• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh beban kerja dan dukungan social terhadap burnout pada karyawan PT. X

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh beban kerja dan dukungan social terhadap burnout pada karyawan PT. X"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi.)

Oleh:

ISNIA PRIJAYANTI NIM: 1110070000048

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

C) Isnia Prijayanti

D) Pengaruh Beban Kerja dan Dukungan Sosial terhadap Burnout pada Karyawan PT. X

E) xii + 87 halaman + lampiran

F) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh beban kerja dan dukungan sosial terhadap burnout pada karyawan PT. X. Penulis berteori bahwa beban kerja (physical demand, effort, mental demand, temporal demand, frustration level, dan performance) dan dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi, dukungan persahabatan) mempengaruhi burnout yang terjadi pada karyawan bank.

Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kuantitatif dengan analisis regresi berganda. Sampel berjumlah 166 karyawan PT.X yang diambil dengan teknik probability sampling. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan skala Maslach Burnout Inventory (MBI), penulis membuat skala beban kerja berdasarkan dimensi Nasa-Task Load Index, dan penulis juga membuat skala dukungan sosial berdasarkan dimensi yang diusulkan oleh Sarafino.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari variabel beban kerja terhadap burnout.Hasil uji hipotesis minor yang menguji pengaruh dari keenam dimensi beban kerja hanya dua dimensi dari beban kerja yang berpengaruh terhadap burnout, yaitu mental demand dan frustration level sedangkan dukungan sosial tidak berpengaruh terhadap burnout pada karyawan.

(6)

vi

C) Isnia Prijayanti

D) Effect of Workload and Social Support for the Employee Burnout PT. X E) xii + 87 pages + 11 attachments

F) This study was conducted to determine the effect of workload and burnout social support to the employees of PT. X. The authors theorized that the workload (physical demand, effort, mental demand, temporal demand, frustration level, and performance) and social support (emotional support, instrumental support, support information, support friendship) affect burnout happens to the employees of the bank.

This study uses a quantitative method approach with multiple regression analysis. PT.X employees totaled 166 samples taken with probability sampling techniques. In this study, the authors used a scale of Maslach Burnout Inventory (MBI), the author makes the scale of the workload is based on the dimensions of NASA-Task Load Index, and the author also makes the scale of social support based on the dimensions proposed by Sarafino.

The results showed that there was a significant effect of the variable workload against minor burnout.Hasil hypothesis testing that examines the effect of the six dimensions of workload only two dimensions of workload that affect burnout, mental demand and frustration that while the level of social support had no effect against burnout on employees.

(7)

vii

Nya kepada manusia. Banyak pihak yang telah membantu sehingga karya ini terselesaikan, maka penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Bapak Dr. Abdul Rahman Shaleh, M.Si,Wakil Dekan Fakultas Psikologi serta jajarannya yang telah memfasilitasi mahasiswa dalam rangka menciptakan lulusan yang berakhlak dan berkualitas.

2. Ibu Desi Yustari Muchtar, M.Psi.,Psi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan ketulusan dan kesabaran serta memberikan wawasan baru terhadap penulis.

3. Bapak Drs. Akhmad Baidun, M.Si selaku dosen pembimbing akademik serta seluruh dosen dan staf Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu dalam penyelesaian karya ini.

4. Bapak Supriadi S.Pd, Ibu Hodijah (Almarhumah), Ibu Destiati, orangtua tercinta yang merupakan motivasi terbesar penulis dalam menyelesaikan karya ini, yang selalu mendukung, mendoakan serta mengorbankan segala yang dimilikinya untuk kebahagiaan penulis. Priyanti Ahadiani S.Pd, Fajar Prastian Barges S.Pd, Sulistya, Irbiani, Rafardhan, kakak dan adik penulis yang telah membantu dan memberikan semangat kepada penulis. Serta seluruh keluarga besar yang selalu membantu dan memberikan kemudahan kepada penulis.

(8)

viii

menghibur, mendengarkan segala curahan hati penulis selama penulis menuntut ilmu di Universitas ini.

8. Terimakasih untuk Azkya Milfa dan Rahmatya Iskandar yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan karya ini. Untuk semua keluarga

Psikologi khususnya B’2010, yang selalu menghiasi hari-hari dan menjadi inspirasi penulis Estu, Katty, Putri, Anita, Retno, Lian, Didik, Ainun, Latul, Sunny, Acing, Winda, Nita, Ajeng, Gina, Niken, Dhila, Aini, Isti, Saul, Yuni, Qory, Sabe, Viny, Chintya, Haris, Derry, Hilmi, Danar, Iki, Gian, Bobby, dan Adit.

9. Dan teman-teman Psikologi UIN angkatan 2010 yang tidak disebutkan satu per satu terima kasih banyak, semoga silaturahmi ini tetap terjaga dan sukses untuk kita semua.

10.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan doa, dukungan, serta bantuannya kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam karya ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Penulis berharap semoga karya ini dapat memberikan manfaat kepada penulis, pembaca, pihak terkait, serta peneliti yang ingin mengelaborasi penelitian ini.

Jakarta, 27 April 2015

(9)

PERNYATAAN ... iv

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 9

1.2.1 Pembatasan masalah ... 9

1.2.2 Perumusan masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 10

(10)

BAB 3 METODELOGI PENELITIAN ... 37-66

3.2.2 Definisi Operasional Variabel Peneltian ... 39

3.3 Instrumen Penelitian ... 41

4.2 Hasil Analisis Deskriptif ... 67

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Skor Pengukuran Skala ... 41

Tabel 3.2. Blue Print Skala Burnout ... 42

Tabel 3.3. Blue PrintSkala Beban Kerja … ... 44

Tabel 3.4. Blue Print Skala Dukungan Sosial ... 45

Tabel 3.5. Hasil Uji Validitas Konstruk Physical Demand ... 49

Tabel 3.6. Hasil Uji Validitas Konstruk Effort ... 50

Tabel 3.7. Hasil Uji Validitas Konstruk Mental Demand ... 51

Tabel 3.8. Hasil Uji Validitas Konstruk Tempotal Demand ... 52

Tabel 3.9. Hasil Uji Validitas Konstruk Frustation Level ... 53

Tabel 3.10. Hasil Uji Validitas Konstruk Performance ... 54

Tabel 3.11. Hasil Uji Validitas Konstruk Dukungan Emosional ... 56

Tabel 3.12. Hasil Uji Validitas Konstruk Dukungan Instrumental ... 57

Tabel 3.13. Hasil Uji Validitas Konstruk Dukungan Informasi ... 58

Tabel 3.14. Hasil Uji Validitas Konstruk Dukungan Persahabatan ... 60

Tabel 3.15. Hasil Uji Validitas Konstruk Burnout ... 62

Tabel 4.1. Subjek Penelitian ... 67

Tabel 4.2. Analisis Deskriptif ... 68

Tabel 4.3. Norma Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ... 69

Tabel 4.4. Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ... 70

Tabel 4.5. R-square (Model Summary) Variabel Burnout ... 71

Tabel 4.6. Anova Variabel Burnout ... 71

Tabel 4.7. Koefisien Regresi Variabel Burnout ... 72

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ... 35

Gambar 3.1 Path Diagram physical demand ... 48

Gambar 3.2 Path Diagram effort ... 50

Gambar 3.3 Path Diagram mental demand ... 51

Gambar 3.4 Path Diagram temporal demand ... 52

Gambar 3.5 Path Diagram frustration level ... 53

Gambar 3.6 Path Diagram performance ... 54

Gambar 3.7 Path Diagram dukungan emosional ... 55

Gambar 3.8 Path Diagram dukungan instrumental ... 57

Gambar 3.9 Path Diagram dukungan informasi ... 58

Gambar 3.10 Path Diagram dukungan persahabatan ... 59

(13)

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pentingnya penelitian tentang burnout. Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap individu pada dasarnya memiliki kebutuhan masing-masing seperti makan, minum, rasa aman, dan bersosialisasi. Untuk memenuhi kebutuhan yang ada pada manusia, manusia melakukan yang namanya bekerja. Begitu banyak jenis pekerjaan diantaranya guru, petani, dokter, perawat, para pekerja sosial atau termasuk relawan. Pada pekerjaan yang memfokuskan diri pada pelayanan kemanusiaan yang lebih sering mengalami perasaan lelah secara fisik dan psikis. Hal ini terjadi karena banyaknya jumlah orang yang harus dilayani, pekerjaan yang harus siap setiap waktu ketika dibutuhkan untuk membantu orang lain, dan jam kerja yang melebihi waktu kerja yang biasanya serta tidak adanya pekerjaan yang tidak bisa dihindarkan. Semakin berat beban kerja yang ditanggung maka akan semakin berat resiko pekerja yang bekerja di tempat tersebut terkena stress (Farber, 1991).

