• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana

B. Metode Kontrasepsi Efektif (MKE) 1. Kontrasepsi hormonal:

3. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen Faktor Predisposisi : 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Umur 4. Pendidikan 5. Agama 6. Penghasilan 7. Status pekerjaan Faktor Enabling : 1. Sarana dan Prasarana

Faktor Reinforcing : 1. Peran petugas kesehatan 2. Dukungan Suami

Pemilihan Metode Kontrasepsi Suntik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Keluarga berencana (KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Dimana perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan bisa dilakukan dengan cara penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran.

Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan keluarga Indonesia yang sejahtera. Sesuai dengan Undang–Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, disebutkan bahwa Program Keluarga Berencana (KB) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga serta peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (UU 10/1992). Keluarga berencana juga berarti mengontrol jumlah dan jarak kelahiran anak, untuk menghindari kehamilan yang bersifat sementara dengan menggunakan kontrasepsi sedangkan untuk menghindari kehamilan yang sifatnya menetap bisa dilakukan dengan cara sterilisasi (Ekarini, 2008).

Salah satu tugas pokok pembangunan Keluarga Berencana (KB) menuju pembangunan keluarga sejahtera adalah melalui upaya pengaturan kelahiran yang dapat dilakukan dengan pemakaian kontrasepsi. The International

penggunaan alat kontrasepsi merupakan bagian dari hak – hak reproduksi yaitu bagian dari hak – hak asasi yang universal (Nafis, 2011).

Pada masa sekarang, Keluarga Berencana boleh dikatakan telah dikenal oleh hampir seluruh masyarakat di dunia tetapi bagi negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, cara pelaksanaan Keluarga Berencana masih harus ditingkatkan lagi. Beberapa negara seperti Taiwan, Hongkong, Korea dan Singapura, telah berhasil melaksanakannya dengan baik. Pada umumnya masih dicari cara tepat untuk melaksanakannya dan beberapa negara telah memasukkannya sebagai program pemerintah, seperti Indonesia, Malaysia, Korea, pakistan dan lain-lain. Di negara-negara yang telah maju, Keluarga Berencana tidak lagi merupakan suatu gagasan, tetapi telah menjadi falsafah hidup.

Falsafah hidup ini timbul oleh kesadaran bahwa keluarga yang besar juga membawa akibat yang besar pula didalam kehidupan. Keluarga yang besar dihadapkan pada berbagai persoalan yang lebih besar pula ukurannya seperti: perumahan, pendidikan, kesehatan, sandang, pangan dan sebagainya yang merupakan faktor-faktor yang menentukan nilai dan pola kehidupan yang wajar. Setiap keluarga dimanapun, ingin hidup tenteram bahagia dan sejahtera, tetapi banyak juga yang tidak mengetahui bagaimana cara mencapainya. (Albar,dkk 1980)

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga tidak luput dari masalah kependudukan. Secara garis besar, masalah-masalah pokok di bidang kependudukan yang dihadapi Indonesia antara lain penyebaran penduduk yang

3

tidak merata, struktur umur muda, kualitas penduduk yang masih harus ditingkatkan dan jumlah penduduk besar dengan laju pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi (Sulistyawati, 2011).

Perkembangan penduduk yang cepat akan mempengaruhi kehidupan di masyarakat diantaranya dalam bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan, kehidupan sosial ekonomi dan lingkungan hidup. Untuk mencegah masalah tersebut maka pemerintah mengadakan program KB (Syahlan, 2004).

Salah satu persoalan besar yang dihadapkan kepada dunia khususnya di abad ke dua puluh satu ini adalah, masalah kependudukan. Jumlah penduduk di dunia semakin menunjukkan angka yang terus bertambah dan telah menimbulkan berbagai masalah kesulitan dalam kehidupan. Sebagai petunjuk dapat dikemukakan bahwa pada tahun 1950-an, berjumlah 2,5 milyar. Dua dasawarsa kemudian, jumlah itu mencapai angka 3,7 milyar. Pada akhir dekade 1980-an, diperkirakan penduduk dunia bertambah 90 juta per tahun. Kalau perkiraan ini benar, maka pada akhir abad ke-21 sekitar 6,25 milyar anak manusia akan memadati planet bumi. Dan pada tahun 2025 nanti, angka itu diperkirakan membengkak menjadi 8,5 milyar (BKKBN, 1992). Pada tahun 2009 lalu Indonesia menjadi negara keempat terbanyak penduduknya di dunia. Program KB seharusnya menjadi prioritas pembangunan di setiap daerah karena sangat penting untuk Human Capital Investment (Sulistyo, 2009).

penduduk relatif besar akibat pertumbuhan yang relatif tinggi, penyebaran dan kepadatan penduduk yang tidak merata, komposisi menurut umur yang tidak seimbang, arus urbanisasi yang relatif tinggi, dan berbagai permasalahan lain yang mengiringinya. Jumlah Penduduk lndonesia pada tahun 2010, berdasarkan hasil sensus penduduk sebanyak 237.556.363 orang, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan.Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia terus meningkat dengan cepat. Pada tahun 2015, penduduk Indonesia sebanyak 255.461.686 orang (BPS,2014).

Berdasarkan data dari BPS Sumatera Utara, jumlah penduduk tahun 2013 tercatat sebesar 13.326.307 jiwa dengan tingkat kepadatan sebesar 186 per Km2. Sumatera Utara juga merupakan Provinsi keekmpat yang memiliki penduduk terbesar setelah Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Berdasarkan data dari SDKI 2012, angka pemakaian kontrasepsi (contraceptive prevalence rate atau CPR) mengalami peningkatan dari 57,4% pada tahun 1997 menjadi 60,3% pada tahun 2003. Pada tahun 2007 angka CPR sebesar 61,4% dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 61,9% .Sementara angka TFR (Total Fertility Rate) relatif stagnan di angka 2,6 dari tahun 2003 sampai 2012. Pola pemakaian kontrasepsi yang paling banyak adalah dengan metode suntik yang mencapai 48,47% . Persentase pemakaian metode IUD (11,28%) , Pil (25,81%) , MOW (3,49%), Kondom (2,96%) , Implan (8,82%).

Secara nasional pelayanan KB di Indonesia pada tahun 2013 terjadi peningkatan, sebanyak 35.202.908 peserta. dengan persentase IUD (11.07%), peserta MOWdengan persentase(3,52%), implant dengan persentase (10,46%),

5

suntikan dengan persentase (47,54%), pildengan persentase (23,58%), MOP dengan persentase (0,69%) dan kondomdengan persentase (3,15%). (BKKBN, 2015).

Sedangkan pelayanan KB di Sumatera Utara pada tahun 2014 sebanyak 1.525.388 peserta dengan persentase IUD (11.07%), peserta MOWdengan persentase(8%), implant dengan persentase (11%), suntikan dengan persentase (33%), pildengan persentase (29%), MOP dengan persentase (1%) dan kondomdengan persentase (7%). (BKKBN, 2015).

Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan diperoleh data, pelayanan KB di Kabupaten Asahan pada tahun 2014 sebanyak 90.856 peserta dengan persentase IUD (14,39%), peserta MOWdengan persentase(7,79%), implant dengan persentase (10,58%), suntikan dengan persentase (27,513%), pildengan persentase (34,30%), MOP dengan persentase (1,19%) dan kondomdengan persentase (3,97%). Sedangkan data di kecamatan TanjungBalai yaitu peserta KB aktif yang memilih jenis kontrasepsi dengan persentase IUD (11%), peserta MOWdengan persentase(8%), implan dengan persentase (11%), suntikan dengan persentase (33%), pildengan persentase (29%), MOP dengan persentase (1%) dan kondom dengan persentase (7%).(Profil Dinas Kesehatan Asahan,2015)

Berdasarkan data jumlah pemakai alat kontrasepsi di atas, jenis kontrasepsi suntik lebih banyak digunakan dibandingkan jenis kontrasepsi lainnya Seperti metode tubektomi dan vasektomi, padahal metode ini adalah

sedangkanMetode Kontrasepsi suntik merupakan salah satu jenis kontrasepsi hormonal. Kontrasepsi hormonal merupakan kontrasepsi yang mengandung hormon estrogen dan atau progesteron yang diberikan kepada peserta KB untuk mencegah terjadinya kehamilan (BKKBN, 2013).

Komponen estrogen dapat memberikan efek pertambahan berat badan akibat restensi cairan, sedangkan komponen progestin memberikan efek pada nafsu makan dan berat badan yang bertambah besar. Selain kedua hal tersebut, pemakaian kontrasepsi hormonal juga dapat mengganggu kelancaran haid. Setiap metode kontrasepsi memiliki keunggulan dan kelemahan. Tidak ada satupun metode yang sesuai untuk semua pemakai, dan sebagian metode seyogianya tidak digunakan oleh kelompok tertentu karena adanya kontra indikasi (Hartanto, 2007)

Menurut Green dan Kreuter (2005), determinan prilaku atau tindakan seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor, yakni faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, nilai, kepercayaan, budaya, nilai dan sebagainya), faktor pendukung (tersedia atau tidaknya fasilitas kesehatan), faktor pendorong (sikap, prilaku, keahlian dan dukungan petugas).

Penelitian yang dilakukan Kusumaningrum (2011), menunjukkan bahwa umuristri, jumlah anak dan tingkat pendidikan memiliki hubungan yang bermakna dengan pemilihan jenis kontrasepsi yang digunakan. Sedangkan kesejahteraan keluarga, kepemilikan jamkesnas, pengetahuan, dukungan pasangan, pengaruhagama tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan pemilihan kontrasepsi yang akan digunakan.

7

Penelitian yang dilakukan Imbarwati juga menunjukkan adanya pendidikan dasar, usia muda, pendapatan di bawah UMR, pengetahuan yang kurang, persepsi biaya yang mahal, rasa kurang aman, perasaan malu, informasi yangkurang, kualitas pelayanan KB yang baik, dan pekerjaan berpengaruh padakeputusan untuk mengambil kotrasepsi non IUD atau IUD. Adhyani(2011) menunjukkan bahwastatus ekonomi dan penerimaan informasi KB mempunyai hubungan yang signifikan terhadap pemilihan jenis kontrasepsi pada akseptor wanita usia 20-39 tahun. Sedangkan tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, pengaruh agama dan dukungan suami tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pemilihan jenis kontrasepsi pada akseptor wanita usia 20-39 tahun.

Simamora (2013) menunjukkan bahwa pengetahuan, sarana prasarana, dukungan suami,serta peran petugas kesehatan memiliki hubungan terhadap pemilihan metode kontrasepsi suntik.Berdasarkan survei yang diperoleh dari puskesmas Bagan Asahan pada bulan Januari – Desember 2015, terdapat sekitar 400 wanita usia subur di desa Bagan Asahan dan 70% dari populasi tersebut menggunakan kontrasepsi suntik.Oleh sebab itu dari uraian latar belakang di atas, penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang melatarbelakangi pemilihan kontrasepsi suntik pada Wanita Usia Subur (WUS) di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan.