• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

2. Pendekatan Pembelajaran

a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran

Pendekatan dalam proses pembelajaran menurut Wenno (2008: 50) merupakan teknik guru dalam menyajikan berbagai materi. Hal ini dilakukan agar proses pembelajaran yang berlangsung benar-benar dapat berjalan dengan efektif dan efisien, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan targetnya. Pendekatan dapat dilakukan dengan baik, jika guru dapat memahami materi yang akan disajikan dan disesuaikan dengan tipe belajar siswa.

Smith (2009:

12-pada metode-metode yang digunakan oleh siswa dalam belajar yang terkait dengan teknik-teknik memperbaiki memori agar bisa lebih baik dalam belajar atau memperkirakan

strategi-strategi pembelajaran mencakup perubahan-perubahan pada desain pengajaran disesuaikan dengan kompetensi dasar, sehingga penggunaan pendekatan yang sesuai dalam pembelajaran mampu mengoptimalkan hasil belajar siswa.

Menurut

jalan yang ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional

diamati dalam bentuk hasil belajar siswa. Dalam pendekatan penggunaan beberapa metode yang sesuai dan disertai penggunaan berbagai sumber daya akan menghasilkan suatu hasil belajar yang optimal sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Berdasarkan definisi-definisi pendekatan pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran adalah teknik yang dilakukan guru dan siswa untuk menghasilkan suatu hasil belajar yang optimal sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

b. Macam-Macam Pendekatan Pembelajaran

Pendekatan pembelajaran yang berkaitan dalam penelitian ini pendekatan

Open-Ended dan pendekatan konvensional.

1) Pendekatan Open-Ended

Pendekatan open-ended merupakan suatu pendekatan dalam matematika yang mendatangkan beragam jawaban atau pun beragam strategi dalam menjawab suatu masalah matematika. Menurut Storaasli dan Takahashi (Syukur, 2004: 27), pendekatan open-ended dimulai tahun 1970-an di negara Jepang. Syaban (2004) dalam Izzati (2010: 14)

open-ended sama

dengan pembelajaran berbasis masalah yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang dalam prosesnya dimulai dengan memberi suatu dengan apa yang dikatakan oleh Pehkonen (Syukur, 2004: 28) bahwa pendekatan open-ended merupakan penggunaan masalah atau soal-soal open-ended dalam kelas. Soal-soal

open-ended adalah soal-soal yang mempunyai beberapa jawaban yang

benar atau beberapa strategi yang benar dalam menjawabnya. Soal-soal tersebut menuntut siswa untuk mencari jawaban soal seperti dalam pendekatan problem solving (Yaniawati dalam Syukur, 2004: 28), sehingga siswa pun dituntut untuk menggunakan strategi pemecahan masalah dalam menjawab masalah tersebut seperti dengan melakukan investigasi dan mengeksplorasi pola-pola. Di samping itu, siswa pun dituntut untuk melakukan observasi, menentukan relasi, bertanya, menampilkan alasan-alasan dan menarik kesimpulan.

Satriawati (2006: 16) mengungkapkan bahwa soal-soal yang biasa digunakan dalam pendekatan open-ended merupakan soal-soal nonrutin yang bersifat terbuka. Soal-soal nonrutin terbuka yang dimaksud adalah soal-soal uraian terbuka yang mempunyai cara pemecahan lebih dari satu

diklasifikasikan ke dalam tiga tipe (Syaban, 2004) dalam Izzati (2010: 18), yakni:

a) Prosesnya terbuka, masalah itu memiliki banyak cara penyelesaian yang benar.

b) Hasil akhirnya terbuka, masalah itu memiliki banyak jawaban yang benar.

c) Cara pengembangan lanjutannya terbuka, ketika siswa telah menyelesaikan masalahnya, mereka dapat mengembangkan masalah baru yaitu dengan cara merubah kondisi masalah sebelumnya (asli).

