PENERAPAN SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN
BADAN LAYANAN UMUM PADA PERGURUAN TINGGI BHMN
TESIS
Oleh
LAILA SURYA NASUTION
107005030/HKPROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENERAPAN SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN
BADAN LAYANAN UMUM PADA PERGURUAN TINGGI BHMN
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Ilmu Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
LAILA SURYA NASUTION
107005030/HK
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis
: PENERAPAN SISTEM PENGELOLAAN
KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM PADA
PERGURUAN TINGGI BHMN
Nama Mahasiswa : Laila Surya Nasution
NIM
: 107005030
Program Studi
: Magister Ilmu Hukum
MENYETUJUI KOMISI PEMBIMBING
Ketua
(Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS)
(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS) (
Anggota Anggota
Dr. Mahmul Siregar, SH, M. Hum)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) (Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum)
Telah diuji pada
Tanggal 31 Juli 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
:
Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS
Anggota
: 1.
Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS
2.
Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum
3.
Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH
ABSTRAK
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menekankan basis kinerja dalam penganggaran, memberikan landasan yang penting bagi orientasi baru di Indonesia. Selanjutnya penerapan basis kinerja di lingkungan pemerintah. Di dalam Pasal 68 dan Pasal 69 Undang-Undang tersebut, disebutkan bahwa instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan mengutamakan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip-prinsip yang tertuang dalam kedua Undang-undang tersebut menjadi dasar instansi pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum. Badan Layanan Umum diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN) awalnya dibentuk untuk mengakomodasi kebutuhan khusus dalam rangka berstatus sebagai Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Undang-Undang tersebut kemudian dibatalkan oleh Putusa 136/PUU-VII/2009 tanggal 31 Maret 2010. Kemudian lahirlah Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 yang mengamanatkan Perguruan Tinggi BHMN menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum.
Metode yang dilakukan dalam penulisan tesis ini penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan badan layanan umum, oleh karena itu dilakukan penelitian kepustakaan. Dilihat dari sifatnya penelitian ini bersifat deskriptif analitis artinya menguraikan atau mendiskripsikan data yang diperoleh secara normatif lalu diuraikan untuk melakukan telaah terhadap data tersebut secara sistematis. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach). Analisis data dilakukan secara kualitatif yuridis yakni pemilihan pasal-pasal terpenting yang berisi kaidah-kaidah hukum yang relevan dengan penerapan sistem pengelolaan keuangan badan layanan umum pada perguruan tinggi BHMN.
impelementasi sistem pengelolaan keuangan BLU maka struktur organisasi pergurua tinggi BHMN perlu disesuaikan dengan PP No. 23 Tahun 2005. Dan penyesuaian sistem pengelolaan keuangan badan layanan umum tersebut dilaksanakan paling lambat tanggal 31 Desember 2012.
Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) telah disahkan menjadi Undang-undang pendidikan tinggi, pada sidang Paripurna DPR, Jum’at 13 Juli 2012. Dengan disahkannya Undang-undang tersebut, muncul perbedaan pandangan dari berbagai kalangan menyikapi Undang-undang tersebut. RUU Pendidikan Tinggi bukan merupakan solusi terbaik untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia, bahkan cenderung menambah permasalahan. Privatisasi dan Komersialisasi pendidikan sangat tidak dibenarkan dalam konstitusi Negara UUD 1945. Untuk itu status 7 Perguruan Tinggi Negeri BHMN harus dikembalikan menjadi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dimana pemerintah tidak sepenuhnya memberikan otonomi keuangan namun juga memberikan keleluasaan bagi Perguruan Tinggi untuk mengembangkan pola pendidikan dan birokrasi keuangan. Hal ini perlu dilakukan agar kebutuhan masyarakat dapat diakomodir dengan tepat oleh Perguruan Tinggi.
Melalui penelitian ini disarankan agar di dalam melakukan pengelolaan keuangan perguruan tinggi hendaknya Perguruan Tinggi BHMN diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan yang akuntabilitas dan transparan serta didukung dengan sumber daya manusia yang berkompeten dan capable dalam penyusunan laporan keuangan tersebut. Diharapkan juga kepada Pemerintah untuk segera merevisi dan menyempurnakan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 sesuai dengan kebutuhan Perguruan Tinggi BHMN tersebut agar pengelolaan keuangan BLU dapat diterapkan dengan baik pada Perguruan Tinggi BHMN. Disarankan juga kepada DPR di dalam mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pendidikan hendaknya harus melihat kepentingan msyarakat serta tujuan pendidikan nasional itu sendiri, bukan melihat kepentingan segelintir golongan.
ABSTRACT
Law Number 17 Year 2003 on State Finance focusing its performance on the basis of budgeting provides an important fundament for a new orientation in Indonesia. Then, law Number 1 of 2004 on State Treasury opens a new corridor for the application of performance basis in the government circle. It is state in Article 68 and 69 of the Act, that government agencies whose main duty and functions are to provide community service can apply the flexible pattern of financial management by prioritazing, productivity, efficiency, and effectiveness.
The principles included in the two Laws have become the basis for the government agencies to apply the financial management of Public Sevice Board. The Public Service Board is expected to be the initial step in the renewel of financial management of public sector for the sake of improving government’s service to the public.
State Owned Corporation University (PT BHMN) is initially established to accommodate special need in privatizating the educational institution with specific characteristics, especially the nonprofit education institution even though it holds the status as a corporation. In 2009 BHMN was changed into State Educational Corporation in accordance with Law No. 9/2009 on Educational Corporation. This law was canceled by the Decision of Constitutional Court No.11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 dated March, 31, 2010. Then Government Regulation No. 66/2010 was enacted to mandate the State-Owned Corporation University (PT BHMN) to apply the pattern of financial management of Public Service Board.
The method used in the writing of this thesis is a normative juridical which refers to the legal norms contained in the legislation relating to the applicable Public Service Board obtained through library research. The data obtained were normatively described and systematically and juridical qualitatively to the application of financial management system of Public Service Board at State-Owned Corporation Unviersity (PT BHMN).
From the research the study author on the Financial Management System Implementation of the General Service Board of Higher Education that is expected to be BHMN, becoming a Public Service Board, a State Owned Corporation University (PT BHMN) has a better opportunity to fix up its management encouraging its service quality improvement by developing its efficiency, relevancy, transparancy and accountability. The leadership can grow at every level of position in the organization and the implamantation of financial management system of this Public Service Board. Therefore, the structure of organization of State-Owned Corporation University (PT BHMN) needs to be in line with Government Regulation No.23/2005. The adjustment of this financial management system of this Public Service Board is to be implemented by December 31, 2012.
differently responded by various groups. This Law on University is not the best solution to improve the system of education are approved in the 1945 Constitution of Indonesia. Thus, 7 Universities with the status of State-Owned Corporation must be returned to their previous status as Public Service Board in which the government does not provide full financial autonomy but provides the universities with freedom to develop the pattern of education and financial bureausracy. This need to be done that public need can be accommodated exactly by the universities.