Salah satu persoalan yang muncul berkaitan dengan diri individu di dalam menghadapi tuntutan pekerjaan yang semakin tinggi dan persaingan yang keras di tempat kerja karyawan itu adalah stres. Stres yang berlebihan akan berakibat buruk terhadap kemampuan individu untuk berhubungan dengan lingkungannya secara normal. Stres yang dialami individu dalam jangka waktu yang lama dengan

(14)

intensitas yang cukup tinggi akan mengakibatkan individu yang bersangkutan menderita kelelahan, baik fisik ataupun mental. Keadaan seperti ini disebut burnout, yaitu kelelahan fisik, mental dan emosional yang terjadi karena stres diderita dalam jangka waktu yang cukup lama, di dalam situasi yang menuntut keterlibatan emosional yang tinggi (Leatz & Stolar dalam Rosyid & Farhati, 1996) Istilah burnout pertama kali diutarakan dan diperkenalkan kepada masyarakat oleh Herbert Freudenberger pada tahun 1973. Freudenberger adalah seorang ahli psikologi klinis pada lembaga pelayanan sosial di New York yang menangani remaja bermasalah. Ia mengamati perubahan perilaku para sukarelawan setelah bertahun-tahun bekerja. Hasil pengamatannya, ia laporkan dalam sebuah jurnal psikologi profesional pada tahun 1973 yang disebut sebagai sindrom burnout. Menurutnya, para relawan tersebut mengalami kelelahan mental, kehilangan komitmen, dan penurunan motivasi seiring dengan berjalannya waktu (dalam Gold, 2005).

(15)

akhirnya mereka kehabisan energi dan kehilangan perasaan tentang dirinya dan terhadap orang lain.

Burnout merupakan sindrom yang berhubungan dengan pekerjaan yang berasal dari persepsi individu dan dari perbedaan yang signifikan antara usaha dan reward, persepsi ini dipengaruhi oleh faktor organisasi, individu dan sosial (Gold, 2005).

Maslach dan Leither (1997) menjelaskan ada beberapa faktor-faktor timbulnya burnout yaitu (1) karakteristik individu yang digolongkan menjadi faktor demografi, dan faktor perfeksionis, (2) lingkungan kerja yang mencakup masalah beban kerja yang berlebih, serta kurangnya dukungan sosial yang diberikan oleh lingkungan individu berpotensi dalam menyebabkan burnout, dan (3) keterlibatan emosional yaitu pemberi dan penerima pelayanan turut membentuk dan mengarahkan terjadinya hubungan yang melibatkan emosional, dan secara tidak sengaja dapat menyebabkan stres secara emosional karena keterlibatan antar mereka dapat memberikan penguatan positif atau kepuasan bagi kedua belah pihak, atau sebaliknya.

(16)

Chestnut (dalam Maslach, 2008) menjelaskan titik kritis terjadi ketika orang-orang tidak dapat pulih dari tuntutan pekerjaan, yaitu perasaan lelah yang diakibatkan oleh peristiwa terutama menuntut jam kerja, rapat, tenggat waktu. Hal ini tidak menyebabkan kelelahan jika orang memiliki kesempatan untuk pulih selama ia tenang di tempat kerja atau di rumah.

Wulandari (2013) menjelaskan bahwa bank merupakan fasilitas umum yang sangat penting dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan (human service) pada masyarakat. Teller bank merupakan salah satu karyawan bank yang bertanggung jawab terhadap lalu lintas uang tunai. Menurut Kamus Bank Sentral Republik Indonesia dalam situs resminya www.bi.go.id teller adalah petugas bank yang bertanggung jawab untuk menerima simpanan, mencairkan cek, dan memberikan jasa pelayanan perbankan lain kepada masyarakat. Tuntutan pekerjaan sebagai teller terkadang membuatnya mengalami stress kerja yang mana diungkapkan melalui gejala-gejala umum, seperti somnabulisme (tidak dapat tidur), perasaan cemas, sulit berkonsentrasi dalam pengambilan keputusan, mudah tersinggung dan frustrasi serta adanya keluhan psikosomatis.

(17)

lingkungan kerja juga ikut berpengaruh pada hasil kerja yang dilakukan oleh karyawan, 9 orang karyawan mengatakan kurangnya bantuan dan dukungan dari rekan kerja dan atasan saat bekerja membuat mereka kesulitan dalam menyelesaikan dan menangani masalah di perusahaan. Pada akhirnya karyawan sering tidak masuk kerja dengan alasan sakit, cuti, beberapa karyawan memilih untuk di mutasi, dan bahkan pada tahun 2014 ada karyawan yang memutuskan untuk keluar dari perusahaan tersebut dengan alasan seperti penjelasan di atas.

Selanjutnya dalam artikel “Banking: The Human Crisis” yang ditulis oleh

(18)

Dari fenomena di atas peneliti melihat bahwa banyak karyawan bank yang bekerja di bawah tekanan yang cukup besar dan karyawan memiliki beban kerja berlebih yang mengakibatkan karyawannya mengalami burnout.

Masalah beban kerja yang berlebihan adalah salah satu faktor dari pekerjaan yang berdampak pada timbulnya burnout. Beban kerja yang berlebihan bisa meliputi jam kerja, jumlah individu yang harus dilayani (kelas padat misalnya), tanggung jawab yang harus dipikul, pekerjaan rutin dan yang bukan rutin, dan pekerjaan administrasi lainnya yang melampaui kapasitas dan kemampuan individu. Di samping itu, beban kerja yang berlebihan dapat mencakup segi kuantitatif yang berupa jumlah pekerjaan dan kualitatif yaitu tingkat kesulitan pekerjaan tersebut yang harus ditangani. Dengan beban kerja yang berlebihan menyebabkan pemberi pelayanan merasakan adanya ketegangan emosional saat melayani klien sehingga dapat mengarahkan perilaku pemberi pelayanan untuk menarik diri secara psikologis dan menghindari diri untuk terlibat dengan klien (Pines, 1981).

(19)

yang sesuai standar, beban kerja yang terlalu tinggi (over capacity) dan beban kerja yang terlalu rendah (under capacity) (Sitepu, 2013).

Faktor selanjutnya yang mempengaruhi burnout pada karyawan adalah dukungan sosial. Dalam bekerja, karyawan juga tidak bisa lepas dari kondisi lingkungan kerjanya. Salah satu faktor munculnya burnout pada karyawan adalah kondisi lingkungan kerja yang kurang baik. Ketidaksesuaian antara apa yang diharapkan karyawan dengan apa yang diberikan perusahaan terhadap karyawannya, seperti kurangnya dukungan dari atasan dan adanya persaingan yang kurang sehat antara sesama rekan kerja merupakan suatu kondisi lingkungan kerja psikologis yang dapat mempengaruhi munculnya burnout dalam diri karyawan. Oleh sebab itu perusahaan harus sedapat mungkin menciptakan suatu lingkungan kerja psikologis yang baik sehingga memunculkan rasa kesetiakawanan, rasa aman, rasa diterima dan dihargai serta perasaan berhasil pada diri karyawan. Menurut La Fellete (dalam Sihotang, 2004) mengatakan bahwa dukungan sosial tidak nampak tetapi nyata ada dan akan dirasakan oleh seseorang bila memasuki lingkungan kerja. Untuk mengetahui keadaan tersebut dapat diketahui melalui persepsi individu terhadap lingkungan kerjanya. Karyawan yang mempunyai penilaian yang positif terhadap lingkungan kerja berarti karyawan merasa bahwa lingkungan kerjanya baik, sehingga menimbulkan semangat kerja yang tinggi dan akan menghambat lajunya tingkat burnout pada karyawan.

(20)

kerja sesama karyawan atau atasan, sehingga membuat lingkungan kerja yang penuh dengan tekanan penyebab burnout menjadi lebih menyenangkan. Sebab pengaruh burnout tanpa dukungan sosial yang baik dapat mengakibatkan gangguan fisik, kinerja yang buruk, dan produktifiktas yang rendah pada karyawan (Daisy, 2009).

Beberapa penelitian yang dilakukan Dierendonck, Schaufeli, dan Buunk (1998) menambahkan bahwa dukungan sosial merupakan hal penting dalam upaya menetralkan burnout. Lebih lanjut Dierendonck, et al. (1998) mengatakan bahwa terjadinya burnout pada karyawan mungkin dikarenakan tidak digunakannya lingkungan sosial dalam upaya membantu karyawan untuk mengurangi burnout.

Kemudian dalam penelitian yang dilakukan Wulandari (2013) menjelaskan bahwa dukungan sosial secara signifikan mempengaruhi burnout yang terjadi pada karyawan bank. Secara umum dukungan sosial menurut Sarafino (2011) dukungan sosial merujuk pada kenyamanan, kepedulian, harga diri atau segala bentuk bantuan lainnya yang diterima dari orang lain atau kelompok. Oleh karena itu, adanya dukungan sosial membuat individu merasa yakin bahwa dirinya dicintai, dihargai sehingga dapat mengurangi gejala burnout yang dialaminya. Sebaliknya, tidak adanya dukungan sosial dapat menimbulkan ketegangan dan meningkatkan terjadinya burnout pada individu.

(21)

teman yang menyediakan dukungan sosial, tetapi termasuk juga kepuasan terhadap dukungan yang diberikan (Sarason et al, dalam Ogden, 2004).

Pemaparan diatas menunjukkan bahwa secara umum dapat dilihat burnout, beban kerja dan dukungan sosial merupakan hal-hal yang penting dan perlu diperhatikan. Untuk itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul

“Pengaruh Beban Kerja (Workload) dan Dukungan Sosial Terhadap Burnout

pada Karyawan Bank”.

1.2 Pembatasan & Perumusan Masalah

1.2.1 Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi hanya mengenai pengaruh dari variabel prediktor yaitu beban kerja dan dukungan sosial terhadap burnout. Adapun pengertian variabel-variabel yang diteliti sebagai berikut:

1. Burnout penelitian ini adalah merupakan meningkatnya perasaan kelelahan emosional, berkembangnya perilaku dan perasaan negatif terhadap seseorang serta evaluasi negatif terhadap pekerjaan. (Maslach, 1981) 2. Beban kerja, merupakan persepsi individu terhadap keseluruhan waktu

yang digunakan oleh pegawai dalam melakukan aktivitas atau kegiatan selama jam kerja. Beban kerja dalam penelitian ini terdiri dari physical demand, effort, mental demand, temporal demand, frustration level, dan performance.(Hart & Staveland, 1988)

(22)

lain atau kelompok. Dukungan sosial dalam penelitian ini terdiri dari dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukungan persahabatan. (Sarafino, 2011)

4. Subjek penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di bank.

1.2.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka adapun perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh beban kerja dan dukungan sosial terhadap burnout pada karyawan bank?

2. Seberapa besar pengaruh beban kerja dan dukungan sosial terhadap burnout pada karyawan bank?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan beban kerja dan dukungan sosial terhadap burnout pada karyawan bank.

2. Mengetahui seberapa besar kontribusi beban kerja dan dukungan sosial terhadap burnout pada karyawan bank.

1.3.2 Manfaat Penelitian

(23)

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat membantu para karyawan bank mencegah timbulnya burnout, dan menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk membatu mencegah timbulnya burnout dikalangan karyawan bank

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini berpedoman pada buku panduan penulisan skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan teknik APA style. Secara sistematis penulisan skripsi ini sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan

Pada bab ini diuraikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan skripsi.

Bab 2 Landasan Teori

Pada bab ini diuraikan landasan teori yang terkait dengan dependent variable yaitu burnout, dan independent variable yaitu beban kerja dan dukungan sosial.

Bab 3 Metode Penelitian

Pada bab ini diuraikan mengenai populasi, dan sampel termasuk teknik sampling, variabel penelitian, instrument pengumpulan data, uji validitas konstruk dan hasilnya, teknik analisis data, dan prosedur penelitian.

Bab 4 Hasil Penelitian

(24)

penjabarannya akan didasarkan pada landasan teori yang telah dijabarkan pada Bab 2, sehingga segala permasalahan yang dikemukakan dalam Bab 1 dapat terpecahkan atau mendapat solusi yang tepat.

Bab 5 Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

(25)

2.1 Burnout

2.1.1 Definisi burnout

Maslach (1981) mendefinisikan burnout adalah ekspresi dari situasi kehabisan energi, motivasi atau insentif. Yang menunjukkan perubahan sikap dan perilaku seseorang dalam menanggapi tuntutan, serta frustasi karena menganggap dirinya tidak dihargai dalam pekerjaannya. Awalnya seseorang yang mendeskripsikan fenomena ini ialah Freudenberger, seorang psikiater pada tahun 1974. Ia menolong orang-orang yang diketahuinya mengalami fenomena burnout karena terlalu intens bekerja, kelelahan dengan pekerjaannya yang mengorbankan banyak waktu, tenaga, dan pikiran mereka. Menurut pengamatannya burnout timbul pada saat tubuh dan pikiran yang terus-menerus tegang untuk menanggapi tingkat konstan stres yang tinggi. Hal ini terkait dengan situasi di mana seseorang merasa bingung antara pekerjaan dan prioritas yang mereka inginkan, khawatir tentang keamanan kerja dan ingin dihargai serta mengharapkan bayaran yang sesuai dengan apa yang dilakukan (Amimo,2012).

Penelitian tentang burnout sendiri sebenarnya telah berlangsung selama beberapa puluh tahun yang lalu (Maslach & Jackson, 1981) sehingga menghasilkan berbagai ragam pengertian. Dalam penelitiannya (Maslach, 1981) tersebut tentang burnout pada bidang pekerjaan yang berorientasi melayani orang lain seperti bidang kesehatan mental, bidang pelayanan kesehatan, bidang pelayanan sosial, bidang penegakan hukum, maupun bidang pendidikan, dalam

(26)

perkembangannya telah memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam memahami burnout. Mereka menemukan bahwa burnout merupakan suatu pengertian yang multidimensional. Burnout diartikan sebagai sindrom psikologis yang terdiri atas tiga dimensi yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi, maupun reduced personal accomplishment la menjelaskan bahwa pekerjaan yang berorientasi melayani orang lain dapat membentuk hubungan yang bersifat asimetris antara pemberi dan penerima pelayanan. Seseorang yang bekerja pada bidang pelayanan, akan memberikan perhatian, pelayanan, bantuan, dan dukungan kepada klien. Hubungan yang tidak seimbang tersebut dapat menimbulkan ketegangan emosional yang berujung dengan terkurasnya sumber-sumber emosional.

Burnout merupakan sindrom kelelahan, baik secara fisik maupun mental yang termasuk di dalamnya berkembang konsep diri yang negatif, kurangnya konsentrasi serta perilaku kerja yang negatif (Pines & Maslach, 1993). Keadaan ini membuat suasana di dalam pekerjaan menjadi dingin, tidak menyenangkan, dedikasi dan komitmen menjadi berkurang, performansi, prestasi pekerja menjadi tidak maksimal. Hal ini juga membuat pekerja menjaga jarak, tidak mau terlibat dengan lingkungannya. Burnout juga dipengaruhi oleh ketidak sesuaian antara usaha dengan apa yang di dapat dari pekerjaan.

(27)

orang dewasa yang sudah bekerja, mereka memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaan mereka sehingga fisik dan mental nya mudah tertekan dan mengalami

‘kelelahan’(Schaufeli, 2004).

Gold (2005) percaya bahwa burnout pada dasarnya disebabkan oleh ketidaksesuaian antara yang dikerjakan dengan imbalan yang diterima dari pekerjaan mereka. Pola perubahan yang ditunjukkan ketika seseorang merasa kelelahan, seperti kehilangan toleransi dan simpati untuk orang lain, cenderung menyalahkan orang lain karena kesulitan mereka sendiri. Hal ini menyebabkan rasa frustasi, dan monoton di tempat kerja. Ia juga berpendapat bahwa burnout disebabkan oleh hilangnya komitmen dan tujuan moral dalam bekerja.

Azeem (2010) menunjukkan bahwa burnout terjadi ketika beban pekerjaan dan kontrol pribadi seseorang yang tidak bersinergi, serta tidak adanya keadilan seperti porsi kerja yang berlebih atau tingkat kesulitan pekerjaan yang diberikan, rincian dari masyarakat yang bekerja atau nilai-nilai saling bertentangan di tempat kerja.

(28)

karyawan. Pada karyawan yang mengalami burnout menjadi kurang energik dan kurang tertarik dalam pekerjaan mereka. Mereka akan mengalami kelelahan secara emosional, apatis, depresi, mudah tersinggung, dan bosan. Karyawan cenderung untuk menemukan kesalahan pada segala aspek lingkungan kerja mereka, termasuk rekan kerja, dan bereaksi negatif terhadap usulan orang lain.

Sehingga dalam penelitian ini menggunakan definisi yang dikemukakan oleh maslach (1981), yaitu burnout merupakan meningkatnya perasaan kelelahan emosional, berkembangnya perilaku dan perasaan terhadap seseorang serta evaluasi negatif terhadap pekerjaan yang terjadi pada karyawan.

2.1.2 Perbedaan Burnout dan Fatigue

Maslach (1981) mendefinisikan burnout adalah ekspresi dari situasi kehabisan energi, motivasi atau insentif. Yang menunjukkan perubahan sikap dan perilaku seseorang dalam menanggapi tuntutan, serta frustasi karena menganggap dirinya tidak dihargai dalam pekerjaannya.

Definisi burnout lain diungkapkan oleh Pines dan Aronson (1988) sebagai keadaan lelah, yang meliputi kelelahan secara fisik, emosional, mental karena adanya keterlibatan jangka panjang dalam situasi yang menuntut keterlibatan emosi.

(29)

kondisi klinis yang merupakan rangkaian beberapa gejala pertanda kelelahan yang persisten sifatnya.

Dari dua istilah tersebut, yaitu fatigue dan burnout memiliki arti yang sama yakni kelelahan. Perbedaan burnout terjadi ketika seseorang merasa lelah akibat adanya tuntutan emosional dalam melakukan pekerjaan atau tugas. Sedangkan fatigue terjadi ketika seseorang merasa lelah sebelum pekerjaan atau tugasnya tersebut selesai, dengan kata lain masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, tetapi tenaga yang dibutuhkan sudah habis.

2.1.3 Dimensi Burnout

Berikut akan dijelaskan dengan terperinci ketiga dimensi burnout menurut Maslach, 1998 yaitu:

a. Kelelahan emosional (Emotional Exhaustion)

Kelelahan emosional (Maslach, 1998) mengacu pada perasaan secara emosional yang terlalu berat dan kehabisan sumber daya emosi seseorang. Sumber utama dari kelelahan ini adalah beban kerja dan konflik pribadi ditempat kerja. Orang-orang yang merasa kehilangan energi ini akan merasa kesulitan dalam menghadapi hari lain atau kesulitan berhadapan dengan orang lain. Komponen emotional exhaustion ini merupakan dimensi dasar dari burnout.

b. Depersonalisasi (Depersonalization).

(30)

terhadap lingkungan serta orang-orang di sekitarnya, kehilangan idealism. Perilaku tersebut adalah suatu upaya untuk melindungi diri dari tuntutan emosional yang berlebihan (Maslach, 1998).

c. Reduced Personal Accomplishment.

Hal ini mengacu pada penilaian yang rendah terhadap kompetensi diri dan pencapaian keberhasilan diri dalam pekerjaan, ditandai dengan menurunnya self-efficacy yang telah dikaitkan dengan depresi dan ketidakmampuan untuk mengatasi tuntutan pekerjaan dapat diperburuk oleh kurangnya dukungan sosial dan kesempatan untuk berkembang secara profesional. Pada dimensi ini, akan muncul perasaan tidak mampu dalam membantu klien, sehingga menyebabkan rasa putus asa pada diri sendiri yang mengakibatkan kegagalan pada pekerjaan. (Maslach, 1998).

2.1.4. Pengukuran Terhadap Burnout

Untuk mengukur burnout digunakan alat ukur pengukur burnout yang berbentuk skala yang bernama The Maslach Burnout Inventory (MBI). The Maslach Burnout Inventory ini diterbitkan oleh consulting psychologist perss pada tanggal 28 April 1980. The Maslach Burnout Inventory ini menilai tiga aspek yaitu emotional exhaustion, depersonalization, low personal accomplishment (Dorman, 2003). Berbagai analisis psikometri telah menunjukkan alat ukur ini mempunyai reliabilitas 0,83 dan menunjukkan validitas yang tinggi yang berarti bahwa skala ini dapat digunakan dalam pengukuran burnout (Maslach, 1981).

(31)

yang melayani bidang jasa yaitu polisi, guru, perawat, pekerja sosial, pengacara, dokter, dan administrator. Data yang dihasilkan dihitung/dianalisis menggunakan analisis faktor. Serangkaian criteria yang diseleksi kemudian diterapkan ke suatu item, mengakibatkan pengurangan jumlah item dari 47 menjadi 22 item (Maslach, 1981).

Kemudian burnout yang dijelaskan oleh Demerouti, Bakker, Nachreiner, dan Schaufeli, (2000) disebut Oldenburg Burnout Inventory (OLBI) yang terdiri dari dua dimensi, yaitu kelelahan dan ketidak terikatan dari pekerjaan. Kelelahan didefinisikan sebagai konsekuensi dari intensif fisik, afektif, dan ketegangan kognitif.

Selanjutnya alternatif lain dari Rothmann (2003), juga mengembangkan Maslach Burnout Inventory - General Survey (MBI-GS), dalam instrument yang terdiri dari tiga dimensi burnout yang lebih umum seperti kelelahan, sinisme, dan professional efficacy, MBI-GS ini mirip dengan MBI, namun terdapat perbedaan item yang lebih umum, aspek nonsosial dalam pekerjaan.

Dalam hal ini penulis akan menggunakan alat ukur Masclach Burnout Inventory (MBI) yang dikembangkan oleh Maslach, (1981) dengan menggunakan 22 item yang didalamnya mengukur emotional exhaustion, depersonalization, dan reduced personal accomplishment.

2.1.5 Faktor-faktor penyebab Burnout

(32)

1. Karakteristik individu

Sumber dari dalam diri individu merupakan salah satu penyebab timbulnya burnout. Sumber tersebut dapat digolongkan atas dua faktor yaitu :

a) Faktor demografi, mengacu pada perbedaan jenis kelamin antara wanita dan pria. Pria rentan terhadap stres dan burnout jika dibandingkan dengan wanita.

b) Faktor perfeksionis, yaitu individu yang selalu berusaha melakukan pekerjaan sampai sangat sempurna sehingga akan sangat mudah merasakan frustrasi bila kebutuhan untuk tampil sempurna tidak tercapai.

2. Lingkungan kerja

(33)

Dukungan sosial turut berpotensi dalam menyebabkan burnout

(Maslach, 1982). Sisi positif yang dapat diambil bila memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja yaitu mereka merupakan sumber emosional bagi individu saat menghadapi masalah dengan klien (Maslach, 1981). Individu yang memiliki persepsi adanya dukungan sosial akan merasa nyaman, diperhatikan, dihargai atau terbantu oleh orang lain. Sisi negatif dari rekan kerja yang dapat menimbulkan burnout adalah terjadinya hubungan antar rekan kerja yang buruk. Hal tersebut bisa terjadi apabila hubungan antar mereka diwarnai dengan konflik, saling tidak percaya, dan saling. bermusuhan. Cherniss (1980) mengungkapkan sejumlah kondisi yang potensial terhadap timbulnya konflik antar rekan kerja, yaitu: (1) perbedaan nilai pribadi, (2) perbedaan pendekatan dalam melihat permasalahan, dan (3) mengutamakan kepentingan pribadi dalam berkompetisi. Di samping dukungan sosial dari rekan kerja tersebut, dukungan sosial yang tidak ada dari atasan juga dapat menjadi sumber stres emosional yang berpotensi menimbulkan burnout (1982) Kondisi atasan yang tidak responsif akan mendukung terjadinya situasi yang menimbulkan ketidakberdayaan, yaitu bawahan akan merasa bahwa segala upayanya dalam bekerja tidak akan bermakna.

(34)

hilangnya otonomi, dan gaji yang tidak memadai merupakan beberapa faktor lingkungan sosial yang turut berperan menimbulkan burnout.

3. Keterlibatan emosional dengan penerimaan pelayanan atau klien, bekerja melayani orang lain membutuhkan banyak energi karena harus bersikap sabar dan memahami orang lain dalam keadaan krisis, frustrasi, ketakutan dan kesakitan. Pemberi dan penerima pelayanan turut membentuk dan mengarahkan terjadinya hubungan yang melibatkan emosional, dan secara tidak sengaja dapat menyebabkan stres secara emosional karena keterlibatan antar mereka dapat memberikan penguatan positif atau kepuasan bagi kedua belah pihak, atau sebaliknya.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor penyebab burnout yaitu, karakteristik individu meliputi demografi dan perfeksionis, lingkungan pekerjaan, keterlibatan emosional dengan penerimaan pelayanan atau pelanggan.

2.2 Beban Kerja

2.2.1 Definisi Beban Kerja

(35)

Hart dan Staveland (1988) mendefinisikan beban kerja sebagai perbedaan antara kemampuan karyawan dengan tuntutan tugas yang diterima. Beban kerja itu dapat berupa beban kerja fisik dan beban kerja mental.

Everly (dalam Munandar, 2001) juga mengatakan bahwa beban kerja adalah keadaan dimana pekerjaan dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan pada waktu tertentu. Kategori lain dari beban kerja adalah kombinasi dari beban kerja kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja secara kuantitatif yaitu timbul karena tugas-tugas terlalu banyak atau sedikit, sedangkan beban kerja kualitatif jika pekerja merasa tidak mampu melaksanakan tugas atau tugas tidak menggunakan keterampilan atau potensi dari pekerjaan. Beban kerja fisik atau mental yang harus melakukan terlalu banyak pekerjaan, merupakan kemungkinan sumber stres pekerja.

Definisi beban kerja dalam penelitian ini adalah beban kerja sebagai perbedaan antara kemampuan karyawan dengan tuntutan tugas yang diterima. Beban kerja dapat berupa beban kerja fisik dan beban kerja mental, yang merujuk pada dimensi yang dikemukakan oleh Hart dan Staveland (1988).

2.2.2 Dimensi Beban Kerja

(36)

1. Physical demand, yaitu besarnya aktivitas fisik yang dibutuhkan dalam melakukan tugas (contoh: mendorong, menarik, memutar, mengontrol, menjalankan dan lainnya).

2. Effort, yaitu usaha yang dikeluarkan secara fisik dan mental yang dibutuhkan untuk mencapai level performansi karyawan.

3. Mental demand, yaitu besarnya aktivitas mental dan perseptual yang dibutuhkan untuk melihat, mengingat, dan mencari. Pekerjaan tersebut mudah atau sulit, sederhana atau kompleks, dan longgar atau ketat.

4. Temporal demand, yaitu jumlah tekanan yang berkaitan dengan waktu yang dirasakan selama pekerjaan berlangsung. Pekerjaan perlahan atau santai atau cepat, dan melelahkan

5. Frustation level, yaitu seberapa tidak aman, putus asa, tersinggung, terganggu, dibandingkan dengan perasaan aman, puas, nyaman, dan kepuasan diri yang dirasakan.

6. Performance, yaitu seberapa besar keberhasilan seseorang di dalam pekerjaannya dan seberapa puas dengan hasil kerjanya.

Sedangkan menurut pengukuran beba kerja bisa dilakukan melalui pengukuran beban kerja mental secara subjektif (Subjective Methode) salah satunya menggunakan teknik Beban Kerja Subjectif (Subjective Workload Assesment technique-SWAT) dalam metode SWAT (Harry G et, al., dalam Tarwaka, 2011) dimensi ukuran beban kerja, yaitu :

(37)

2. Mental effort load, yaitu berarti banyaknya usaha mental dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

3. Psychological stress load, yaitu yang menunjukan tingkat resiko pekerjaan, kebingungan, dan frustasi.

2.2.3 Pengukuran Beban Kerja

Untuk mengukur beban kerja digunakan alat ukur pengukur beban kerja yang berbentuk skala yang bernama Subjective Workload Assesment Technique (SWAT) dikembangkan oleh (Harry G et, al., dalam Tarwaka, 2011) dengan dua tahapan pekerjaan di dalam penggunaan model SWAT yaitu Scale Development dan Event Rating.

Alat ukur lain yang digunakan dalam mengukur beban kerja adalah menggunakan metode NASA-Task Load Index (TLX) yang dikembangkan oleh NASA Ames Research Center dengan prosedur rating multidimensional, yang membagi beban kerja atas dasar-dasar pembebanan 6 subskala yaitu mental demand, physical demand, temporal demand, effort, frustration level, dan performance (Hart & Staveland, 1988).

(38)

2.3 Dukungan sosial

2.3.1 Definisi Dukungan Sosial

Menurut Cobb, dukungan sosial digambarkan sebagai pengalaman yang memberikan keyakinan pada seseorang bahwa dirinya dicintai, diperhatikan (dukungan emosional), dihargai (dukungan afirmatif), dan diakui sebagai bagian dari suatu kelompok (dukungan kelompok) (Sarafino, 1998).

Definisi lain dukungan sosial menurut Taylor (2003) adalah sebagai informasi dari orang lain yang mana dukungan tersebut berupa cinta, kasih sayang, peduli, penghargaan yang mana semua ini termasuk dalam sebuah bagian komunikasi sosial. Orang dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi maka tinggkat stress orang tersebut sangatlah rendah dan mereka akan berhasil dalam upaya menghadapi tekanan stress yang timbul.

Definisi dukungan sosial yaitu mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu (Sarafino, 2011) mengatakan bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diperoleh individu dari orang lain, dimana orang lain disini dapat diartikan sebagai individu perorangan atau kelompok. Hal tersebut menunjukkan bahwa segala sesuatu yang ada di lingkungan menjadi dukungan sosial atau tidak, tergantung pada bagaimana individu dapat merasakan hal tersebut sebagai dukungan sosial (Sarafino, 2011).

(39)

individu dari individu lain atau kelompok, definisi ini merujuk pada penjelasan yang dikemukakan oleh Sarafino.

2.3.2 Dimensi Dukungan Sosial

Sarafino (2011) mengungkapkan pada dasarnya ada empat dimensi dukungan sosial:

a. Dukungan Emosional

Dukungan jenis ini meliputi ungkapan rasa empati, kepedulian dan perhatian terhadap individu. Biasanya, dukungan ini diperoleh dari pasangan atau keluarga, seperti memberikan pengertian terhadap masalah yang sedang dihadapi atau mendengarkan keluhannya. Adanya dukungan ini akan memberikan rasa nyaman, kepastian, perasaan memiliki dan dicintai kepada individu.

b. Dukungan Instrumental

Dukungan jenis ini meliputi bantuan secara langsung. Biasanya dukungan ini, lebih sering diberikan oleh teman atau rekan kerja, seperti bantuan untuk menyelesaikan tugas yang menumpuk atau meminjamkan uang atau lain-lain yang dibutuhkan individu.

c. Dukungan Informasi

(40)

d. Dukungan Persahabatan

Dukungan yang berupa adanya kebersamaan, kesediaan dan aktivitas sosial yang sama.

Sedangkan menurut Weiss (dalam Cutrona et al, 1994) dukungan sosial dibagi kedalam enam dimensi, yaitu:

a. Reliable alliance

Yang dimaksud dengan reliable alliance disini adalah pengetahuan yang dimiliki individu bahwa ia dapat mengandalkan bantuan yang nyata ketika dibutuhkan. Individu yang menerima bantuan ini akan merasa tenang karena ia menyadari ada orang yang dapat diandalkan untuk menolongnya bila ia menghadapi masalah dan kesulitan.

b. Guidance

Guidance (bimbingan) adalah dukungan sosial berupa nasehat dan informasi dari sumber yang dapat dipercaya. Dukungan ini juga dapat berupa pemberian feedback (umpan balik) atas sesuatu yang telah dilakukan individu (Sarafino, 1998).

c. Reassurance of worth

(41)

d. Attachment

Dukungan ini berupa pengekspresian dari kasih sayang dan cinta yang diterima individu (Cutrona, 1984) yang dapat memberikan rasa aman kepada individu yang menerima. Kedekatan dan intimacy merupakan bentuk dari dukungan ini karena kedekatan dan intimacy dapat memberikan rasa aman.

e. Social Integration

Cutrona. (1984) dikatakan dukungan ini berbentuk kesamaan minat dan perhatian serta rasa memiliki dalam suatu kelompok.

f. Opportunity to provide nurturance

Dinyatakan bahwa dukungan ini berupa perasaan individu bahwa ia dibutuhkan oleh orang lain.

