• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam suatu perusahaan, pengelolaan sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan pencapaian hasil yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Dengan mengetahui kepuasan kerja karyawannya akan merupakan umpan balik sangat berharga yang dapat menimbulkan respon kerja yang diharapkan terhadap berbagai program yang ditetapkan oleh perusahaan.

Menurut Robbins (2002) kepuasan kerja sebagai “suatu sikap umum seseorang individu terhadap pekerjaannya”. Pekerjaan menuntut interaksi dengan

rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja, hidup pada kondisi kerja yang sering tidak ideal, dan hal serupa lainnya. Ini berarti penilaian seorang karyawan terhadap seberapa puas dan tidak puasnya dengan pekerjaannya. Kepuasan itu terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan dikaitkan dengan karyawan; merupakan sikap umum yang dimiliki oleh karyawan yang erat kaitannya dengan imbalan-imbalan yang mereka yakini akan mereka terima setelah melakukan sebuah pengorbanan. Apabila dilihat dari pendapat Robbins tersebut terkandung dua dimensi, pertama, kepuasan yang dirasakan individu yang titik beratnya individu anggota masyarakat, dimensi lain adalah kepuasan yang merupakan sikap umum yang dimiliki oleh karyawan.

Handoko (2000) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah “Keadaan emosional yang menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka”. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini dampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Lebih lanjut dinyatakan oleh Hasibuan (2005) bahwa kepuasan kerja adalah “sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja”.

Dari beberapa pengertian tersebut di atas tentang kepuasan kerja maka dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja kerja karyawan adalah penilaian seorang karyawan terhadap seberapa puas dan tidak puasnya dengan pekerjaannya. Bagi perusahaan

dengan tenaga sumber daya manusia yang dominan, kepuasan kerja yang dirasakan karyawannya adalah hal yang paling utama. Karyawan yang merasa tidak adanya kenyamanan dalam bekerja, kurang dihargai, tidak dapat mengembangkan segala potensi yang dimilikinya akan secara otomatis tidak dapat berkonsentrasi penuh dalam pekerjaannya dan akan berakibat buruk dalam hasil dari pekerjaan dan prestasi kerja mereka.

Faktor-faktor kepuasan kerja karyawan merupakan hal yang perlu mendapat perhatian dalam suatu perusahaan untuk dapat berhasil dan berkembang secara dinamis. Menurut Robbins (2002) “bahwa faktor-faktor penting yang mendorong kepuasan kerja adalah kerja yang secara mental menantang, imbalan yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, dan rekan kerja yang mendukung. Dari ke empat faktor tersebut di atas faktor yang penting adalah pekerjaan yang secara mental menantang yang menjadi determinan bagi kepuasan kerja karyawan”.

Lebih lanjut dikatakan bahwa pekerjaan yang menantang adalah “pekerjaan-pekerjaan yang memberikan kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan dan menawarkan satu varietas tugas, kebebasan dan umpan balik tentang seberapa baiknya melakukan pekerjaan itu, yang secara mental menantang”. Adanya kesesuaian pekerjaan dengan ketrampilan dan kemampuan karyawan diharapkan mampu mendorong karyawan untuk menghasilkan kinerja yang baik”.

Luthans (2006) mengemukan bahwa inti dari dari pekerjaan yang menantang tercakup dalam “pekerjaan itu sendiri (work it-self). Bagaimana karyawan memandang pekerjaannya sebagai pekerjaan yang menarik, memberikan kesempatan

untuk belajar, dan peluang untuk menerima tanggung jawab”. Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan ketrampilannya, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuat kerja lebih menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang juga dapat menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Menurut Davis dan Newstrom (2001) terdapat “beberapa aspek yang menentukan kepuasan kerja karyawan, yaitu: pekerjaan itu sendiri, upah, gaji dan bonus, kesempatan promosi, pengawasan, dan rekan kerja”. Dari salah satu aspek-aspek yang penting, yaitu pekerjaan itu sendiri (work it-self)”. Maka dapat dikatakan bahwa pekerjaan itu sendiri (work it-self) merupakan pekerjaan yang menantang terhadap kepuasan kerja karyawan.

