• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual

Secara umum dapat diartikan bahwa kerangka teori adalah merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa.17

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.18 Kerangka teoritis dalam penelitian mempunyai beberapa kegunaan, dimana mencakup hal-hal, sebagai berikut19

1) Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

:

2) Teori sangat berguna didalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi.

17

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, (Jakarta; Balai Pustaka, 1995), hal 520 18

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal 27. 19

3) Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang diteliti.

4) Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

5) Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan- kekurangan pada pengetahuan peneliti.

Teori yang akan dijadikan landasan dalam tesis ini adalah Teori positivisme yuridis (legal positivism). Positivisme yuridis adalah aliran yang

berpandangan bahwa studi tentang wujud hukum seharusnya merupakan studi tentang hukum yang benar-benar terdapat dalam sistem hukum, dan bukan hukum yang seyogyanya ada dalam kaidah-kaidah moral.20

John Austin dengan analytical legal positivism-nya, menjadi penganut

utama aliran positivisme yuridis. Austin bertolak dari kenyataan bahwa terdapat suatu kekuasaan yang memberikan perintah-perintah, dan ada orang yang pada umumnya mentaati perintah-perintah tersebut.

21

Khuzaifah Dimyati sebagaimana yang dikutip oleh H.R. Otje Salman S. dan Anton F. Susanto dalam bukunya Teori Hukum menjelaskan bahwa dalam positivisme yuridis hukum dipandang sebagai suatu gejala tersendiri

20

Achmad Ali, Sosiologi Hukum Kajian Empiris Terhadap Pengadilan (Jakarta: IBLAM, 2004), hal 35

21

Satjipto Rahardjo, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi (Yogyakarta; Genta Publishing, 2010), hal 120

yang perlu diolah secara ilmiah. Tujuan positivisme adalah pembentukan struktur-struktur rasional sistem yuridis yang berlaku. Sebab hukum dipandang sebagai hasil pengolahan ilmiah belaka, akibatnya pembentukan hukum makin professional. Dalam positivisme yuridis ditambah bahwa hukum adalah sistem yang tertutup (close logical system) artinya peraturan

dapat dideduksikan dari undang-undang yang berlaku tanpa perlu meminta bimbingan norma sosial, politik dan moral.22

Positivisme yuridis merupakan suatu ajaran ilmiah tentang hukum. Positivisme menentukan kenyataan dasar sebagai berikut: Pertama, tata hukum Negara tidak dianggap berlaku karena hukum itu mempunyai dasarnya dalam kehidupan sosial, bukan juga karena hukum itu bersumber dalam jiwa bangsa, bukan juga karena hukum itu merupakan cermin dari suatu alam. Dalam pandangan positivisme yuridis hukum hanya berlaku, oleh karena itu mendapat bentuk positifnya dari instansi yang berwenang. Kedua, dalam mempelajari hukum hanya bentuk yuridisnya dapat dipandang. Dengan kata lain hukum sebagai hukum hanya ada hubungan dengan bentuk formalnya. Dengan ini bentuk yuridis hukum dipisahkan dari kaidah-kaidah hukum material. Ketiga, isi material hukum memang ada, tetapi tidak dipandang sebagai bahan ilmu pengetahuan hukum, oleh sebab itu dianggap variabel dan bersifat sewenang-wenang. Isu hukum tergantung dari situasi etis dan politik suatu Negara, maka harus dipelajari dalam suatu ilmu

22

H.R.Otje Salman, Anton F. Susanto, Teori Hukum: Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali (Bandung: Refika Aditama, 2004), hal 80

pengetahuan lain, bukan dalam ilmu pengetahuan hukum.23

Konsep keuangan negara menurut Pasal 2 UU Nomor 17 tahun 2003 (selanjutnya disebut UU KN) menandakan negara memberikan proteksi yang berlebihan (overprotected) dan peraturan yang berlebihan (overregulated)

dalam menata sektor keuangan publik. Keuangan negara adalah keuangan publik, sedangkan konsep hukum keuangan publik mengandung prinsip kehati-hatian yang luar biasa dalam menentukan pengelolaan dan tanggung jawabnya terutama agar pertama negara tidak melalaikan kewajibannya,

kedua warga masyarakat tidak dirugikan haknya, serta (3) badan hukum tidak

diingkari kedudukannya.

Menurut positivisme yuridis pertimbangan-pertimbangan teoritis dan metafisis tidak diperbolehkan, positivisme yuridis merupakan suatu ajaran ilmiah tentang hukum.

24

Menurut Arifin P. Soeria Atmadja definisi keuangan negara dapat dipahami atas tiga penafsiran, yaitu :

1. Pengertian keuangan negara diartikan secara sempit, yang hanya meliputi keuangan yang bersumber pada APBN.

2. Keuangan negara dalam arti luas, yang meliputi keuangan negara yang berasal dari APBN, APBD, BUMN, BUMD dan pada hakikatnya seluruh harta kekayaan negara, sebagai suatu sistem keuangan negara.

23

Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta: Kanisius, 1982), hal 128-129

24

3. Apabila tujuan menafsirkan keuangan negara tersebut dimaksudkan untuk mengetahui sistem pengurusan dan pertanggungjawabannya, maka pengertian keuangan negara itu adalah sempit, selanjutnya untuk mengetahui sistem pengawasan dan pemeriksaan pertanggungjawaban, maka pengertian keuangan negara adalah dalam arti luas, yakni termasuk di dalamnya keuangan yang berada dalam APBN, APBD, BUMN/D dan pada hakekatnya seluruh kekayaan negara merupakan objek pemeriksaan dan pengawasan.25

Dari beberapa penafsiran keuangan negara di atas, jika dikaitkan dengan definisi keuangan negara menurut Undang-Undang Keuangan Negara penafsiran ketiga yang tampak paling esensial dan dinamis dalam menjawab berbagai perkembangan hukum yang ada dalam masyarakat.26

Pendidikan tinggi adalah pendidikan pada jalur pendidikan sekolah pada jenjang yang lebih tinggi daripada pendidikan menengah di jalur pendidikan sekolah. Menurut PP No. 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi tujuan pendidikan tinggi adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademis, dan/atau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan/atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian;

25

Arifin P. Soeria Atmaja, Keuangan Publik Dalam Perspektif Hukum : Teori, Praktik dan Kritik, (Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal 96.

