• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.4 Teknik Analisis Data

3.4.1 Kerangka Analisis

Tahapan-tahapan penelitian dilakukan dengan serangkaian analisis untuk mencapai tujuan penelitian yang dilakukan. Pertama, untuk mengetahui keterkaitan sektor pariwisata dengan sektor lainnya di Kabupaten Gianyar dilihat dari keterkaitannya melalui analisi Input-Output. Untuk melakukan analisis ini dibutuhkan tabel Input-Output Kabupaten Gianyar yang didapat dari tabel Input- Output Kabupaten Badung yang diturunkan melalui metode RAS. Berdasarkan tabel Input-Output Kabupaten Gianyar, selanjutnya dilakukan beberapa analisis untuk mengetahui keterkaitan ke belakang maupun ke depan antara sektor pariwisata dengan sektor lainnya, daya sebar, indek daya kepekaan, dan multiplier effect yang ditimbulkan sektor pariwisata terhadap sektor lainnya menyangkut

output, total nilai tambah maupun pendapatan.

Kedua, untuk mengetahui obyek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan dilakukan dengan analisis scoring system. Data analisis diperoleh melalui persepsi pemerintah, swasta, tokoh masyarakat, dan wisatawan yang didapat dari hasil survei dan wawancara yang dilakukan.

Ketiga, untuk mengetahui persepsi wisatawan atas faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan dilakukan dengan melakukan Analytical Hierarchy Process (AHP) melalui data persepsi wisatawan yang didapat dari hasil survei dan wawancara yang dilakukan. Selanjutnya hasil pertama, kedua dan

ketiga diinterpretasikan, serta melalui analisis A’WOT dari persepsi stakeholders

yang terdiri dari unsur pemerintah, swasta dan akademisi untuk mendapatkan rumusan rencana dan strategi pengembangan obyek wisata secara terpadu dengan pengembangan Kawasan Agropolitan Payangan dalam kerangka pengembangan wilayah. Secara sistematis rangkaian tahapan penelitian bisa dilihat dari bagan alir seperti tertera pada Gambar 2.

Gambar 2. Kerangka Analisis

Persepsi Stakeholders

Analisis A’WOT

Rencana dan Strategi Pengembangan Obyek Wisata Secara Terpadu dengan Pengembangan Kawasan Agropolitan Payangan dalam Kerangka

Pengembangan Wilayah Metode RAS

Tabel Input-Output Kab. Badung

Data PDRB Kab. Gianyar

Tabel Input-Output Kabupaten Gianyar

Analisis Input-Output

Keterkaitan Sektor Pariwisata dengan Sektor Lainnya

Persepsi

Obyek Wisata yang Berpotensi untuk Dikembangkan Analisis Scoring System AHP Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Wisatawan Persepsi Wisatawan 

3.4.2 Analisis Input-Output

Keterkaitan antara sektor pariwisata dengan sektor lainnya, atau secara umum, bisa dilihat dari keterkaitan secara fungsional antar sektor pembangunan. Adanya keterkaitan antar sektor ekonomi wilayah menunjukkan suatu wilayah yang berkembang, dimana terjadi input dan output barang dan jasa antar sektor secara dinamis. Analisis Input-Output (I-O) secara teknis dapat menjelaskan karakteristik struktur ekonomi wilayah yang ditunjukkan dengan distribusi sumbangan sektoral serta keterkaitan sektoral dan efek multiplier perekonomian wilayah (Rustiadi et al. 2009).

Mengingat adanya keterbatasan ketersediaan data Tabel Input-Output (I- O) untuk Kabupaten Gianyar, maka untuk mendapatkan Table I-O dalam penelitian ini dilakukan dengan metode non survey. Metode ini lebih efektif dan efisien dari segi biaya dan waktu, walaupun keakurasian data yang dihasilkan harus mempertimbangkan beberapa hal yang berpengaruh terhadap Table I-O yang dihasilkan (Vipriyanti 1996). Salah satu metode yang biasa dan banyak dipakai adalah metode RAS. Daryanto dan Hafizrianda (2010) menyebutkan bahwa metode RAS merupakan metode yang bertujuan untuk menaksir matriks koefisien teknologi (koefisien input) I-O yang baru berdasarkan matriks koefisien teknologi pada tahun sebelumnya dengan ditambahkan beberapa informasi mengenai total penjualan output antar sektor, total pembelian input antar sektor, dan total output secara keseluruhan.

Metode RAS merupakan rumus matriks yang dikembangkan oleh Richard Stone, dimana R dan S merupakan matrik diagonal berukuran n x n dan A matriks koefisien teknologi berukuran n x n yang menunjukkan sektor industri. Untuk menaksir elemen matriks A pada periode t atau A(t) dengan mengetahui elemen matriks A pada periode t = 0 atau A(0), maka A(t) dapat ditaksir dengan rumus A(t) = R . A(0) . S, dimana R dan S mewakili tingkat perubahan koefisien teknologi pada dua periode yang berbeda. Elemen matriks diagonal R mewakili efek substitusi teknologi yang diukur melalui penambahan jumlah permintaan antara tiap output sektor-sektor industri. Elemen matriks S menunjukkan efek perubahan jumlah input pada tiap sektor industri (efek pabrikasi).

Estimasi suatu matriks teknologi I-O dalam metode RAS menggunakan pendekatan optimasi yang dilakukan dengan cara meminimumkan selisih antara koefisien matriks teknologi pada tahun dasar dengan koefisien matriks teknologi yang diestimasi melalui proses iterasi. Proses yang dilakukan dibatasi dengan dua ketentuan yang berlaku pada Tabel I-O, yaitu :

1. Jika koefisien matriks teknologi yang diestimasi dikalikan dengan output, kemudian dijumlahkan menurut kolom, maka jumlahnya harus sama dengan jumlah pembelian input antar sektor.

2. Jika hasil perkalian tadi dijumlahkan menurut baris, maka hasilnya harus sama dengan jumlah penjualan output antar sektor.

Penyusunan Tabel I-O bila terkendala dengan data ekspor dan impor bisa menggunakan metode Location Quotient (LQ) sederhana. Metode ini menunjukkan perbandingan output sektor i terhadap total output di regional dengan proporsi output sektor yang sama terhadap total output secara nasional. Nilai LQ > 1 menunjukkan surplus sektor i atau mampu memenuhi kebutuhan wilayah sendiri dan sebagian di ekspor untuk memenuhi kebutuhan wilayah lain. Sebaliknya bila nilai LQ < 1 berarti sebagian produknya diimpor atau didatangkan dari wilayah lain.

Metode RAS yang digunakan untuk mendapatkan Tabel I-O Kabupaten Gianyar Tahun 2009 dengan mengacu Tabel I-O Kabupaten Badung Tahun 2009 dengan 54 sektor perekonomian (54 x 54) yang diturunkan (di-RAS) menjadi Tabel I-O Kabupaten Gianyar Tahun 2009 dengan 24 sektor (24 x 24). Penurunan Tabel I-O dari Kabupaten Badung ke Kabupaten Gianyar dilakukan dengan asumsi bahwa terdapat kemiripan struktur ekonomi antara Kabupaten Gianyar dengan Kabupaten Badung sebagai wilayah tetangga. Sektor-sektor perekonomian dalam Tabel I-O Kabupaten Gianyar Tahun 2009 (24 sektor) yang diperlihatkan dalam Tabel 5 merupakan hasil agregasi dari sektor-sektor dalam Tabel I-O Kabupaten Badung Tahun 2009 (54 sektor) yang disesuaikan dengan klasifikasi sektor (lapangan usaha) untuk penentuan PDRB.

Pelaksanaan metode RAS dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan

teknologi. Data-data yang dibutuhkan disini adalah Tabel I-O Kabupaten Badung Tahun 2009 (54 x 54 sektor); PDRB Kabupaten Gianyar Tahun 2009 untuk mendapatkan nilai impor, final demand dan total PDRB. Tahapan Metode RAS yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tabel I-O Kabupaten Badung Tahun 2009 (54 x 54 sektor) diagregasi menjadi Tabel I-O Kabupaten Badung Tahun 2009 (24 x 24 sektor).

2. Selanjutnya dibuat matriks koefisien teknologi Tabel I-O Kabupaten Badung Tahun 2009 (24 x 24 sektor).

3. Dari data PDRB Kabupaten Gianyar 2009, dilakukan konversi data PDRB menjadi total input Kabupaten Gianyar Tahun 2009 berdasarkan proporsi data PDRB dan total input Kabupaten Badung Tahun 2009.

4. Berdasarkan data-data yang sudah disiapkan, selanjutnya dengan metode RAS akan didapatkan Tabel I-O Kabupaten Gianyar Tahun 2009 (24 x 24 sektor).

Tabel 5 Sektor-Sektor Perekonomian Tabel I-O Kabupaten Gianyar Tahun 2009 (24 sektor) Hasil Update

Kode Sektor Kode Sektor

1. Tanaman Bahan Makanan 13. Angkutan Jalan Raya 2. Tanaman Perkebunan 14. Jasa Penunjang Angkutan 3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 15. Komunikasi

4. Kehutanan 16. Bank

5. Perikanan 17. Jasa Penunjang Keuangan

6. Penggalian 18. Sewa Bangunan

7. Industri Tanpa Migas 19. Lembaga Keuangan tanpa Bank 8. Listrik, gas dan air bersih 20. Jasa Perusahaan

9. Bangunan 21. Pemerintahan Umum

10. Perdagangan Besar dan Eceran 22. Jasa Sosial Kemasyarakatan 11. Restoran 23. Jasa Hiburan dan Rekreasi

12. Hotel 24. Jasa Perorangan dan Rumah Tangga Sumber : Hasil Analisis (2011)

Tabel I-O Kabupaten Gianyar yang dihasilkan, masih perlu dirinci lagi terutama pada bagian input primer yaitu nilai tambah bruto (PDRB) menjadi upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung. Pendetailan dilakukan dengan pendekatan secara proporsional dari Tabel I-O dasar (Tabel I-O

Kabupaten Badung Tahun 2009). Secara umum struktur dasar tabel input-output

ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Struktur Dasar Tabel Input-Output  

Output

Input

Permintaan Internal Wilayah Permintaan Akhir Eksternal

Wilayah

Output

Total Sektor Produksi dalam Wilayah (Permintaan

Antara) Permintaan Akhir dalam Wilayah

1 2 ... j ... n C G I E Input Internal Wila yah Sektor Pr oduksi

dalam Wilayah (Input Antar

a) 1 X11 ... X1j ... X1n C1 G1 I1 E1 X1 2 X21 X2j X2n C2 G2 I2 E2 X2 ... ... i ... Xij ... ... Ci Gi Ii Ei X11 ... n Xn1 Xnn Cn Gn In En Xi Input Prime r (Nilai Tamb ah ) W W1 Wj Wn Cw GW IW EW W T T1 Tj Tn CT GT IT ET T V V1 Vj Vn CV GV IV EV V Input Ek stern al Wilayah M M1 Mj Mn CM GM IM - M Total Input X1 Mj Xn C G I E

Sumber : Rustiadi et al. (2009)

Keterangan :

i,j : sektor ekonomi

xij : banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j

Xi : total permintaan akhir sektor i

Xj : total input sektor j

Ci : konsumsi rumah tangga terhadap sektor i

Gi : konsumsi pemerintah terhadap sektor i

Ii : pembentukan modal tetap (investasi) di sektor i, output sektor i yang

menjadi barang modal

Ei : ekspor barang dan jasa sektor i

Cj : konsumsi rumah tangga dari sektor j

Gj : konsumsi pemerintah dari sektor j

Ij : investasi/pengeluaran ke modal tetap usaha sektor j

Mj : impor sektor j

Wj : upah dan gaji sebagai input sektor j

Vj : PDB (Produk Domestik Bruto), dimana Vj = Wj + Tj

Koefisien teknologi aij sebagai parameter utama dalam analisis I-O secara

matematis diformulasikan sebagai berikut :

atau

dimana :

aij : rasio antara banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j (Xij) terhadap total input sektor j (Xj) atau disebut pula sebagai koefisien

input.

Hasil perhitungan yang dilakukan menghasilkan matriks A (matriks Leontif) dan setelah diinverskan menghasilkan matriks B (invers matriks Leontief) sebagai matrik pengganda.

