi tahun sebelumnya yang mencapai 632.615 ekor. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh semakin ketatnya isu lingkungan terhadap ikan hias yang diperoleh dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan.

Aktivitas budidaya laut yang sangat dominan adalah budidaya kerang hijau. Sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.14, budidaya kerang hijau paling banyak dilakukan oleh 404 orang nelayan Kamal Muara, yang mengelola 530 rakit dengan luas areal 102.817 m2. Nelayan Cilincing juga mengembangkan kegiatan yang sama dengan jumlah petani 210 orang dan jumlah rakit 241 serta mencakup luasan 4.452 m2. Meskipun jumlah unit budidaya kerang hijau di Kamal Muara lebih banyak dua kali lipat, tetapi jumlah tenaga kerja yang dapat diserap oleh aktivitas budidaya ini ternyata lebih banyak di Cilincing (1.213 orang) daripada di Kamal Muara (678 orang).

Tabel 4.13. Potensi budidaya perikanan darat di Jakarta Utara tahun 2003.

No. Kecamatan Potensi Budidaya Danau Ikan Konsumsi Ikan Hias

Luas (ha) Petani (orang) Produksi (kg) Kolam (m2) Petani (orang) Produksi (kg) Petani (orang) Produksi (ekor) Bak/AQ (unit) 1. Penjaringan 27.000 11 6.000 7 15.000 60 Tambak 75 40 11.000

Situ Teluk Gong 2 - -

Situ Penjaringan 25 - -

Situ PIK 7 - -

Situ Mega Mall Pluit 1 - -

2. Cilincing 4.000 61 3.700 1 4.000 150 Tambak 81,7 128 140.380 3. Tanjung Priok 2.000 63 8.300 30 42.000 128 D. Papanggo 25 60 5.000 D. Sunter Podomoro 30 5 - 4. Kelapa Gading 1.500 49 2.500 9 22.000 60 D. Kodamar 2 - - 5. Pademangan 5.500 13 2.300 2 4.000 28 Situ Pademangan 1 13 14.400 6. Koja 3.000 25 3.000 4 2.025 13

Situ Rawa Badak 1 - -

Jumlah 250,7 246 170.780 43.000 222 25.800 53 89.025 439

2002 193 62 - 40.413 136 19.810 84 632.615 303

2001 193 62 - 40.413 136 18.611 84 626.050 302

130 Tabel 4.14. Potensi budidaya kerang hijau di Jakarta Utara tahun 2003

No. Lokasi budidaya Bagan tancap Jumlah petani Penyerapan tenaga kerja

Produksi (ton) Rakit Luas (m2)

1. Kelurahan Kamal Muara 530 102.817 404 678 74.160

2. Kelurahan Cilincing 241 4.452 210 1.213 51.500

Jumlah 771 107.269 614 1.891 125.660

2002 735 102.161 603 1.855 122.000

2001 735 102.161 603 1.855 122.000

Untuk mencukupi kebutuhan ikan konsumsi tersebut, Pemerintah DKI Jakarta, khususnya Pemkot Jakarta Utara telah menetapkan berbagai kebijakan pembangunan perikanan, sebagaimana tercantum dalam Perda 3 Tahun 2001, tugas pokok Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta adalah “menyelenggarakan penyusunan, perencanaan, perumusan kebijakan, pelaksanaan dan pengendalian di bidang peternakan, perikanan dan kelautan”. Adapun visinya adalah mewujudkan masyarakat sejahtera melalui pengelolaan sumberdaya peternakan, perikanan dan kelautan yang berwawasan lingkungan secara berkelanjutan; sehingga misi yang diembannya meliputi:

(1) Mencukupi kebutuhan pangan hewani bagi warga DKI Jakarta;

(2) Melindungi masyarakat dari bahaya penyakit yang ditimbulkan/bersumber dari hewan/ternak,

(3) Meningkatkan derajat warga ibukota melalui peningkatan kesehatan; (4) Memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

(5) Menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang produktif; (6) Mengembangkan kelembagaan dan peraturan perundangan;

(7) Pengendalian/pengawasan eksploitasi dan eksplorasi serta penataan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan;

(8) Konservasi, rehabilitasi, pelestarian dan perlindungan sumberdaya perikanan dan kelautan.

Untuk mencapai misi yang diembannya tersebut, Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta telah menyusun kebijakan strategik, sebagaimana tercantum di bawah ini:

(1) Mewujudkan kegiatan peternakan, perikanan dan kelutan sebagai salah satu motor penggerak usaha skala kecil masyarakat yang dapat menyerap banyak tenaga kerja;

(2) Menggugah kesadaran masyarakat untuk melindungi dan merehabilitasi ekosistem perairan laut, sungai dan situ agar dapat dimanfaatkan untuk kegiatan usaha budidaya ikan;

(3) Mendorong penganekaragaman pengolahan hasil peternakan, perikanan dan kelautan yang laku di pasar modern (supermarket) dan ekspor;

(4) Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi peternakan, perikanan dan kelautan untuk usaha, pengolahan dan pemasaran;

(5) Menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi berkembangnya usaha peternakan, perikanan dan kelautan, antara lain: jaminan keamanan, kepastian usaha ekspor;

(6) Meningkatkan pengawasan, pengendalian dan merehabilitasi ekosistem habitat pesisir dan laut.

Dari kebijakan-kebijakan strategik tersebut ditetapkan tujuan pembangunan peternakan, perikanan dan kelautan di Provinsi DKI Jakarta, yaitu: sebagai bagian dari Provinsi DKI Jakarta, Kota Jakarta Utara menetapkan program pengembangan perikanannya terpusat di TPI Muara Angke.

(1) TPI Muara Angke

Muara Angke adalah tempat pendaratan ikan kedua paling besar di wilayah Kecamatan Penjaringan Kota Jakarta Utara, setelah Muara Baru. Muara Angke ternyata tidak hanya diperuntukan bagi kapal yang berbasis di Jakarta, tetapi juga banyak kapal yang berasal dari luar daerah yang mendaratkan hasil tangkapannya di sini. Untuk jenis ikan yang ditangkap dari wilayah penangkapan di perairan Laut Jawa dan sekitarnya oleh kapal yang berlabuh di Muara Angke disebut ikan lokal, sedangkan ikan yang ditangkap di luar kawasan tersebut oleh kapal yang tidak berbasis di pelabuhan Muara Angke disebut ikan luar daerah dan kapalnya disebut kapal andon. Besarnya jumlah ikan yang didaratkan di TPI Muara Angke dapat dilihat pada Tabel 4.15. Dari Tabel 4.15 tampak bahwa jumlah ikan lokal yang didaratkan di TPI Muara Angke tahun 2001 mencapai 7.725 ton, dan terus meningkat tahun 2002 menjadi 8.472 ton, tahun 2003 turun sedikit menjadi 8.163 ton, dan tahun 2004 mencapai jumlah 8.109 ton.

Sementara itu, jumlah ikan luar daerah yang didaratkan di TPI Muara Angke paling banyak terjadi tahun 2003 sebesar 4.047 ton.

Tabel 4.15. Data produksi ikan lokal dan ikan luar daerah dari masing- masing PPI yang ada di Provinsi DKI Jakarta,

tahun 2001-2004

No. JENIS PRODUKSI JUMLAH PRODUKSI (kg)/TAHUN

2001 2002 2003 2004

I Tempat Pelelangan Ikan

A Ikan lokal TPI Muara Angke

7.724.796 8.472.920 8.162.744 8.109.187

B Ikan tuna TPI Muara Baru 4.857.485 3.183.343 2.702.357 2.666.077

C Ikan tradisional TPI Muara Baru

5.422.511 5.456.493 5.786.243 5.245.488

II Ikan Olahan Sunda Kelapa 279.464

III Ikan Luar Daerah

A Ikan daerah Muara Angke 3.358.074 3.135.787 4.047.280 3.670.598

B Ikan daerah Muara Baru 25.828.263 18.866.183 2.321.882 2.132.634

C Ikan daerah Pasar Ikan 1.083.562 1.024.724 763.725 743.490

D Ikan daerah Kamal Muara 548.060 539.500 529.550 577.370

E Ikan daerah Kali Baru 326.715

F Ikan daerah Cilincing 422.690

IV Data ekspor jenis produk TPI Muara Baru

17.313.077 16.575.504 16.967.343 29.007.368

Jumlah Total 66.135.828 57.254.454 41.281.124 53.181.081

Sumber: Disnakkanlut (2005)