26 Ibid

2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan memperkaya kehidupan nasional.

Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, penyelenggara pendidikan tinggi berpedoman pada tujuan pendidikan nasional, kaidah, moral, dan etika ilmu pengetahuan, kepentingan masyarakat, serta memperhatikan minat, kemampuan, dan prakarsa pribadi.

Badan layanan umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

Adapun tujuan dari Badan Layanan Umum tersebut adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.27

Sedangkan yang menjadi karakteristik badan layanan umum tersebut adalah sebagai berikut:28

1. Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah (bukan kekayaan negara yang dipisahkan)

27

Pasal 2 PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. 28

Drs. E, Berland Suhermawan, M.Soc. Sc. Badan Layanan Umum Administrasi dan Persyaratan, Bandung 1 Agustus 2011

2. Menghasilkan barang/jasa yang seluruhnya/ sebagian dijual kepada publik 3. Tidak bertujuan mencari keuntungan (laba)

4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi

5. Rencana kerja/anggaran dan pertanggung jawaban dikonsolidasikan pada instansi induk

6. Pendapatan & sumbangan dapat digunakan langsung 7. Pegawai dapat terdiri dari PNS dan Profesional Non-PNS 8. Bukan sebagai subyek pajak

Pengelolaan keuangan badan layanan umum merupakan bagian integral dari pengelolaan keuangan Negara, sehingga pengelolaannya tidak boleh terlepas dari hukum keuangan Negara. Manakala pengelolaan keuangan badan layanan umum terpisah secara tegas dari pengelolaan keuangan Negara berarti suatu penyimpangan atau berlawanan dengan hukum keuangan Negara. Menteri, pimpinan lembaga non-kementerian, atau pimpinan lembaga Negara wajib mengarahkan agar pengelolaan keuangan badan layanan umum yang berada dalam naungannya berpedoman pada hukum keuangan Negara.29

Penerapan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum dapat berupa status badan layanan umum secara penuh atau status badan layanan umum tidak penuh. Status badan layanan umum secara penuh diberikan ketika persyaratan substantif, teknis, dan administratif telah terpenuhi secara maksimal. Sementara itu, status badan layanan umum secara bertahap

29

diberikan tatkala persyaratan substantif dan teknis telah terpenuhi, tetapi persyaratan administratif belum terpenuhi secara maksimal. Status bertahap yang diperoleh badan layanan umum hanya berlaku paling lama 3 (tiga) tahun.30

Dari teori positivisme yuridis tersebut yang memandang hukum hanya berlaku oleh karena hukum itu mendapat bentuk positifnya dari suatu instansi yang berwenang dan hukum sebagai hukum hanya ada hubungan dengan bentuk formalnya, ajaran ini menggambarkan dan menjelaskan bahwa suatu produk hukum dibatasi oleh aturan-aturan yang mengikat sebagai pedoman. Oleh karenanya, keputusan-keputusan hukum yang akan dihasilkan oleh pihak manapun tidak dengan mudah berubah-ubah, tidak bertentangan satu dengan lainnya, mudah dimengerti dan tidak membingungkan serta memiliki nilai kepastian.

2. Kerangka Konseptual

Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. Jika masalah dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian. Konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala. Maka konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, menentukan antara variabel-variabel yang lain, menentukan adanya hubungan empiris.31

30

Ibid, hal 160 31

Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hal 21

a. Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.32

b. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan Negara pada umumnya.33

c. Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan Pemerintah pusat tidak berasal dari penerimaan perpajakan.34

d. Keuangan Negara adalah rencana kegiatan secara kuantitatif (dengan angka-angka diantaranya diwujudkan dalam jumlah mata uang), yang akan dijalankan untuk masa mendatang, lazimnya satu tahun mendatang.35

e. Perguruan Tinggi BHMN adalah Perguruan Tinggi Negeri berbentuk badan hukum pendidikan bersifat nirlaba yang ditetapkan dengan

32

Pasal 1 angka (1) PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.

33

Pasal 1 angka (2) PP No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.

34

Pasal 1 angka 1 UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. 35

M. Ichwan, dikutip dalam Buku W. Riawan Tjandra Hukum Keuangan Negara, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2006), hal 1

Peraturan Pemerintah sebagai badan layanan umum yang bertugas menyelenggarakan layanan Tridarma perguruan tinggi secara mandiri.36 f. Otonomi Perguruan Tinggi adalah kemandirian perguruan tinggi untuk

mengelola sendiri lembaganya.37

g. Tujuan Perguruan Tinggi adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian; mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional; mendukung pembangunan masyarakat madani yang demokratis dengan berperan sebagai kekuatan moral yang mandiri; serta mencapai keunggulan kompetitif melalui penerapan prinsip pengelolaan sumber daya sesuai dengan asas pengelolaan yang professional.38

h. Pertanggungjawaban keuangan negara adalah kewajiban Pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

39

36

Pasal 1 ayat (1) butir d RPP Pengelolaan Keuangan dan Pertanggungjawaban Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara.

37

Penjelasan Pasal 50 ayat (6) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

38

Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri Sebagai Badan Hukum

39

Pasal 1 ayat (7) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

Dokumen terkait