Through this research recommended that within doing financial management of College BHMN College should be required to submit a report of financial accountability and transparent and supported by human resources competent and capable in the preparation of these financial statements. It is expected also to Government to promptly revise and improvee the Government Regulation No. 23 of 2005 in accordance with the need of the universities with State-Owned Corporation (PT BHMN) status that the financial management of Public Service Board can be applied well at the universities with State-Owned Corporation (BHMN) status. In passing the draft of Law on Education, the Legislative Members are also suggested to look at public need and the goal/purpose of national education itself, not the interest of few groups..
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas
karuniaNya sehingga penulis dapat merampungkan studi dan menyelesaikan tesis
dengan judul “Penerapan Sistem Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum pada Perguruan Tinggi BHMN”. Tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Studi
Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.
Didalam penyelesaian Tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan baik
berupa pengajaran dan arahan dari berbagai pihak. Selanjutnya, saya
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
semua pihak yang telah membantu dan mendorong saya untuk menyelesaikan
pendidikan ini, khususnya kepada;
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), SP.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.Hum selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
Hukum sekaligus sebagai komisi penguji yang telah memberikan masukan
dan bimbingan demi penyempurnaan tesis saya.
4. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing
yang telah banyak membantu dan mengarahkan, membimbing serta
5. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS, selaku Pembimbing II yang telah
meluangkan banyak waktu untuk membantu dan mengarahkan,
membimbing serta memberikan saran dan tidak pernah bosan memberikan
motivasi dalam penyelesaian tesis ini.
6. Bapak Dr. Mahmul, SH, M. Hum, selaku Pembimbing III yang telah
meluangkan banyak waktu untuk membantu dan mengarahkan,
membimbing serta memberikan saran dan tidak pernah bosan memberikan
motivasi dalam penyelesaian tesis ini.
7. Bapak Dr. Hasyim Purba, SH, M.Hum, selaku panitia penguji yang telah
banyak memberikan masukan demi penyempurnaan tesis ini.
8. Bapak/Ibu Dosen pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Hukum,
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah berjasa
menyumbangkan ilmunya yang sangat berarti bagi masa depan saya, dan
juga ucapan terima kasih kepada Staf Administrasi Program Studi Magister
Ilmu Hukum yang telah memberikan bantuan administrasi, informasi
mengenai perkuliahan, dan jadwal ujian.
9. Yang tercinta Ibunda Hj. Anisyah Daulay dan Ayahanda H. Abdu Nasution
juga kepada saudara-saudaraku Kak Sari, dan Reza yang selalu setia
membantu dan senantiasa mendorongku untuk menjadi lebih baik.
10.Semua sahabat-sahabatku pada kelas Paralel A, dan khusunya buat
Sekretariat Majelis Wali Amanat USU Kak Eliza, Kak Rama, Lya, Bang
Deni, Bang Ono, Kak Ainun dan Bang Ali Subent yang selalu setia
11.Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah banyak membantu dan memberikan saran, pendapat serta pandangannya
sehingga penulisan tesis ini terselesaikan.
Penulis menyadari pula, bahwa substansi Tesis ini tidak luput dari berbagai
kekhilafan, kekurangan dan kesalahan, dan tidak akan sempurna tanpa bantuan,
nasehat, bimbingan, arahan dan kritikan. Oleh karenanya, apapun yang
disampaikan dalam rangka penyempurnaan Tesis ini, penuh suka cita Penulis
terima dengan tangan terbuka. Semoga dengan tesis ini akan menambah kebaikan
bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Akhirnya hanya Allah saja yang mampu membalas semua jasa orang-orang
yang telah membantuku, mendorongku dan membimbingku. Semoga ridho dan
berkah Allah atas mereka semuanya. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juli 2012
DAFTAR ISI
ABSTRAK………..…i
ABSTRACT………..………..iii
KATA PENGANTAR………..………..v
DAFTAR ISI………..…….viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……….………....1
B. Perumusan Permasalahan ………..……….……. 12
C. Tujuan Penelitian ...………...………12
D. Manfaat Penelitian………..………...13
E. Keaslian Penelitian………..………...13
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual………14
G. Metode Penelitian….………..24
BAB II SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN TINGGI BHMN SEBELUM DAN SESUDAH TERBITNYA PP NO. 66 TAHUN 2010 A. Pengelolaan Keuangan Negara ………...………..29
B. Sistem Pengelolaan Keuangan Perguruan Tinggi BHMN Sebelum Terbitnya PP No. 66 Tahun 2010……….…34
C. Sistem Pengelolaan Keuangan Perguruan Tinggi BHMN Sesudah Terbitnya PP No. 66 Tahun 2010……….………..49
B.Sistem Pertanggungjawaban Keuangan Negara Perguruan
Tinggi BHMN dalam Masa Transisi………...….66
BAB IV PENERAPAN SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM PADA PERGURUAN TINGGI BHMN
A. Pembentukan Badan Layanan Umum………79
B. Standar dan Tarif Layanan Umum……….………82
C. Penerapan Sistem Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum pada Perguruan Tinggi BHMN………85
D. Perkembangan Status Perguruan Tinggi BHMN
setelah keluarnya Undang-Undang Pendidikan Tinggi………….97
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan..………104
B. Saran……….………106
ABSTRAK
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menekankan basis kinerja dalam penganggaran, memberikan landasan yang penting bagi orientasi baru di Indonesia. Selanjutnya penerapan basis kinerja di lingkungan pemerintah. Di dalam Pasal 68 dan Pasal 69 Undang-Undang tersebut, disebutkan bahwa instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan mengutamakan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip-prinsip yang tertuang dalam kedua Undang-undang tersebut menjadi dasar instansi pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum. Badan Layanan Umum diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN) awalnya dibentuk untuk mengakomodasi kebutuhan khusus dalam rangka berstatus sebagai Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Undang-Undang tersebut kemudian dibatalkan oleh Putusa 136/PUU-VII/2009 tanggal 31 Maret 2010. Kemudian lahirlah Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 yang mengamanatkan Perguruan Tinggi BHMN menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum.
Metode yang dilakukan dalam penulisan tesis ini penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan badan layanan umum, oleh karena itu dilakukan penelitian kepustakaan. Dilihat dari sifatnya penelitian ini bersifat deskriptif analitis artinya menguraikan atau mendiskripsikan data yang diperoleh secara normatif lalu diuraikan untuk melakukan telaah terhadap data tersebut secara sistematis. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach). Analisis data dilakukan secara kualitatif yuridis yakni pemilihan pasal-pasal terpenting yang berisi kaidah-kaidah hukum yang relevan dengan penerapan sistem pengelolaan keuangan badan layanan umum pada perguruan tinggi BHMN.
impelementasi sistem pengelolaan keuangan BLU maka struktur organisasi pergurua tinggi BHMN perlu disesuaikan dengan PP No. 23 Tahun 2005. Dan penyesuaian sistem pengelolaan keuangan badan layanan umum tersebut dilaksanakan paling lambat tanggal 31 Desember 2012.
Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) telah disahkan menjadi Undang-undang pendidikan tinggi, pada sidang Paripurna DPR, Jum’at 13 Juli 2012. Dengan disahkannya Undang-undang tersebut, muncul perbedaan pandangan dari berbagai kalangan menyikapi Undang-undang tersebut. RUU Pendidikan Tinggi bukan merupakan solusi terbaik untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia, bahkan cenderung menambah permasalahan. Privatisasi dan Komersialisasi pendidikan sangat tidak dibenarkan dalam konstitusi Negara UUD 1945. Untuk itu status 7 Perguruan Tinggi Negeri BHMN harus dikembalikan menjadi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dimana pemerintah tidak sepenuhnya memberikan otonomi keuangan namun juga memberikan keleluasaan bagi Perguruan Tinggi untuk mengembangkan pola pendidikan dan birokrasi keuangan. Hal ini perlu dilakukan agar kebutuhan masyarakat dapat diakomodir dengan tepat oleh Perguruan Tinggi.
Melalui penelitian ini disarankan agar di dalam melakukan pengelolaan keuangan perguruan tinggi hendaknya Perguruan Tinggi BHMN diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan yang akuntabilitas dan transparan serta didukung dengan sumber daya manusia yang berkompeten dan capable dalam penyusunan laporan keuangan tersebut. Diharapkan juga kepada Pemerintah untuk segera merevisi dan menyempurnakan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 sesuai dengan kebutuhan Perguruan Tinggi BHMN tersebut agar pengelolaan keuangan BLU dapat diterapkan dengan baik pada Perguruan Tinggi BHMN. Disarankan juga kepada DPR di dalam mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pendidikan hendaknya harus melihat kepentingan msyarakat serta tujuan pendidikan nasional itu sendiri, bukan melihat kepentingan segelintir golongan.
ABSTRACT
Law Number 17 Year 2003 on State Finance focusing its performance on the basis of budgeting provides an important fundament for a new orientation in Indonesia. Then, law Number 1 of 2004 on State Treasury opens a new corridor for the application of performance basis in the government circle. It is state in Article 68 and 69 of the Act, that government agencies whose main duty and functions are to provide community service can apply the flexible pattern of financial management by prioritazing, productivity, efficiency, and effectiveness.
The principles included in the two Laws have become the basis for the government agencies to apply the financial management of Public Sevice Board. The Public Service Board is expected to be the initial step in the renewel of financial management of public sector for the sake of improving government’s service to the public.
State Owned Corporation University (PT BHMN) is initially established to accommodate special need in privatizating the educational institution with specific characteristics, especially the nonprofit education institution even though it holds the status as a corporation. In 2009 BHMN was changed into State Educational Corporation in accordance with Law No. 9/2009 on Educational Corporation. This law was canceled by the Decision of Constitutional Court No.11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 dated March, 31, 2010. Then Government Regulation No. 66/2010 was enacted to mandate the State-Owned Corporation University (PT BHMN) to apply the pattern of financial management of Public Service Board.
The method used in the writing of this thesis is a normative juridical which refers to the legal norms contained in the legislation relating to the applicable Public Service Board obtained through library research. The data obtained were normatively described and systematically and juridical qualitatively to the application of financial management system of Public Service Board at State-Owned Corporation Unviersity (PT BHMN).
From the research the study author on the Financial Management System Implementation of the General Service Board of Higher Education that is expected to be BHMN, becoming a Public Service Board, a State Owned Corporation University (PT BHMN) has a better opportunity to fix up its management encouraging its service quality improvement by developing its efficiency, relevancy, transparancy and accountability. The leadership can grow at every level of position in the organization and the implamantation of financial management system of this Public Service Board. Therefore, the structure of organization of State-Owned Corporation University (PT BHMN) needs to be in line with Government Regulation No.23/2005. The adjustment of this financial management system of this Public Service Board is to be implemented by December 31, 2012.
differently responded by various groups. This Law on University is not the best solution to improve the system of education are approved in the 1945 Constitution of Indonesia. Thus, 7 Universities with the status of State-Owned Corporation must be returned to their previous status as Public Service Board in which the government does not provide full financial autonomy but provides the universities with freedom to develop the pattern of education and financial bureausracy. This need to be done that public need can be accommodated exactly by the universities.
Through this research recommended that within doing financial management of College BHMN College should be required to submit a report of financial accountability and transparent and supported by human resources competent and capable in the preparation of these financial statements. It is expected also to Government to promptly revise and improvee the Government Regulation No. 23 of 2005 in accordance with the need of the universities with State-Owned Corporation (PT BHMN) status that the financial management of Public Service Board can be applied well at the universities with State-Owned Corporation (BHMN) status. In passing the draft of Law on Education, the Legislative Members are also suggested to look at public need and the goal/purpose of national education itself, not the interest of few groups..
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka mencapai tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam
alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dibentuk pemerintahan negara
yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang.
Pembentukan pemerintahan negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang yang perlu dikelola dalam suatu sistem
pengelolaan keuangan negara.1
Sebagai suatu negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan hukum, dan
menyelenggarakan pemerintahan negara berdasarkan konstitusi, sistem
pengelolaan keuangan negara harus sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan
dalam Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 (UUD RI 1945) Bab VIII Hal Keuangan, pasal 23C, antara lain
menyebutkan bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara ditetapkan setiap
tahun dengan undang-undang, dan ketentuan mengenai pajak dan pungutan lain
yang bersifat memaksa untuk keperluan negara serta macam dan harga mata uang
ditetapkan dengan undang-undang. Hal-hal lain mengenai keuangan negara sesuai
dengan amanat diatur dengan undang-undang.2
1
Penjelasan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 2
Agenda
pergeseran sistem
menjadi
Pemerintah menjadi lebih jelas dari sekedar membiayai input dan proses menjadi
berorientasi pada pencapaian keluaran. Perubahan ini penting mengingat
kebutuhan dana yang makin tinggi tetapi sumber daya pemerintah terbatas. 4
Peranan hukum keuangan negara pada saat ini tengah diuji untuk
memberikan pemahaman yang komprehensif-teoritis-praktis dalam proses
pendewasaan sistem keuangan negara di Indonesia, khususnya dalam meneguhkan
pengertian keuangan negara yang memihak pada konsep kemandirian badan
hukum dan kebijakan otonomi daerah. Perubahan ketentuan dalam UUD RI 1945
dan peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan negara tidak
memberikan kepekaan pada realitas tuntutan kemandirian badan hukum dan
otonomi daerah sebagai suatu bentuk kemauan politik (political will) yang
diperlukan untuk menjalankan perubahan kebijakan keuangan negara yang
berorientasi pada kemajuan dalam sistem keuangan negara.5
Selama ini terdapat kecenderungan pemahaman yang kurang tepat
terhadap hukum keuangan negara yang mengandung potensi mengurangi konsepsi
berpikir atas manfaat dan hakekat keuangan negara. Hal ini khususnya ditujukan
pada manfaat ilmu hukum keuangan negara dan efisiensi pengawasan
3
Penganggaran tradisional adalah proses penyusunan anggaran yang hanya mendasarkan pada besarnya realisasi anggaran tahun sebelumnya, konsekuensinya tidak ada perubahan mendasar atas anggaran baru. endrisanopaka.files.wordpress.com/2008/11/traditional-budget.ppt, diakses tgl 26 Juli 2012
4
5
pembangunan secara keseluruhan guna mencegah kebocoran penggunaan uang
negara.6
Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat
dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang
yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban tersebut.
Tujuan pengelolaan keuangan negara secara umum adalah agar daya tahan
dan daya saing perekonomian nasional semakin dapat ditingkatkan dengan baik
dalam kegiatan ekonomi yang semakin bersifat global, sehingga kualitas
kehidupan masyarakat Indonesia dapat meningkat sesuai dengan yang
diharapkan.7
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
terdapat tiga paradigma baru mengenai pengelolaan keuangan negara yakni
pertama, konsepsi kerangka penganggaran jangka menengah, kedua konsepsi
anggaran berdasarkan kinerja yang lebih menekankan kepada pencapaian keluaran
yang akan menunjang pencapaian atas hasil yang telah ditetapkan dari suatu unit
organisasi, dan ketiga konsepsi anggaran terpadu yang menekankan pada
optimalisasi penggunaan dana guna mencapai sasaran program yang akan
dilaksanakan oleh suatu unit organisasi.8
Selanjutnya, tentang
6
Ibid, hal 1 7
Ibid, hal 120
lingkungan pemerintah. Berdasarkan Pasal 68 dan Pasal 69 Undang-Undang
tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan
kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel
dengan mengutamakan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. 9
Prinsip-prinsip yang tertuang dalam kedua undang-undang tersebut
menjadi dasar instansi pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan
Badan Layanan Umum. Badan Layanan Umum diharapkan dapat menjadi langkah
awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan
pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Di lingkungan pemerintahan di Indonesia, terdapat banyak satuan kegiatan
yang berpotensi untuk dikelola lebih efektif melalui pola badan layanan umum. Di
antara mereka ada yang memperoleh imbalan dari masyarakat dalam proporsi
signifikan sehubungan dengan layanan yang diberikan, dan ada pula yang
bergantung sebagian besar pada dana yang disediakan oleh Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Badan Layanan Umum (BLU) merupakan bagian tak terpisahkan dari
Kementerian Negara, lembaga nonkementerian, atau lembaga Negara yang
menyelenggarakan pengelolaan keuangan Negara secara mandiri. Walaupun
pengelolaan keuangan Negara dilakukan secara terpisah dengan instansi induknya,
tetap harus berpatokan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal ini dimaksudkan agar tujuan Badan Layanan Umum dapat meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan
9
mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang dicita-citakan dalam alinea
keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.10
Ketika tidak dapat memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa, Badan Layanan Umum boleh ditiadakan keberadaannya. Dalam
arti telah menyimpang dari tujuan pembentukannnya sehingga menyatu kembali
dengan instansi induknya dalam kementerian Negara, lembaga nonkementerian, atau
lembaga Negara sebagai tempat asal badan layanan umum termaksud. Penghapusan
atau berakhirnya suatu Badan Layanan Umum harus dilakukan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai konsekuensi Negara
Indonesia adalah Negara hukum. 11
Dengan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum, fleksibilitas
diberikan dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan
belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa. Badan Layanan Umum juga
diberikan kesempatan untuk memperkerjakan tenaga professional non PNS serta
kesempatan pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya.
Namun demikikan sebagian penyeimbang, Badan Layanan Umum dikendalikan
secara ketat dalam perencanaan dan penganggarannya serta dalam
pertanggungjawabannya. Dalam Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2005, Badan
Layanan Umum wajib menghitung harga pokok dari layanannya dengan kualitas dan
kuantitas yang distandarkan oleh menteri teknis pembina. Demikian pula dalam
pertanggungjawabannya, Badan Layanan Umum harus mampu menghitung dan
menyajikan anggaran yang digunakannya dalam kaitannya dengan layanan yang telah
10
Muhammad Djafar Saidi, Hukum Keuangan Negara Edisi Revisi (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hal 155
11
direalisasikan. Oleh karena itu, Badan Layanan Umum berperan sebagai agen dari
menteri/pimpinan lembaga induknya. Kedua belah pihak menandatangani kontrak
kinerja (a contractual performance agreement), di mana menteri/pimpinan lembaga
induk bertanggung jawab atas kebijakan layanan yang hendak dihasilkan, dan Badan
Layanan Umum bertanggungjawab untuk menyajikan layanan yang di minta.
Dengan demikian, Badan Layanan Umum diharapkan tidak sekedar sebagai
format baru dalam pengelolaan APBN/APBD, tetapi Badan Layanan Umum
diharapkan untuk menyuburkan pewadahan baru bagi pembaharuan manajemen
keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada
msyarakat.
Otonomi perguruan tinggi yaitu pemberian kewenangan secara luas kepada
perguruan tinggi untuk mengatur organisasi dan rumah tangganya sendiri dengan
badan hukum yang bersifat nirlaba. Unsur-unsur yang terlibat dalam pelaksanaan
otonomi perguruan tinggi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999
Pasal 27 adalah dewan penyantun, unsur pimpinan, unsur tenaga pengajar, senat
perguruan tinggi, unsur pelaksana akademik (bidang pendidikan, bidang penelitian,
dan bidang pengabdian kepada masyarakat), unsur pelaksana administratif, dan unsur
penunjang (perpustakaan, laboratorium, bengkel, pusat komputer, kebun percobaan,
dan lain-lain yang dianggap perlu).
Pendidikan tinggi memerlukan otonomi bukan hanya otonomi dalam bentuk
kebebasan akademik, tetapi juga otonomi kelembagaan dalam masalah-masalah
tinggi tersebut sebagai lembaga akan bersifat kreatif dan menjadi pelopor perubahan
baik di dalam masyarakat sekitarnya maupun di dalam kemajuan ilmu pengetahuan.12
Dengan adanya otonomi lembaga pendidikan tinggi, maka dapat dipilah-pilah
prinsip-prinsip mana yang dapat diterapkan dalam lingkungan pendidikan tinggi yang
ada. Mengubah suatu manajemen pendidikan tinggi tidaklah semudah sebagaimana
yang digambarkan. Terdapat banyak kendala yang dihadapi di dalam penerapan suatu
sistem. Selain itu, setiap perubahan sistem biasanya menuntut biaya dan persiapan
yang matang, apalagi jika tidak tersedia sumber daya manusia yang diperlukan, maka
setiap penerapan prinsip manajemen baru akan meminta biaya besar.13
Untuk melakukan berbagai perubahan, perguruan tinggi di Indonesia memang
mengalami kendala yang boleh dikatakan luar biasa sulitnya. Hal ini terutama
disebabkan sistem yang sudah sedemikian terbangun, belum lagi mentalis para
pemimpin dan seniornya yang cukup feodal dan sulit untuk menerima suatu
perubahan. Ini terjadi karena sekian lama perguruan tinggi dibangun dengan sistem
pemerintahan yang sentralistik, yang segala-galanya harus ditentukan oleh pusat.
Sebagai akibat kebijakan sentralistis dalam beberapa dekade penyelenggaraan
pendidikan tinggi, dampaknya tidak saja melahirkan sifat-sifat ambivalen, afirmatif,
arogan dan sebagainya, tetapi juga kesulitan dalam pengembangan dan peningkatan
kualitasnya sehingga sulit bersaing dengan perguruan-perguruan tinggi yang ada di
luar negeri.14
12
Hasbullah, Otonomi Pendidikan, Kebijakan Otonomi Daerah dan implikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hal 129
13
Ibid, hal 129 14
Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN) awalnya
dibentuk untuk mengakomodasi kebutuhan khusus dalam rangka
berstatus sebagai
BHMN ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah15
Pada tahun 2009, bentuk BHMN digantikan denga
. Ada 7 (tujuh) Universitas yang
berstatus BHMN yaitu: Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM),
Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas
Sumatera Utara (USU), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan Universitas
Airlangga (UNAIR).
tentang Badan Hukum Pendidikan. Undang-Undang tersebut kemudian dibatalkan
oleh Putusa
tanggal 31 Maret 2010. Mahkamah Konstitusi menilai, UU No.9 Tahun 2009
tentang BHP melanggar UUD 1945 terutama Pasal 28D Ayat (1) yang
menyatakan setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama. Undang-Undang BHP juga
bertentangan dengan Pasal 31 UUD 1945 yang menyatakan tiap warga Negara
berhak mendapatkan pendidikan.
Pasca Pencabutan Undang-Undang BHP, masih terjadi polemik atas status
hukum Perguruan Tinggi BHMN. Ringkasan Amar putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 tanggal 31 Maret 2010 yaitu: Pasal 53
15
ayat (1) UU Sisdiknas yang menyatakan bahwa ”penyelenggara dan/atau satuan
pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan
hukum pendidikan”, adalah konstitusional sepanjang frasa “badan hukum
pendidikan” dimaknai sebagai sebutan fungsi penyelenggara pendidikan dan bukan
sebagai bentuk badan hukum tertentu, di dalam Penjelasan Pasal 53 ayat (1) UU. Sisdiknas yang menyatakan bahwa “badan hukum pendidikan dimaksudkan sebagai
landasan hukum bagi penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, antara lain,
berbentuk Badan Hukum Milik Negara (BHMN)”, tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat. Dengan demikian Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan
Hukum Pendidikan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Hal ini berarti,
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan menjadi
tidak berlaku. Implikasi dari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut yaitu
kekosongan hukum tentang pengaturan tata kelola perguruan tinggi dan
penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh Pemerintah melalui bentuk Perguruan
Tinggi Badan Hukum Milik Negara (BHMN), yaitu UGM, UI, ITB, IPB, USU,
UPI, UNAIR, yang telah berlangsung sejak tahun 2000 menjadi kehilangan dasar
hukum, karena16
a. Penjelasan Pasal 53 ayat (1) UU Sisdiknas yang merupakan landasan/ dasar
hukum BHMN sebagai bentuk badan hukum, dinyatakan tidak mengikat atau
tidak berlaku lagi oleh Putusan Mahkamah Konstitusi; :
16
b. PP. No. 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri Sebagai
Badan Hukum, yang menjadi dasar hukum penetapan 7 (tujuh) BHMN sudah
dicabut oleh PP. No. 17 Tahun 2010.
Ketidakjelasan status hukum itu memperumit tataran operasional
penyelenggaraan pendidikan di lapangan. Misalnya, soal penerimaan mahasiswa
baru, biaya pendidikan termasuk pengelolaan keuangan, hingga status hukum dosen
dan tenaga pendidikan PT BHMN.
Dalam perjalanannya, kehadiran PT BHMN tidak terlepas dari pro dan
kontra berbagai kalangan. Mulai mahasiswa, dosen, maupun masyarakat luas,
acap kali melakukan kritik tajam terhadap pelaksanaan BHMN. Utamanya
menyangkut penerimaan mahasiswa melalui jalur khusus yang mengeruk dana
sampai ratusan juta rupiah. Selain itu, aset-aset PT BHMN dikomersialisasikan
untuk menutup kebutuhannya.
Peristiwa itu terjadi bahkan jauh setelah terbitnya PP Nomor 66 Tahun 2010
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pada akhir September 2010. Bisa
dibayangkan persoalan operasional lain seperti status hukum para dosen maupun
tenaga kependidikan dan tata cara pengelolaan keuangan di PT BHMN masih belum
jelas.
Dengan terbitnya PP Nomor 66 Tahun 2010 paling tidak memberikan
sedikit ruang kejelasan status hukum kepegawaian dosen dan tenaga kependidikan
mengatur adanya pengalihan status dosen dan tenaga kependidikan yang berstatus
pegawai BHMN menurut peraturan perundang-undangan.
Perguruan tinggi sebagai salah satu unit satuan kerja pemerintah yang
memberi pelayanan kepada masyarakat mempunyai karakteristik dan sifat yang
berbeda dengan satuan kerja pemerintah pada umumnya. Karakteristik penerimaan
yang dilakukan sebagai satuan kerja juga memiliki karakteristik yang berbeda.
Sebagai satuan kerja, perguruan tinggi menerima berbagai jenis PNBP dengan jadwal
penerimaan tertentu dengan jumlah yang kadang-kadang tidak dapat diperkirakan.
Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan
Negara Bukan Pajak, dinyatakan bahwa seluruh penerimaan Negara bukan pajak
wajib disetor langsung secepatnya ke kas Negara, jika tidak diserahkan sesuai dengan
aturan, maka tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum yang berat, sanksi
bagi yang tidak menyetorkan PNBP ke kas Negara dinyatakan dalam Pasal 21, yaitu
dipidana 6 (enam) tahun dan denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah PNBP yang
terutang.
Pada penjelasan Pasal 220B ayat (3) PP No. 66 Tahun 2010 disebutkan
bahwa Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM), Institut
Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Sumatera
Utara (USU), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan Universitas Airlangga
(UNAIR) memenuhi kewajiban sebagai institusi Pemerintah yang menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) sesuai dengan yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah mengenai Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat
dan membahasnya dalam bentuk tesis, maka penulis mengangkat berbagai
permasalahan yang timbul di atas menjadi sebuah karya ilmiah berbentuk
tesis dengan judul: “PENERAPAN SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN
BADAN LAYANAN UMUM PADA PERGURUAN TINGGI BHMN”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas dan dikaitkan dengan
judul penelitian, maka penulis mengangkat permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana sistem pengelolaan keuangan Perguruan Tinggi BHMN
sebelum dan sesudah terbitnya PP No. 66 Tahun 2010 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan?
2. Bagaimana sistem pertanggungjawaban keuangan Negara Perguruan
Tinggi BHMN dalam masa transisi?
3. Bagaimana Penerapan Sistem Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum pada Perguruan Tinggi BHMN?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan
yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis dan menjelaskan sistem pengelolaan keuangan
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
2. Untuk menganalisis dan menjelaskan sistem pertanggungjawaban
keuangan Negara dalam masa transisi.
3. Untuk mengetahui dan memahami penerapan Sistem Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum pada Perguruan Tinggi BHMN.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis, sebagai berikut:
1. Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
bahan masukan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya
dalam bidang hukum keuangan Negara dan badan layanan umum.
2. Manfaat Praktis, bahwa dengan penelitian ini diharapkan mampu
memberikan kontribusi pemikiran bagi kalangan praktisi, legislator dan
aparat penegak hukum tentang penerapan sistem pengelolaan keuangan
Badan Layanan Umum pada Perguruan Tinggi BHMN.
E. Keaslian Penelitian
Penulisan tesis ini didasarkan oleh ide, gagasan maupun pemikiran penulis
secara pribadi dari awal hingga akhir berdasarkan penelusuran di Perpustakaan
USU, penelitian mengenai Penerapan Sistem Pengelolaan Keuangan Negara
Badan Layanan Umum pada Perguruan Tinggi BHMN ini belum pernah
penelitian ini terjamin adanya. Kalaupun ada pendapat atau kutipan dalam
penelitian ini semata-mata adalah sebagai faktor pendukung dan pelengkap dalam
penelitian yang memang sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan penelitian ini.
Penulis bertanggungjawab sepenuhnya apabila ternyata dikemudian hari
dapat dibuktikan adanya plagiat atau duplikasi dalam penelitian ini.
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual 1. Kerangka Teori
Secara umum dapat diartikan bahwa kerangka teori adalah merupakan
garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan
sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa.17
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat,
teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang
menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.18 Kerangka teoritis dalam
penelitian mempunyai beberapa kegunaan, dimana mencakup hal-hal, sebagai
berikut19
1) Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih
mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya. :
2) Teori sangat berguna didalam mengembangkan sistem klasifikasi
fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan
definisi-definisi.
17
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, (Jakarta; Balai Pustaka, 1995), hal 520 18
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal 27. 19
3) Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah
diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang
diteliti.
4) Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh
karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan
mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa
mendatang.
5) Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap
kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti.
Teori yang akan dijadikan landasan dalam tesis ini adalah Teori
positivisme yuridis (legal positivism). Positivisme yuridis adalah aliran yang
berpandangan bahwa studi tentang wujud hukum seharusnya merupakan
studi tentang hukum yang benar-benar terdapat dalam sistem hukum, dan
bukan hukum yang seyogyanya ada dalam kaidah-kaidah moral.20
John Austin dengan analytical legal positivism-nya, menjadi penganut
utama aliran positivisme yuridis. Austin bertolak dari kenyataan bahwa
terdapat suatu kekuasaan yang memberikan perintah-perintah, dan ada orang
yang pada umumnya mentaati perintah-perintah tersebut.
21
Khuzaifah Dimyati sebagaimana yang dikutip oleh H.R. Otje Salman
S. dan Anton F. Susanto dalam bukunya Teori Hukum menjelaskan bahwa
dalam positivisme yuridis hukum dipandang sebagai suatu gejala tersendiri
20
Achmad Ali, Sosiologi Hukum Kajian Empiris Terhadap Pengadilan (Jakarta: IBLAM, 2004), hal 35
21
yang perlu diolah secara ilmiah. Tujuan positivisme adalah pembentukan
struktur-struktur rasional sistem yuridis yang berlaku. Sebab hukum
dipandang sebagai hasil pengolahan ilmiah belaka, akibatnya pembentukan
hukum makin professional. Dalam positivisme yuridis ditambah bahwa
hukum adalah sistem yang tertutup (close logical system) artinya peraturan
dapat dideduksikan dari undang-undang yang berlaku tanpa perlu meminta
bimbingan norma sosial, politik dan moral.22
Positivisme yuridis merupakan suatu ajaran ilmiah tentang hukum.
Positivisme menentukan kenyataan dasar sebagai berikut: Pertama, tata
hukum Negara tidak dianggap berlaku karena hukum itu mempunyai
dasarnya dalam kehidupan sosial, bukan juga karena hukum itu bersumber
dalam jiwa bangsa, bukan juga karena hukum itu merupakan cermin dari
suatu alam. Dalam pandangan positivisme yuridis hukum hanya berlaku, oleh
karena itu mendapat bentuk positifnya dari instansi yang berwenang. Kedua,
dalam mempelajari hukum hanya bentuk yuridisnya dapat dipandang.
Dengan kata lain hukum sebagai hukum hanya ada hubungan dengan bentuk
formalnya. Dengan ini bentuk yuridis hukum dipisahkan dari kaidah-kaidah
hukum material. Ketiga, isi material hukum memang ada, tetapi tidak
dipandang sebagai bahan ilmu pengetahuan hukum, oleh sebab itu dianggap
variabel dan bersifat sewenang-wenang. Isu hukum tergantung dari situasi
etis dan politik suatu Negara, maka harus dipelajari dalam suatu ilmu
22
pengetahuan lain, bukan dalam ilmu pengetahuan hukum.23
Konsep keuangan negara menurut Pasal 2 UU Nomor 17 tahun 2003
(selanjutnya disebut UU KN) menandakan negara memberikan proteksi yang
berlebihan (overprotected) dan peraturan yang berlebihan (overregulated)
dalam menata sektor keuangan publik. Keuangan negara adalah keuangan
publik, sedangkan konsep hukum keuangan publik mengandung prinsip
kehati-hatian yang luar biasa dalam menentukan pengelolaan dan tanggung
jawabnya terutama agar pertama negara tidak melalaikan kewajibannya,
kedua warga masyarakat tidak dirugikan haknya, serta (3) badan hukum tidak
diingkari kedudukannya.
Menurut
positivisme yuridis pertimbangan-pertimbangan teoritis dan metafisis tidak
diperbolehkan, positivisme yuridis merupakan suatu ajaran ilmiah tentang
hukum.
24
Menurut Arifin P. Soeria Atmadja definisi keuangan negara dapat
dipahami atas tiga penafsiran, yaitu :
1. Pengertian keuangan negara diartikan secara sempit, yang hanya
meliputi keuangan yang bersumber pada APBN.
2. Keuangan negara dalam arti luas, yang meliputi keuangan negara
yang berasal dari APBN, APBD, BUMN, BUMD dan pada
hakikatnya seluruh harta kekayaan negara, sebagai suatu sistem
keuangan negara.
23
Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta: Kanisius, 1982), hal 128-129
24
3. Apabila tujuan menafsirkan keuangan negara tersebut dimaksudkan
untuk mengetahui sistem pengurusan dan pertanggungjawabannya,
maka pengertian keuangan negara itu adalah sempit, selanjutnya
untuk mengetahui sistem pengawasan dan pemeriksaan
pertanggungjawaban, maka pengertian keuangan negara adalah
dalam arti luas, yakni termasuk di dalamnya keuangan yang berada
dalam APBN, APBD, BUMN/D dan pada hakekatnya seluruh
kekayaan negara merupakan objek pemeriksaan dan pengawasan.25
Dari beberapa penafsiran keuangan negara di atas, jika dikaitkan
dengan definisi keuangan negara menurut Undang-Undang Keuangan Negara
penafsiran ketiga yang tampak paling esensial dan dinamis dalam menjawab
berbagai perkembangan hukum yang ada dalam masyarakat.26
Pendidikan tinggi adalah pendidikan pada jalur pendidikan sekolah
pada jenjang yang lebih tinggi daripada pendidikan menengah di jalur
pendidikan sekolah. Menurut PP No. 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan
Tinggi tujuan pendidikan tinggi adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan akademis, dan/atau professional yang dapat
menerapkan, mengembangkan, dan/atau memperkaya khasanah
ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian;
25
Arifin P. Soeria Atmaja, Keuangan Publik Dalam Perspektif Hukum : Teori, Praktik dan Kritik, (Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal 96.
2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,
teknologi atau kesenian, serta mengupayakan penggunaannya
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan memperkaya
kehidupan nasional.
Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, penyelenggara pendidikan
tinggi berpedoman pada tujuan pendidikan nasional, kaidah, moral, dan etika
ilmu pengetahuan, kepentingan masyarakat, serta memperhatikan minat,
kemampuan, dan prakarsa pribadi.
Badan layanan umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan
dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas.
Adapun tujuan dari Badan Layanan Umum tersebut adalah untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan
memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip
ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.27
Sedangkan yang menjadi karakteristik badan layanan umum tersebut
adalah sebagai berikut:28
1. Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah (bukan kekayaan negara yang
dipisahkan)
27
Pasal 2 PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. 28
2. Menghasilkan barang/jasa yang seluruhnya/ sebagian dijual kepada publik
3. Tidak bertujuan mencari keuntungan (laba)
4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala
korporasi
5. Rencana kerja/anggaran dan pertanggung jawaban dikonsolidasikan pada
instansi induk
6. Pendapatan & sumbangan dapat digunakan langsung
7. Pegawai dapat terdiri dari PNS dan Profesional Non-PNS
8. Bukan sebagai subyek pajak
Pengelolaan keuangan badan layanan umum merupakan bagian
integral dari pengelolaan keuangan Negara, sehingga pengelolaannya tidak
boleh terlepas dari hukum keuangan Negara. Manakala pengelolaan keuangan
badan layanan umum terpisah secara tegas dari pengelolaan keuangan Negara
berarti suatu penyimpangan atau berlawanan dengan hukum keuangan Negara.
Menteri, pimpinan lembaga non-kementerian, atau pimpinan lembaga Negara
wajib mengarahkan agar pengelolaan keuangan badan layanan umum yang
berada dalam naungannya berpedoman pada hukum keuangan Negara.29
Penerapan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum dapat
berupa status badan layanan umum secara penuh atau status badan layanan
umum tidak penuh. Status badan layanan umum secara penuh diberikan ketika
persyaratan substantif, teknis, dan administratif telah terpenuhi secara
maksimal. Sementara itu, status badan layanan umum secara bertahap
29
diberikan tatkala persyaratan substantif dan teknis telah terpenuhi, tetapi
persyaratan administratif belum terpenuhi secara maksimal. Status bertahap
yang diperoleh badan layanan umum hanya berlaku paling lama 3 (tiga)
tahun.30
Dari teori positivisme yuridis tersebut yang memandang hukum hanya
berlaku oleh karena hukum itu mendapat bentuk positifnya dari suatu instansi
yang berwenang dan hukum sebagai hukum hanya ada hubungan dengan
bentuk formalnya, ajaran ini menggambarkan dan menjelaskan bahwa suatu
produk hukum dibatasi oleh aturan-aturan yang mengikat sebagai pedoman.
Oleh karenanya, keputusan-keputusan hukum yang akan dihasilkan oleh pihak
manapun tidak dengan mudah berubah-ubah, tidak bertentangan satu dengan
lainnya, mudah dimengerti dan tidak membingungkan serta memiliki nilai
kepastian.
2. Kerangka Konseptual
Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian.
Jika masalah dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah
diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian.
Konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau
gejala. Maka konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati,
menentukan antara variabel-variabel yang lain, menentukan adanya hubungan
empiris.31
30
Ibid, hal 160 31
a. Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada
prinsip efisiensi dan produktivitas.32
b. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum adalah pola
pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan
untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah ini, sebagai pengecualian dari ketentuan
pengelolaan keuangan Negara pada umumnya.33
c. Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan Pemerintah
pusat tidak berasal dari penerimaan perpajakan.34
d. Keuangan Negara adalah rencana kegiatan secara kuantitatif (dengan
angka-angka diantaranya diwujudkan dalam jumlah mata uang), yang
akan dijalankan untuk masa mendatang, lazimnya satu tahun
mendatang.35
e. Perguruan Tinggi BHMN adalah Perguruan Tinggi Negeri berbentuk
badan hukum pendidikan bersifat nirlaba yang ditetapkan dengan
32
Pasal 1 angka (1) PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
33
Pasal 1 angka (2) PP No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
34
Pasal 1 angka 1 UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. 35
Peraturan Pemerintah sebagai badan layanan umum yang bertugas
menyelenggarakan layanan Tridarma perguruan tinggi secara mandiri.36
f. Otonomi Perguruan Tinggi adalah kemandirian perguruan tinggi untuk
mengelola sendiri lembaganya.37
g. Tujuan Perguruan Tinggi adalah menyiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau
professional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian;
mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi
dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan
nasional; mendukung pembangunan masyarakat madani yang demokratis
dengan berperan sebagai kekuatan moral yang mandiri; serta mencapai
keunggulan kompetitif melalui penerapan prinsip pengelolaan sumber
daya sesuai dengan asas pengelolaan yang professional.38
h. Pertanggungjawaban keuangan negara adalah kewajiban Pemerintah
untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada
peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan
transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
39
36
Pasal 1 ayat (1) butir d RPP Pengelolaan Keuangan dan Pertanggungjawaban Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara.
37
Penjelasan Pasal 50 ayat (6) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
38
Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri Sebagai Badan Hukum
39
G. Metode Penelitian
Untuk mencari suatu kebenaran dari suatu permasalahan atau fenomena
yang ada, maka dibutuhkan suatu penelitian. Penelitian ini dilakukan dalam rangka
suatu kegiatan ilmiah dimana seseorang berusaha untuk mencari kebenaran yang
didasarkan oleh pendapat seorang ahli yang dihormati dan hasil pengujian atas
kebenaran dari temuan yang ditemukan dalam proses penelitian.
Soerjono Soekanto mengatakan bahwa penelitian merupakan suatu
usaha untuk menganalisa serta mengadakan konstruksi secara metodologis
yang berarti suatu penelitian dilakukan dengan mengikuti metode dan cara
tertentu, sistematis yang berarti harus mengikuti langkah-langkah tertentu, dan
konsisten yang dilakukan secara taat asas.40
Mengingat penelitian ini merupakan penelitian dalam bidang hukum,
maka penelitian yang dilakukan menjadi lebih khusus, yaitu penelitian hukum.
Penelitian hukum adalah suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,
sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu
atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.41
Dalam penelitian ini, digunakan metode penelitian yang meliputi
spesifikasi penelitian yang terdiri atas:
1. Jenis Penelitian
Menurut Soerjono Soekanto, bahwa penelitian hukum itu berdasarkan
tujuannya terdiri atas:42
40
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet 3, (Jakarta:Universitas Indonesia, 2006) hal 3
41
Ibid, hal 43 42
1) Penelitian Hukum Normatif, yang mencakup;
a. Penelitian terhadap asas-asas hukum;
b. Penelitian terhadap sistematika hukum;
c. Penelitian terhadap sinkronisasi hukum;
d. Penelitian sejarah hukum; dan
e. Penelitian perbandingan hukum
2) Penelitian Hukum Empiris
Dalam penyusunan penelitian ini, peneliti memilih jenis penelitian
hukum dengan bentuk penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang
mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan badan layanan
umum, oleh karena itu dilakukan penelitian kepustakaan.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis artinya menguraikan atau
mendiskripsikan data yang diperoleh secara normatif lalu diuraikan untuk
melakukan telaah terhadap data tersebut secara sistematis.
3. Pendekatan Masalah
Tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, maka
pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statute
approach), pendekatan konseptual (conceptual approach)43
43
Pendekatan perundang-undangan merupakan pendekatan utama dalam
penelitian ini, karena yang menjadi pusat perhatian utama dalam penelitian
ini adalah Penerapan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum pada
Perguruan Tinggi BHMN. Dengan demikian, penelitian ini menitik beratkan
pada peraturan perundang-undangan. Hal ini sesuai dengan kegunaan dari
metode penelitian hukum normatif, yaitu untuk mengetahui dan mengenal
apakah dan bagaimanakah hukum positifnya mengenai suatu masalah
tertentu.
Pendekatan konseptual adalah sejumlah pengertian atau karakteristik
yang dkaitkan dengan peristiwa, objek, kondisi, situasi dan perilaku tertentu.
Pendekatan konseptual digunakan untuk memahami konsep-konsep
pengelolaan keuangan badan layanan umum sehingga diharapkan tidak lagi
memungkinkan pemahaman yang ambigu dan kabur.
4. Bahan Penelitian
Penelitian ini didasarkan pada bahan hukum yaitu data yang meliputi
data sekunder. Data sekunder meliputi:
a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri atas peraturan
perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki Undang-Undang
Dasar 1945, dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan badan
layanan umum dan Perguruan Tinggi BHMN, antara lain UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 1 Tahun 2004
tentang Keuangan Negara, Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Peraturan
Pemerintah No. 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP Nomor 17
Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku
teks (textbooks) yang ditulis para praktisi hukum, jurnal-jurnal hukum,
artikel, hasil-hasil seminar pertemuan ilmiah.
c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan
yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan
sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.
5. Alat Penelitian
Alat penelitian digunakan untuk mengumpulkan data, dengan cara
penelitian kepustakaan. Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan
tersebut selanjutnya akan dipilah-pilah guna menemukan pasal-pasal dan
konsep-konsep yang berisi kaedah-kaedah hukum, yang kemudian
dihubungkan dengan permasalahan yang sedang dihadapi dan
disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan
permasalahan penelitian ini.
Selanjutnya data yang diperoleh tersebut akan dianalisis secara induktif
kualitatif untuk sampai pada kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang
ditelaah dalam penelitian ini akan dapat dijawab.44
44
6. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif yuridis yakni pemilihan
pasal-pasal terpenting yang berisi kaidah-kaidah hukum yang relevan dengan
penerapan sistem pengelolaan keuangan badan layanan umum pada
perguruan tinggi BHMN, kemudian membuat sistematika dari pasal-pasal
tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.
Data yang dianalisis secara kualitatif yuridis menggunakan metode
deduktif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis pula
dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya semua
data diseleksi dan diolah kemudian dianalisis secara deskriptif dan
eksplanatif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan dasar
hukumnya, juga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang
dimaksud.
BAB II
SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN TINGGI BHMN SEBELUM DAN SESUDAH TERBITNYA PP NO. 66 TAHUN 2010
A. Pengelolaan Keuangan Negara
Pengelolaan keuangan Negara merupakan bagian dari pelaksanaan
pemerintahan Negara. Pengelolaan keuangan Negara mempunyai arti luas dan
sempit. Pengelolaan keuangan Negara dalam arti luas adalah manajemen
keuangan Negara. Sedangkan dalam arti sempit, pengelolaan keuangan Negara
adalah administrasi keuangan Negara atau tata usaha keuangan45
Pengelolaan keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat
pengelola keuangan Negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertangungjawaban. Jadi
ruang lingkup pengelolaan keuangan Negara meliputi:
.
46
1. Perencanaan keuangan Negara;
2. Pelaksanaan keuangan Negara;
3. Pengawasan keuangan Negara; dan
4. Pertanggungjawaban keuangan Negara
Pejabat yang ditugasi melakukan pengelolaan keuangan Negara,
seyogyanya memperhatikan dan menerapkan asas-asas hukum yang
45
Adrian Sutedi, Op. Cit, hal 120 46
mendasarinya. Hal ini dimaksudkan agar pejabat tersebut mampu meningkatkan
pelayanan dalam pengelolaan keuangan Negara. Peningkatan pelayanan
merupakan wujud pengabdian dengan tetap berpatokan pada asas-asas
pengelolaan keuangan Negara.
Sedangkan tujuan pengelolaan keuangan Negara secara umum adalah agar
daya tahan dan daya saing perekonomian nasional semakin dapat ditingkatkan
dengan baik dalam kegiatan ekonomi yang semakin global, sehingga kualitas
kehidupan masyarakat Indonesia meningkat sesuai dengan yang diharapkan.
Adapun yang menjadi alasan mengapa keuangan Negara harus dikelola dengan
baik karena beberapa alasan, yakni sebagai berikut47
1. Mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
:
Keuangan Negara dapat mempengaruhi bekerjanya mekanisme harga
yang dibentuk dari kekuatan hukum penawaran dan permintaan.
Penerimaan Negara yang berasal dari pungutan pajak akan mengurangi
daya beli masyarakat, sehingga mengurangi permintaan masyarakat.
Sebaliknya pengeluaran Negara, untuk membeli barang dan jasa dari
masyarakat akan menambah daya beli masyarakat. Apabila penerimaan
Negara melebihi pengeluaran Negara, berarti pengurangan daya beli
masyarakat lebih besar penambahannya, sehingga terjadi ketidakseimbangan
antara penerimaan dengan penawaran.
47
2. Menjaga kestabilan
Menurut Keyness, depresi dunia yang terjadi pada tahun 1930, disebabkan
oleh penawaran agregat lebih besar dari permintaan agregat. Oleh karena
itu, untuk mengatasi pengangguran, Pemerintah melalui APBN dapat
memperbesar permintaan agregat agar sama dengan penawaran agregat.
Ini berarti bahwa APBN dapat dipergunakan untuk mengatasi deflasi dan
inflasi serta memelihara stabilisasi.
3. Merealokasi sumber-sumber ekonomi
Maksudnya adalah memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas itu secara
maksimal. Di Indonesia, kecuali yang ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku, pada hakikatnya sumber-sumber
ekonomi itu dimiliki oleh masyarakat. Apabila sumber-sumber ekonomi
yang ada pada masyarakat itu tidak dipergunakan secara maksimal,
sehingga menimbulkan ketidakseimbangan dalam perekonomian, maka
Negara, dengan kebijakan fiskal yang persuasif dapat mendorong
penggunaan sumber-sumber ekonomi tersebut secara maksimal.
4. Mendorong redistribusi pendapatan
Maksudnya adalah bahwa Negara dengan menggunakan kebijakan
fiskalnya, dapat mengupayakan agar perbedaan antara golongan
masyarakat yang kaya dengan golongan masyarakat yang miskin itu tidak
terlalu menyolok. Oleh karena itu, pengelolaan APBN tidak hanya
menyangkut pada jumlah penerimaan dan jumlah pengeluaran saja, tetapi