• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka konsep didasarkan pada latar belakang dengan didukung landasan teoritis dan tinjauan peneliti terdahulu tentang pengaruh variable Capital Adequesy Ratio (X1), Non Performing Loan (X2), , Loan to Deposit Ratio (X3), Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (X4) dan Dept to Equity Ratio (X5) terhadap Nilai Perusahaan (Y) pada industri perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan Pertumbuhan Laba (Z) sebagai variable intervening. Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan sebelumnya, kerangka konseptual dalam penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 3.1 Kerangka Konsep 3.2.Hipotesis Penelitian

3.2.1 Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Nilai Perusahaan CAR menunjukkan kemampuan manajemen dalam menjamin kecukupan modalnya dengan cara mengidentifikasi, mengawasi dan mengontrol risiko-risiko yang timbul dan dapat berpengaruh terhadap besarnya modal. Dengan kata lain,

Capital Adequacy Ratio (X1)

BOPO (X4)

Dept to Equity Ratio (X5) Non Performing Loan (X2)

Loan to Deposit Ratio (X3) Pertumbuhan Laba (Z)

Nilai Perusahaan (Y)

capital adequacy ratio adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan (Murni, 2018).

Dengan CAR yang tinggi, berarti bank mempunyai kemampuan untuk mengatasi kemungkinan kerugian akibat perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga. Selain itu, jika CAR tinggi maka masyarakat dan investor akan percaya terhadap kemampuan permodalan bank, dan dana yang diserap dari masyarakat meningkat yang akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan. Besarnya minimal CAR yang diteapkan oleh Banking for International Settlement (BIS) sebesar 8%, artinya jika CAR berada diangka kurang dari 8% maka dapat dikatakan bahwa struktur permodalan bank tersebut tidak sehat.

Firdaus (2008) menyatakan jika modal bank digunakan untuk menjaga kepercayaan masyarakat, dengan adanya kecukupan modal yang layak, maka investor akan merasa aman untuk menginvestasikan dananya pada perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2014) menyatakan bahwa CAR berpengaruh positif tidak signifikan terhadap Nilai Perusahaan sedangkan hasil penelitian Halimah dan Komariah (2017) menyatakan bahwa CAR berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

H1 : Capital Adequesy Ratio (CAR) berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan 3.2.2 Pengaruh Non Performing Loans (NPL) terhadap Nilai Perusahaan

Non-performing loan (NPL) merupakan rasio yang mempresentasikan risiko yang dimiliki oleh bank. Rasio non performing loan menunjukan bahwa kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga semakin tinggi rasio ini maka akan semakin semakin buruk

kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar dan memungkinkan pencapaian laba semakin rendah (Nasser, 2003).

Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain. Sebuah bank yang memiliki kinerja yang baik yang tercermin dari rendahnya NPL, diasumsikan ingin menunjukkan baiknya kinerja yang dimilikinya untuk mendapatkan perhatian dari para stakeholder. Menurut Peraturan BI Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, semakin tinggi nilai Non Performing Loan (NPL) diatas 5% maka bank tersebut tidak sehat. Jika bank dikategorikan tidak sehat otomatis bank tersebut memiliki kinerja yang buruk.

Dalam penelitian Hidayat (2014) memberikan hasil bahwa NPL berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap Nilai Perusahaan, sedangkan menurut Putrianingsih dan Yulianto NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.

H2 : Non Performing Loan (NPL) berpengaruh negatif terhadap Nilai Perusahaan 3.2.3 Pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap Nilai Perusahaan

Rasio ini menggambarkan mengenai sejauh mana simpanan digunakan untuk pemberian pinjaman. Rasio ini juga digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas. Jadi Loan to Deposit Ratio adalah rasio kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dalam rupiah dan valuta asing, tidak termasuk kredit kepada bank lain, terhadap dana pihak ketiga (giro, tabungan dan deposito dalam rupiah dan valuta asing) dan tidak termasuk dana antar bank dan surat- surat berharga dalam rupiah dan valuta asing yang memenuhi persyaratan tertentu yang diterbitkan oleh

Bank untuk memperoleh sumber pendanaan. Semakin tinggi LDR maka laba bank juga akan semakin meningkat asalkan bank tersebut mampu menyalurkan kreditnya dengan baik atau semakin tinggi tingkat likuiditas suatu bank (Hakim:

2013). Semakin meningkatnya laba bank, maka hal tersebut juga akan memberi pengaruh terhadap nilai perusahaan.

Dengan keseimbangan kemampuan ini maka rasio LDR akan tetap terjaga, serta masyarakat dan dan investor pun akan semakin percaya bahwa bank tersebut dalam kondisi sehat sehingga pada akhirnya nilai perusahaan juga akan meningkat (Murni,2018). Menurut penelitian Repi (2016) bahwa LDR berpengaruh signifikan terhadap Nilai Perusahaan, berbeda dengan penelitian Srihayati (2015) bahwa LDR tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

H3 : Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan 3.2.4 Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)

terhadap Nilai Perusahaan

Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin rendah nilai Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional, semakin baik bank tersebut dalam memaksimalkan laba atas beban yang terjadi, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan laba bank yang akan berdampak kepada peningkatan dalam nilai perusahaan.

Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Halimah dan Komariah (2017) menyatakan bahwa BOPO tidak berpengaruh signifikan terhadap Nilai Perusahaan. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Asriani (2017) bahwa BOPO

berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap PBV. Sedangkan Sulastiningsih dan Sholihati (2018) BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap PBV.

H4 : Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh negatif terhadap Nilai Perusahaan.

3.2.5 Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Nilai Perusahaan

Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang. (Kasmir,2008).

Biaya utang lebih kecil daripada dana ekuitas dengan menambahkan utang ke dalam neracanya, perusahaan secara umum dapat meningkatkan profitabilitas yang kemudian menaikkan nilai perusahaan, sehingga meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham dan membangun potensi pertumbuhan yang lebih besar. Penelitian yang dilakukan oleh Sulasmiyati (2016) dan Sukoco (2013) yang menyatakan bahwa debt to equity ratio berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan.

H5 : Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif terhadap Nilai Perusahaan 3.2.6 Pengaruh Pertumbuhan Laba terhadap Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang sering dikaitkan dengan harga saham. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator pasar saham, sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi.

Menurut Simorangkir dalam wulandari (2018), pertumbuhan laba adalah perubahan persentase kenaikan laba yang diperoleh perusahaan.

Pertumbuhan laba berpengaruh terhadap investasi para investor dan calon investor yang akan menanamkan modalnya ke dalam perusahaan. Pertumbuhan laba yang baik, mengisyaratkan bahwa perusahaan mempunyai kondisi yang baik, yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan (harga saham tinggi).

Penelitian tentang pengaruh Pertumbuhan Laba terhadap Nilai Perusahaan dilakukan oleh Hasibuan (2012) pada Perusahaan PT Indofood Sukses Makmur, Tbk dan PT Mayora Indah, Tbk. Tahun 2006-2007. Hasil penelitian tersebut menyatakan terdapat pengaruh positif dan signifikan antara pertumbuhan laba dengan nilai intrinsik dan nilai perusahaan.

H6 : Pertumbuhan Laba berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan.

3.2.7 Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Nilai Perusahaan melalui Pertumbuhan Laba

Rasio kecukupan modal yang sering disebut dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) mencerminkan kemampuan bank untuk menutup risiko kerugian dari aktivitas yang dilakukannyadan kemampuan bank dalam mendanai kegiatan operasionalnya (Fahmi, 2015). Sama halnya dengan perusahaan lain, bank memiliki modal yang dapat digunakan untuk kegiatan operasional bank. Modal bank terdiri dari dua macam yakni modal inti dan modal pelengkap. Sesuai peraturan Otoritas Jasa Keuangan permodalan minimum yang harus dimiliki bank adalah 8%. Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2014) menyatakan bahwa CAR berpengaruh positif tidak signifikan terhadap Nilai Perusahaan. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian Srihayati (2015) yang memberikan hasil

bahwa CAR positif tidak berpengaruh signifikan terhadap Nilai Perusahaan, hasil penelitian Wibowo menyatakan CAR berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba. Hasil penelitian Indra Satria (2015) menyatakan CAR berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

H7 : Capital Adequesy Ratio (CAR) berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan melalui Pertumbuhan Laba.

3.2.8 Pengaruh Non Performing Loans (NPL) terhadap Nilai Perusahaan melalui Pertumbuhan Laba

Non Performing Loans (NPL) adalah perbandingan antara kualitas aktiva produktif bermasalah (kredit bermasalah) terhadap aktiva produktif (kredit, surat berharga, penyertaan dan investasi lainnya). Modal bank merupakan motor penggerak bagi kegiatan usaha bank, sehingga besar kecilnya modal bank sangat berpengaruh terhadap kemampuan bank untuk melaksanakan kegiatan operasinya. Dengan modal sedikit maka kapasitas usaha bank menjadi terbatas mengingat modal merupakan variabel dari pada kemampuan bank untuk mengcover risiko risiko usaha yang dihadapi. Bank dengan modal sedikit tentunya akan mengalami kesulitan untuk memiliki kegiatan usaha yang sangat bervariasi atau memiliki risiko tinggi seperti kegiatan derivatif. Semakin besar jumlah kredit bermasalah dari seluruh kredit yang diberikan akan dapat menurunkan tingkat laba bank (Ebrahimi, 2016). Kredit bermasalah akan berakibat pada kerugian bank, yaitu kerugian karena tidak diterimanya kembali dana yang telah disalurkan, maupun pendapatan bunga yang tidak dapat diterima. Artinya, bank kehilangan kesempatan mendapat bunga, yang berakibat pada penurunan pendapatan secara total (Ismail, 2010). Penelitian Ariyanti

