DAFTAR PUSTAKA
PASIR KUDA, KECAMATAN BOGOR BARAT
D. Lembar Observasi
1.4 Kerangka Konsep Penelitian
Pengendalian vektor chikungunya yang efektif harus didasarkan pada pemahaman yang benar tentang bioekologi nyamuk Aedes spp.sebagai tersangka vektor. Bioekologi vektor yang dimaksud meliputi habitat perkembangbiakan nyamuk, perilaku dan kepadatan nyamuk, serta mengetahui jenis nyamuk sebagai vektor dengan deteksi virus chikungunya dalam tubuh nyamuk. Keberadaan nyamuk di lapangan sangat berkaitan erat dengan perilaku masyarakat dalam mendukung upaya PSN, sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit chikungunya di masyarakat.
Keterangan:
: diteliti : tidak diteliti
Bioekologi Nyamuk Aedes spp.: Tempat Perkembangbiakan: • Jenis Wadah • Bahan Wadah • Warna Wadah • Angka Jentik Perilaku Nyamuk: • Perilaku Bertelur • Perilaku Menghisap Darah • Perilaku Istirahat Perilaku Masyarakat: • Pengetahuan • Sikap • Praktek/Tindakan
Deteksi Virus Chikungunya dari Nyamuk
Pengendalian Vektor Chikungunya
2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Chikungunya
Chikungunya merupakan satu di antara Arbovirosis (Arthrophode borne
viral diseases) yang disebabkan oleh virus dari Genus Alphavirus, Famili
Togaviridae.Awalnya virus ini merupakan jenis virus yang menyerang primata di
savana Afrika.Satwa primata yang bertindak sebagai inang definitifnya adalah
Papio sp. danCercopithecus sp. Siklus sylvatic di antara satwa primata tersebut
ditularkan oleh nyamuk Aedes spp.yaitu Ae.africanus, Ae. furcifer, Ae. taylori, Ae.
luteocephalus,Ae. cordelierri, Ae. opok. Selain menyerang primata, virus ini juga
menyerang jenis mamalia lain serta burung (Strauss 1994;Diallo et al 1999
Chikungunyaberasal dari bahasa Swahili berdasarkan gejala pada penderita, yang berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung, mengacu pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia). Nyamuk dapat mengandung virus chikungunya pada saat menggigit penderita yang sedang viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam timbul. Virus tersebut berada di kelenjar liur nyamuk berkembangbiak selama 8-10 hari, kemudian ditularkan lagi kepada orang yang sehat melalui gigitan nyamuk Aedes
spp.yang mengandung virus tersebut. Gejala klinis yang ditimbulkan adalah demam mendadak yang muncul tiba-tiba bisa mencapai 39-40
).
o
Studiyang dilakukan pada 107 orang penderita chikungunya di India ditemukan bahwa 100% demam, 85.04% arthalgia, muntah 32.71%, edema 30.84%, myalgia 28.97%, menggigil 28.03%, nyeri punggung 20.56%, sakit C dan disertai dengan menggigil yang tidak berlangsung lama, nyeri pada persendian (terutama sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang), nyeri otot pada otot bagian leher, bahu dan anggota gerak, ruam (kemerahan di kulit) bisa terjadi pada seluruh tubuh berbentuk makulo-papular. Lokasi kemerahan di daerah muka, hidung dan sekiarnya, badan, abdomen, tangan, dan kaki, pada bayi sering juga ditemukan kelainan kulit yang berupa vesikel dan bullae (Riyaz et al
2010). Gejala tambahanadalah sakit kepala, kemerahan pada konjungtiva, pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher, mual, muntah, kadang-kadang gatal pada ruam (Zulkoni 2010).
kepala 19.62%, rash (kemerahan di kulit) 13.08%, luka di mulut 1.82%, pusing 3.75% dan diare 2.82%. Nyeri sendi bisa bersifat sementara selama beberapa minggu, lebih dari 6 bulan dan bahkan ada juga yang menetap (Karthikeyen & Deepa 2011).
2.2 Virus Chikungunya
Demam chikungunya disebabkan oleh virus chikungunya (CHIKV). Virus ini termasuk dalam genus Alphavirus atau “group A” antrophode borne viruses
CHIKV adalah virus RNA yang mempunyai selubung luar membran lipid
(envelope), berbentuk spherical dan pleomorphic, dengan diameter ± 70 nm
(Kelvin 2011).Pada permukaan envelope terdapat tonjolan-tonjolan glikoprotein, yang terdiri dari 2 glikoprotein berbentuk heterodimer (Gambar 1).Genom virus terdiri dari 1 molekul RNA untai tunggal sepanjang 11.805 nukleotida yang dibungkus oleh kapsid(Nucleocapsids)isometrik berdiameter 40 nm.Pada genomnya terdapat 2 buah Open Reading Frame (ORF) yang mengkode poliprotein nonstruktural dan struktural.
dari famili Togaviridae. Selain CHIKV terdapat juga anggota Alphavirus lainnya yang dapat menyebabkan demam, ruam, dan artralgia, yaitu virus O’nyong-nyong, Mayaro, Barmah Forest, Ross River, dan Sindbis, CHIKV paling dekat hubungannya dengan virus O’nyong-nyong, walaupun secara genetik berbeda.
Gambar 1 Skema struktur virus chikungunya
(ViralZone
Poliprotein nonstruktural berfungsi untuk replikasi virus yang terdiri dari nsP1, nsP2, nsP3, dan nsP4, sedangkan poliprotein struktural terdiri dari C
(capsid) dan E (envelope) E3, E2, 6K, E1. Kedua ORF tersebut diapit oleh
sebuah 5’ dan 3’ nontranslated region (NTR) pada kedua ujungnya (Khan et al. 2002; Akahata 2010). Gen protein nonstruktural (7425 nukleotida) yang diawali dengan start codon triplet (ATG) pada posisi 77-79 dan diakhiri dengan stop
codon triplet (TAG) pada posisi 7499-7501, sementara gen protein struktural
(3735 nukleotida) menempati posisi 7567-11301 genom seperti terlihat pada Gambar 2 (Khan et al. 2002).
CHIKV ditemukan dalam kelenjar tubuh nyamuk vektor seperti saluran pencernaan, ovari, jaringan syaraf, kemudian bermigrasi ke rongga tubuh lainnya dan masuk ke kelenjar ludah nyamuk. Virus akan keluar dari tubuh nyamuk atau dipindahkan ke dalam tubuh manusia pada saat nyamuk tersebut menghisap darah manusia. Kemampuan virus bereplikasi pada berbagai strain nyamuk sangat bervariasi, yakni antara 1046–1074 PFU setiap nyamuk. CHIKV di dalam tubuh manusia akan berkembang biak di jaringan kulit, kemudian menyebar ke hati, persendian, darah dan susunan saraf pusat (SSP). Virus dapat menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa. Di dalam tubuh manusia virus memerlukan masa inkubasi selama 2-4 hari sebelum menimbulkan gejala penyakit (Schwartz & Albert 2010).
Gambar 2Skema struktur genom virus chikungunya prototipe Afrika (CHIKV) S27 (Khan et al. 2002).
Penderita mengalami viremia yang tinggi dalam 2 hari pertama sakit, dengan jumlah virus 108 virus/ml darah.Viremia berkurang pada hari 3 atau ke-4 demam, dan biasanya menghilang pada hari ke-5, tetapi dapat terjadi sampai beberapa bulan tergantung daya tahan tubuh penderita (Schwartz dan Albert 2010).Silent infection dapat terjadi walaupun sangat jarang yaitu penderita tidak menunjukkan gejala penyakit tetapi dapat menjadi sumber penularan (Schwartz dan Albert 2010).Antibodi yang timbul dari penyakit ini membuat penderita kebal terhadap serangan virus selanjutnya, sehingga perlu waktu panjang bagi penyakit ini untuk merebak kembali.Infeksi akut ditandai dengan timbulnya IgM terhadap IgG antichikungunya yang diproduksi sekitar 2 minggu sesudah infeksi (Schwartz dan Albert 2010).
International Committee on Taxonomy
of Viruses (ICTV)2010sebagai berikut:
: Togavirales
Famili : Togaviridae
Subfamili : Togavirinae
Group: : Group IV [(+) SS RNA]
: Alphavirus
: Chikungunya Virus (CHIKV)
Pembuktian ilmiah yang meliputi isolasi dan identifikasi virus baru berhasil dilakukan ketika terjadi wabah di Tanzania 1952-1953.CHIKV pertama kali disolasi oleh Ross pada kejadian epidemik dengue di wilayah Newala, Tanzania pada tahun 1953. Strain Asia merupakan genotipe yang berbeda dengan virus asal Afrika. Pemeriksaanvirus dalam tubuh nyamuk antara lain dilakukan dengan mengisolasi virus chikungunya dengan biakan atau dengan teknik Polymerase
Chain Reaction (Depkes 2007).
2.3 Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun 1985, merupakan suatu prosedur yang efektif untuk pelipatgandaan (amplifikasi) DNA. Proses ini mirip
dengan proses replikasi DNA dalam sel, dan bisa menghasilkan lebih dari sejuta kali DNA asli. Hasil pelipatgandaan segmen DNA ini menyebabkan segmen DNA yang dilipatgandakan tersebut mudah dideteksi karena konsentrasinya tinggi.Pada dasarnya, PCR mampu mengenali dan memperbanyak (amplifikasi) segmen DNA sasaran walaupun dalam konsentrasi yang sangat rendah.Reaksi amplifikasi sangat bergantung dari keberadaan enzim polymerase sebagai katalisator, terutama yang tahan panas.Enzim yang paling terkenal dan paling banyak digunakan adalah polimerase DNA Taq (Taq polymerase) yang diisolasi dari bakteri tahan panas
thermus aquatic (Sudjadi 2008).
Proses pelipatgandaan DNA oleh PCR ini meliputi 3 tahapan yaitu: Pertama
melepaskan rantai ganda DNA menjadi dua rantai tunggal DNA melalui proses denaturasi. Proses denaturasi DNA dilakukan dengan cara menaikkan suhu sampai 95°C, sebelum proses denaturasi ini, biasanya diawali dengan proses denaturasi inisial untuk memastikan rantai DNA telah terpisah sempurna menjadi rantai tunggal;Kedua adalah anneling atau pemasangan dua rantai primer pada kedua rantai DNA tersebut. Primer merupakan oligonukleotida yang berfungsi sebagai pemancing amplifikasi molekul DNA, yang terdiri atas dua macam yaitu
forward dan reverse. Primer forward mengawali amplifikasi cetakan DNA ke
arah kanan dengan arah sintesis dari ujung 5’P ke 3’OH, sebaliknya primer
reverse mengawali amplifikasi cetakan DNA ke arah kiri. Dengan adanya kedua
primer tersebut, maka gen target akan teramplifikasi sepanjang PCR berlangsung. Primer terdiri dari 18-24 deret basa nukleotida dan biasanya dapat dipasangkan dengan DNA yang akan dideteksi. Proses pemasangan primer dengan DNA yang akan dideteksi ini membutuhkan suhu optimum sesuai dengan kebutuhan primer tersebut, dan dilakukan dengan cara menurunkan suhu antara 37-60°C;Ketigaadalahextension atau perpanjangan. Pada proses ini deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), yang sebelumnya telah ditambahkan dalam pereaksi, menyebabkan primer yang tadinya hanya 18-24 deret basa nukleotida akan memperoleh tambahan basa nukleotida yang terdapat di dNTP dan kemudian menjadi sepanjang segmen DNA yang dilipatgandakan itu. Proses ini dibantu oleh adanya enzim DNA polimerase dan enzim ini bekerja optimum pada suhu 72°C. dNTP merupakan kumpulan 4 jenis basa nukleotida (A,G,C dan T) yang terikat
pada 3 gugus fosfat dan masing-masing berdiri bebas sampai enzim DNA polimerase mengkatalis pengikatannya pada primer. Setelah siklus PCR berakhir, proses final extension dilakukan selama 5-15 menit pada suhu yang lebih rendah dari ekstensi untuk menjamin semua rantai tunggal DNA telah terbentuk sepenuhnya. Ketiga proses ini dilakukan berulang-ulang sampai jumlah kelipatan DNA sesuai kebutuhan (Sudjadi 2008).