Nohda (Satriawati, 2006: 17) mengungkapkan bahwa soal tipe terbuka dapat membantu siswa untuk mengelaborasi ide-idenya dalam matematika sejauh dan sedalam mungkin.

Pada umumnya, dalam menyelesaikan soal-soal open-ended (Syukur, 2004: 29), langkah pertama yang harus siswa lakukan adalah mengidentifikasi masalah dalam soal tersebut. Kemudian, siswa mengembangkan alternatif-alternatif jawaban ataupun cara yang mungkin dalam menjawab masalah tersebut. Selain itu, siswa pun dapat melihat kembali apa yang telah ia kerjakan, merevisi strategi yang dipakainya serta memeriksa apakah cara yang dipakainya sudah tepat atau tidak sebelum ia menetapkan jawaban dan metode penyelesaian akhirnya. Dalam pendekatan ini, siswa harus mengombinasikan semua pengetahuan, keterampilan dan pola pikir matematika yang telah dipelajari sebelumnya untuk sampai pada jawaban atau kesimpulan yang benar yaitu dengan melakukan analisis, sintesis dan evaluasi terhadap data pada soal, membuat dan menguji hipotesis serta menarik kesimpulan (Shimada dalam Syukur, 2004: 29). Oleh karena itu, pendekatan open-ended memberikan pengalaman belajar kepada siswa untuk mencari, memperoleh, dan menemukan pengetahuan baru dalam matematika.

Dalam membuat soal-soal open-ended pun bukanlah suatu hal yang mudah. Menurut Cooney, Shancez dan Ice (Syukur, 2004: 33-34), kesulitan dalam membuat soal-soal open-ended adalah asumsi dalam mengakses pemahaman yang mendalam diperlukan suatu pemahaman konseptual yang kuat mengenai materi matematika tersebut, serta memperkirakan berbagai respon siswa sehingga harus disesuaikan dengan kondisi siswa. Dengan demikian, guru memerlukan pemahaman yang mendalam tentang masalah yang akan dibuat soal-soal open-ended. Selain itu, Brown dan Walter (Hamzah dalam Satriawati, 2006: 17) menyatakan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam memberikan masalah kepada siswa, yaitu accepting, berkaitan dengan kemampuan siswa dalam memahami situasi yang diberikan oleh guru, dan challenge, berkaitan dengan sejauhmana siswa tertantang untuk menyelesaikan situasi yang diberikan. Sullivan (Syukur, 2004: 34-35) menyatakan terdapat dua metode dalam menyusun pertanyaan open-ended, yaitu:

a) Metode bekerja secara terbalik (working backwards)

Metode ini terdiri dari tiga langkah utama yaitu mengidentifikasi topik, memikirkan dan menuliskan jawaban terlebih dahulu, serta membuat pertanyaan open-ended berdasarkan jawaban.

b) Metode mengubah pertanyaan standar (adapting a standard

question)

Metode ini mempunyai tiga langkah yaitu mengidentifikasi topik, memikirkan pertanyaan standar, dan membuat pertanyaan

open-ended berdasarkan pertanyaan standar tersebut.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode mengubah pertanyaan standar (adapting a standard question). Cooney, Shancez, Leathan dan Mewborn (Syukur, 2004: 35) mengungkapkan tiga model soal open-ended yaitu:

a) Soal yang meminta siswa untuk membuat beberapa situasi atau contoh yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang telah ditetapkan, sehingga siswa dituntut untuk mengenali batasan

karakteristik yang mendasari konsep tersebut dan

mengaplikasikannya.

b) Soal yang meminta siswa untuk menjelaskan pandangan yang benar dan yang salah tentang beberapa konsep atau prinsip matematis disertai dengan alasannya.

c) Soal yang meminta siswa untuk menyelesaikan masalah atau menjelaskan jawaban dalam dua cara atau lebih serta menampilkan alasan-alasan yang mendukung pendapatnya.

Selain perencanaan soal yang matang, guru perlu merencanakan langkah- langkah yang tepat dalam menghadirkan pendekatan open-ended di kelas. Langkah-langkah menyusun rencana pembelajaran dengan pendekatan open-ended dikemukakan Sawada (Satriawati, 2006: 15-16) sebagai berikut:

a) Menyusun daftar respon yang diharapkan. b) Menetapkan tujuan yang hendak dicapai.

c) Menggunakan media untuk membantu kelancaran metode penyampaian soal bila diperlukan.

d) Mengemas soal dalam bentuk semenarik mungkin. e) Mengalokasikan waktu secukupnya.

Selain itu, menurut Sawada (Syukur, 2004: 36), penerapan pendekatan

open-ended dalam pembelajaran matematika memerlukan aktivitas siswa

sebagai individu maupun kelompok. Aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pendekatan open-ended tersebut diantaranya:

a) Menerjemahkan soal ke dalam symbol atau parameter matematis. b) Menemukan relasi atau aturan.

d) Melakukan pengujian terhadap hasil.

e) Saling bertukar pikiran dengan siswa lain tentang temuan atau metode penyelesaian yang digunakan.

f) Memodifikasi dan mengembangkan ide-ide secara tepat. Dengan demikian, interaksi antar siswa sangat penting dalam penerapan pendekatan open-ended dalam pembelajaran matematika.

Interaksi antar siswa memungkinkan siswa untuk menambah

pengetahuannya dan pemahamannya, serta memperbaiki jawabannya mengenai masalah matematika yang dibahas. Di samping itu, pendekatan ini pun memerlukan interaksi siswa dengan guru.

Satriawati (2006: 15) mengungkapkan interfensi guru sangat penting untuk mengarahkan siswa dalam menyelesaikan masalah karena siswa bekerja secara independen sehingga memungkinkan terjadi kesalahan. Aktivitas-aktivitas siswa dalam pendekatan open-ended membuat siswa dapat mengembangkan ide-ide kreatifnya dan mengasah kemampuan kognitifnya. Pada akhirnya, siswa dapat melatih kemampuan berpikirnya. Seperti dikatakan Heddens, pendekatan open-ended (Syukur, 2004: 29) dapat meningkatkan cara berpikir siswa. Begitu pun berdasarkan penelitian Shimada (Syukur, 2004: 30), pendekatan ini memungkinkan siswa untuk mendekati kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Shimada & Becker (1997) berkata:

Open-ended approach started with having students engaging in open-ended problems which are formulated to have multiple correct -ended. In terms of teaching method,

-proceeds by using many correct answer to the given problem to provide experience in finding something new during the problem-solving process. Mathematical activities generated by openended problems are very rich and subtle so as teachers can evaluate - thinking skills. In a sense, open-ended problem is a good start for creating the first study lesson for the purpose of study in lesson study approach.

yang artinya adalah pendekatan open-ended dimulai dengan meghadapkan siswa pada masalah terbuka yang diformulasikan untuk banyak jawaban yang benar dari masalah yang diberikan. Dalam metode pengajarannya, pertama-tama suatu masalah terbuka dihadapkan siswa, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan banyak jawaban yang benar dari permasalahan yang diberikan untuk memberikan pengalaman dalam menemukan sesuatu yang baru selama proses menyelesaikan masalah. Membangkitkan aktivitas matematika dengan masalah terbuka sangat beranekaragam dan pelik sehingga sebagai guru dapat mengevaluasi kemampuan siswa dalam berpikir tingkat tinggi. Pada dasarnya, masalah terbuka adalah permulaan yang baik untuk menciptakan pembelajaran pertama demi terwujudnya tujuan pendekatan pembelajaran.

Walaupun begitu, tidak ada satu pun pendekatan dalam pembelajaran matematika yang benar-benar sempurna. Pendekatan open-ended pun tentunya memiliki kekurangan dan kelebihan. Sawada dalam (Syukur, 2004: 36-37) berkata:

advantages of the open-ended approach:

(1) Students participate more actively in the lesson and express their ideas more frequently.

