• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI ........................................................................ 13-36

2.4 Kerangka Berpikir

Burnout terjadi ketika individu mencoba mencapai sesuatu yang tidak realistis sehingga mereka kehabisan energi serta kehilangan perasaan tentang dirinya dan orang lain (Gold,2005).

Maslach (2008) mengungkapkan bahwa ada enam prediktor yang mempengaruhi burnout yaitu, beban kerja, kontrol kerja, penghargaan, lingkungan kerja, keadilan, dan nilai. Pada penelitian ini peneliti hanya memilih satu variabel dari Maslach, yaitu beban kerja. Sejalan dengan pendapat Shinn, Rosario, Morch, dan Chestnut (dalam Maslach, 2008) bahwa beban kerja secara umum dikatakan sebagai fenomena burnout, yaitu pekerjaan yang menuntut individu untuk bekerja

keras sehingga mengakibatkan individu tersebut hampir tidak memiliki jam istirahat. Kesalahan dalam memilih pekerjaan juga dapat menimbulkan kesenjangan beban kerja karena pekerjaan tidak sesuai dengan kemampuannya. Burnout terdiri dari tiga dimensi yaitu, emotional exhaustion, depersonalization dan reduced personal accomplishment. Dimensi emotional exhaustion mempunyai arti yaitu perasaan lelah secara emosional yang terlalu berat dan kehabisan sumber daya emosi, dimensi depersonalization adalah sikap negatif, kasar, menjaga jarak dengan penerima layanan, menjauhnya seseorang dari lingkungan sosial, dan cenderung tidak peduli terhadap lingkungan serta orang-orang di sekitarnya, dan dimensi reduced personal accomplishment yaitu munculnya perasaan tidak mampu dalam membantu klien, sehingga menyebabkan rasa putus asa pada diri sendiri yang mengakibatkan kegagalan pada pekerjaan.

Dalam penelitian faktor yang mempengaruhi burnout adalah beban kerja dan dukungan sosial. Beban kerja menurut Hart dan Staveland (1988) merupakan perbedaan antara kemampuan karyawan dengan tuntutan tugas yang diterima. Lingkungan kerja yang mencakup masalah beban kerja berlebih berpotensi mempengaruhi burnout (Maslach, 1997). Adapun dimensi dari beban kerja terdiri enam dimensi yaitu physical demand, effort, mental demand, temporal demand, performance dan frustration level. Dimensi physical demand mempunyai arti yaitu bekerja yang melibatkan aktivitas fisik secara berlebih sehingga mengakibatkan seseorang cepat merasa lelah. ketika individu melakukan aktivitas fisik berlebih seperti naik turun tangga, duduk lebih dari dua jam saat bekerja, maka individu semakin lebih cepat merasakan lelah pada dirinya. Dapat

dikatakan, semakin tinggi physical demand maka akan semakin besar potensi burnout pada karyawan. Dimensi selanjutnya adalah effort yang mempunyai arti usaha yang dikeluarkan individu untuk mencapai level performansi. Pada saat individu mengeluarkan segala usahanya seperti mencapai target yang ditetapkan oleh perusahaan, maka individu dapat mencapai level performansi diperusahaan. Jadi semakin tinggi effort yang dilakukan individu, maka kemungkinan burnout nya pun tinggi pada karayawan. Kemudian dimensi mental demand yaitu aktivitas mental atau kemampuan psikis yang digunakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Ketika individu bekerja dengan menggunakan kemampuan psikis yang dimilikinya seperti tugas menganalisa, berhitung, dan membuat suatu keputusan maka individu juga akan cepat merasakan kelelahan psikis saat bekerja. Maka semakin tinggi mental demandburnout nya pun tinggi di tempat kerja.

Selanjutnya dimensi temporal demand mempunyai arti banyaknya tekanan yang berkaitan dengan waktu yang dirasakan selama pekerjaan berlangsung. Ketika individu bekerja hampir tidak memiliki jam istirahat, mengejar deadline yang telah ditentukan, maka individu akan semakin merasa tertekan dalam bekerja. Semakin tinggi temporal demand, maka kemungkinan burnout nya pun tinggi di tempat kerja. Kemudian dimensi frustration level yang mempunyai arti seberapa tidak aman, putus asa, tersinggung, terganggu, dibandingkan dengan perasaan aman, puas, nyaman, dan kepuasan diri yang dirasakan. Saat individu berada dalam suatu masalah pekerjaan atau kesulitan yang tidak bisa terpecahkan, maka individu akan merasa gagal atau tidak puas diri terhadap pekerjaan yang dilakukan. Jadi semakin tinggi frustration level yang dirasakan individu maka

potensi burnout pun tinggi. Dimensi beban kerja yang terakhir adalah performance yaitu mempunyai arti seberapa besar keberhasilan seseorang di dalam pekerjaannya dan seberapa puas dengan hasil kerjanya. Dapat dikatakan ketika individu tidak dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan standar kerja, tidak mencapai target atau sasaran yang ditetapkan perusahaan, maka individu akan merasa rendah diri karena tidak berhasil dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Semakin tinggi performance yang dilakukan individu¸ maka kemungkinan burnout nya pun tinggi.

Selain keenam dimensi dari beban kerja tersebut, variabel lain yang harus diperhatikan ketika meneliti burnout adalah dukungan sosial. Menurut Sarafino (2011) dukungan sosial merujuk pada kenyamanan, kepedulian, harga diri atau segala bentuk bantuan lainnya yang diterima dari orang lain atau kelompok. Jadi kurangnya dukungan sosial yang diberikan oleh lingkungan individu berpotensi dalam menyebabkan burnout (Maslach, 1997). Dimensi dukunngan sosial pertama adalah dukungan emosional yaitu individu memiliki bantuan dalam bentuk emosional dari orang lain sehingga akan muncul rasa aman dan dicintai dalam lingkungannya. Ketika individu memperoleh perhatian dari keluarga, memiliki rekan kerja yang membantu dan peduli akan masalah yang dihadapi saat bekerja sehingga ia akan merasa aman dan dicintai di lingkungan individu. Semakin tinggi dukungan emotional semakin rendah pula burnout pada dirinya. Selanjutnya dimensi dukungan instrumental yang mempunyai arti dukungan secara langsung yang diberikan orang lain terhadap individu. Misalnya, ketika individu sakit, rekan kerja bersedia mengerjakan tugas kantor atau saat individu membutuhkan

pinjaman uang, teman-temannya bersedia untuk memberikan pinjaman sehingga individu merasa banyak orang lain yang dapat membantunya. Apabila dukungan instrumental yang dimiliki tinggi, maka kemungkinan burnout yang terjadi pada karyawan rendah.

Kemudian dimensi dukungan sosial selanjutnya adalah dukungan informasi yang mempunyai arti pemberian nasehat, saran atau umpan balik kepada individu. Dukungan ini, biasanya diperoleh dari sahabat, rekan kerja, atasan atau seorang profesional. Misalnya rekan kerja memberikan informasi yang diperlukan individu saat bekerja, memperoleh nasihat dan saran dari keluarga serta teman-temannya sehingga individu merasa terbantu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Semakin tinggi dukungan informasi, maka semakin rendah burnout yang terjadi pada individu. Selanjutnya dimensi terakhir dari dukungan sosial adalah dukungan persahabatan yang mempunyai arti dukungan yang berupa adanya kebersamaan, kesediaan dan aktivitas sosial yang sama. Misalnya, teman-teman dan keluarga selalu meluangkan waktu bersama dengan individu, individu sering makan siang bersama rekan kerja dan atasan. Hal ini akan menimbulkan rasa kebersamaan yang erat antara individu dengan orang lain. Semakin tinggi dukungan persahabatan yang diterima individu, maka semakin rendah pula burnout yang terjadi pada individu.

Dengan demikian, dari semua variabel yang telah digambarkan, peneliti menyimpulkan kerangka berpikir pada gambar 2.1.

Beban Kerja Physical demand Effort Mental demand Temporal demand Performance Frustation level Burnout Dukungan Sosial Dukungan Emosional Dukungan Instrumental Dukungan Informasi Dukungan Persahabatan

2.5 Hipotesis

Dokumen terkait