• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Kebijakan Pemerintah

Menurut Carl Friedrich, Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.

Sedangkan menurut Mustopadidjaja, Kebijakan adalah keputusan suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu sebagai keputusan atau untuk mencapai tujuan tertentu, berisikan ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan pedoman perilaku dalam :

1 Pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus dilakukan baik kelompok sasaran ataupun (unit) organisasi pelaksana kebijakan

2 Penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan baik dalam hubungan dengan (unit) organisasi pelaksana maupun dengan kelompok sasaran yang dimaksudkan.

Dalam penelitian ini, kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan pemerintah yaitu diberlakukan terhadap input seperti sapi bakalan, pakan ternak, tenaga kerja, maupun output berupa sapi yang mengakibatkan adanya perbedaan antara harga input atau output yang diterima produsen dengan harga yang seharusnya diterima pada kondisi tanpa intervensi pemerintah atau pada pasar persaingan sempurna. Pada akhirnya kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input dan output akan mempengaruhi daya saing suatu komoditas.

Kebijakan pemerintah ditetapkan dengan tujuan untuk meningkatkan ekspor ataupun sebagai usaha dalam melindungi produk dalam negeri agar dapat bersaing dengan produk luar negeri. Kebijakan tersebut biasanya diberlakukan untuk input dan output yang menyebabkan terjadinya perbedaan antara harga input dan harga output yang diminta produsen (harga privat) dengan harga yang sebenarnya terjadi jika dalam kondisi perdagangan bebas (harga sosial).

Kebijakan yang ditetapkan pemerintah pada suatu komoditas ada dua bentuk yaitu berupa subsidi dan hambatan perdagangan. Kebijakan subsidi terdiri dari subsidi positif dan subsidi negatif (pajak), sedangkan hambatan perdagangan berupa tarifdan kouta.

Menurut Salvatore (1994), subsidi adalah pembayaran dari atau untuk pemerintah. Pembayaran dari pemerintah disebut subsidi positif dan pembayaran untuk pemerintah disebut subsidi negatif (pajak). Subsidi bertujuan untuk melindungi konsumen atau produsen dengan menciptakan harga domestik agar berbeda dengan harga internasional. Kebijakan Perdagangan adalah pembatasan yang diterapkan pada impor atau ekspor suatu komoditas. Salah satu kebijakan perdagangan adalah quota yang diterapkan dengan tujuan supaya produsen tidak menjual seluruh produknya ke pasar internasional yang disebabkan oleh harga di pasar internasional yang tinggi, sehingga berdampak merugikan konsumen dalam negeri karena ketersediaan barang di dalam negeri berkurang. Kebijakan subsidi dapat diterapkan untuk setiap komoditas yang tradable maupun yang non tradablese dangkan kebijakan perdagangan yang hanya diterapkan untuk barang-barang yang diperdagangkan (Tradable).

Menurut David (2009), kebeijakan adalah sarana yang dengannya tujuan tahunan akan dicapai. Kebijakan, meliputi pedoman, aturan, dan prosedur yang diterapkan untuk mendukung upaya-upaya pencapaian tujuan yang tersurat.

Kebijakan adalah panduan untuk mengambil keputusan dan menagani situasi-situasi yang repetitive atau berulang-ulang. Kebijakan memungkinkan konsistensi dan koordinasi di dalam dan antar departemen organisasional.

Kebijakan Output

Kebijakan terhadap output baik berupa subsidi mapun pajak dapatditerapkan pada barang ekspor maupun impor. Kebijakan pemerintah terhadap output dijelaskan dengan menggunakan Transfer Output (TO) dan Koefisien Proteksi Output Nominal (Nominal Protection Coefficient on Output/NPCO). Adapun klasifikasi kebijakan harga pemerintah yang diterangkan oleh Monke dan Pearson (1989) dalam jurnal Riswandha (2002) digambarkan pada tabel 4.

Tabel 4 Klasifikasi kebijakan harga pemerintah

Instrumen Dampak terhadap produsen Dampak terhadap konsumen

Sumber : Monke and Pearson, 1989.

Keterangan:

S+ = Subsidi TPI = Hambatan barang impor S- = Pajak

PE = Produsen barang orientasi ekspor PI = Produsen barang subtitusi impor CI = Konsumen barang subtitusi impor TCE = Hambatan barang ekspor

Tabel 4 menunjukkan bahwa kebijakan harga dapat dibedakan dalam tiga kriteria. Pertama, tipe instrumen yang berupa subsidi atau kebijakan perdagangan, kedua, kelompok penerima, meliputi produsen atau konsumen dan ketiga, tipe komoditas yang berupa komoditas dapat diimpor atau dapat diekspor.

Tipe-tipe Instrumen

Dalam kebijakan pemerintah tipe instrumen, dibedakan pengertian antara subsidi dan kebijakan perdagangan. Subsidi adalah pembayaran dari atau untuk pemerintah. Apabila dibayar dari pemerintah maka disebut subsidi positif, sedangkan dibayar untuk pemerintah disebut subsidi negatif (pajak). Pada dasarnya, subsidi positif dan negatif bertujuan untuk menciptakan harga domestik agar berbeda dengan harga internasional untuk melindungi konsumen atau produsen dalam negeri.

Kebijakan perdagangan adalah pembatasan yang diterapkan pada impor atau ekspor suatu komoditas. Pembatasan dapat diterapkan baik terhadap harga komoditas yang diperdagangkan (dengan suatu pajak perdagangan) atau dengan pembatasan jumlah komoditas (dengan kuota perdagangan) untuk menurunkan jumlah yang diperdagangkan secara internasional dan mengendalikan antara harga internasional (harga dunia) dengan harga domestik (harga dalam negeri). Untuk barang yang diimpor misalnya dapat dilakukan dengan menekan tarif per unit (pajak impor) maupun pembatasan kuantitas (kuota impor) untuk membatasi kuantitas yang diimpor dan meningkatkan harga domestik di atas harga nternasional.

Kebijakan perdagangan ekspor dimaksudkan untuk membatasi jumlah yang diekspor melalui penekanan baik pajak ekspor maupun pembatasan jumlah ekspor sehingga harga domestik lebih rendah bila dibandingkan dengan harga dipasar dunia/harga internasional. Kebijakan subsidi dan perdagangan

berbedadalam tiga aspek, pertama, yang berimplikasi pada anggaran pemerintah, kedua berupa alternatif kebijakan dan ketiga adalah kemampuan penerapan.

a Implikasi terhadap anggaran pemerintah

Kebijakan perdagangan tidak mempengaruhi anggaran pemerintah, sedangkan subsidi positif akan mengurangi anggaran pemerintah dan subsidinegatif (pajak) akan menambah anggaran pemerintah.

b Tipe Alternatif Kebijakan

Ada delapan tipe subsidi untuk produsen dan konsumen pada barangorientasi ekspor (PE) dan barang subtitusi impor (SI) yaitu :

1 Subsidi positif kepada produsen barang substitusi impor (S+PI) 2 Subsidi positif kepada produsen barang orientasi ekspor (S+PE) 3 Subsidi negatif kepada produsen barang substitusi impor (S-PI) 4 Subsidi negatif kepada produsen barang orientasi ekspor (S-PE) 5 Subsidi positif kepada konsumen barang substitusi impor (S+CI) 6 Subsidi positif kepada konsumen barang orientasi ekspor (S+CE) 7 Subsidi negatif kepada konsumen barang substitusi impor (S-CI) 8 Subsidi negatif kepada konsumen barang orientasi ekspor (S-CE)

Subsidi positif yang diterapkan pada produsen maupun konsumen akan membuat harga yang diterima produsen menjadi lebih tinggi dan lebih rendah demikian halnya bagi konsumen. Kondisi ini lebih baik jika dibandingkan sebelum ada kebijakan subsidi positif, sedangkan penerapan subsidi negatif (pajak) akan membuat harga yang diterima produsen lebih rendah, dan jika diterapkan pada konsumen akan menyebabkan harga lebih tinggi. Kondisi ini bagi produsen dan konsumen menjadi lebih buruk jika dibandingkan dengan kondisi sebelum subsidi negatif (pajak) diterapkan.

Pada kebijakan perdagangan hanya terdapat dua tipe yaitu hambatan perdagangan pada barang impor (TPI) dan hambatan perdagangan pada barang ekspor (TPE), Aliran impor atau ekspor dapat dibatasi oleh pajak perdagangan atau kebijakan kuota sepanjang pemerintah dapat memiliki mekanisme yang efektif untuk mengontrol penyelundupan, sedangkan dampak dari perluasan ekspor atau impor (lawan dari hambatan perdagangan pada ekspor dan impor) tidak dapat diciptakan oleh kebijakan perdagangan. Negara hanya dapat melakukan subsidi impor atau ekspor dan memperluas perdagangan, namun kegiatan ini merupakan kebijakan subsidi bukan kebijakan perdagangan.

Tingkat Kemampuan Penerapan

Kebijakan subsidi dapat diterapkan untuk setiap komoditas baik komoditas tradable maupun komoditas non tradable, sedangkan kebijakan perdagangan hanya diterapkan untuk barang-barang yang diperdagangkan (tradable).

Kelompok Penerima

Kelompok kedua dari klasifikasi kebijakan adalah apakah kebijakan dimaksudkan untuk konsumen atau produsen. Subsidi atau kebijakan perdagangan mengakibatkan terjadinya transfer di antara produsen, konsumen dan keuangan pemerintah. Jika tidak ada kebijakan subsidi dan kebijakan perdagangan, pemerintah melalui anggarannya harus membayar keseluruhan transfer, ketika produsen memperoleh keuntungan dan konsumen mengalami kerugian, dan ketika konsumen memperoleh keuntungan dan produsen mengalami kerugian. Pada kondisi seperti ini menggambarkan bahwa keuntungan yang didapatkan oleh satu

pihak hanya menjadi pengganti dari kerugian yang dialami pihak lain, tetapi dengan adanya transfer yang diikuti oleh efisiensi ekonomi yang hilang, maka keuntungan yang akan diperoleh akan lebih kecil daripada kerugian yang diderita.

Oleh karena itu, manfaat yang diperolah kelompok tertentu (konsumen, produsen atau keuangan pemerintah) adalah lebih kecil dari jumlah yang hilang dari kelompok lainnya.

Tipe Komoditas

Klasifikasi tipe komoditas bertujuan untuk membedakan antara komoditas yang dapat diekspor dan komoditas yang dapat diimpor. Apabila tidak ada kebijakan harga, maka harga domestik adalah sama dengan harga pasar internasional, dimana untuk barang yang dapat diekspor digunakan adalah hargafob (free on board/harga dipelabuhan ekspor) dan untuk barang yang dapat diimpor digunakan harga cif (cost insurance freight/harga di pelabuhan impor).

Kebijakan harga yang ditetapkan pada output dapat berupa kebijakan subsidi baik subsidi positif maupun subsidi negatif (pajak) dan kebijakan hambatan perdagangan yang berupa tarif kuota. Kebijakan subsidi pada harga output menyebabkan harga barang, jumlah barang, surplus produsen dan surplus konsumen berubah.

Kebijakan Input

Kebijakan pemerintah dapat diterapkan pada input tradable dan non tradable. Kebijakan pada kedua input tersebut dapat berupa subsidi positif maupun negatif (pajak) sedangkan kebijakan hambatan perdagangan hanya berlaku pada input tradable karena input domestik hanya diterapkan pada komoditas yang doproduksi dan dikonsumsi di dalam negeri.

Kebijakan Input Tradable

Kebijakan pada input tradable dapat berupa kebijakan subsidi atau pajak dan kebijakan hambatan perdagangan. Pengaruh subsidi dan pajak pada input tradable dapat ditunjukkan pada Gambar 1 berikut ini.

Q2 Q1 Q

P

PW

S S1

A

B

C

Q1 Q2 Q

P

PW

A B

C

S S1

(a) S-II (b) S+II

Sumber: Monke and Pearson, 1989 Keterangan :

S-II = Pajak untuk Imput Impor S+II = Subsidi untuk Impor Impor

Gambar 1(a) menunjukkan pengaruh pajak terhadap input tradable yang digunakan. Adanya pajak pada input menyebabkan biaya produksi meningkat sehingga pada tingkat output yang sama, output domestik turun dari Q1 ke Q2 dan kurva suplai bergeser ke atas. Efisiensi ekonomi yang hilang adalah sebesar ABC, yang merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang Q1-C-A-Q2 dengan ongkos produksi dari output Q2-B-C-Q1. Gambar 2(b) menggambarkan dampak subsidi input yang menyebabkan harga input lebih rendah dan biaya produksi lebih rendah sehingga kurva suplai bergeser ke bawah dan produksi naik dari Q1 ke Q2. Efisiensi ekonomi yang hilang dari produksi adalah sebesar ABC yaitu perbedaan antara biaya produksi yang bertambah dengan meningkatnya output dengan peningkatan nilai input.

Teori mengenai pajak dan subsidi tersebut dapat juga terjadi dalam keadaan lain. Kebijakan yang mengenai input tradable tidak hanya berupa pajak atau subsidi, namun ada kebijakan tentang kuota. Kebijakan kuota ini dapat merupakan kebijakan pembatasan kuota input ataupun penambahan kuota input tergantung dengan kondisi yang terjadi. Dapat digambarkan pengaruh dari kebijakan pembatasan kuota ataupun penambahan kuota sebagai berikut.

Keterangan :

(a) S-II : Kebijakan pembatasan kuota (b) S+II : Kebijakan penambahan kuota

Gambar 1 Pajak dan subsidi pada input tradable

(a) S-II (a) S+II

Q2 Q1 Q

P

PW

S S1

A

B

C

Q1 Q2 Q

P

PW

A B

C

S S1

Gambar 2 Pembatasan dan penambahan kuota pada input tradable

Gambar 2(a) menunjukkan pengaruh pembatasan kuota input terhadap input tradable yang digunakan. Adanya pembatasan pada input menyebabkan biaya produksi khususnya biaya tetap yang digunakan tetap sama, tetapi output yang dihasilkan menjadi sedikit karena input yang digunakan menurun. Output domestikpun turun dari Q1 ke Q2 dan kurva suplai bergeser ke atas atau ke kiri.

Efisiensi ekonomi yang hilang adalah sebesar ABC,yang merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang Q1-C-A-Q2 dengan ongkos produksi dari output Q2-B-C-Q1. Gambar 2(b) menggambarkan dampak penambahan kuota input yang menyebabkan biaya produksi yang digunakan dapat dipakai seoptimal mungkin karena sesuai dengan kapasitas yang ada sehingga kurva suplai bergeser ke bawah atau ke kanan dan produksi naik dari Q1 ke Q2.

Kebijakan Input non-tradable

Pada input non tradable kebijakan pemerintah meliputi kebijakan pajak dan subsidi karena input non tradable hanya diproduksi dan dikonsumsi dalam negeri, sedangkan kebijakan perdagangan tidak dapat diterapkan pada input non-tradable. Ilustrasi mengenai kebijakan subsidi dan pajak yang diterapkan pemerintah pada input non tradable dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber : Monke and Pearson, 1989 Keterangan :

S-N = Pajak untuk Barang Non Tradable S+N = Subsidi untu Barang Non Tradable

Pada Gambar 2(a) dengan adanya pajak (Pc-Pp) menyebabkan produksi yang dihasilkan turun menjadi Q2. Efisiensi ekonomi dari produsen yang hilang sebesar BCA dan dari konsumen yang hilang sebesar DBA. Pada subsidi positif (Gambar 2(b)), adanya subsidi menyebabkan produk meningkat dari Q1 ke Q2, harga yang diterima produsen naik menjadi Pp dan harga yang diterima konsumen turun menjadi Pc. Kehilangan efisiensi dapat dilihat dari perbandingan antara

S

Gambar 3 Pajak dan subsidi pada input non-tradable

peningkatan nilai output dengan meningkatnya ongkos produksi dan meningkatnya ongkos produksi dan meningkatnya keinginan konsumen untuk membayar.

Teori Matriks Kebijakan (Policy Analysis Matrix)

Matriks analisis kebijakan adalah hasil dari dua identitas akuntansi, salah mendefinisikan profitabilitas sebagai perbedaan antara pendapatan dan biaya dan lain mengukur efek divergensi (distorsi kebijakan dan kegagalan pasar) sebagai perbedaan antara parameter yang diamati dan parameter yang akan ada jika divergensi telah dihapus. Dengan mengisi elemen dari PAM untuk sistem pertanian, seorang analis dapat mengukur baik tingkat transfer disebabkan oleh serangkaian kebijakan yang bekerja pada sistem dan efisiensi ekonomi yang melekat dari sistem.

Laba atau profit didefinisikan sebagai perbedaan antara jumlah (atau per unit) pendapatan penjualan dan biaya produksi. Definisi ini menghasilkan identitas pertama dari matriks akuntansi. Dalam PAM, profitabilitas diukur horizontal di kolom dari matriks.

Perancangan model dengan metode PAM, biasanya melibatkan temuan informasi tentang pendapatan privat, biaya input sosial, biaya faktor privat, pendapatan sosial, biaya sosial input tradable, dan biaya faktor sosial. Perhitungan tersebut dapat menghasilkan nilai daya saing dan keuntungan.

Karena data untuk PAM mewakili tahun dasar yang dipilih, hasilnya statis dan berpotensi berlaku hanya tahun itu. Proyeksi perubahan harga di masa depan dunia, teknologi, dan harga faktor dapat dibuat untuk mensimulasikan jalur keunggulan komparatif dinamis, sebagai keuntungan sosial perubahan dalam menanggapi parameter yang bervariasi. Pendekatan PAM dengan demikian dapat digunakan untuk menerangi kondisi dasar dan kemudian untuk mengukur efek dari perubahan harga, atau kebijakan ekonomi makro, investasi pada keuntungan pribadi dan sosial sistem pertanian pada tahun dasar atau di masa depan sebagai parameter kunci berubah.

Policy Analysis Matrix (PAM) atau Matriks Kebijakan digunakan untuk menganalisis pengaruh intervensi pemerintah dan dampaknya pada sistem komoditas. Sistem komoditas yang dapat dipengaruhi meliputi empat aktivitas, yaitu tingkat usahatani (farm production), penyampaian dari usahatani kepengolahan, pengolahan maupun pemasaran (Monke and Pearson, 1989).

Tujuan dari penggunaan sebuah tabel PAM untuk analisis suatu usahatani memungkinkan seseorang untuk menghitung tingkat keuntungan privat, yaitu sebuah ukuran daya saing usahatani pada tingkat harga pasar atau harga aktual.

Tujuan kedua dari analisis PAM adalah menghitung tingkat keuntungan sosial sebuah usahatani yang dihasilkan dengan menilai output dan biaya pada tingkat harga efisiensi (social opportunity cost). Tujuan lain dari analisis PAM adalah menghitung transfer effects, sebagai dampak dari suatu kebijakan (Pearson et al.,2005).

Metode PAM merupakan suatu analisis yang dapat mengidentifikasikan tiga analisis yaitu analisis keuntungan yaitu keuntungan privat dan keuntungan sosial/ekonomi, analisis daya saing (keunggulan kompetifif dan komparatif) serta analasis dampak kebijakan pemerintah yang mempengaruhi sistem komoditas.

Matriks PAM terdiri dari tiga baris dan empat kolom. Baris pertama mengestimasi keuntungan privat yaitu perhitungan penerimaan dan biaya berdasarkan harga yang berlaku, yang mencerminkan nilai-nilai yang dipengaruhi kebijakan pemerintah. Baris kedua mengestimasi keunggulan ekonomi dan dayasaing (komparatif), yaitu perhitungan penerimaan dan biaya berdasarkan harga sosial (shadow price) atau nilai ekonomi yang sesungguhnya terjadi di pasar tanpa adanya kebijakan pemerintah. Sedangkan baris ketiga merupakan selisih antara baris pertama dan kedua yang menggambarkan divergensi (Pearson et al.,2005).

Penerimaan dan biaya produksi pada harga finansial dan harga sosial dibagi menjadi komponen tradable (asing) dan nontradable (domestik). Input yang digunakan seperti sapi bakalan, pakan, peralatan, dan lain-lain dipisahkan menjadi input yang dapat diperdagangkan dan faktor domestik (Pearson et al.,2005).

Matriks PAM dijelaskan pada tabel 5.

Tabel 5 Matriks Policy Analysis Matriks (PAM) Uraian Penerimaan

Biaya

Keuntungan Input

Tradable

Faktor Domestik

Private A B C D

Ekonomi E F G H

Efek Divergensi I J K L

Sumber : Pearson et al, 2005

Keterangan :

A : Penerimaan Privat

B : Biaya Input tradable Privat C : Biaya Input Domestik Privat D : Keuntungan Privat = A - (B+C) E : Penerimaan Sosial

F : Biaya Input tradable Sosial G : Biaya Input Domestik Sosial H : Keuntungan Sosial = E - (F+G) I : Transfer Output (A - E)

J : Transfer Input tradable (B – F) K : Transfer Faktor domestik (C – G) L : Transfer Bersih (D – H)

Rasio Biaya Privat (PCR) = C/(A-B)

Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (DRC) = G/(E-F) Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) = A/E Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) =B/F Koefisien Keuntungan (PC) = D/H

Teori Pedagangan International

Teori ekonomi internasional biasanya mengasumsikan dua negara, dua komoditas, dan dua faktor negara. Lebih lanjut mengasumsikan tidak ada pembatasan perdagangan untuk memulai, dengan mobilitas sempurnafaktor dalam negara tapi tidak ada mobilitas internasional, persaingan sempurna di semua komoditas dan pasar faktor produksi, dan tidak ada biaya transportasi. Gagasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah adanya perbedaan karunia sumber-sumber daya yang dimiliki oleh setiap negara. Hal ini merupakan suatu landasan teori yang sangat berpengaruh dalam ilmu ekonomi internasional.

Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama.

Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Berdasarkan teori perdagangan internasional, motivasi utama melakukan perdagangan adalah memperoleh keuntungan (Salvatore 2013)

Manfaat langsung yang dapat diperoleh dari adanya perdagangan internasional antara lain adalah:

1 Suatu negara mampu memperoleh komoditas yang tidak dapat diproduksidi dalam negeri sehingga negara tersebut mampu untuk memenuhi kebutuhan terhadap barang atau jasa yang tidak dapat diproduksi secaralokal karena adanya keterbatasan kemampuan produksi 2 Negara yang bersangkutan dapat memperoleh keuntungan dari spesialisasi

yaitu dapat mengekspor komoditas yang diproduksi lebih murah untuk ditukar dengan komoditas yang dihasilkan negara lain jika diproduksi sendiri biayanya akan mahal.

3 Perluasan pasar produk suatu negara, akan meningkatkan pendapatan nasional nantinya dapat meningkatkan output dan laju pertumbuhan ekonomi, mampu memberikan peluang kesempatan kerja dan peningkatan upah bagi warga dunia, menghasilkan devisa, dan memperoleh kemajuanteknologi yang tidak tersedia di dalam negeri.

Sedangkan, manfaat secara tidak langsung yang diperoleh dari adanya perdagangan internasional antara lain adalah :

i Perluasan pasar di bidang promosi.

ii Meningkatnya kemampuan suatu negara untuk memperbaiki kualitas danmutu hasil produksi.

iii Terciptanya iklim persaingan yang sehat dan sarana pemasukan modalasing.

iv Terciptanya peluang untuk meningkatkan teknologi.

Teori Kebijakan Impor Pengertian Impor

Kegiatan menjual barang atau jasa ke negara lain disebut ekspor, sedangkan kegiatan membeli barang atau jasa dari negara lain disebut impor, kegiatan demikian itu akan menghasilkan devisa bagi negara. Devisa merupakan

masuknya uang asing kenegara kita yang dapat digunakan untuk membayar pembelian atas impor dan jasa dari luar negeri.

Tujuan Impor

Kegiatan impor dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Produk impor merupakan barang-barang yang tidak dapat dihasilkan atau negara yang sudah dapat dihasilkan,tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhan rakyat.

Kebijakan Impor

Untuk melindungi produksi dalam negerinya dari ancaman produk sejenis yang diproduksi di luar negeri, maka pemerintah suatu negara biasanya akan menerapkan atau mangeluarkan suatu kebijakan perdagangan internasional di bidang impor . Kebijakan ini, secara langsung maupun tidak langsung pasti akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha untuk mendorong/melindungi pertumbuhan industri dalam negeri (domestik) dan penghematan devisa negara.

Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu kebijakan hambatan tarif (tariff barrier) dan kebijakan hambatan non-tarif (non-tariff barrier).

1 Hambatan Tarif

Hambatan tarif (tariff barrier) adalah suatu kebijakan proteksionis terhadap barang-barang produksi dalam negeri dari ancaman membanjirnya barang-barang sejenis yang diimpor dari luar negeri. Tarif adalah hambatan perdagangan yang berupa penetapan pajak atas barang-barang impor atau barang-barang dagangan yang melintasi daerah pabean (custom area). Sementara itu, barang-barang yang masuk ke wilayah negara dikenakan bea masuk. Efek kebijakan ini terlihat langsung pada kenaikan harga barang. Dengan pengenaan bea masuk yang besar, pendapatan negara akan meningkat sekaligus membatasi permintaan konsumen terhadap produk impor dan mendorong konsumen menggunakan produk domestik.

a. Macam-macam Penentuan Tarif, yaitu:

1. Bea Ekspor (export duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang yang diangkut menuju negara lain (di luar costum area).

2. Bea Transito (transit duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang melalui batas wilayah suatu negara dengan tujuan akhir barang tersebut negara lain.

3. Bea Impor (import duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang masuk dalam suatu negara (tom area).

b. Jenis Tarif :

1. Ad valorem duties, yakni bea pabean yang tingginya dinyatakan dalam presentase dari nilai barang yang dikenakan bea tersebut.

2. Specific duties, yakni bea pabean yang tingginya dinyatakan untuk tiap ukuran fisik daripada barang.

3. Specific ad valorem atau compound duties, yakni bea yang merupakan kombinasi antara specific dan ad valorem.

c. Sistem Tarif :

1. Single-column tariffs : Sistem di mana untuk masing-masing barang hanya mempunyai satu macam tarif. Biasanya sifatnya autonomous tariffs (tarif yang tingginya ditentukan sendiri oleh sesuatu negara tanpa persetujuan dengan negara lain). Kalau tingginya tarif ditentukan dengan perjanjian dengan negara lain disebut conventional tariffs.

2. Double-column tariffs : sistem di mana untuk setiap barang mempunyai 2

2. Double-column tariffs : sistem di mana untuk setiap barang mempunyai 2

Dokumen terkait