Untuk TPI Muara Baru terdapat data yang paling menarik, yaitu terjadi penurunan jumlah ikan tuna dari tahun ke tahun, yakni 4.857 ton, 3.183 ton, 2.702 ton, dan 2.666 ton dari tahun 2001 sampai 2004. Sementara itu, data ikan lain (ikan tradisional selain tuna) menunjukkan jumlah yang relatif stabil pada 5000-an ton. Data lain yang juga menarik dari TPI Muara Baru adalah menurunnya jumlah ikan luar daerah yang didaratkan di sini, yaitu dari jumlah fantastis mencapai 25.828 ton tahun 2001, turun menjadi 18.866 ton setahun kemudian, lalu turun drastis pada angka 2.322 ton dan 2.133 ton tahun 2003 dan 2004. Jika disandingkan dengan angka data ekspor produk perikanan yang sangat melonjak dari tahun 2003 sebesar 16.967 ton menjadi 29.007 ton tahun 2004, maka terjadinya

penurunan jumlah ikan daerah yang datang ke TPI Muara Baru tersebut kemungkinan disebabkan oleh dilakukannya penanganan sebelum ekspor di daerah-daerah sehingga produk tersebut hanya tercatat sebagai barang ekspor di PPS Muara Baru.

Ditinjau dari nilai retribusi yang diperoleh dari aktivitas penjualan ikan tersebut, TPI Muara Angke memperoleh jumlah yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan TPI lainnya di DKI Jakarta. Data selengkapnya dicantumkan dalam Tabel 4.16.

Tabel 4.16. Rekapitulasi retribusi pemakaian tempat pelelangan ikan lokal dan ikan luar daerah dari masing-masing PPI yang ada di Provinsi DKI Jakarta, tahun 2001-2004

No JENIS PRODUKSI RETRIBUSI/TAHUN (x Rp 1.000)

2001 2002 2003 2004

I Tempat Pelelangan Ikan A Ikan lokal TPI Muara

Angke

1.235,7 1.550,3 1.615.307 1.659.646 B Ikan tuna TPI Muara

Baru

- 396.830 325.758 394.086

C Ikan tradisional TPI Muara Baru

223.351 291.212 309.277 280.957

II Ikan Olahan Sunda Kelapa

1.584

III Ikan Luar Daerah A Ikan daerah Muara

Angke

106.104 99.125 98.145 83.290 B Ikan daerah Muara

Baru

- 20.527 63.654 63.007

C Ikan daerah Pasar Ikan 1.084 1.025 764 743 D Ikan daerah Kamal

Muara

548 540 530 577

E Ikan daerah Kali Baru 327

F Ikan daerah Cilincing 423

IV Data ekspor jenis produk TPI Muara Baru

17.313 16.576 16.967 29.007

Jumlah Total 1.610.311 2.398.934 2.447.814 2.547.587 Sumber: Disnakkanlut (2005)

Dari Tabel 4.16 tampak bahwa nilai retribusi yang diperoleh TPI Muara Angke adalah yang paling besar jika dibandingkan dengan yang diperoleh dari TPI lainnya, dan meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001, nilai retribusi ini mencapai 1,2 milyar rupiah lebih (sekitar 76,74 % dari total retribusi perikanan), dan secara lambat meningkat menjadi 1,66 milyar rupiah tahun 2004 (sekitar 65,15 %). Turunnya persentase nilai retribusi tersebut tahun 2004 karena terjadinya peningkatan nilai retribusi ikan ekspor dari TPI Muara Baru.

Frekwensi pendaratan kapal di TPI Muara Angke semakin hari semakin tinggi. Menurut informasi lisan dari Kepala UPT Muara Angke, saat ini (27 Desember 2005) terdapat 815 unit kapal yang berlabuh di kolam pelabuhan TPI Muara Angke, padahal kapasitas tampungnya hanya 500 kapal. Rekapitulasi data frekwensi tambat labuh kapal yang masuk di PPI Muara Angke Jakarta Utara tahun 2002-2004 dicantumkan dalam Tabel 4.17, sedangkan data frekwensi tambat labuh selama tahun 2005 dicantumkan dalam Tabel 4.18.

Tabel 4.17 dan Tabel 4.18 menunjukkan bahwa antara tahun 2002-2004 terjadi sedikit perubahan jumlah kapal yang berlabuh di TPI Muara Angke, yaitu dari 4.859, 4.842, dan 4.934. Sebagian besar dari kapal yang mendarat berukuran kurang dari 30 GT dan jenis kapal angkut (ojek) yang melayani transportasi dari Jakarta ke Kepulauan Seribu. Kelompok kapal penangkap ikan yang paling banyak ternyata adalah kapal dengan alat tangkap purse seine dan gill net.

Selama bulan Januari sampai dengan bulan Oktober 2005, sebagaimana tampak pada Tabel 4.17, dari jumlah kapal yang mendarat dan berukuran lebih besar cenderung mengalami kenaikan, dari 63 sampai lebih dari 100 unit. Untuk kapal ikan yang berlabuh di TPI Muara Angke, yang menggunakan jenis alat tangkap bouke ami dan jaring cumi juga mengalami peningkatan.

136 Tabel 4.17. Rekapitulasi data frekwensi tambat labuh kapal yang masuk di PPI Muara Angke Jakarta Utara tahun 2002-2004

TAHUN JML KAPAL

GT ALAT TANGKAP PENGGUNAAN

ES BALOK SPI YG MATI SPI LD < 30 >30 AK BA BB GN JC FN JT LP MA PS PC 2002 4.859 3.830 1.029 1.597 350 - 722 107 255 122 101 - 683 - 934.380 610 175 234 2003 4.842 4.069 773 1.761 622 614 516 288 16 196 91 - 831 - 836.612 579 175 - 2004 4.934 3.884 1.027 1.407 803 560 485 553 3 103 23 5 982 6 847.293 109 34 8 Sumber: Disnakkanlut (2005)

Catatan:AK = kapal angkutan; BA = bouke ami (liftnet cumi); BB = bubu; GN = gill net; JC = jaring cantrang; FN = fish net; JT = jaring tangsi; LP = lampara; MA = muro ami; PS = purse seine; PC = pancing.

Tabel 4.18. Rekapitulasi data tambat labuh kapal yang masuk di Pelabuhan Perikanan Muara Angke tahun 2005

no BULAN JML KAPAL

GT ALAT TANGKAP PENGGUNAAN

ES BALOK SPI YG MATI SPI LD <30 >30 AK BA BB FN GN JC JM JT JN PG LP LB PC PS MA <30 >30 1 Januari 344 282 62 110 31 36 - 28 32 21 4 - 1 4 1 1 75 - 60.600 24 8 - 2 Pebruari 390 337 53 125 32 38 - 35 34 18 3 - - 6 - - 98 1 65.700 24 8 - 3 Maret 454 372 82 132 68 39 - 30 28 39 4 2 - 9 - 1 101 1 80.550 37 16 1 4 April 442 379 63 134 72 33 - 35 29 41 9 3 - 8 - 1 76 1 81.700 49 11 41 5 Mei 496 101 395 171 83 41 - 38 29 47 3 - - 15 2 - 65 2 91.700 46 23 21 6 Juni 476 369 107 148 88 40 - 43 18 62 3 - - 8 - - 65 1 89.050 49 32 25 7 Juli 491 388 103 142 88 38 - 34 24 49 6 - 12 9 - 1 83 5 89.750 30 62 17 8 Agustus 468 350 118 115 100 31 1 41 30 51 2 - - - 2 - 94 1 89.400 28 18 28 9 September 468 366 102 112 108 45 - 30 29 53 2 - - 1 2 2 84 - 92.645 29 15 39 10 Oktober 480 389 91 103 98 36 - 44 31 75 3 - - 1 1 - 88 - 20.450 52 26 - Jumlah 4.509 3.333 1.176 1.292 768 377 1 358 284 456 39 5 13 61 8 6 829 12 761.545 368 216 174

Sumber: UPT Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (2005)

Catatan:AK = kapal angkutan; BA = bouke ami (lift net cumi); BB = bubu; FN = fish net; GN = gill net; JC = jaring cantrang; JM = jaring cumi; JT = jaring tangsi; JN = jaring nilon; PG = payang; LP = lampara;LB = lion bung (gillnet cucut) ; PC = pancing; PS = purse seine; MA = muro ami

Penggunaan es balok untuk kegiatan perikanan mengalami peningkatan antara bulan Januari sampai September, dari 60 ribu balok menjadi 90 ribu lebih. Tetapi pada bulan Oktober mengalami penurunan drastis sampai pada jumlah 20.450 balok saja. Terjadinya hal ini dipastikan karena kenaikan bahan bakar minyak, sehingga biaya operasional penangkapan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan hasil tangkap yang diperoleh. Perubahan besarnya biaya operasional kapal penangkap ikan sebelum dan setelah kenaikan harga BBM dicantumkan dalam Tabel 4.19 dan Tabel 4.20. Sebagai akibat dari kenaikan harga BBM tersebut, maka sekitar 50,6 % dari kapal ikan yang berlabuh di Muara Angke tidak dapat beroperasi, karena besarnya biaya operasional sudah melebihi perkiraan hasil tangkapan.

Besarnya overload dari TPI Muara Angke ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

(1) Lengkapnya fasilitas bongkar muat pelabuhan;

(2) Proses pelayanan administrasi bongkar muat berlangsung sangat singkat (15-20 menit) sedangkan proses sortir dan bongkat muatan sekitar satu jam.