(2) Students have more opportunities to make comprehensive used of their mathematical knowledge and skills.

(3) Even low-achieving students can respond to the problem in some significant ways of their own.

(4) Students are intrinsically motivated to give proofs.

(5) Students have rich experiences in the pleasure of discovery and receive the approval of fellow students.

Artinya menurut Sawada, kelebihan-kelebihan pendekatan open-ended antara lain:

(1) Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya.

(2) Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan ketrampilan matematik secara komprehensif. (3) Siswa dengan kemampuan matematika rendah dapat merespon

permasalahan dengan cara mereka sendiri.

(4) Siswa secara instrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.

(5) Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.

Adapun kelemahan-kelemahan pendekatan open-ended diantaranya (Suherman, dkk., 2001: 121):

(1) Membuat dan menyiapkan masalah matematik yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan yang mudah.

(2) Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.

(3) Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa terganggu atau mencemaskan jawaban mereka.

(4) Mungkin ada sebagian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka tidak menyenagkan karena kesulitan yang mereka hadapi. Suherman, dkk. (2001: 114) mengemukakan:

pendekatan open-ended memberikan kesempatan kepada siswa untuk menginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya untuk mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasikan melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan pendekatan

open-ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif

antara matematika dan siswa sehingga mendorong siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi.

Perlu digarisbawahi bahwa kegiatan matematik dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi tiga aspek berikut (Suherman, dkk., 2001: 114).

a) Kegiatan siswa harus terbuka.

Kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai kehendak mereka.

Misalnya, guru memberikan permasalahan berikut kepada siswa:

Dengan menggunakan berbagai cara, hitunglah jumlah sepuluh bilangan ganjil pertama mulai dari satu!

Siswa berkesempatan melakukan beragam aktivitas untuk menjawab permasalahan yang diberikan, sehingga mereka sampai pada pemikiran seperti berikut:

1) 2) 3)

Artinya

(jumlah sepuluh bilangan ganjil yang pertama

adalah 102 = 100.

b) Kegiatan matematika merupakan ragam berpikir.

Kegiatan matematika adalah kegiatan yang di dalamnya terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya. Pada dasarnya kegiatan matematika akan mengundang proses manipulasi dan manifestasi dalam dunia matemtika. Suatu pendekatan open-ended dalam pembelajaran harus dibuat sedapat mungkin sebagai perujuk dan pelengkap dari problem. Pada saat yang bersamaan kegiatan matematika ara melalui problem. Dari sinilah secara potensial akan melatih

ketrampilan siswa dalam menggeneralisasi dan

mendiversifikasi suatu masalah.

Dalam penggunaan problem, kegiatan matematika juga dapat dipandang sebagai operasi konkrit benda yang dapat ditemukan melalui sifat-sifat inheren. Analogi dan inferensi terkandung

dalam situasi yang lainmisalnya dari jumlah benda yang lebih besar. Jika proses penyelesaian suatu problem mengundang prosedur dan proses diversifikasi dan generalisasi, kegiatan matematika dalam pemecahan masalah seperti ini dikatakan terbuka.

c) Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan. Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu. Meskipun pada umumnya guru akan mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan pengalaman dan pertimbangan masing-masing. Guru

bisa membelajarkan siswa melalui kegiatan-kegiatan

matematika tingkat tinggi yang sistematis atau melalui kegiatan-kegiatan matematika yang mendasar untuk melayani siswa yang kemampuannya rendah. Pendekatan uniteral semacam ini dapat dikatakan terbuka terhadap kebutuhan siswa ataupun terbuka terhadap ide-ide matematika.

Kegiatan siswa dan kegiatan matematik juga dapat dikatakan terbuka secara simultan dalam pembelajaran, jika kebutuhan dan berpikir matematik siswa diperhatikan oleh guru melalui kegiatan-kegiatan matematik yang bermanfaat untuk menjawab permasalahan lainnya. Dengan kata lain, ketika siswa

melakukan kegiatan matematika untuk memecahkan

permasalahan yang diberikan, dengan sendirinya akan mendorong potensi mereka untuk melakukan kegiatan matematik pada tingkatan berpikir yang lebih tinggi.dengan demikian guru tidak perlu mengarahkan agar siswa memecahkan permasalahan dengan cara atau pola yang sudah ditentukan, sebab akan menghambat kebebasab berpikir siswa untuk menemukan cara baru menyelesaikan permasalahan. Pembelajaran dengan pendekatan open-ended mengharapkan siswa tidak hanya mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu jawaban. Dalam penelitian ini, pendekatan open-ended yang digunakan oleh penulis adalah pendekatan yang dimulai dengan memberikan masalah yang tidak rutin dengan beragam strategi pemecahan dimana jawabannya tunggal dan prosesnya terbuka yang artinya masalah tersebut memiliki banyak cara pemecahan yang benar, sehingga

efektif, guru harus merancang pembelajaran dengan pendekatan ini semenarik mungkin sesuai dengan kemampuan siswa serta menyusun daftar respon yang diharapkan.

Berdasarkan uraian tentang pembelajaran open-ended, penulis membuat garis besar langkah pembelajaran open-ended yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut (Gordah, 2012: 267).

a) Pendahuluan

Guru memberikan pendahuluan tentang materi pelajaran yang akan diajarkan (apersepsi).

b) Kegiatan inti

(1) Diawali dengan guru memberikan masalah open-ended yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan

(2) Siswa menyelesaikan masalah tersebut individu, kemudian didiskusikan dengan teman sekelompoknya

(3) Siswa mempresentasikan hasil diskusinya dan kelompok lain menanggapi. Solusi dibahas secara bersama-sama

(4) Masalah diselesaikan dan dikembangkan melalui

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru maupun siswa untuk memberikan pemahaman mengenai konsep yang diajarkan

(5) Dalam proses tanya jawab, guru memotivasi siswa agar dapat memberikan jawaban dan kesimpulan penting tentang konsep yang diajarkan

(6) Guru memberikan soal-soal lain yang berkaitan dengan materi pelajaran dan siswa diminta mengerjakannya, baik secara individu maupun secara berkelompok

c) Penutup

(1) Guru mengingatkan kembali tentang konsep-konsep inti dalam materi yang diberikan dan guru bersama-sama dengan siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari (2) Guru memberikan informasi apa yang akan dipelajari pada

pertemuan berikutnya

(3) Guru memberikan soal-soal latihan untuk dikerjakan di rumah secara individual

2) Pendekatan Konvensional

Pendekatan ekspositori disebut juga mengajar konvensional. Menurut Sagala (2008: 78) pendekatan ini bertolak dari pandangan bahwa tingkah laku dari penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh guru/pengajar. Siswa dipandang sebagai objek yang menerima pengetahuan yang diberikan oleh guru. Guru menyampaikan informasi mengenai bahan pengajaran dalam bentuk penjelasan dan penuturan secara lisan, yang dikenal dengan istilah kuliah, ceramah, dan lecture. Dengan pendekatan ini diharapkan siswa mampu menangkap dan mengungkapkan kembali informasi/pengetahuan yang telah diberikan oleh guru. Dalam pendekatan ini menunjukkan guru berperan lebih banyak melakukan aktivitas dibandingkan siswa, karena guru yang mengelola dan mempersiapkan bahan pelajaran secara tuntas, sedangkan siswa berperan pasif karena hanya menerima bahan ajaran yang disampaikan oleh guru. Langkah-langkah pendekatan konvensional menurut Sagala (2008: 79-80) yaitu: persiapan, pertautan, penyajian dan evaluasi.

Dalam pendekatan ini guru menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk yang telah dipersiapkan secara rapi, sistematik dan lengkap sehingga siswa tinggal menyimak dan mencernanya secara teratur dan tertib. Pendekatan ini menyiasati dan merencanakan agar semua komponen pembentukan sistem instruksional mengarah kepada tersampaikannya isi pelajaran kepada siswa. Kelebihannya adalah siswa dapat memperoleh semua fakta, prinsip, dan konsep yang dibutuhkan. Dengan tercapainya tingkat penguasaan hasil pelajaran yang tinggi, maka akan menunjukkan sikap mental yang sehat pada siswa yang bersangkutan.

Namun demikian kadangkala dalam interaksinya dengan siswa, guru menggunakan komunikasi satu arah atau komunikasi sebagai aksi. Ini menyebabkan kegiatan belajar siswa kurang optimal, karena hanya

dapat dikatakan sebagai guru menyampaikan materi dan siswa menerima materi yang disampaikan. Pendekatan konvensional/ekspositori biasanya menggunakan metode ceramah atau metode diskusi.

Pendekatan pembelajaran konvensional dapat memberikan hasil yang optimal apabila pengajar mampu menggunakannya dengan benar, memperhatikan kemampuan siswa, menerapkan berbagai metode yang sesuai, melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan bakat dan kemampuannya melalui latihan yang terpadu dengan kegiatan pengajaran. Dalam konteks ini dapat dikatakan bahwa pendekatan konvensional menuntut peran pengajar dan koordinasi lembaga pendidikan untuk menerapkannya sesuai dengan jenjang pendidikan, pendayagunaan metode-metode yang sesuai dengan fasilitas pendukungnya.

Dengan usaha demikian, penerapan pendekatan ini akan dapat memberi hasil guna yang memuaskan terutama pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran. Hal ini berarti semakin efektif penerapan pendekatan konvensional dalam menjamin pencapaian tujuan pengajaran, maka hasil belajar siswa akan dapat dicapai. Dengan demikian dapat dikatakan pendekatan konvensional mempunyai tujuan yang berarti dengan pencapaian hasil belajar.

Menurut Wallace (1992: 6), pendekatan konvensional memandang bahwa proses pembelajaran yang dilakukan sebagaimana guru mengajarkan materi kepada siswanya. Pembelajarannya bersifat transfer ilmu, artinya guru mentransfer ilmu kepada siswanya, sedangkan siswa lebih banyak sebagai penerima.

Menurut Wallace (1992: 13) suatu pendekatan pembelajaran dikatakan suatu pendekatan yang konvensional bila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a) Otoritas seorang guru lebih diutamakan, dan berperan sebagai contoh bagi murid-muridnya.

b) Perhatian terhadap masing-masing individu atau minat siswa kurang.

c) Pembelajaran lebih berorientasi terhadap persiapan akan masa depan bukan berorientasi pada peningkatan kompetensi siswa pada saat ini.

d) Penekanan pembelajaran adalah pada bagaimana pengetahuan dapat diserap oleh siswa dan penguasaan materilah yang menjadi tolok ukur keberhasilan pembelajaran bukan pengembangan potensi siswa.

Sukandi (2003: 12) menerangkan bahwa pendekatan konvensional ditandai dengan guru lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah agar siswa tahu mengenai sesuatu, dan pada proses pembelajaran, siswa lebih banyak mendengarkan.

Pembelajaran dengan pendekatan konvensional disampaikan dengan menggunakan metode ceramah, sehingga pendekatan ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain:

a) Dapat menyampaikan materi yang banyak dalam waktu singkat. b) Dapat menonjolkan materi yang penting

c) Lebih mudah dalam pengkondisian kelas d) Kondisi lebih sederhana

e) Mampu membangkitkan minat akan informasi bagi siswa, dan f) Bagi siswa yang memiliki kecenderungan belajar auditori, akan

mampu meningkatkan efektivitas hasil belajarnya. g) Lebih terfokus pada hasil belajar kognitif saja.

Dokumen terkait