2.4 Teknik PCR Untuk Mendeteksi Virus Chikungunya
Sampel yang digunakan pada PCR adalah DNA yang diekstrak dari sel atau jaringan. Amplifikasi tidak dapat dilakukan dengan menggunakan RNA sebagai
template atau cetakan, sehingga pada sampel RNA perlu dilakukan proses
transkripsi balik (reverse transcription) atau RT-PCR. Pada metode RT-PCR, pertama-tama RNA akan diubah menjadi DNA dengan menggunakan enzim
reverse transcriptase, menghasilkan komplemen DNA (cDNA). RNA virus dapat
di isolasai dari plasma, serum atau jaringan tubuh lainnya, dan nyamuk vektor.Pemeriksaan molekuler dengan menggunakan RT-PCR khususnya telah dikembangkan untuk mendeteksi beberapa Arbovirus termasuk virus chikungunya (Hasebe et al. 2002; Pastorino et al. 2005; Carletti et al. 2007). Pada saat terjadi wabah chikungunya tahun 2005-2006 di La Reunion, peneguhan diagnosa dilakukan menggunakan teknik RT-PCR yang menarget gen E1 dengan primer CHIKV forward, (5’ GCCTGGACACCTTTCGAC 3’) dan CHIKV reverse, (5’AATTCTAATACGACTCACTATAGGGGCTCTTACCGGGTTTGTTGC 3’) oleh Telles et al. (2009). Studi di Comoros oleh Sang et al. (2005) berhasil mendeteksi CHIKV pada pool nyamuk dewasa yang dipisahkan sesuai spesies, jenis kelamin dan tempat (10-15 nyamuk/pool) dengan teknik RT-PCR
menggunakan pasangan primer forward
(5’TGCGCGGCCTTCATCGGCGACTAC 3’) dan primer revese
(5’CCAGGTCACCACCGAGAGGG 3’), yang spesifik terhadap gen E1 berhasil mendeteksi CHIKV pada 7 pool nyamuk Ae. aegypti.Pada wabah di Thailand, Thavara et al. (2009) berhasil mendeteksi CHIKV menggunakan primer
forwardCHIK-F3 (5’ACGCAATTGAGCGAAGCAC 3’) dan primer revese
danAe. Albopictus. Rohani et al. (2005) menggunakan primer spesifik terhadap gen protein nonstruktural (nsp1) yaitu primer forward CHIKnsP1-S (5’
TAGAGCAGGAAATTGATCCC 3’) dan primer revese CHIKnsP1-C (5’
CTTTAATCGCCTGGTGGTAT 3’), berhasilmendeteksi CHIKV dari nyamuk
Ae. aegyptipada wabah di Malaysia.
2.5 Vektor Chikungunya
Vektor dominanpenyakit chikungunya pada umumnya adalah nyamuk
NyamukAedes spp.dewasa dapat dibedakan dari jenis nyamuk umum lainnya dengan melihat ujung abdomen (perut) meruncing, mempunyai sersi yang menonjol, lalu bagian lateral dadanya terdapat rambut postspicular dan tidak mempunyai rambut spikular.Klasifikasi ilmiah dari nyamuk Aedesmenurut Christopher 1960adalah:
Famili Culicidae Subfamili Culicinae, Genus Aedesyaitu Ae.furcifer, Ae. taylori,
Ae. luteocephalus di Afrika (Diallo et al. 1999), di Asia Ae. aegyptidan Ae.
albopictus (Kaur et al. 2006; Pialoux 2007; WHO 2008; Lee et al. 2009; Eapen et
al. 2010). Di Indonesia ada 3 jenis nyamuk genus Aedes yang umum ditemukan yaituAe. aegypti,Ae.albopictusdan Ae. scutelaris, tetapi yang dilaporkan sebagai vektor chikungunya adalah Ae. aegyptidan Ae.albopictusyang dikenal juga sebagai vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (Hadi & Koesharto 2006; Depkes 2007). Subfamili
:Ae. aegypti&Ae. albopictus
2.5.1 MorfologiAe. aegyptidan Ae. albopictus
Secaramorfologis kedua spesies nyamuk tersebut sangat mirip, tubuhnya bercorak belang hitam putih pada thoraks, abdomen dan tungkai.Corak ini
merupakan sisik yang menempel di luar tubuh nyamuk. Perbedaan keduanya terletak pada strip putih yang terdapat di bagian skutumnya,Ae. aegyptiberwarna hitam dengan dua strip putih sejajar di bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih. Sementara skutum Ae. albopictusyang juga berwarna hitam hanya berisi satu garis putih tebal di bagian dorsalnya. Demikian juga menurut Hadi& Koesharto (2006), corak putih pada dorsal dada atau punggung Ae.aegypti berbentuk seperti siku yang berhadapan (lyre-shaped), sedangkan pada Ae.albopictus berbentuk lurus ditengah-tengah punggung (median
stripe).
2.5.2 Bioekologi Aedes spp.
NyamukAe. aegypti dan Ae. albopictus hidup di lingkungan sekitar manusia. Ae.aegyptiterutama hidup di dalam dan sekitar rumah di daerah perkotaan (urban). Hal serupa juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan di Sudan oleh Abdalmagid& Alhusein (2008). Tempat perindukan (breeding place) dari nyamuk ini biasanya ada didalam atau sekitar rumah dalam radius 100 meter dari rumah.Kebiasaan hidup stadium pradewasa Ae.aegyptiadalah pada bejana buatan manusia yang berada di dalam maupun di luar rumah. Tempat perindukan yang disukai pada umumnya adalah air bersih, tempat yang tidak terkena cahaya matahari langsung dan tidak berhubungan langsung dengan tanah (Surtess 1967a), tetapi pada tahap penelitian laboratorium nyamuk ini juga dapat meletakkan telurnya pada pada air tercemar yaitu air sabun (Sudarmaja & Mardihusodo 2009). Tempat perindukan tersebut antara lain terdapat di bak mandi, guci tempat penyimpan air minum, kaleng bekas, pecahan botol,ban bekas, drum bekas, vas bunga, talang air dan lain-lain yang berisi genangan air jernih. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasyimi &Soekirno (2004) di dapatkan bahwa larva nyamuk Ae.aegyptipaling banyak ditemukan pada tempayan (66,7%), drum (32,6%), bak mandi sebesar 18,8% dan paling sedikit ember (5,4%). Selain itu penelitian terhadap nyamuk ini juga dilakukan di Sudan dan ditemukan juga bahwa larva nyamuk ini juga dapat hidup di lubang batu dan pot (Abdalmagid &Alhusein 2008).Ae.albopictus lebih menyukai tempat perindukan yang alami di luar rumah, di kebun dan di halaman rumah seperti kelopak daun keladi, daun
pisang, tunggul bambu kaleng, kantung plastik bekas, di atas lantai gedung terbuka, talang rumah, bambu pagar, kulit buah seperti buah rambutan, tempurung kelapa, ban bekas dan semua bentuk kontainer yang dapat menampung air bersih dan lain-lain (Sembel 2009).
Beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap perletakan telur nyamuk tersebut antara lain jenis wadah, warna wadah, air, suhu, kelembaban dan kondisi lingkungan setempat. Hal yang sama juga dilaporkan oleh (Hadi & Koesharto 2006), nyamuk Ae.aegyptiberkembang biak dalam tempat penampungan air yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, tempayan, drum, vas bunga dan barang bekas yang dapat menampung air hujan, demikian juga dengan nyamuk Ae.
albopictus, tetapi lebih banyak terdapat diluar rumah. Nyamuk Ae.
aegyptimemiliki organ kemoreseptor dan mekanoreseptor, sehingga dapat
mengetahui tempat untuk meletakkan telur, tempat makanan, mengenal sesama jenis, membedakan musuh atau menemukan lawan jenis. Dengan organ fotoreseptor yang ada pada mata majemuknya Ae.aegypti dapat membedakan warna.Dari beberapa kajian diketahui bahwa nyamuk Ae.aegypti, terutama yang betina lebih menyukai benda atau obyek yang berwarna gelap daripada yang terang, baik untuk beristirahat atau bertelur dari nyamuk betina, seperti yang dilaporkan oleh Sutrees (1967b).
Tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes spp. berupa genangan-genangan air yang tertampung di suatu wadah yang disebut kontainer dan bukan pada genangan-genangan air di tanah, yang terdiri dari; a)Tempat penampungan air (TPA), misalnya tangki air, bak besar, bak mandi, bak WC, drum, tempayan, ember dan jambangan; b) Bukan tempat penampungan air (Non TPA), yang terdiri atas barang-barang bekas (kaleng bekas, ban bekas, botol bekas, pecahan piring, pacahan gelas, pecahan mangkok, bekas aquarium, bekas kolam ikan dari semen, bekas TPA, bekas tempat mengaduk semen, tempat penadah air dispenser), saluran air (talang, saluran air hujan, got semen, saluran WC, lubang kran, bak meter) dan lain-lain (vas bunga, pot tanaman, helm, kolam di taman, patok besi/plastic dan perangkap semut); c) Kantainer alamiah, misalnya potongan bambu, tempurung kelapa, pelepah daun (pisang, keladi, bakung), daun yang
jatuh, kulit keong, lubang pada batu, sejenis tumbuhan kantong semar(Depkes 2007).
KepadatannyamukAedes spp.dapat diperoleh dengan mengumpulkan larva atau nyamuk dewasa. Pengumpulan larva diperoleh dengan melakukan survei jentik dengan metode single larva dan visual. Single larva dilakukan dengan mengambil satu larva di setiap tempat penampungan air yang ditemukan larva untuk diidentifikasi lebih lanjut, sedangkan caravisual yaitu dengan melihat ada atau tidaknya larva di setiap penampungan air tanpa mengambil larvanya. Kemudian dapat dihitung kepadatan larva Aedes spp. dengan melakukan pengukuran index larva(Depkes 2007)sebagai berikut: a) Angka Bebas Jentik (ABJ) yaitu persenrase rumah yang tidak ditemukan larva dibandingkan dengan seluruh rumah yang diperiksa; b) Angka rumah atau House index (HI) merupakan persentase rumah yang positif diperoleh adanya larva Aedes spp.;c) Container
index (CI) merupakan persentase tempat penampungan air atau kontainer yang
positif diperolehadanya larva; d) Breteau index (BI) yaitu jumlah wadah atau tempat perindukan yang positif dengan larva Aedes spp. yang ditemukan pada 100 rumah yang diperiksa.