(3) Mudahnya dilakukan proses pemasaran ikan;

(4) Fasilitas pendukung operasional penangkapan tersedia secara lengkap.

(5) Semakin besarnya biaya operasional penangkapan sebagai akibat naiknya BBM.

(6) Rendahnya biaya tambat kapal perhari, sesuai dengan Perda No. 3/1999 (dimana biaya tambat untuk kapal perhari sampai dengan 5 GT = Rp 300, antara 5-10 GT = Rp 1.000, antara 10-20 GT = Rp 2.000, dan > 20 GT = Rp 4.000);

(7) Tidak adanya batasan jangka waktu kapal boleh bersandar di kolam pelabuhan.

138 Tabel 4.19. Dampak kenaikan BBM terhadap biaya eksploitasi penangkapan ikan di TPI Muara Angke Maret 2005 dari Rp 1.600

menjadi Rp 2.150.

No ALAT TANGKAP LAMA

TRIP (hari) UKURAN KAPAL (GT) KEBUTUHAN BBM (liter) BIAYA EKSPLOITASI SBLM NAIK BBM BIAYA EKSPLOITASI STLH NAIK BBM % KENAIKAN 1 Payang 4 6 500-600 1.500.000 1.900.000 27 2 Jaring cumi 15 6 4.000 13.000.000 15.300.000 18 3 Gillnet 20 29 10.000 22.000.000 27.000.000 23 4 Jaring cumi 60 43 20.000 38.000.000 48.000.000 26 5 Jaring tangsi 60 15 5.000 15.250.000 17.500.000 15 6 Purse seine 10 < 30 5.000 14.500.000 17.000.000 17 7 Fish net 30 29 15.000 28.990.000 37.000.000 28 8 Fish net 45 29 20.000 39.360.000 49.500.000 26

9 Purse seine cakalang 7 88 4.000 14.600.000 16.900.000 16

10 Bubu 20 26 3.000 8.790.000 10.550.000 20

11 Angkutan 7 24 1.300 11.185.000 12.780.000 14

Tabel 4.20. Dampak kenaikan BBM terhadap biaya eksploitasi penangkapan ikan di TPI Muara Angke Maret 2005 dari Rp 2.150 menjadi Rp 4.300 No ALAT TANGKAP LAMA TRIP (hari) UKURAN KAPAL (GT)

BIAYA OPERASIONAL BIAYA

OPERASIONAL SDH NAIK BBM (x Rp 000) HASIL PER TRIP (juta) BIAYA OPERASIONAL SBLM NAIK BBM (x Rp 000) BBM (Lt) Harga (x Rp 1000) Es (balok) Harga (x Rp 1000) Oli dll x Rp 1000 Ransum x Rp 1000 Gaji ABK x Rp 1000 Premi nakhoda x Rp 1000 1 Payang 4 6 200 860 20 240 60 350 600 - 2.110 2-2,5 1.670 2 Jaring cumi 20 < 30 7.000 30.100 400 3400 4.000 3.000 4.400 6.000 50.900 20-40 35.000 3 Jaring cumi 20 > 30 9.000 38.700 400 3.400 6.000 3.000 5.200 6.000 62.300 25-50 42.000 4 Bouke ami 50 > 30 23.000 98.900 - 12.000 6.000 13.000 11.250 141.150 50- 100 89.050 5 Purse seine cakalang 15 > 30 8.500 36.550 700 5.950 4.675 5.000 18.000 - 70.175 25-40 50.470 6 Purse seine ckl/kembung 10 < 30 4.000 17.200 250 2.125 2.000 4.000 16.000 - 41.325 20-50 31.525 7 Gillnet pari 60 </>30 9.000 38.700 500 4.250 5.000 6.000 13.320 4.500 71.770 25-40 50.470 8 Gillnet tongkol 25 </>30 6.000 25.800 350 2.975 3.500 3.500 10.000 - 45.775 15-30 32.075 9 Bubu 25 < 30 6.000 25.800 300 2.550 3.500 3.000 3.700 - 38.550 20-30 24.850 10 Bubu 40 > 30 8.000 34.400 400 3.400 4.500 5.000 7.400 - 54.700 20-40 31.100

11 Tuna long line 81 < 100 32.400

195.372

- 72.100 7.500 24.440 5.425 304.837 200-

230

201.017

12 Perahu harian 1 < 10 150/645 5/60 - 150 480 - 1.335 1-1,5 1.005