• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

B. Kerangka Berpikir

1. Perbandingan antara Pendekatan Open-ended dan Pendekatan Konvensional Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk menuju kearah hidup yang lebih baik. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan

pengembangan kemampuan berpikir. Pengembangan kemampuan tersebut antara lain dapat dilakukan melalui matematika yang secara substansial dapat mendorong pengembangan kemampuan berpikir siswa. Konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks, sehingga memerlukan kemampuan berpikir matematis yang baik untuk mengatasinya.

Dalam pendekatan konvensional, pembelajaran bersifat transfer ilmu, artinya guru mentransfer ilmu kepada siswanya, sedangkan siswa lebih banyak berperan sebagai penerima. Dalam pendekatan konvensional otoritas seorang guru lebih diutamakan, dan berperan sebagai contoh bagi murid-muridnya, perhatian terhadap masing-masing individu atau minat siswa kurang., dan pembelajaran lebih berorientasi terhadap persiapan akan masa depan bukan berorientasi pada peningkatan kompetensi siswa.

Pendekatan open-ended menjanjikan suatu kesempatan kepada siswa untuk menginvestigasi berbagai cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Masalah yang diberikan pada pendekatan open-ended adalah masalah yang bersifat terbuka atau masalah tidak lengkap atau dapat disebut juga masalah yang tidak rutin. Melalui pendekatan open-ended, siswa dituntut untuk melakukan observasi, bertanya, menentukan relasi menampilkan alasan-alasan dan menarik kesimpulan. Oleh karena itu, pendekatan open-ended memiliki banyak kesesuaian dengan komponen berpikir matematis.

Dalam menyelesaikan soal-soal dalam materi trigonometri, sering kali siswa tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk membawa permasalahan ke dalam rumus-rumus yang biasanya hanya mereka hafalkan pemahaman. Dengan menggunakan langkah-langkah dalam pendekatan open-ended, siswa dibiarkan mengerjakan secara bebas dengan kemampuan berpikir mereka masing-masing sehingga pada akhirnya siswa dapat mengetahui setahap demi setahap langkah apa yang harus ia lakukan untuk mengerjakan soal tersebut. Oleh karena itu, pendekatan open-ended diduga

menghasilkan kemampuan berpikir matematis lebih tinggi daripada pendekatan konvensional.

2. Pembandingan antara Siswa yang Memiliki Respon Tinggi, Respon Sedang, dan Respon Rendah terhadap Pembelajaran

Selain dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang digunakan, peningkatan kemampuan berpikir matematis juga kemungkinan dipengaruhi oleh respon siswa terhadap pembelajaran yang digunakan. Respon siswa terhadap pembelajaran dapat dideskripsikan sebagai tanggapan siswa tehadap serangkaian proses atau kegiatan belajar mengajar. Adapun komponen-komponen yang dapat menimbulkan stimulus diantaranya: sikap terhadap mata pelajaran, komponen pembelajaran, dan minat mengikuti kegiatan belajar mengajar. Perbedaan respon siswa kemungkinan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir matematis mereka. Siswa yang memiliki respon tinggi akan lebih giat untuk belajar mandiri, memiliki banyak ide untuk memecahkan suatu masalah berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki, serta berani menyampaikannya dengan lancar tanpa harus menunggu adanya perintah dari guru, sehingga pada akhirnya mereka dapat mencapai kemampuan berpikir matematis yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang respon sedang atau rendah.

Terkait dengan proses menyelesaikan soal-soal dalam materi trigonometri, siswa dituntut untuk memiliki respon agar ia dapat menemukan strategi yang paling tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang terkait. Siswa juga harus dapat menganalisis permasalahan yang muncul. Dalam proses ini, respon siswa mungkin menjadi faktor yang sangat berpengaruh selain pemahaman siswa terhadap materi.

3. Respon Siswa terhadap Pembelajaran Ditinjau dari Pendekatan

Pembelajaran

Pada pendekatan konvensional, guru berperan lebih banyak melakukan aktivitas dibandingkan siswa, karena guru yang mengelola dan mempersiapkan bahan

bahan ajaran yang disampaikan oleh guru. Saat pembelajaran berlangsung dengan pendekatan ini, siswa yang memiliki respon tinggi terhadap pembelajaran akan giat mengikuti pelajaran dan sungguh-sungguh, memperhatikan guru dengan baik. Demikian pula, saat pembelajaran dengan pendekatan konvensional ini berlangsung siswa yang memiliki respon sedang terhadap pembelajaran akan melakukan kegiatan pembelajaran dengan cukup giat, dan cukup sungguh-sungguh tapi tidak segiat dan sesungguh-sungguh siswa yang memiliki respon tinggi. Untuk siswa yang memiliki respon rendah, pada saat pembelajaran dengan pendekatan konvensional ini berlangsung siswa tersebut begitu memperhatikan guru, dan cenderung respon terhadap pembelajaran kurang baik. Oleh karena itu, pada pembelajaran dengan pendekatan konvensional dimungkinkan siswa dengan respon tinggi menghasilkan kemampuan berpikir matematis lebih baik daripada siswa dengan respon sedang. Sedangkan siswa dengan respon rendah menghasilkan kemampuan berpikir matematis yang lebih baik daripada siswa dengan respon sedang, sedangkan siswa dengan respon tinggi menghasilkan kemampuan berpikir matematis yang lebih baik daripada siswa dengan respon rendah.

Pendekatan open-ended adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pemberian soal terbuka saat pembelajaran berlangsung. Dalam pendekatan ini, siswa harus mengombinasikan semua pengetahuan, keterampilan dan pola pikir matematika yang telah dipelajari sebelumnya untuk sampai pada jawaban atau kesimpulan yang benar yaitu dengan melakukan analisis, sintesis dan evaluasi terhadap data pada soal, membuat dan menguji hipotesis serta menarik kesimpulan. Pendekatan open-ended memberikan pengalaman belajar kepada siswa untuk mencari, memperoleh, dan menemukan pengetahuan baru dalam matematika. Saat pembelajaran berlangsung dengan pendekatan ini, siswa yang memiliki respon tinggi terhadap pembelajaran akan aktif dan antusias berusaha menyelesaikan soal terbuka yang diberikan. Sedangkan siswa yang memiliki respon sedang terhadap pembelajaran akan cukup antusias dan berusaha menyelesaikan soal terbuka yang diberikan, tetapi tidak seaktif dan seantusias siswa yang memiliki respon tinggi.

Untuk siswa yang memiliki respon rendah, pada saat pembelajaran dengan pendekatan open-ended berlangsung siswa tersebut tidak begitu antusias ingin menyelesaikan soal terbuka yang diberikan bahkan cenderung malas untuk memikirkan penyelesaian soal yang diberikan. Oleh karena itu, pada pembelajaran dengan pendekatan open-ended dimungkinkan siswa dengan respon tinggi menghasilkan kemampuan berpikir matematis lebih baik daripada siswa dengan respon sedang. Sedangkan siswa dengan respon sedang menghasilkan kemampuan berpikir matematis yang lebih baik daripada siswa dengan respon rendah, sedangkan siswa dengan respon tinggi menghasilkan kemampuan berpikir matematis yang lebih baik daripada siswa dengan respon rendah.

4. Pendekatan Pembelajaran Ditinjau dari Respon Siswa terhadap

Pembelajaran

Siswa dengan respon tinggi, bila diberi pembelajaran dengan pendekatan apapun dia akan merespon pembelajaran tersebut dengan sangat baik. Akan tetapi jika pendekatan yang digunakan lebih mengaktifkan siswa dan membuat siswa berpikir matematis, maka siswa dengan respon tinggi akan lebih merespon terhadap pembelajaran tersebut. Penggunaan pendekatan open-ended dalam pembelajaran matematika menitikberatkan pada respon siswa terhadap pembelajaran. Jadi, pendekatan open-ended dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematis untuk siswa yang memiliki respon tinggi. Sehingga diharapkan pada siswa dengan respon tinggi, pendekatan open-ended menghasilkan kemampuan berpikir matematis lebih baik daripada pendekatan konvensional.

Sedangkan bagi siswa yang responnya sedang, pendekatan open-ended akan membantu mereka untuk menentukan strategi yang akan digunakan untuk pemecahan permasalahan dalam soal karena mereka dapat bertukar pikiran dengan siswa lain dalam kelompoknya di dalam melakukan investigasi. Namun hal ini mungkin membuat siswa dengan respon sedang menjadi tergantung dengan siswa lain sehingga pada saat evaluasi, kemampuan berpikir matematis yang tercapai menjadi kurang

membantu proses belajar siswa tetapi bergantung pada guru sehingga pada saat evaluasi kemampuan berpikir matematis yang tercapai menjadi kurang optimal. Oleh karena itu, pada siswa dengan respon sedang, pendekatan open-ended menghasilkan kemampuan berpikir matematis yang lebih baik daripada pendekatan konvensional.

Sedangkan bagi siswa yang responnya tinggi, pendekatan open-ended akan membantu mereka untuk menentukan strategi yang akan digunakan untuk pemecahan permasalahan dalam soal karena mereka dapat bertukar pikiran dengan siswa lain dalam kelompoknya di dalam melakukan investigasi. Namun hal ini mungkin membuat siswa dengan respon rendah menjadi tergantung dengan siswa lain sehingga pada saat evaluasi, kemampuan berpikir matematis yang tercapai menjadi kurang optimal. Berbeda sekali saat siswa respon rendah diberi pendekatan konvensional. Mereka telah terbiasa dengan pembelajaran konvensional sehingga siswa dengan respon rendah pada pendekatan konvensional akan merasa terbantu proses belajarnya sehingga pada saat evaluasi kemampuan berpikir matematis yang tercapai menjadi lebih optimal. Karena siswa dengan respon rendah terbiasa dengan pendekatan konvensional dan cenderung kurang tanggap dengan pendekatan pembelajaran lain termasuk pendekatan open-ended sehingga kemampuan berpikir matematisnya lebih berkembang saat pembelajaran konvensional. Oleh karena itu, pada siswa dengan respon rendah, pendekatan konvensional menghasilkan kemampuan berpikir matematis yang lebih baik daripada pendekatan open-ended.

5. Persentase Tingkatan Kemampuan Berpikir Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran

Persentase tingkatan kemampuan berpikir matematis siswa berdasarkan pendekatan pembelajaran adalah sebgai berikut:

a. Tingkat Reproduksi

Tingkat reproduksi adalah tingkat yang paling rendah menurut Shafer dan Foster. Tingkatan ini meliputi mengetahui fakta dasar, menerapkan algoritma standar, dan mengembangkan ketrampilan teknis. Pada tingkat ini siswa minimal mampu menuliskan apa yang diketahui dan apa yang

ditanyakan. Siswa yang diberi pendekatan pembelajaran apapun baik pendekatan pembelajaran open-ended maupun pendekatan konvensional dimungkinkan sudah bisa mencapai tingkat reproduksi. Hal ini karena tingkat reproduksi merupakan tingkatan yang paling dasar. Persentase siswa yang mencapai tingkat reproduksi pada kelas yang diberi pendekatan open-ended

dimungkinkan sama dengan persentase siswa pada kelas yang diberi

pendekatan konvensional. b. Tingkat Koneksi

Tingkat koneksi adalah tingkat sedang menurut Shafer dan Foster. Tingkatan ini meliputi mengintegrasikan informasi, membuat koneksi dalam dan inter matematika, menetapkan rumus yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah, dan memecahkan masalah nonrutin. Pada tingkat koneksi, siswa harus mampu mamhami masalah dan karakteristiknya, serta mampu menghubungkan kalimat sehari-hari dengan kalimat matematika, mampu menentukan cara yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan, dan melaksanakan cara tersebut.

Pada siswa yang diberi pendekatan pembelajaran open-ended dimungkinkan lebih mampu mencapai tingkat koneksi dibanding siswa yang deiberi pendekatan konvensional. Hal ini karena siswa yang diberi pendekatan

open-ended mampu melakukan koneksi yang lebih baik karena sudah terlatih

saat pembelajaran open-ended dilaksanakan. Sedangkan siswa yang diberi perlakuan pendekatan konvensional kurang terlatih pola pikir matematisnya sehingga dimungkinkan siswa dengan pendekatan konvensional tidak semua yang dapat mencapai tingkat ini. Dengan kata lain, persentase siswa yang mencapai tingkat koneksi pada kelas yang diberi pendekatan open-ended dimungkinkan lebih besar daripada persentase siswa pada kelas yang diberi pendekatan konvensional.

Shafer dan Foster. Tingkat analisis meliputi mematematisasi situasi, meakukan analisis, melakukan interpretasi, mengembangkan argumen matematik, dan membuat generalisasi. Pada tingkat analisis, siswa diharapkan mampu menganalisis bagaimana menyelesaikan persoalan, mempunyai cara sendiri untuk menyelesaikan masalah, melakukan interpretasi tentang penyelesaian masalah, mampu mengembangkan argumen matematik, mematematisasi situasi dan mampu menggeneralisasi.

Pada siswa yang diberi pendekatan pembelajaran open-ended dimungkinkan lebih mampu mencapai tingkat analisis dibanding siswa yang deiberi pendekatan konvensional. Hal ini karena siswa yang diberi pendekatan

open-ended mampu melakukan analisis yang lebih baik karena sudah terlatih

saat pembelajaran open-ended dilaksanakan. Sedangkan siswa yang diberi perlakuan pendekatan konvensional kurang terlatih pola pikir matematisnya sehingga dimungkinkan siswa dengan pendekatan konvensional tidak semua yang dapat mencapai tingkat ini. Dengan kata lain, persentase siswa yang mencapai tingkat analisis pada kelas yang diberi pendekatan open-ended lebih besar daripada persentase siswa pada kelas yang diberi pendekatan konvensional.

6. Persentase Tingkatan Kemampuan Berpikir Matematis Siswa Berdasarkan Respon Siswa terhadap Pembelajaran

a. Tingkat Reproduksi

Tingkat reproduksi adalah tingkat yang paling rendah menurut Shafer dan Foster. Tingkatan ini meliputi mengetahui fakta dasar, menerapkan algoritma standar, dan mengembangkan ketrampilan teknis. Pada tingkat ini siswa minimal mampu menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Siswa dengan kategori respon apapun baik respon tinggi, sedang, maupun rendah dimungkinkan sudah bisa mencapai tingkat reproduksi. Hal ini karena tingkat reproduksi merupakan tingkatan yang paling dasar. Oleh karena itu, persentase siswa yang mencapai tingkat reproduksi pada kategori

respon tinggi dimungkinkan sama dengan persentase siswa pada kategori respon sedang, sedangkan persentase siswa yang mencapai tingkat reproduksi pada kategori respon sedang dimungkinkan sama dengan persentase siswa pada kategori respon rendah, dan persentase siswa yang mencapai tingkat reproduksi pada kategori respon tinggi dimungkinkan sama dengan persentase siswa pada kategori respon rendah.

b. Tingkat Koneksi

Tingkat koneksi adalah tingkat sedang menurut Shafer dan Foster. Tingkatan ini meliputi mengintegrasikan informasi, membuat koneksi dalam dan inter matematika, menetapkan rumus yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah, dan memecahkan masalah nonrutin. Pada tingkat koneksi, siswa harus mampu mamhami masalah dan karakteristiknya, serta mampu menghubungkan kalimat sehari-hari dengan kalimat matematika, mampu menentukan cara yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan, dan melaksanakan cara tersebut. Siswa yang memiliki respon tinggi akan lebih giat untuk belajar mandiri, memiliki banyak ide untuk memecahkan suatu masalah berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki, serta berani menyampaikannya dengan lancar tanpa harus menunggu adanya perintah dari guru. Begitu pula siswa yang memiliki respon sedang terhadap pembelajaran akan cukup antusias dan berusaha menyelesaikan soal terbuka yang diberikan. Oleh karena itu, persentase siswa yang mencapai tingkat koneksi pada kategori respon tinggi dimungkinkan sama dengan persentase siswa pada kategori respon sedang.

Siswa yang memiliki respon sedang terhadap pembelajaran akan cukup antusias dan berusaha menyelesaikan soal terbuka yang diberikan, sedangkan siswa dengan respon rendah tidak begitu antusias ingin menyelesaikan soal terbuka yang diberikan bahkan cenderung malas untuk memikirkan penyelesaian soal yang diberikan. Oleh karena itu persentase

dimungkinkan lebih besar daripada persentase siswa pada kategori respon rendah.

Siswa yang memiliki respon tinggi akan lebih giat untuk belajar mandiri, memiliki banyak ide untuk memecahkan suatu masalah berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki, serta berani menyampaikannya dengan lancar tanpa harus menunggu adanya perintah dari guru, sedangkan siswa dengan respon rendah tidak begitu antusias ingin menyelesaikan soal terbuka yang diberikan bahkan cenderung malas untuk memikirkan penyelesaian soal yang diberika. Oleh karena itu, persentase siswa yang mencapai tingkat koneksi pada kategori respon tinggi dimungkinkan lebih besar daripada persentase siswa pada kategori respon rendah.

c. Tingkat Analisis

Tingkat analisis merupakan tingkatan yang paling tinggi menurut Shafer dan Foster. Tingkat analisis meliputi mematematisasi situasi, meakukan analisis, melakukan interpretasi, mengembangkan argumen matematik, dan membuat generalisasi. Pada tingkat analisis, siswa diharapkan mampu menganalisis bagaimana menyelesaikan persoalan, mempunyai cara sendiri untuk menyelesaikan masalah, melakukan interpretasi tentang penyelesaian masalah, mampu mengembangkan argumen matematik, mematematisasi situasi dan mampu menggeneralisasi.

Siswa yang memiliki respon tinggi akan lebih giat untuk belajar mandiri, memiliki banyak ide untuk memecahkan suatu masalah berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki, serta berani menyampaikannya dengan lancar tanpa harus menunggu adanya perintah dari guru. Begitu pula siswa yang memiliki respon sedang terhadap pembelajaran akan cukup antusias dan berusaha menyelesaikan soal terbuka yang diberikan tetapi tidak seantusias siswa dengan respon tinggi. Oleh karena itu, persentase siswa yang mencapai tingkat analisis pada kategori respon tinggi dimungkinkan lebih besar daripada persentase siswa pada kategori respon sedang.

Siswa yang memiliki respon sedang terhadap pembelajaran akan cukup antusias dan berusaha menyelesaikan soal terbuka yang diberikan, sedangkan siswa dengan respon rendah tidak begitu antusias ingin menyelesaikan soal terbuka yang diberikan bahkan cenderung malas untuk memikirkan penyelesaian soal yang diberikan. Oleh karena itu persentase siswa yang mencapai tingkat analisis pada kategori respon sedang dimungkinkan lebih besar daripada persentase siswa pada kategori respon rendah.

Siswa yang memiliki respon tinggi akan lebih giat untuk belajar mandiri, memiliki banyak ide untuk memecahkan suatu masalah berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki, serta berani menyampaikannya dengan lancar tanpa harus menunggu adanya perintah dari guru, sedangkan siswa dengan respon rendah tidak begitu antusias ingin menyelesaikan soal terbuka yang diberikan bahkan cenderung malas untuk memikirkan penyelesaian soal yang diberika. Oleh karena itu, sedangkan persentase siswa yang mencapai tingkat analisis pada kategori respon tinggi dimungkinkan lebih besar daripada persentase siswa pada kategori respon rendah.

Dokumen terkait