NyamukAe. aegypti dan Ae.albopictusdewasa mempunyai perilaku makan yang sama yaitu menghisap nectar dan cairan tanaman sebagai sumber energinya. Selain energi, nyamuk betina juga membutuhkan pasokan protein untuk keperluan produksi dan proses pematangan telurnya yang diperoleh dari cairan darah inang. Di dalam proses memenuhi kebutuhan protein untuk proses pematangan telurnya ditentukan oleh frekuensi kontak antara vektor dengan inang. Ae.aegyptidiketahui bersifat antropofilik (Siriyasatien et al.2010). Hasil penelitian di Thailand menunjukkan bahwa Ae.aegyptihampir sepenuhnya (99%,) menghisap darah manusia, namun beberapa hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa
Ae. aegyptimempunyai inang selain manusia yaitu binatang peliharaan seperti
anjing, kucing, sapi dan kuda. Ae.albopictusyang dikenal sebagai vektor kedua virus DBD tersebut diasumsikan sebagai pemakan yang lebih umum dibandingkan dengan Ae. aegypti. Fakta lain menunjukkan bahwa di daerah tertentu nyamuk Ae. albopictushanya menjadikan manusia sebagai inang tunggalnya seperti yang dilaporkan oleh Ponlawat & Harington (2005).Kisaran
inang dan preferensi vektor terhadap inang tersebut menentukan status spesies tersebut sebagai vektor utama penyakit.
Nyamuk betina dewasa menghisap darah manusia (antropofilik) untuk mematangkan telur pada siang hari baik di dalam rumah maupun di luar rumah.Perilaku
PerilakunyamukAedes spp.sama
menghisap darah pada pagi hari sampai sore hari (lebih suka pada jam 08.00-12.00 dan jam 15.00-17.00). Untuk mendapatkan darah yang cukup, nyamuk betina sering menghisap darah lebih dari satu orangdalam satu siklus gonotropik dengan jarak terbang sekitar 100 meter, tetapi dilaporkan juga kedua jenis nyamuk ini mampu terbang dengan mudah dan cepat dalam mencari tempat perindukan dengan radius 320 meter. Setelah kenyang menghisap darah, nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2-3 hari untuk mematangkan telur (Agoes 2009).Kepadatan nyamuk dewasa dilakukan dengan menghitung: a) Biting atau
Landing Rate, yaitu angka yang menunjukkan jumlah nyamuk Aedes spp.betina
yang tertangkap dengan umpan orang per jam penangkapan per orang; b) Resting Rate yaitu angka yang menunjukkan jumlah nyamuk Aedes spp. yang tertangkap pada penangkapan nyamuk hinggap atau istirahat (Depkes 2007).
seperti perilaku nyamuk pada umumnya, mempunyai 2 cara beristirahat yaitu istirahat yang sebenarnya yaitu selama waktu menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara yaitu pada waktu sebelum dan sesudah mencari darah pada tempat lembab, teduh dan aman. Perilaku nyamuk berbeda tergantung jenisnya, ada nyamuk masuk ke rumah hanya untuk menghisap darah lalu keluar, ada pula sebelum maupun sesudah mengisap darah hinggap di dinding untuk beristirahat.Tempat yang lebih disukai
Ae.aegypti untuk beristirahat adalah di dalam rumah, yaitu yang mengantung dan
memiliki permukaan licin, seperti pakaian yang digantung, gorden atau alat-alat rumah tangga, tempat yang gelap, berbau dan lembab. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan di Panama yang menemukan bahwa nyamuk
Ae.aegyptiberistirahat di kamar tidur, ruang keluarga, dankamar mandi (Perich et
al. 2000). Nyamuk Ae.albopictus lebih memilih beristirahat di luar rumah, seperti rumput-rumputan dekat tempat perindukan yang tidak terpapar sinar matahari, tanaman hias di halaman rumah (Agoes 2009),pendapat ini juga didukung oleh penelitian di Brazil (Braks et al. 2003).
2.6 Perilaku Masyarakat
Perilakumanusiapada hakikatnya adalah tindakan aktivitas manusia itu sendiri yang dapat diamati langsung maupun tidak langsung oleh pihak luar. Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat. Bloom (1974) membagi perilaku dalam 3 (tiga) domain (ranah) yakni : kognitif, afektif dan psikomotor. Menurut Notoatmodjo (2007), dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari :
1 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt
behavior). Pengetahuan dibagi dalam 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2007): a) Tahu
(know), artinya mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya; b) Memahami (comprehension), Memahami artinya suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat