• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pembangunan Wilayah

Bab II. Kerangka Pikir dan Ruang Lingkup Studi

2.1. Kerangka Pikir

2.1.2. Kerangka Pembangunan Wilayah

2.1.2.1. Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Wilayah

Menurut Rahardjo Adisasmita (2005), pembangunan wilayah (regional) merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan (kewiraswastaan), kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas. Semua faktor di atas adalah penting tetapi masih dianggap terpisah-pisah satu sama lain dan belum menyatu sebagai komponen yang membentuk basis untuk penyusunan teori pembangunan wilayah (regional) secara komprehensif.

Dalam melaksanakan pembangunan diperlukan landasan teori yang mampu menjelaskan hubungan korelasi antara fakta-fakta yang diamati sehingga dapat merupakan kerangka orientasi untuk analisis dan membuat ramalan terhadap gejala-gejala baru yang diperkirakan akan terjadi. Dengan semakin majunya studi-studi pembangunan ekonomi, banyak teori telah diperkenalkan, dan teori-teori tersebut dapat digunakan sebagai landasan untuk menjelaskan pentingnya pembangunan wilayah.

Beberapa teori di dalam pembangunan wilayah yang lebih dikenal adalah pemikiran-pemikiran menurut beberapa aliran dalam Ilmu Ekonomi (misalnya Klasik, Neo Klasik, Harrod-Domer, Keynes dan Pasca Keynes), teori basis ekspor, teori sektor, struktur

5(6)-17%&$1*1,&!(-("1.&+).)*%"%&

%

industri dan pertumbuhan wilayah, dan teori kausasi kumulatif. Juga teori-teori seperti teori lokasi dan aglomerasi, teori tempat sentral, teori kutub pertumbuhan, dan teori pembangunan polarisasi.

Teori Aliran Klasik

Aliran Klasik dipelopori oleh Adam Smith pada akhir abad ke-18 berpendapat bahwa tingkat output dan harga keseimbangan hanya dapat dicapai bila perekonomian

berada pada tingkat kesempatan kerja penuh (full employment) dan keseimbangan dengan

tingkat kesempatan kerja penuh itu hanya dapat dicapai melalui bekerjanya mekanisme

pasar secara bebas (free operation of market mechanism). Pertumbuhan ekonomi

disebabkan oleh faktor akumulasi modal dan perkembangan jumlah penduduk. Dengan adanya akumulasi modal akan memungkinkan dilaksanakannya spesialisasi atau pembagian kerja sehingga produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan. Dampaknya akan

mendorong penambahan investasi (pembentukan modal) dan persediaan modal (capital

stock) yang selanjutnya diharapkan akan meningkatkan pendapatan.

Bertambahnya pendapatan berarti meningkatnya kemakmuran (kesejahteraan) penduduk. Peningkatan kemakmuran mendorong bertambahnya jumlah penduduk. Penduduk selain merupakan pasar karena pendapatannya meningkat juga merupakan sumber tabungan yang digunakan untuk akumulasi modal yang selanjutnya akan mendorong pertumbuhan yang semakin meningkat. Bertambahnya jumlah penduduk

menyebabkan berlakunya hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang (law of

diminishing returns) yang selanjutnya akan menurunkan akumulasi modal. Doktrin atau semboyan aliran Klasik adalah persaingan bebas. Artinya pemerintah tidak perlu campur tangan dalam perdagangan dan perekonomian.

Teori Aliran Neo Klasik

Aliran Neo Klasik menggantikan aliran Klasik. Ahli-ahli Neo Klasik banyak menyumbangkan pemikiran mengenai teori pertumbuhan ekonomi, yaitu sebagai berikut:

a. Akumulasi modal merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi.

b. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang gradual.

c. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang harmonis dan kumulatif.

d. Aliran Neo Klasik merasa optimis terhadap pertumbuhan (perkembangan).

Meskipun model pertumbuhan Neo Klasik telah digunakan secara luas dalam

5(6)-17%&$1*1,&!(-("1.&+).)*%"%&

&'

terus menerus tidak dapat diterapkan pada sistem multi-regional dimana persoalan-persoalan regional timbul disebabkan karena perbedaan-perbedaan geografis dalam hal

tingkat penggunaan sumberdaya, dan (b) persaingan sempurna tidak dapat diberlakukan

pada perekonomian dan spasial.

Tingkat pertumbuhan terdiri dari tiga sumber, yaitu akumulasi penawaran tenaga kerja, modal dan kemajuan teknik. Model Neo Klasik menarik perhatian ahli-ahli teori ekonomi regional karena mengandung teori tentang mobilisasi faktor. Implikasi dari persaingan sempurna adalah modal dan tenaga kerja yang berpindah apabila balas jasa faktor-faktor tersebut berbeda-beda. Modal akan mengalir dari daerah yang mempunyai tingkat biaya tinggi ke daerah yang mempunyai tingkat biaya rendah karena keadaan ini

memberikan suatu penghasilan (return) yang lebih tinggi. Tenaga kerja yang kehilangan

pekerjaan akan pindah ke daerah lain yang mempunyai lapangan kerja baru yang merupakan pendorong untuk pembangunan di daerah tersebut.

Teori Aliran Keynes dan Pasca Keynes

Bersamaan dengan masa depresi yang melanda dunia tahun 1930-an muncullah pemikiran John Maynard Keynes yang mengemukakan perubahan besar. Keynes dalam

bukunya yang berjudul General Theory of Employment, Interest and Money (1936)

menyatakan bahwa karena upah bergerak lamban maka sistem kapitalisme tidak akan secara otomatis akan mencapai kepada keseimbangan penggunaan tenaga kerja penuh (full-employment equilibrium). Karena itu akibat yang ditimbulkan saat itu adalah pengangguran yang sangat berlebih yang mana dapat diperbaiki melalui kebijakan fiskal atau moneter untuk meningkatkan permintaan agregat.

Aliran Pasca Keynes memperluas teori Keynes menjadi teori output dan kesempatan kerja dalam jangka panjang yang menganalisis fluktuasi jangka pendek untuk mengetahui adanya perkembangan jangka panjang. Beberapa persoalan penting dalam analisis Pasca Keynes adalah:

a. Syarat-syarat apakah yang diperlukan untuk mempertahankan perkembangan

pendapatan yang mantap (steady growth) pada tingkat pendapatan dalam

kesempatan kerja penuh (full employment income) tanpa mengalami deflasi ataupun

inflasi.

b. Apakah pendapatan itu benar-benar bertambah pada tingkat sedemikian rupa

sehingga dapat mencegah terjadinya kemacetan yang lama atau tingkat inflasi yang terus menerus.

Apabila jumlah penduduk bertambah maka pendapatan per kapita akan berkurang kecuali bila pendapatan riil juga bertambah. Selanjutnya bila angkatan kerja berkembang

5(6)-17%&$1*1,&!(-("1.&+).)*%"%&

&&

maka output harus bertambah juga untuk mempertahankan kesempatan kerja penuh. Bila terjadi investasi maka pendapatan riil harus bertambah pula untuk mencegah terjadinya

kapasitas yang menganggur (idle capacity).

Teori Basis Ekspor (Export Base Theory)

Teori basis ekspor adalah bentuk model pendapatan yang paling sederhana. Teori ini menyederhanakan suatu sistem regional menjadi dua bagian yaitu daerah yang bersangkutan dan daerah-daerah lainnya. Masyarakat di dalam satu wilayah dinyatakan sebagai suatu sistem sosial ekonomi. Sebagai suatu sistem, keseluruhan masyarakat melakukan perdagangan dengan masyarakat lain di luar batas wilayahnya. Faktor penentu (determinan) pertumbuhan ekonomi dikaitkan secara langsung kepada permintaan akan barang dari daerah lain di luar batas masyarakat ekonomi regional. Pertumbuhan industri yang menggunakan sumberdaya lokal termasuk tenaga kerja dan material (bahan) untuk komoditas ekspor, akan meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat.

Aktivitas dalam perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor kegiatan yakni aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang melakukan aktivitas yang berorientasi ekspor (barang dan jasa) ke luar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Kegiatan non-basis adalah kegiatan yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Luas lingkup produksi dan pemasarannya adalah bersifat lokal.

Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover) dalam

pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan

yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam

perekonomian regional.

Analisis basis ekonomi adalah berkenaan dengan identifikasi pendapatan basis (Richardson 1977). Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan yang selanjutnya menambah permintaan terhadap barang atau jasa di dalam wilayah tersebut sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan non basis. Sebaliknya, berkurangnya aktivitas basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir ke dalam suatu wilayah sehingga akan menyebabkan turunnya permintaan produk dari aktivitas non basis.

Walaupun teori basis ekspor mengandung kelemahan yang membagi perekonomian regional menjadi dua sektor kegiatan yakni basis dan non basis, namun

5(6)-17%&$1*1,&!(-("1.&+).)*%"%&

&(

upaya tersebut dapat bermanfaat sebagai sarana untuk memperjelas pengertian mengenai struktur daerah atau wilayah yang bersangkutan dan bukan sebagai alat untuk membuat proyeksi jangka pendek atau jangka panjang.

Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang lazim

digunakan adalah location quotient (LQ). Teknik LQ digunakan untuk mengetahui seberapa

besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis atau unggulan (leading sectors). Dalam teknik

LQ berbagai peubah (faktor) dapat digunakan sebagai indikator pertumbuhan wilayah misalnya kesempatan kerja (tenaga kerja) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah.

Analisis location quotient merupakan suatu alat yang dapat digunakan dengan

mudah, cepat dan tepat. Karena kesederhanaannya, teknik LQ dapat dihitung berulang kali

dengan menggunakan berbagai peubah acuan dan periode waktu. Location quotient

merupakan rasio antara jumlah tenaga kerja pada sektor tertentu (misalnya industri) atau PDRB terhadap total jumlah tenaga kerja sektor tertentu (industri) atau total nilai PDRB di suatu daerah (kabupaten) dibandingkan dengan rasio tenaga kerja dan sektor yang sama di propinsi dimana kabupaten tersebut berada dalam lingkupnya. Perhitungan LQ dapat dilakukan pula untuk membandingkan indikator di tingkat propinsi dengan di tingkat nasional.

Analisis LQ dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan pergeseran sektor-sektor basis suatu wilayah dengan menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai indikator pertumbuhan wilayah.

Formulasi matematisnya adalah:

V

V

V

V

LQ

R R

/

/

1 1

=

dimana : R

V

1 = Nilai PDRB suatu sektor kabupaten/kota

R

V

= Nilai PDRB seluruh sektor kabupaten/kota

1

V

= Nilai PDRB suatu sektor tingkat propinsi

V

= Nilai PDRB seluruh sektor tingkat propinsi.

Jika LQ lebih besar dari 1, sektor tersebut merupakan sektor basis, artinya

5(6)-17%&$1*1,&!(-("1.&+).)*%"%&

&)

Jika LQ lebih kecil dari 1, merupakan sektor non basis, yaitu sektor yang

tingkat spesialisasinya lebih rendah dari tingkat propinsi.

Jika LQ sama dengan 1, berarti tingkat spesialisasi kabupaten sama dengan

tingkat propinsi.

Teori Sektor (Sector Theory of Growth)

Setiap wilayah mengalami perkembangan meliputi siklus jangka pendek dan jangka panjang. Faktor-faktor dalam analisis perkembangan jangka pendek yang umumnya digunakan adalah penduduk, tenaga kerja, upah, harga, teknologi dan distribusi penduduk, tetapi laju pertumbuhan jangka panjang biasanya diukur menurut keluaran (output) dan pendapatan. Pada umumnya pertumbuhan dapat terjadi sebagai akibat dari faktor-faktor penentu endogen maupun eksogen yaitu faktor-faktor yang terdapat di dalam wilayah yang bersangkutan atau faktor-faktor di luar wilayah atau kombinasi dari keduanya.

Salah satu teori pertumbuhan wilayah yang paling sederhana adalah teori sektor. Teori ini dikembangkan berdasarkan hipotesis Clark-Fisher yang mengemukakan bahwa kenaikan pendapatan per kapita akan dibarengi oleh penurunan dalam proporsi sumberdaya yang digunakan dalam sektor pertanian (sektor primer) dan kenaikan dalam sektor industri manufakfur (sektor sekunder) dan kemudian dalam industri jasa (sektor

tersier). Laju pertumbuhan dalam sektor yang mengalami perubahan (sector shift),

dianggap sebagai determinan utama dari perkembangan suatu wilayah.

Alasan dari perubahan atau pergeseran sektor tersebut dapat dilihat dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Pada sisi permintaan, yaitu elastisitas pendapatan dari permintaan untuk barang dan jasa yang disuplai oleh industri manufaktur dan industri jasa adalah lebih tinggi dibandingkan untuk produk-produk primer. Maka pendapatan yang meningkat akan diikuti oleh perpindahan (realokasi) sumberdaya dari sektor primer ke sektor manufaktur dan sektor jasa. Sisi penawaran yaitu realokasi sumberdaya tenaga kerja dan modal dilakukan sebagai akibat dari perbedaan tingkat pertumbuhan produktivitas dalam sektor-sektor tersebut. Kelompok sektor-sektor sekunder dan tersier menikmati kemajuan yang lebih besar dalam tingkat produktivitas. Hal ini akan mendorong peningkatan pendapatan dan produktivitas yang lebih cepat (kombinasi dari keduanya misalnya dalam skala ekonomi), karena produktivitas yang lebih tinggi baik untuk tenaga kerja maupun untuk modal, dan penghasilan yang lebih tinggi tersebut memungkinkan untuk melakukan realokasi sumberdaya.

Tingkat pertumbuhan produktivitas tergantung pada inovasi dan kemajuan teknik ataupun skala ekonomi. Bila produktivitas lebih tinggi dalam industri-industri, permintaan

5(6)-17%&$1*1,&!(-("1.&+).)*%"%&

&*

terhadap produk-produknya akan meningkat cepat, maka terdapat kausalitas "produktivitas - harga rendah - permintaan bertambah luas", bukan sebaliknya. Terjadinya perubahan atau pergeseran sektor dan evaluasi spesialisasi (pembagian kerja) dipandang sebagai sumber dinamika pertumbuhan wilayah. Perluasan dari teori sektor ini adalah teori

tahapan (stages theory) yang menjelaskan bahwa perkembangan wilayah adalah

merupakan proses evolusioner internal dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :

a. Tahapan perekonomian subsistem swasembada dimana hanya terdapat sedikit

investasi atau perdagangan. Sebagian besar penduduk bekerja pada sektor pertanian.

b. Dengan kemajuan transportasi di wilayah yang bersangkutan akan mendorong

perdagangan dan spesialisasi. Industri pedesaan masih bersifat sederhana (tradisional) untuk memenuhi kebutuhan para petani.

c. Dengan bertambah majunya perdagangan antar wilayah maka wilayah yang maju

akan memprioritaskan pada pengembangan sub sektor tanaman pangan, selanjutnya diikuti oleh sub-sub sektor peternakan dan perikanan.

d. Industri sekunder berkembang, pada permulaan mengolah produk-produk primer,

kemudian diperluas dan makin lebih berspesialisasi.

e. Pengembangan industri tersier (jasa) yang melayani permintaan dalam wilayah

maupun di luar wilayah.

Teori Pertumbuhan Wilayah dan Struktur Industri (Regional Growth and

Industrial Structure)

Interpretasi pertumbuhan wilayah dalam arti dinamika struktur industri adalah sangat penting. Alasannya adalah kerangka dasar analisis pertumbuhan wilayah dan lokasi industri secara komprehensif dan konsisten diperlukan untuk memahami dan mengevaluasi ekonomi sub nasional (wilayah) dan pembangunan fisik. Analisis tersebut menggunakan

tiga asumsi, yaitu (1) bahwa pertumbuhan wilayah secara overall (volume kegiatan

ekonomi) ditentukan oleh kondisi bermacam-macam faktor lain dari pada pendapatan regional per kapita (aspek kesejahteraan dari pertumbuhan); (2) bahwa pembangunan masa depan adalah hasil dari kegiatan dan keputusan masa lalu dan sekarang, dan (3) bahwa faktor-faktor kritis dalam pola pertumbuhan wilayah yang terus berubah itu adalah hasil keputusan perusahaan-perusahaan mengenai lokasi dan output (jika dilihat ke belakang adalah sebagai input, dan dihubungkan ke depan adalah pasar dari industri-industri dalam perekonomian).

5(6)-17%&$1*1,&!(-("1.&+).)*%"%&

&+

Peranan suatu wilayah sebagai komponen (bagian) ekonomi nasional direpresentasikan oleh sektor industri dan struktur industri yang terdapat pada masing-masing wilayah. Ada bermacam-macam industri yaitu industri besar, sedang dan kecil, dan terdapat pula industri yang mempunyai tingkat pertumbuhan tinggi, lamban, dan bahkan

ada yang stagnan. Ada suatu wilayah yang memiliki keunggulan lokasional (locational

advantage) yang memungkinkan pengembangan industri. Sebaliknya wilayah-wilayah lain tidak memiliki keunggulan lokasional sehingga pengembangan industri mengalami hambatan.

Tanpa memandang industri itu berkembang cepat atau lamban, yang penting diukur adalah proporsi atau kontribusi sektor industri di masing-masing wilayah terhadap total industri nasional (indikator pertumbuhan lain misalnya penduduk dan pendapatan).

Analisis kontribusi (share analysis) ini memberikan gambaran struktur suatu wilayah secara

statis. Upaya untuk mengkaji struktur wilayah secara dinamis adalah menerapkan shift

analysis (analisis pergeseran). Analisis ini membandingkan perubahan regional yang terjadi di suatu wilayah antara dua titik waktu tertentu dan khususnya mengkonsentrasikan pada apakah perubahan regional itu lebih besar atau lebih kecil dibandingkan dengan perubahan rata-rata nasional (yaitu apakah terjadi pergeseran atau perubahan yang menaik atau menurun).

Perubahan regional terdiri dari dua komponen yaitu pergeseran proporsional (proportionality shift) dan pergeseran diferensial (differential shift). Pergeseran proporsional mengukur pengaruh komposisi industri yang dilihat secara nasional bahwa beberapa sektor mengalami pertumbuhan lebih cepat dibandingkan sektor-sektor lainnya. Jadi, suatu wilayah yang memiliki sektor-sektor yang tingkat pertumbuhannya lamban akan memperlihatkan pergeseran proporsional yang menurun. Sebaliknya suatu wilayah yang mempunyai sektor-sektor yang tingkat pertumbuhannya tinggi akan memperlihatkan pergeseran yang menaik. Pergeseran diferensial terjadi dari keadaan bahwa industri-industri tumbuh di beberapa wilayah lebih cepat dari wilayah-wilayah lain. Wilayah-wilayah yang mempunyai karakteristik pergeseran yang menaik adalah daerah-daerah yang memiliki keunggulan lokasional yang memungkinkan pengembangan kegiatan-kegiatan tertentu lebih baik dibandingkan daerah-daerah lain.

Teori Kausasi Kumulatif (Cummulative Causation Theory)

Tahun 1955, sepuluh tahun setelah Perang Dunia II berakhir Gunnar Myrdal mengemukakan tiga kesimpulan penting yaitu:

a. Dunia dihuni oleh segelintir negara-negara yang sangat kaya dan sejumlah besar

5(6)-17%&$1*1,&!(-("1.&+).)*%"%&

&"

b. Negara-negara kaya melaksanakan pola perkembangan ekonomi yang terus menerus

sedangkan negara-negara miskin mengalami perkembangan yang sangat lamban dan bahkan ada yang mandeg.

c. Jurang ketidakmerataan ekonomi antara negara-negara kaya dan negara-negara

miskin semakin bertambah besar.

Ada dua asumsi pokok yang tidak realistis yang melemahkan teori ekonomi tradisional untuk menjelaskan ketidakmerataan itu yaitu : pertama, adalah keseimbangan

stabil (stable equilibrium) artinya sistem perekonomian pasar selalu bergerak menuju

kepada keseimbangan, dan kedua, analisis ekonomi dibatasi pada faktor-faktor ekonomi saja akibatnya variabel-variabel non-ekonomi diperlakukan sebagai data yang sudah

tertentu (ceteris paribus). Sedangkan antara faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi

terdapat saling keterkaitan dan saling pengaruh yang bersifat sirkuler satu sama lain. Berdasarkan prinsip kausasi sirkuler kumulatif dapat dijelaskan terjadinya ketidakmerataan ekonomi (internasional, nasional dan regional). Apabila proses kausasi sirkuler kumulatif dibiarkan bekerja atas kekuatan sendiri maka akan menimbulkan

pengaruh merambat yang ekspansioner di satu pihak (spread effects) dan pengaruh

pengurasan (backwash effects). Strategi campur tangan pemerintah yang dikehendaki

adalah pengambilan tindakan kebijakan yang mengurangi backwash effects dan

memperkuat spread effects agar proses kausasi sirkuler kumulatif mengarah ke atas yakni

semakin memperkecil ketidakmerataan. Ketidakmerataan sangat tidak dikehendaki oleh semua bangsa.

Teori Lokasi dan Aglomerasi 1. Teori Lokasi

Dari sekian banyak teori lokasi dan teori perwilayahan yang telah ada, beberapa di antaranya yang dianggap penting yaitu Von Thunen (1826), A. Weber (1909), W. Christaller (1933), A. Losch (1944), F. Perroux (1955), W. Isard (1956), dan J. Friedmann (1964). Von

Thunen telah mengembangkan hubungan antara perbedaan lokasi pada tata ruang (spatial

location) dan pola penggunaan lahan. Menurut von Thunen jenis pemanfaatan lahan dipengaruhi oleh tingkat sewa lahan dan didasarkan pula pada aksesibilitas relatif. Lokasi berbagai jenis produksi pertanian (seperti menghasilkan tanaman pangan, perkebunan, dan sebagainya) ditentukan oleh kaitan antara harga barang-barang hasil dalam pasar dan jarak antara daerah produksi dengan pasar penjualan. Kegiatan yang mampu menghasilkan panen fisik tertinggi per hektar akan ditempatkan pada kawasan konsentris yang pertama di sekitar kota, karena keuntungan yang tinggi per hektar memungkinkan

5(6)-17%&$1*1,&!(-("1.&+).)*%"%&

&#

untuk membayar sewa lahan yang tinggi. Kawasan produksi berikutnya kurang intensif dibandingkan dengan kawasan produksi yang pertama, demikian seterusnya.

Analisis penentuan lokasi optimum seperti dikemukakan oleh von Thunen telah mendapat perhatian oleh Alfred Weber. Weber menekankan pentingnya biaya transportasi sebagai faktor pertimbangan lokasi. Teori Weber sebenarnya menekankan dua kekuatan lokasional primer yaitu selain orientasi transportasi juga orientasi tenaga kerja. Weber telah mengembangkan pula dasar-dasar analisis wilayah pasar dan merupakan seorang ahli teori lokasi yang pertama membahas mengenai aglomerasi. Pemikiran Weber telah memberikan sumbangan ilmiah dalam banyak aspek diantaranya penentuan lokasi yang optimal dan kontribusinya yang esensial dalam pengembangan wilayah yaitu mengenai munculnya pusat-pusat kegiatan ekonomi (industri).

Losch mengintroduksikan pengertian-pengertian wilayah pasar sederhana, jaringan wilayah pasar, dan sistem jaringan wilayah pasar. Prasarana transportasi merupakan unsur pengikat wilayah-wilayah pasar. Unit-unit produksi pada umumnya ditetapkan pada pusat-pusat pasar yang juga merupakan pusat-pusat urban. Perusahaan-perusahaan akan memilih lokasinya pada suatu tempat dimana terdapat permintaan

maksimum (Loschian demand cone theory).

Berdasarkan struktur herarkis tempat sentral yang ditunjukkan oleh Christaller, Isard telah menekankan pentingnya kedudukan pusat-pusat urban tingkat nasional (metropolis) dalam kaitannya dengan aglomerasi industri. Isard mengembangkan gejala locational economies (penghematan lokasi), dan urbanization economies (penghematan urbanisasi) sebagai akibat dari pengaruh lokasi. Urutan besarnya peranan kota-kota dapat

ditentukan dengan cara merangking pusat-pusat yang bersangkutan (rank size rule)

menurut jumlah penduduknya.

Konsepsi Perroux merupakan langkah utama untuk memberi bentuk konkrit pada aglomerasi. Ia menyatakan bahwa pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di segala tempat akan tetapi hanya terbatas pada beberapa tempat tertentu. Ia lebih memberikan tekanan pada aspek konsentrasi proses pembangunan dan menganggap industri

pendorong (propulsive industries) sebagai titik awal perubahan unsur yang esensial untuk

menunjang pembangunan selanjutnya. Meskipun teori kutub pertumbuhan ini berguna untuk menguji atau membandingkan konsekuensi yang berbeda-beda dari pemilihan alternatif lokasi akan tetapi teori tersebut tidak dikategorikan sebagai teori lokasi.

Dimensi geografis telah dimasukkan ke dalam pengaruh kutub pengembangan. Antara kota dan pedesaan terdapat kaitan yang sangat erat dimana satu sama lainnya saling melengkapi. Friedman meninjaunya dari ruang lingkup yang luas dengan

5(6)-17%&$1*1,&!(-("1.&+).)*%"%&

&$

dominan terhadap perkembangan wilayah-wilayah di sekitarnya misalnya sebagai pusat perdagangan atau pusat industri. Wilayah-wilayah di sekitar wilayah pusat disebut wilayah-wilayah pinggiran.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemilihan lokasi suatu industri atau unit produksi pada umumnya dikaitkan dengan lokasi sumber bahan mentah dan wilayah pasarnya. Kriteria penentuan yang digunakan bermacam-macam yaitu biaya transportasi terendah, sumber tenaga kerja yang relatif murah, ketersediaan sumberdaya air, energi ataupun daya tarik lainnya berupa penghematan-penghematan lokasional dan penghematan-penghematan aglomerasi. Dimensi wilayah dan aspek tata ruang telah dimasukkan sebagai variabel tambahan yang penting dalam kerangka teori pembangunan.

2. Kekuatan Aglomerasi dan Deglomerasi

Aglomerasi adalah terkonsentrasinya kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya pada suatu tempat. Sebaliknya, deglomerasi adalah dekonsentrasi atau dispersi kegiatan-kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya pada beberapa tempat. Untuk menganalisis pembangunan kota dan wilayah perlu dipahami sepenuhnya mengenai

Dokumen terkait