(2010) dalam Aini (2013), menunjukan bahwa variabel NPL berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan laba dan menurut Putrianingsih dan Yulianto NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.

H8 : Non Performing Loan (NPL) berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan melalui Pertumbuhan Laba

3.2.9 Pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap Nilai Perusahaan melalui Pertumbuhan Laba

Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kepada para penyimpan dana dengan jaminan pinjaman yang diberikan, atau yang digunakan untuk mengukur tingkat kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dalam Rupiah dan valuta asing, tidak termasuk kredit kepada bank lain. Semakin tinggi LDR maka laba bank juga akan semakin meningkat asalkan bank tersebut mampu menyalurkan kreditnya dengan baik atau semakin tinggi tingkat likuiditas suatu bank (Hakim: 2013). Hasil tersebut diperkuat oleh penelitian Aini (2013) menjelaskan bahwa LDR merupakan rasio kredit terhadap dana pihak ketiga, LDR memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan laba artinya jika rasio ini menunjukkan angka yang tinggi maka pertumbuhan laba juga tinggi dan sebaliknya, hal ini dapat dimaknai bahwa jika rasio ini menunjukkan angka yang rendah maka maka bank dalam kondisi idle money atau kelebihan likuiditas yang akan menyebabkan bank kehilangan kesempatan untuk memperoleh laba lebih besar. Sehingga dapat dikatakan semakin tinggi LDR maka laba yang diperoleh oleh bank tersebut akan meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Laba. Hasil penelitian Suwarni (2013)

menyatakan bahwa LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.

H9 : Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan melalui Pertumbuhan Laba

3.2.10 Pengaruh Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap Nilai Perusahaan melalui Pertumbuhan Laba Jika pendapatan operasional merupakan hasil yang diperoleh dari kegiatan operasional, maka biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan kegiatan operasional tersebut. Jika biaya operasional besar namun hanya menghasilkan pendapatan operasional yang sedikit, maka bank tersebut tergolong tidak efisien dalam menjalankan kegiatan operasionalnya.

Di lain pihak, biaya operasional yang besar nantinya akan mengurangi jumlah laba bersih yang dapat diperoleh karena biaya operasional merupakan faktor pengurang dalam laporan laba rugi. Bank yang nilai rasio BOPO-nya tinggi maka bank tersebut tidak beroperasi dengan efisien sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Nilai rasio BOPO yang ideal berada dibawah 90% sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia (Aldila, 2014).

BOPO yang diteliti oleh Pratiwi dan Wiagustini (2015) dan Harun, Mismiwati (2016) menunjukkan hasil bahwa BOPO memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA dan Sulastiningsih dan Sholihati (2018) BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap PBV.

H10 : BOPO berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan melalui Pertumbuhan Laba

3.2.11 Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Nilai Perusahaan melalui Pertumbuhan Laba

Struktur modal berkaitan dengan jumlah utang dan modal sendiri yang digunakan untuk membiayai aktiva perusahaan. Struktur modal yang optimal mampu menciptakan kondisi keuangan yang kuat dan stabil. Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio yang membandingkan utang perusahaan dengan total ekuitas.

Debt to Equity Ratio yang tinggi mempunyai dampak yang buruk terhadap kinerja perusahaan karena tingkat utang yang semakin tinggi berarti beban bunga akan semakin besar yang berarti mengurangi keuntungan. Sebaliknya tingkat debt to equity ratio yang rendah menunjukkan kinerja yang semakin baik, karena menyebabkan tingkat pengembalian yang semakin tinggi (Gunawan dan Wahyuni, 2013).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Efendi dan Wibowo (2016) menyatakan bahwa DER berpengaruh terhadap ROA yang berdampak pada pertumbuhan laba dan hasil penelitian Al Najjar (2012) menunjukkan bahwa Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Laba (Earning Growth).

H11 : Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan melalui Pertumbuhan Laba

BAB IV

METODE PENELITIAN

Dokumen terkait