2.3.3 Pengukuran dukungan sosial

Dalam beberapa penelitian terdapat beberapa instrumenn yang digunakan untuk mengukur dukungan sosial, yaitu:

1. Interpersonal Support Evaluation List (ISEL) yang dikembangkan oleh Dunkel-Schetter, C., Folkman, S., & Lazarus, R. S. (1987). Alat ukur ini terdiri dari 40 item yang mengukur 4 aspek. Item ISEL mencakup aspek tangible support, belonging support, self-esteem support dan appraisal support. Alat ukur ini memiliki skala likert 4 poin yang berkisar dari “Sangat

Tidak Sesuai” sampai “Sangat Sesuai”.

(42)

27 item dengan 5 poin skala likert. Alat ukur ini mengukur tipe kebutuhan dukungan sosial (emotional, interpersonal, dan material) dan selanjutnya mengevaluasi kepuasan dukungan sosial yang diterima. Setiap item dinilai dengan 5 poin tipe skala likert berkisar dari tidak sama sekali (1), hamper tidak sama sekali (2), sedikit (3), banyak (4), dan banyak sekali (5).

Dalam penelitian ini, penulis membuat alat ukur berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Sarafino (2011), yaitu dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukungan persahabatan. Penulis membuat alat ukur berdasarkan aspek dari Sarafino (2011) ini, karena adanya 4 jenis dukungan sosial yang telah disebutkan diatas yang sifatnya bervariasi dan menyeluruh untuk meninjau kebutuhan individu dalam menerima dukungan sosial di lingkungan sekitarnya, baik dalam bentuk fisik ataupun non fisik.

2.4 Kerangka Berpikir

Burnout terjadi ketika individu mencoba mencapai sesuatu yang tidak realistis sehingga mereka kehabisan energi serta kehilangan perasaan tentang dirinya dan orang lain (Gold,2005).

(43)

keras sehingga mengakibatkan individu tersebut hampir tidak memiliki jam istirahat. Kesalahan dalam memilih pekerjaan juga dapat menimbulkan kesenjangan beban kerja karena pekerjaan tidak sesuai dengan kemampuannya. Burnout terdiri dari tiga dimensi yaitu, emotional exhaustion, depersonalization dan reduced personal accomplishment. Dimensi emotional exhaustion mempunyai arti yaitu perasaan lelah secara emosional yang terlalu berat dan kehabisan sumber daya emosi, dimensi depersonalization adalah sikap negatif, kasar, menjaga jarak dengan penerima layanan, menjauhnya seseorang dari lingkungan sosial, dan cenderung tidak peduli terhadap lingkungan serta orang-orang di sekitarnya, dan dimensi reduced personal accomplishment yaitu munculnya perasaan tidak mampu dalam membantu klien, sehingga menyebabkan rasa putus asa pada diri sendiri yang mengakibatkan kegagalan pada pekerjaan.

(44)

dikatakan, semakin tinggi physical demand maka akan semakin besar potensi burnout pada karyawan. Dimensi selanjutnya adalah effort yang mempunyai arti usaha yang dikeluarkan individu untuk mencapai level performansi. Pada saat individu mengeluarkan segala usahanya seperti mencapai target yang ditetapkan oleh perusahaan, maka individu dapat mencapai level performansi diperusahaan. Jadi semakin tinggi effort yang dilakukan individu, maka kemungkinan burnout nya pun tinggi pada karayawan. Kemudian dimensi mental demand yaitu aktivitas mental atau kemampuan psikis yang digunakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Ketika individu bekerja dengan menggunakan kemampuan psikis yang dimilikinya seperti tugas menganalisa, berhitung, dan membuat suatu keputusan maka individu juga akan cepat merasakan kelelahan psikis saat bekerja. Maka semakin tinggi mental demandburnout nya pun tinggi di tempat kerja.

(45)

potensi burnout pun tinggi. Dimensi beban kerja yang terakhir adalah performance yaitu mempunyai arti seberapa besar keberhasilan seseorang di dalam pekerjaannya dan seberapa puas dengan hasil kerjanya. Dapat dikatakan ketika individu tidak dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan standar kerja, tidak mencapai target atau sasaran yang ditetapkan perusahaan, maka individu akan merasa rendah diri karena tidak berhasil dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Semakin tinggi performance yang dilakukan individu¸ maka kemungkinan burnout nya pun tinggi.

(46)

pinjaman uang, teman-temannya bersedia untuk memberikan pinjaman sehingga individu merasa banyak orang lain yang dapat membantunya. Apabila dukungan instrumental yang dimiliki tinggi, maka kemungkinan burnout yang terjadi pada karyawan rendah.

Kemudian dimensi dukungan sosial selanjutnya adalah dukungan informasi yang mempunyai arti pemberian nasehat, saran atau umpan balik kepada individu. Dukungan ini, biasanya diperoleh dari sahabat, rekan kerja, atasan atau seorang profesional. Misalnya rekan kerja memberikan informasi yang diperlukan individu saat bekerja, memperoleh nasihat dan saran dari keluarga serta teman-temannya sehingga individu merasa terbantu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Semakin tinggi dukungan informasi, maka semakin rendah burnout yang terjadi pada individu. Selanjutnya dimensi terakhir dari dukungan sosial adalah dukungan persahabatan yang mempunyai arti dukungan yang berupa adanya kebersamaan, kesediaan dan aktivitas sosial yang sama. Misalnya, teman-teman dan keluarga selalu meluangkan waktu bersama dengan individu, individu sering makan siang bersama rekan kerja dan atasan. Hal ini akan menimbulkan rasa kebersamaan yang erat antara individu dengan orang lain. Semakin tinggi dukungan persahabatan yang diterima individu, maka semakin rendah pula burnout yang terjadi pada individu.

(47)

Beban Kerja

Physical demand

Effort

Mental demand

Temporal demand

Performance

Frustation level

Burnout

Dukungan Sosial

Dukungan Emosional

Dukungan Instrumental

Dukungan Informasi

Dukungan Persahabatan

(48)

2.5 Hipotesis

Hipotesis Major

Terdapat pengaruh yang signifikan antara beban kerja dan dukungan sosial terhadap burnout

Hipotesis Minor

H1 : Ada pengaruh yang signifikan variabel physical demand terhadap bunout

H2 : Ada pengaruh yang signifikan variabel effort terhadap bunout

H3 : Ada pengaruh yang signifikan variabel mental demand terhadap bunout

H4 : Ada pengaruh signifikan variable temporal demand terhadap burnout

H5 : Ada pengaruh yang signifikan variabel performance terhadap bunout

H6 : Ada pengaruh yang signifikan variabel frustration level terhadap bunout

H7 : Ada pengaruh yang signifikan variabel dukungan emosional terhadap

bunout

H8 : Ada pengaruh yang signifikan variabel dukungan instrumental terhadap

bunout

H9 : Ada pengaruh yang signifikan variabel dukungan informasi terhadap

bunout

H10 : Ada pengaruh yang signifikan variabel dukungan persahabatan terhadap

(49)

11BAB 3

METODELOGI PENELITIAN

Dalam bab tiga ini akan dibahas tentang populasi dan sampel, serta teknik pengambilan sampelnya dan alasan mengapa cara seperti itu yang digunakan. Kemudian akan dibahas variabel yang dijadikan variabel penelitian serta definisi operasionalnya. Selanjutnya akan dibahas juga instrumen pengumpulan data, prosedur pengumpulan data serta analisis data yang digunakan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan atau hipotesis penelitian.

Pada penelitian ini, yang hendak diteliti adalah pengaruh beban kerja dan dukungan social terhadap burnout. Pendekatan yang digunakan untuk menjawab penelitian tersebut adalah pendekatan kuantitatif.

3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

3.1.1. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan tetap back office maupun front office yang bekerja di PT.X Kantor Cabang Jakarta Selatan dan Kantor Cabang Bekasi. Dimana total populasi pada karyawan di PT. X berjumlah 238 karyawan.

3.1.2. Teknik Sampling

Dari 238 kuesioner yang disebarkan, hanya 166 kuesioner yang dikembalikan dan semua kuesioner tersebut layak untuk diolah. Maka, sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 166 responden. Kuesioner dilakukan secara dititipkan kepada Human Capital Staff yang bekerja di PT. X Kantor Cabang Jakartas Selatan dan Bekasi.