Ada beberapa parameter teknis yang bisa diperoleh dari analisis I-O antara lain :

1. Kaitan langsung ke belakang (direct backward linkage) (Bj), menunjukkan efek permintaan suatu sektor terhadap perubahan tingkat produksi sektor- sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung dan diformulasikan sebagai berikut :

Untuk mengukur secara relatif (perbandingan dengan sektor lainnya) terdapat ukuran normalized yang merupakan rasio antar kaitan langsung ke belakang sektor j dengan rata-rata backward linkage sektor-sektor lainnya, dimana :

2. Kaitan langsung ke depan (direct forward linkage) (Fi), menunjukkan banyaknya output suatu sektor yang dipakai oleh sektor-sektor lain, dimana :

j ij ij X X a =

X

ij

=a

ij

.X

j

=

n i ij j

a

B

= = j j j j j n i j j B B n B B B* . * j B

Untuk NormalizedFi atau *

i

F dirumuskan sebagai berikut :

3. Kaitan ke belakang langsung dan tidak langsung (indirect backward linkage) ( ), menunjukkan pengaruh tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir satu unit sektor tertentu (j) yang dapat meningkatkan total output seluruh sektor perekonomian, dimana :

dimana bij adalah elemen-elemen matriks B atau (I-A)-1 yang merupakan invers matriks Leontief.

4. Kaitan ke depan langsung dan tidak langsung (indirect foreward linkage) (FLi), yaitu peranan suatu sektor (i) dapat memenuhi permintaan akhir dari seluruh sektor perekonomian, diformulasikan sebagai berikut :

5. Daya sebar ke belakang atau indeks daya penyebaran (backward power of dispersion) (βj), menunjukkan kekuatan relatif permintaan akhir suatu sektor dalam mendorong pertumbuhan produksi total seluruh sektor perekonomian, dimana :

∑∑

∑∑

= = i j ij i ij i j ij n i ij j b b n b b 1 β

=

=

j ij n j j ij i

a

x

x

F

= = i i i i i n i i F nF F F F 1 *

= i ij j b BL

= j ij i b FL

6. Kepekaan terhadap signal pasar permintaan akhir disebut indeks derajat kepekaan atau indeks daya kepekaan (foreward power of dispersion) (α.i), menunjukkan sumbangan relatif suatu sektor dalam memenuhi permintaan akhir keseluruhan sektor perekonomian dengan formulasi sebagai berikut :

7. Multiplier adalah koefisien yang menyatakan kelipatan dampak langsung dan tidak langsung dari meningkatnya permintaan akhir suatu sektor sebesar satu unit terhadap produksi total semua sektor ekonomi suatu wilayah. Jenis-jenis

multiplier antara lain :

a. Output multiplier, adalah dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap total output seluruh sektor di suatu wilayah yang diformulasikan sebagai berikut :

b. Total value added multiplier atau PDRB multiplier adalah dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan PDRB. Dalam tabel I-O diasumsikan Nilai Tambah Bruto (NTB) atau PDRB berhubungan dengan output secara linier yang diasumsikan dengan persamaan matriks sebagai berikut :

dimana V : matriks NTB

vˆ : matriks diagonal koefisien NTB

X :matriks output, X = (I-A)-1.Fd

c. Income multiplier, yaitu dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga di suatu wilayah secara keseluruhan. Income multiplier dapat dihitung dengan rumus :

∑∑

= i j ij n j ij i b b 1 α d F A I X =( − )−1.

X

v

V

=

ˆ.

dimana W : matriks income

wˆ : matriks diagonal koefisien income X :matriks output, X = (I-A)-1.Fd

3.4.3 Analisis Scoring System

Analisis ini digunakan untuk mengetahui obyek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan di Kawasan Agropolitan Payangan. Obyek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan disini, adalah obyek-obyek yang bisa dijadikan daya tarik wisata dan termasuk obyek daya tarik wisata yang sudah ada. Hasil penilaian didapatkan dari akumulasi skor yang diperoleh obyek wisata tertentu berdasarkan pendapat responden. Besarnya skor masing-masing obyek wisata ditentukan dari kebalikan dari jumlah obyek wisata yang ditentukan, misalkan ada sejumlah n obyek wisata yang telah ditentukan, maka nilai skor tertinggi suatu obyek wisata adalah n dan skor terendah adalah 1.

Potensi obyek wisata yang bisa ditawarkan menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) bisa berupa obyek-obyek yang alami maupun obyek-obyek buatan manusia.

Obyek-obyek alami antara lain :

1. Iklim : udara yang bersih, kenyamanan, sinar matahari yang cukup

2. Pemandangan alam : panorama pegunungan yang indah, sungai, air terjun, bentuk-bentuk alam yang unik, dan sebagainya

3. Wisata rimba : hutan lebat, pohon langka, hutan wisata 4. Flora dan fauna : tumbuhan dan tanaman khas

5. Sumber air kesehatan : sumber air untuk menyembuhkan penyakit, sumber air mineral alami, dan sebagainya

Obyek-obyek buatan manusia antara lain :

1. Bercirikan sejarah : peninggalan sejarah seperti candi-candi, istana- istana kerajaan, dan sebagainya

X

w

2. Bercirikan budaya : tempat-tempat budaya seperti museum, industri seni kerajinan tangan, dan sebagainya

3. Bercirikan keagamaan : perayaan tradisional seperti upacara adat, ziarah- ziarah, karnaval, bangunan-bangunan keagamaan yang kuno

4. Bercirikan kegiatan usaha masyarakat : agrowisata (subak, kegiatan budidaya, dan pengelolaan pertanian)

3.4.4 Analytical Hierarchy Process (AHP)

AHP merupakan suatu analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem, dimana diusahakan untuk memahami suatu kondisi sistem dan membantu untuk melakukan prediksi dalam pengambilan keputusan. Prinsip-prinsip dasar yang harus dipahami dalam menyelesaikan persoalan dengan menggunakan AHP adalah :

a. Dekomposisi

Setelah persoalan didefinisikan, dilakukan dekomposisi, yaitu memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-unsur, sampai ke tingkat yang tidak mungkin dilakukan pemecahan lagi sehingga diperoleh tingkatan persoalan yang disebut hierarki.

b. Penilaian Komparatif

Membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada tingkat tertentu dan kaitan dengan tingkatan di atasnya. Dalam menentukan tingkat kepentingan (bobot) dari elemen keputusan pada setiap tingkatan hierarki keputusan, penilaian pendapat (judgement) dilakukan dengan menggunakan fungsi berpikir dan yang dikombinasi dengan intuisi, perasaan atau penginderaan. Penilaian pendapat ini dilakukan dengan komparasi berpasangan (matriks) yaitu membandingkan setiap elemen dengan elemen lainnya pada setiap tingkat hierarki secara perpasangan, akhirnya didapat nilai tingkat kepentingan elemen dalam bentuk pendapat kualitatif. Untuk mengkuantifikasi pendapat tersebut digunakan skala penilaian sehingga diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kuantitatif). Hasil penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison. Agar diperoleh skala

yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, perlu pengertian yang menyeluruh tentang elemen-elemen yang dibandingkan dengan relevansinya terhadap kriteria/tujuan yang dipelajari. Dalam penyusunan skala kepentingan ini memakai pedoman seperti ditunjukkan pada Tabel 7. Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma reciprocal artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dari j, maka elemen j harus sama dengan 1/3 kali pentingnya dibandingkan elemen i. Disamping itu, perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama penting dan dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama penting.

Tabel 7 Skala Dasar Ranking Analytical Hierarchy Process (AHP) Tingkat

Kepentingan

Definisi

1 Kedua elemen sama pentingnya

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain

5 Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain

7 Elemen yang satu jelas lebih penting dari elemen yang lain

9 Elemen yang satu mutlak lebih penting dari elemen yang lain

2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan

Sumber : diadopsi dari Saaty (1991)

c. Prioritas Sintesis

Dari setiap matriks komparasi berpasangan kemudian dicari eigen vector-nya untuk mendapatkan prioritas lokal. Matriks komparasi berpasangan terdapat pada setiap tingkat, sehingga untuk mendapatkan prioritas global harus dilakukan sintesis di antara prioritas lokal. Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hierarki. Pengaruh elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis yang dinamakan prioritas sintesis.

d. Konsistensi Rasio

Konsistensi memiliki dua makna: 1) objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keragaman dan relevansi, 2) tingkat hubungan

antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Jika penilaian tidak konsisten maka proses harus diulang untuk memperoleh penilaian yang lebih tepat.

Meningkatnya kunjungan wisata tidak terlepas dari beberapa faktor yang mempengaruhinya. Ini perlu diketahui sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan suatu obyek wisata. Ada 7 (tujuh) faktor penting yang perlu dipertimbangkan yaitu :

1. Promosi, melalui media promosi apa saja wisatawan mengetahui obyek wisata yang ditawarkan, apakah non elektronik (pamflet, koran, lisan) atau elektronik (TV, radio)

2. Sarana transportasi yang digunakan wisatawan mengunjungi obyek wisata, bisa dengan mobil pribadi, travel/carteran, atau dengan angkutan umum

3. Fasilitas penunjang yang disediakan obyek wisata, seperti penginapan, restoran, dan toilet

4. Jenis wisata dan atraksi yang ditawarkan obyek wisata, wisata budaya atau wisata alam (termasuk agrowisata)

5. Harga tiket masuk ke obyek wisata apakah gratis, murah, atau mahal

6. Pelayanan yang ditemui wisatawan di obyek wisata yang dikunjungi yaitu adanya pemandu wisata, kios (pedagang asongan), kebersihan lingkungan, atau keramahan masyarakat setempat

7. Jarak dari tempat tinggal/menginap lokasi wisata yang ditawarkan apakah dekat, sedang, atau jauh

Melalui AHP akan dapat diketahui faktor-faktor mana saja yang berpengaruh terhadap kunjungan wisatawan ke Kawasan Agropolitan Payangan menurut persepsi wisatawan. Kemudian disusun hierarki seperti ditunjukkan dalam Gambar 3. Level 1 merupakan fokus atau tujuan yang ingin dicapai yaitu faktor- faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan ke Kawasan Agropolitan Payangan. Level 2 merupakan faktor-faktor yang dimaksud kemudian dijabarkan berdasarkan kriteria masing-masing faktor pada level 3.

Gambar 3 Struktur Hierarki Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Wisatawan ke Kawasan Agropolitan Payangan Level 1 : Fokus Level 2 : Faktor Level 3 : Kriteria

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Wisatawan ke

Kawasan Agropolitan Payangan 

1. Mobil pribadi 2. Travel/carteran 3. Angkutan umum 1. Wisata budaya 2. Wisata alam/ agrowisata 3. Wisata budaya &

wisata alam/ agrowisata 1. Pemandu wisata 2. Kios/pedagang asongan 3. Kebersihan lingkungan 4. Keramahan masyarakat 1. Penginapan 2. Restoran 3. Toilet 4. Penginapan,

restoran & toilet

1. Gratis 2. Murah 3. Mahal

 

Promosi Sarana transportasi Fasilitas Jenis wisata & atraksi Harga tiket Pelayanan

1. Dekat 2. Sedang 3. Jauh

Jarak dari tempat tinggal/menginap 1. Non elektronik (pamflet/koran/ lisan) 2. Elektronik (TV/radio) 3. Non elektronik &

Selanjutnya pada level 2 dan 3 masing-masing dibuat perbandingan berpasangan (pairwise comparison) untuk mendapatkan penilaian sesuai Tabel 7. Jumlah satu set pertanyaan perbandingan berpasangan dengan n elemen adalah ∑ n 1 ,

sehingga pada level 2 (faktor) dengan 7 elemen terdapat 21 pertanyaan perbandingan berpasangan, demikian seterusnya untuk masing-masing kriteria pada level 3.

Berikutnya data yang didapat dikonversi ke dalam bentuk matriks untuk selanjutnya diolah melalui prosedur sintesis untuk mengetahui pengaruh masing- masing elemen. Untuk mengetahui suatu perbandingan berpasangan yang telah dilakukan dengan konsekuen atau tidak, dievaluasi dengan konsistensi rasio. Nilai konsistensi rasio < 0,1 dinyatakan konsisten (Marimin 2008). Penggabungan Pendapat dari responden dilakukan dengan menggunakan rata-rata geometrik, hasil penggabungan ini diolah dengan prosedur AHP.