Inti dari pekerjaan yang menantang menurut Hackman dan Oldham (2000) dalam bukunya “Job Diagnostic Survey” adalah “tercakup dalam lima karakteristik pekerjaan (job characteristics), yaitu: keragaman ketrampilan (skill variety), identitas tugas (task identity), arti tugas (task significance), otonomi (autonomy), dan umpan balik (feed back)”.

Model karakteristik pekerjaan (job characteristics model) dari Hackman dan oldham (2000) ini adalah suatu pendekatan terhadap pemerkayaan jabatan (job

enrichment) yang dispesifikasikan kedalam lima dimensi inti karakteristik pekerjaan.

Setiap dimensi inti dari pekerjaan mencakup aspek besar materi pekerjaan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang, semakin besarnya keragaman aktivitas pekerjaan yang dilakukan, maka seseorang seseorang akan merasa pekerjaannya

semakin berarti. Apabila seseorang melakukan pekerjaan yang sama, sederhana, dan berulang-ulang, maka akan menyebabkan rasa kejenuhan atau kebosanan.

Dengan memberi kebebasan pada karyawan dalam menangani tugas-tugasnya akan membuat seorang karyawan mampu menunjukkan inisiatif dan upaya mereka sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan. Lebih khusus, Hackman dan Oldham menjumpai bahwa di antara individu dengan kebutuhan berkembang yang kuat, pekerjaan yang mencapai skor tinggi pada kelima dimensi tersebut membimbing ke kinerja dan kepuasan kerja yang tinggi.

Tercapainya atau tidaknya kepuasan kerja karyawan akan sangat dipengaruhi oleh adanya banyaknya ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan, dengan tingkat penyelesaian pekerjaan karyawan berdasarkan hasil kerja, dan tugas yang mempunyai arti bagi karyawan dalam melakukan pekerjaan. Tingkat kebebasan, ketidak-tergantungan, dan keluasaan juga diperlukan dalam menyelesaikan pekerjaan, sehingga hal ini dapat menghasilkan tingkat kinerja karyawan sebagai respon terhadap pekerjaannya. Setiap dimensi inti dari pekerjaan mencakup aspek besar materi pekerjaan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang, semakin besarnya keragaman aktivitas pekerjaan yang dilakukan maka seseorang akan merasa pekerjaannya semakin berarti. Apabila seseorang melakukan pekerjaan yang sama, sederhana, dan berulang-ulang maka akan menyebabkan rasa kejenuhan atau kebosanan. Dengan memberi kebebasan pada karyawan dalam menangani tugas-tugasnya akan membuat seorang karyawan mampu menunjukkan inisiatif dan upaya mereka sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan.

Herzberg dalam As’ad (2003) memasukkan kepuasan kerja sebagai salah satu bagian dari faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga satisfier/instrinsik

motivation, yaitu faktor yang mendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber

dari dalam diri seseorang. Selanjutnya Herzberg berpendapat bahwa “suatu pekerjaan yang disenangi dan menantang dapat menimbulkan kegairahan seorang karyawan untuk melakukan pekerjaannya tersebut dengan baik”.

Implementasi dari pekerjaan yang menantang adalah mengarah pada faktor intrinsik dari pekerjaan, yang memberikan atribut terhadap pekerjaan yang dilakukan berdasarkan ketrampilan tertentu. Semakin besar pekerjaan yang menantang dari faktor intrinsik dari suatu pekerjaan yang diberikan kepada karyawan akan meningkatkan kepuasan kerja, sebaliknya semakin kecil diberikan akan menurunkan kepuasan kerja.

Karyawan menginginkan sistem imbalan yang pantas dan adil, dan sesuai dengan ekspektasi mereka. Ketika suatu imbalan dianggap sesuai dengan tuntutan kerja, tingkat ketrampilan individu, dan standar gaji yang ditetapkan, maka hal ini akan menghasilkan kepuasan kerja.

Imbalan yang pantas dan adil memberikan kesempatan untuk perkembangan diri, tanggung jawab yang lebih besar dan status sosial yang meningkat. Karyawan yang memandang bahwa suatu keputusan imbalan dibuat secara pantas dan adil maka cenderung mengalami kepuasan kerja. Karyawan peduli terhadap lingkungan kerjanya baik demi kenyamanan pribadinya maupun memfasilitasinya supaya bekerja

dengan baik. Penelitian menunjukkan bahwa karyawan lebih menyukai lingkungan fisik yang tidak membahayakan serta nyaman.

Selain itu, karyawan juga lebih menyukai tempat kerja yang dekat dengan rumah, bersih dan memiliki fasilitas modern, serta memiliki perlengkapan dan peralatan yang lengkap. Pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja, hidup pada kondisi kerja yang sering tidak ideal, dan hal serupa lainnya. Ini berarti penilaian seorang karyawan terhadap seberapa puas dan tidak puasnya dengan pekerjaannya. Penelitian menunjukkan bahwa kepuasan karyawan meningkat ketika atasan langsungnya bersikap bersahabat dan penuh pengertian, seringkali memuji atas kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan dan mau mengenal mereka secara pribadi (Robbins, 2002).

Bahwa kebutuhan akan persahabatan dengan sesama rekan kerja selalu menjadi prioritas dari pekerjaan yang dilakukan karyawan, dikarenakan adanya dukungan dari rekan kerja dan atasan. Menurut Luthans (2006) apabila kondisi kerja bagus (lingkungan yang bersih dan menarik), akan membuat pekerjaan dengan mudah dapat ditangani. Sebaliknya, jika kondisi kerja tidak menyenangkan (panas dan berisik) akan berdampak sebaliknya pula. Apabila kondisi bagus maka tidak akan ada masalah dengan kepuasan kerja, sebaliknya jika kondisi yang ada buruk maka akan buruk juga dampaknya terhadap kepuasan kerja.

Lebih lanjut Luthans (2006) menyatakan bahwa rekan kerja yang bersahabat, kerjasama rekan sekerja atau kelompok kerja adalah sumber kepuasan kerja bagi

pekerja secara individual. Sementara kelompok kerja dapat memberikan dukungan, nasehat atau saran, bantuan kepada sesama rekan kerja. Kelompok kerja yang baik membuat pekerjaan lebih menyenangkan. Baiknya hubungan antara rekan kerja sangat besar artinya bila rangkaian pekerjaan tersebut memerlukan kerja sama tim yang tinggi. Tingkat keeratan hubungan mempunyai pengaruh terhadap mutu dan intensitas interaksi yang terjadi dalam suatu kelompok. Kelompok yang mempunyai tingkat keeratan yang tinggi cenderung menyebabkan para pekerja lebih puas berada dalam kelompok.

Kepuasan timbul terutama berkat kurangnya ketegangan, kurangnya kecemasan dalam kelompok, dan karena lebih mampu menyesuaikan diri dengan tekanan pekerjaan. Kepuasan kerja karyawan merupakan hal yang perlu mendapat perhatian dari pimpinan perusahaan agar dapat terus ditingkatkan. Bahwa kebutuhan akan persahabatan dengan sesama rekan kerja selalu menjadi prioritas dari pekerjaan yang dilakukan karyawan, dikarenakan adanya dukungan dari rekan kerja dan atasan.

Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka berpikir yang digunakan untuk hipotesis dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut.

Kondisi kerja

Rekan kerja

Gambar I.1. Kerangka Berpikir Hipotesis Pertama

Arti tugas Otonomi Umpan balik

Gambar I.2. Kerangka Berpikir Hipotesis Kedua Pekerjaan yang menantang Imbalan Keragaman ketrampilan Identitas tugas

Kepuasan kerja karyawan pada Hotel Inna Parapat

I.6. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

1. Pekerjaan yang menantang, imbalan, kondisi kerja, dan rekan kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan pada Hotel Inna Parapat. 2. Keragaman ketrampilan, identitas tugas, arti tugas, otonomi, dan umpan balik

berpengaruh terhadap pekerjaan yang menantang bagi karyawan operasional pada Hotel Inna Parapat.

BAB II

Dokumen terkait