(50)

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan probability sampling, yaitu semua karyawan tetap back office maupun front office PT. X memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel dalam penelitian.

3.2 Variabel Penelitian

3.2.1 Identifikasi Variabel penelitian

Sebelum membahas definisi operasional penelitian, di bawah ini terdapat beberapa variable yang digunakan dalam penelitian ini sebagaimana yang disebutkan pada bab sebelumnya. Adapun penelitian ini dijadikan dependent variabel (DV) adalah burnout. Sedangkan yang dijadikan independent variabel (IV) adalah beban kerja dengan aspek yaitu physical demand, effort, mental demand, temporal demand, frustration level dan performance serta dukungan sosial dengan aspek dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi dan dukungan persahabatan

IV1 = Physical demand

IV2 = Effort

IV3 = Mental demand

IV4 = Temporal demand

IV5 = Frustration level

IV6 = Performance

IV7 = Dukungan Emosional

IV8 = Dukungan Instrumental

IV9 = Dukungan Informatif

(51)

3.2.2 Definisi operasional variabel penelitian

Adapun definisi operasional dari masing-masing variabel adalah: 1. Burnout

Burnout adalah meningkatnya perasaan kelelahan emosional, berkembangnya perilaku dan perasaan negatif terhadap seseorang, serta evaluasi diri yang negatif terhadap pekerjaan. Pada penelitian ini burnout diukur dengan menggunakan The Maslach Burnout Inventory (MBI) dari Maslach (1981) dengan menggunakan 22 item.

2. Beban Kerja

Beban kerja adalah kemampuan seseorang dalam menerima pekerjaan. Beban kerja dapat berupa beban kerja fisik dan beban kerja mental. Beban kerja mempunyai beberapa dimensi yang dapat dikaji melalui dimensi: a. Physical demand, yaitu besarnya aktivitas fisik yang dibutuhkan dalam

melakukan tugas (contoh: mendorong, menarik, memutar, mengontrol, menjalankan dan lainnya).

b. Effort, yaitu usaha yang dikeluarkan secara fisik dan mental yang dibutuhkan untuk mencapai level performansi karyawan.

c. Mental demand, yaitu besarnya aktivitas mental dan perseptual yang dibutuhkan untuk melihat, mengingat, dan mencari. Pekerjaan tersebut mudah atau sulit, sederhana atau kompleks, dan longgar atau ketat. d. Temporal demand, yaitu jumlah tekanan yang berkaitan dengan waktu

(52)

e. Frustation level, yaitu seberapa tidak aman, putus asa, tersinggung, terganggu, dibandingkan dengan perasaan aman, puas, nyaman, dan kepuasan diri yang dirasakan.

f. Performance, yaitu seberapa besar keberhasilan seseorang di dalam pekerjaannya dan seberapa puas dengan hasil kerjanya.

Pada penelitian ini beban kerja diukur menggunakan enam dimensi yaitu physical demand, effort, mental demand, temporal demand, frustration level, dan performance (Hart & Staveland, 1988).

3. Dukungan Sosial

Dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diperoleh individu dari orang lain. Dukungan sosial mempunyai beberapa dimensi yang dapat dikaji melalui dimensi sebagai berikut:

a. Dukungan Emosional: Dukungan yang membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, dan dipedulikan dan dicintai sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan baik.

b. Dukungan Instrumental: Dukungan yang diberikan secara langsung kepada individu, yang meliputi bantuan nyata seperti penyediaan barang dan jasa.

(53)

d. Dukungan Persahabatan: Dukungan yang membuat individu merasa sebagai anggota pada suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktifitas yang sama.

Pada penelitian ini dukungan sosial diukur menggunakan empat dimensi yaitu,dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukunganpersahabatan (Sarafino, 2011).

3.3 Instrumen Pengumpulan data

Instrumen dalam penelitian ini, penulis menggunakan skala sebagai alat pengumpul data. Skala adalah sejumlah pertanyaan tertulis untuk memperoleh jawaban dari responden. Skala yang digunakan berisi pernyataan mengenai beban kerja dan dukungan sosial serta burnout. Responden diminta untuk mengisi setiap pertanyaan dengan membuat tanda check list (√) pada kolom yang sesuai.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah model skala likert. Jawaban dari setiap instrumen dalam penelitian ini memiliki tingkatan dari yang tertinggi (sangat positif) sampai yang terendah (sangat negatif). Pada skala penelitian ini digunakan empat pilihan jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS) . Skoring untuk merespon jawaban pada skala adalah sebagai berikut:

(54)

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian terdiri dari tiga skala ukur, yaitu: skala burnout, beban kerja, dan dukungan sosial

1. Skala Burnout

Skala burnout adalah skala yang digunakan untuk mengukur burnout pada respon. Skala ini bertujuan untuk mengetahui burnout responden. Skala ini mengacu pada skala yang bernama The Maslach Burnout Inventory (MBI). MBI ini menilai 3 Aspek yaitu emotional exhaustion, depersonalization, dan reduced personal accomplishment. Alat ukur ini terdiri dari 22 item pernyataan.

Dalam skala penelitian ini penulis menggunakan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).

Tabel 3.2

(55)

2. Skala Beban Kerja

Dalam penelitian ini, skala beban kerja yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan aspek-aspek dari pengukuran NASA-TLX oleh Hart dan Staveland (1988) dengan dimensi beban kerja fisik, yaitu: physical demand dan effort. Dan dimensi beban kerja mental yaitu: mental demand, temporal demand, frustration level, dan performance. Skala beban kerja dalam penelitian ini terdiri dari 24 Item.

(56)
(57)

3. Skala Dukungan sosial

Dalam penelitian ini, skala dukungan sosial disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Sarafino (2011). Dukungan sosial diukur dengan menggunakan kuesioner dukungan sosial yang disusun oleh peneliti. Alat ukur ini terdiri dari 16 item.

Dalam skala penelitian ini penulis menggunakan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).

Tabel 3.4

Blue Print Skala Dukungan Sosial

No. Dimensi Indikator Nomor Item Jml Contoh Item

(58)

menggunakan program LISREL 8.7 (Linear Structural Relationship). Berikut ialah prosedur CFA (Umar, 2011) :

1. Menguji apakah hanya satu faktor saja yang menyebabkan item-item saling berkorelasi (hipotesis unidimensional item). Hipotesis ini diuji dengan chi-square. Untuk memutuskan apakah memang tidak ada perbedaan antara matriks korelasi yang dipeoleh dari data dengan matriks korelasi yang dihitung menurut teori/model. Jika hasil chi-square tidak signifikan (p > 0.05),

maka hipotesis nihil yang menyatakan bahwa “tidak ada perbedaan antara

matriks korelasi yang diperoleh dari data dan model” diterima, yang artinya

item yang diuji mengukr satu faktor saja (unidimensional). Sedangkan, jika nilai chi-square signifikan (p < 0.05), artinya item-item yang diuji mengukur lebih dari satu faktor (multidimensional). Dalam keadaan demikian peneliti melakukan modifikasi terhadap model dengan cara memperbolehkan item-item saling berkorelasi tetapi dengan tetap menjaga bahwa item-item hanya mengukur satu faktor (unidimensional). Jika sudah diperoleh moel yang fit (tetapi tetap unidimensional) maka dilakukan langkah selanjutnya.

2. Menganalisis item mana yang menjadi sumber tidak fit.

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengetahui item mana yang menjadi sumber tidak fit, yaitu:

(59)

karena dianggap tidak signifikan sumbangannya terhadap pengukuran yang sedang dilakukan.

b) Melihat arah koefisien maupun muatan faktor (factor loading). Jika suatu item memiliki muatan negatif, maka item tersebut didrop karena tidak sesuai dengan pengukuran (berarti semakin tinggi nilai pada item tersebut semakin rendah nilai pada faktor yang diukur).

c) Sebagai kriteria tambahan (optional) dapat dilihat juga banyaknya korelasi parsial antar kesalahan pengukuran, yaitu kesalahan pengukuran pada suatu item yang berkorelasi dengan kesalahan pengukuran pada item lain. Jika pada suatu item terdapat terlalu banyak korelasi seperti ini (lebih dari tiga), maka item tersebut didrop. Alasannya adalah item yang demikian selain mengukur apa yang ingin diukur juga mengukur hal lain (multidimensional item).

3. Menghitung faktor skor

Jika langkah-langkah diatas telah dilakukan, maka diperoleh item-item yang valid untuk mengukur apa yang diukur. Item-item inilah yang kemudian diolah untuk mendapatkan faktor skor pada tiap skala. Dengan demikian perbedaan kemampuan yang masing-masing item dalam mengukur apa yang hendak diukur ikut menentukan dalam menghitung faktor skor (true score). True score inilah yang dianalisis dalam penelitian ini.

(60)

karena true score itu reliabilitasnya sama dengan satu (100%). Untuk kemudahan di dalam penafsiran hasil analisis maka penulis mentransformasikan faktor skor yang diukur dalam skala baku (Z score) menjadi T score yang memiliki mean = 50 dan standar deviasi (SD) = 10 sehingga tidak ada responden yang mendapat skor negative. Adapun rumus T score adalah:

T score = ( 10 x skore faktor ) + 50

3.4.1. Uji Validitas Konstruk Beban Kerja

Beban kerja memiliki 6 dimensi yaitu: physical demand, effort, mental demand, temporal demand, performance, dan frustation level.

1. Physical demand

Pada aspek physical demand yang dilakukan dengan model fit satu faktor menghasilkan model yang tidak fit dengan Chi-square = 2.89, df = 2, p-value = 0.23598, dan nilai RMSEA = 0.052. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya sehingga menghasilkan model yang fit dengan Chi-square = 0.14, df = 1, p-value = 0.71151, dan nilai RMSEA = 0.000.

(61)

Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut diterima atau tidak, pengujiannya dengan melihat T-values dan muatan faktor, seperti tabel 3.5 berikut ini:

Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Konstruk Physical demand

No. Item Lamda Standard Eror T-Value Signifikan

1 0.38 (0.14) 2.71

4 -0.62 (0.21) -2.94

8 0.33 (0.13) 2.59

18 0.13 (0.16) 0.78

Keterangan: tanda = Signifikan (t > 1.96), = Tidak Signifikan

Dari hasil tabel 3.5 dapat dilihat ada dua item yang signifikan. Dan dua item lainnya tidak signifikan karena memiliki T-Values < 1,96 maka item 4 dan 18 digugurkan.

2. Effort

(62)

Gambar 3.2 Path Diagram Effort

Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut diterima atau tidak, pengujiannya dengan melihat T-values dan muatan faktor, seperti tabel 3.6 berikut ini

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Konstruk Effort

No. Item Lamda Standard Eror T-Value Signifikan

2 0.59 (0.11) 5.53

3 0.80 (0.13) 6.01

9 0.56 (0.13) 4.42

21 0.39 (0.09) 4.22

Keterangan: tanda = Signifikan (t > 1.96), = Tidak Signifikan

(63)

3. Mental Demand

Pada aspek mental demand yang dilakukan dengan model satu faktor menghasilkan model yang fit dengan Chi-square = 2.49, df = 2, p-value = 0.28810, dan nilai RMSEA = 0.038.

Gambar 3.3 Path Diagram Mental Demand

Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut diterima atau tidak, pengujiannya dengan melihat T-values dan muatan faktor, seperti tabel 3.7 berikut ini:

Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Konstruk Mental Demand

No. Item Lamda Standard Eror T-Value Signifikan

12 0.64 (0.13) 4.76

14 0.61 (0.13) 4.69

15 0.30 (0.10) 2.93

16 0.26 (0.10) 2.57

Keterangan: tanda = Signifikan (t > 1.96), = Tidak Signifikan

(64)

4. Temporal Demand

Pada aspek temporal demand yang dilakukan dengan model satu faktor menghasilkan model yang fit dengan Chi-square = 2.54, df = 2, p-value = 0.28050, dan nilai RMSEA = 0.041.

Gambar 3.4 Path Diagram Temporal Demand

Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut diterima atau tidak, pengujiannya dengan melihat T-values dan muatan faktor, seperti tabel 3.8 berikut ini.

Tabel 3.8 Hasil Uji Validitas Konstruk Temporal Demand

No. Item Lamda Standard Eror T-Value Signifikan

6 0.12 (0.10) 1.26

17 0.22 (0.11) 2.01

20 0.43 (0.16) 2.66

22 0.82 (0.28) 2.92

Keterangan: tanda = Signifikan (t > 1.96), = Tidak Signifikan

(65)

5. Frustation Level

Pada aspek frustration level yang dilakukan dengan model fit satu faktor menghasilkan faktor model yang fit dengan Chi-square = 2.27, df = 2, p-value = 0.32133, dan nilai RMSEA = 0.029.

Gambar 3.5 Path Diagram Frustation Level

Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut diterima atau tidak, pengujiannya dengan melihat T-values dan muatan faktor, seperti tabel 3.9 berikut ini.

Tabel 3.9 Hasil Uji Validitas Konstruk Frustation Level

No. Item Lamda Standard Eror T-Value Signifikan

10 0.48 (0.10) 4.73

11 0.11 (0.17) 6.54

13 0.29 (0.08) 3.47

19 -0.29 (0.08) -3.41

Keterangan: tanda = Signifikan (t > 1.96), = Tidak Signifikan

(66)

6. Performance

Pada aspek performance yang dilakukan dengan model fit satu faktor menghasilkan model yang tidak fit dengan Chi-square = 3.13, df = 2, p-value = 0.20883, dan nilai RMSEA = 0.059. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya sehingga menghasilkan model yang fit dengan Chi-square = 0.04, df = 1, p-value = 0.84277, dan nilai RMSEA = 0.000.

Gambar 3.6 Path Diagram Performance

Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut diterima atau tidak, pengujiannya dengan melihat T-values dan muatan faktor, seperti tabel 3.10 berikut ini.

Tabel 3.10 Hasil Uji Validitas Konstruk Performance

No. Item Lamda Standard Eror T-Value Signifikan

5 0.83 (0.29) 2.85

7 0.26 (0.12) 2.23

23 0.18 (0.11) 1.63

(67)

Keterangan: tanda = Signifikan (t > 1.96), = Tidak Signifikan

Dari hasil tabel 3.10 dapat dilihat ada tiga item yang signifikan. Dan satu item tidak signifikan karena memiliki T-Values < 1,96 maka item 23 digugurkan.

3.4.2. Uji Validitas Konstruk Dukungan Sosial

Dukungan sosial memiliki 4 aspek yaitu: dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukungan persahabatan.

1. Dukungan Emosional

Berdasarkan hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, hasil uji validitas pada aspek dukungan emosional adalah tidak fit dengan Chi-square = 13.20, df = 2, p-value = 0.00136, dan nilai RMSEA = 0.184. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya sehingga menghasilkan model fit dengan Chi-square = 0.01, df = 1, p-value = 0.92167, dan nilai RMSEA = 0.000.

Gambar

Tabel 2.1 Bagan Kerangka Berpikir
Tabel 3.1 Skor Pengukuran Skala
Tabel 3.2 Blue Print Skala Burnout
Tabel 3.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan dari hasil analisis NASA- Task Load Index (NASA TLX) operator yang menerima beban kerja mental terberat adalah operator Office, Penganyaman 1 dan Packing dengan

“Pengaruh Beban Kerja Mental dengan Menggunakan Metode Nasa Task Load Iindex (TLX) Terhadap Stres Kerja”.. Teknik Industri Institut Sains &amp; Teknologi AKPRIND

Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa burnout dipicu oleh beban pekerjaan yang melebihi kemampuan karyawan sehingga akan menyebabkan kinerja karyawan yang

Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa burnout dipicu oleh beban pekerjaan yang melebihi kemampuan karyawan sehingga akan menyebabkan kinerja karyawan yang

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui Beban kerja, Kinerja Karyawan dan Burnout pada Perumdam Among Tirto Kota Batu (2) Menganalisis pengaruh Beban Kerja

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul “HUBUNGAN BEBAN KERJA, STRES KERJA, DAN MOTIVASI DENGAN KELELAHAN KERJA (BURNOUT) KARYAWAN WARUNG SS YOGYAKARTA” tidak terdapat

Saya juga tidak keberatan bahwa pihak editor akan mengubah, memodifikasi kalimat-kalimat dalam karya penelitian saya tersebut dengan tujuan untuk memperjelas dan

Beberapa sumber mengatakan bahwa fenomena burnout terjadi karena adanya tuntutan dari sebuah pekerjaan yang memberikan dorongan berlebihan kepada individu untuk bekerja keras dengan jam