• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengukuran efisiensi produksi dalam suatu perusahaan penting dengan alasan bahwa : (1) masalah efisiensi produksi suatu perusahaan adalah penting untuk ahli teori ekonomi maupun pengambil kebijakan ekonomi, (2) jika alasan- alasan teoritis efisiensi relatif dari berbagai sistem ekonomi harus diuji, maka penting untuk mampu membuat pengukuran efisiensi aktual, (3) jika perencanaan ekonomi sangat terkait dengan perusahaan tertentu adalah penting untuk meningkatkan output tanpa menyerap sumberdaya-sumberdaya tambahan atau menaikkan efisiensinya.

Konsep efisiensi produksi merupakan suatu konsep yang tidak terlepas dari prinsip dasar ilmu ekonomi yaitu dengan faktor produksi yang terbatas (tertentu) bagaimana dapat menghasilkan output yang semaksimal mungkin atau untuk menghasilkan suatu tingkat produksi tertentu bagaimana dapat menekan biaya seminimal mungkin. Dengan kata lain efisiensi produksi merupakan ukuran relatif kemampuan perusahaan di dalam menggunakan input untuk menghasilkan output tertentu pada tingkat teknologi tertentu. Jika prinsip tersebut di atas diterapkan dalam suatu proses produksi usahatani kentang maka petani berusaha mencapai suatu efisiensi penggunaan faktor produksi. Jika petani tidak mengalokasikan sumberdayanya secara efisien maka akan terdapat potensi yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan pendapatan usahatani dan menciptakan surplus. Sebaliknya jika petani mengalokasikan sumberdayanya secara efisien, maka tambahan kontribusi sektor pertanian hanya dapat diperoleh melalui usaha pengembangan berorientasi pertumbuhan dari sektor yang bersangkutan. Dengan demikian, identifikasi efisiensi penggunaan sumberdaya merupakan hal penting yang menentukan eksistensi berbagai peluang di sektor pertanian dan terkait dengan potensi kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rumahtangga tani (Weesink et al. 1990).

Salah satu metode estimasi tingkat efisiensi teknis yang banyak digunakan adalah melalui pendekatan frontier statistik stokastik atau frontier stokastik, yang dalam implementasinya menggunakan stochastic production frontier (SPF). Menurut Aigner et al. (1977) serta Meeusen dan Van den Broeck (1977) dalam

Coelli et al. (1998) mengemukakan fungsi stochastic frontier merupakan perluasan dari model asli deterministik untuk mengukur efek-efek yang tidak terduga (stochastic frontier) di dalam batas produksi. Dalam fungsi produksi ini ditambahkan random error, vi ke dalam variabel acak non negatif (non-negative

random variable), ui seperti dinyatakan dalam persamaan berikut : )

( i i

i v u

X

Y ; dimana i = 1, 2, 3...N...….. ...(3.1)

Random error, vi berguna untuk menghitung ukuran kesalahan dan faktor acak lainnya seperti kondisi cuaca dan lain-lain bersama-sama dengan efek kombinasi dari variabel input yang tidak terdefinisi pada fungsi produksi. Variabel vi merupakan variabel acak yang bebas dan secara identik terdistribusi normal (idependent-identically distributed atau i.i.d) dengan rataan bernilai nol dan ragamnya konstan atau N (0, ). Variabel ui diasumsikani.i.d eksponensial atau variabel acak setengah normal (half-normal variables). Variabel ui berfungsi untuk menangkap efek inefisiensi.

Persamaan (3.1) disebut sebagai fungsi produksi stochastic frontier karena nilai output dibatasi oleh variabel acak yaitu nilai harapan dari xiβ + vi atau exp(xiβ + vi). Random error dapat bernilai positif atau negatif demikian pula output stochastic frontier bervariasi sekitar bagian tertentu dari model

deterministik frontier, exp(xiβ). Komponen deterministik dari model frontier, y = exp(xiβ), mengasumsikan bahwa berlaku hukum diminishing return to scale. Apabila petani menghasilkan output aktual dibawah produksi deterministik

frontier, tetapi output stokastik frontirnya melampaui dari output deterministiknya, maka aktivitas produksi petani tersebut dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan dimana variabel vi bernilai positif. Apabila petani menghasilkan output aktual di bawah produksi deterministik frontir dan output stokastik frontirnya juga berada dibawah output deterministiknya maka hal tersebut dapat terjadi karena aktivitas produksi petani tersebut dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan dimana nilai vi negatif. Struktur dasar dari model stochastic frontier pada persamaan (3.1) dijabarkan pada Gambar 1.

Misalkan ada dua petani dengan aktivitas produksi dari dua petani diwakili oleh simbol i dan j. Petani i menggunakan input x sebesar xi dan menghasilkan output sebesar yi. Akan tetapi output batas dari petani i adalah yi* yang

Output batas (yi*) y = f(xi; )exp(vi),jika vi>0 y y = f(x; ) xj xi output batas (yj*) y = f(xj; )exp(vj),jika vj<0 Output observasi Yi Output observasi Yj x yi yj

melampaui nilai pada bagian yang pasti dari fungsi produksi yaitu f(xi; ). Hal ini bisa terjadi karena aktivitas produksi dari petani i dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan dimana variabel vi bernilai positif. Kemudian untuk petani j yang menggunakan input sebesar xj dan memperoleh hasil sebesar yj, akan tetapi hasil batas dari petani j adalah yj* yang berada di bawah bagian yang pasti dari fungsi produksi. Kondisi ini dapat terjadi karena aktivitas produksinya dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan, dimana vj bernilai negatif. Hasil batas yang tidak dapat diobservasi ini berada disekitar bagian yang pasti dari fungsi produksi yaitu f(xi; ). Pada kasus kedua tersebut, hasil produksi dicapai oleh petani j berada di bawah fungsi produksi f(xi; ).

Sumber : Coelli et al. (1998)

Gambar 1. Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Keunggulan pendekatan frontir stokastik adalah dilibatkannya disturbance term yang mewakili gangguan, kesalahan pengukuran dan kejutan eksogen yang berada di luar kontrol unit produksi atau di luar kontrol petani. Sedang kelemahan dari pendekatan ini adalah : (1) teknologi yang dianalisis harus digambarkan oleh struktur yang cukup rumit atau besar, (2) distribusi dari simpangan satu-sisi dispesifikasi sebelum mengestimasi model, (3) struktur tambahan harus dikenakan

terhadap distribusi inefisiensi teknis, dan (4) sulit diterapkan untuk usahatani yang memiliki lebih dari satu output.

3.2. Konsep Risiko dan Ketidakpastian

Suatu kegiatan atau aktivitas dan keputusan yang diambil oleh pelaku usaha atau petani selalu dihadapkan pada berbagai risiko. Semakin besar suatu usaha yang dijalankan maka risikonya pun akan semakin besar. Menurut Debertin (1986), risiko adalah suatu kejadian dimana hasil dari kejadian dan peluang terjadinya bisa diketahui. Menurut Ellis (1988) peluang berarti frekwensi yang diharapkan terjadi dari sebuah kejadian (jumlah seluruh kemungkinannya adalah satu), dengan demikian risiko merupakan suatu hal yang obyektif dengan asumsi informasi yang tersedia cukup. Dalam prakteknya informasi tidak semata-mata menunjuk pada pengetahuan seseorang atas kejadian tertentu melainkan lebih pada derajat personal pengambil keputusan. Dengan kata lain, seberapa besar kepercayaan orang tersebut pada setiap peluang yang mungkin terjadi, hingga batas ini risiko bergeser dari sudut pandang objektif menjadi subyektif.

Beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani diantaranya risiko produksi, risiko pasar atau risiko harga baik harga hasil produksi maupun harga faktor produksi, risiko kelembagaan, risiko kebijakan dan risiko finansial (Ellis 1988). Selain itu, Hardaker et al. (1997) dalam Fufa and Hassan (2003) menyatakan bahwa perubahan iklim, perubahan kebijakan, kelembagaan dan pasar merupakan sumber risiko dalam produksi pertanian. Dari beberapa sumber risiko tersebut, yang sering dihadapi oleh petani adalah risiko produksi dan risiko harga. Oleh karena itu diperlukan suatu manajemen risiko untuk mengurangi risiko tersebut.

Selain risiko, dalam suatu aktivitas juga sering dihadapkan pada suatu situasi yang disebut ketidakpastian. Kedua istilah tersebut yaitu risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) sering digunakan secara bersamaan. Henderson and Quandt (1980), Varian (1992) menjelaskan konsep risiko dan ketidakpastian secara terpisah serta menggunakan istilah ketidakpastian (uncertainty) terkait dengan peluang (probability). Risiko diartikan sebagai peluang suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pembuat keputusan yang didasarkan pada

pengalamannya. Sedangkan ketidakpastian diartikan sebagai peluang suatu kejadian yang tidak dapat diketahui oleh pembuat keputusan.

Namun Ellis (1988) menjelaskan tersendiri tentang ketidakpastian yaitu suatu kejadian dimana hasil dan peluangnya tidak bisa ditentukan dan ketidak pastian ini tidak terkait dengan peluang. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ketidakpastian merupakan gambaran atau deskripsi dari karakter dan lingkungan ekonomi yang dihadapi oleh pengusaha atau petani, dimana lingkungan tersebut memiliki beragam ketidakpastian yang direspon oleh pengusaha atau petani berdasarkan kepercayaan subyektifnya.

Dalam usaha pertanian selalu dihadapkan pada situasi risiko dan ketidakpastian. Kesediaan petani dalam menerima risiko yang besar berhubungan dengan sikap petani tersebut. Ada petani yang berani terhadap risiko, netral terhadap risiko dan takut terhadap risiko. Sebagian besar penelitian tentang produksi pertanian yang menggunakan fungsi produksi tidak memasukkan faktor risiko dalam fungsi tersebut. Padahal faktor risiko termasuk elemen penting dalam keputusan produksi pertanian, misalnya bagaimana pengaruh risiko terhadap penerapan teknologi usahatani.

Just and Pope (1979) menjelaskan bahwa dalam menganalisis usaha pertanian sangat penting mempertimbangkan faktor risiko seperti risiko produksi yang terkait dengan kebijakan pemerintah untuk menerapkan inovasi baru dan risiko harga. Kesediaan petani untuk menerima risiko dan ketidakpastian tersebut terkait dengan sikap petani tersebut.

Dalam usahatani, keputusan petani untuk mengalokasikan input sangat dipengaruhi oleh perilaku terhadap risiko yang harus dihadapi. Menurut Ellis (1988), perilaku petani dikelompokkan atas tiga yaitu : (1) petani yang menghindari risiko (risk averse), (2) petani yang netral terhadap risiko (risk neutral), dan (3) petani yang menyukai risiko (risk taker).

Secara normal tidak ada seorang pun yang mau masuk dalam lingkungan yang penuh dengan risiko dan ketidakpastian tanpa mengharapkan imbalan yang lebih besar dibandingkan dengan lingkungan yang tidak ada risiko dan ketidakpastiannya. Perilaku petani yang takut terhadap risiko (risk averse)

didasarkan tidak pada maksimisasi utiliti tetapi ekspektasi maksimisasi profit dengan asumsi harga dan produksi bersifat stochastic (Just and Pope, 1979).

Oleh karena itu penelitian mengenai risiko sangat penting dilakukan terkait dengan pengambilan keputusan petani khususnya pada kegiatan produksi. Indikasi adanya risiko dalam usahatani mencakup adanya perubahan atau variasi seperti dalam produksi, harga dan pendapatan.

Banyak model yang terkait dengan risiko diantaranya penentuan input yang optimal pada kondisi risiko harga produk, risiko harga input, risiko kualitas input dan risiko fungsi produksi. Misalnya untuk model dengan risiko harga produk maka keputusan menanam sangat tergantung pada harga produk sehingga jika harga produk rendah tidak akan menarik petani untuk menanam begitu pula sebaliknya.

Dalam analisis risiko umumnya menggunakan fungsi produksi yang merupakan fungsi produksi rata-rata (mean production function) dan produksi

variance (variance production function), yang masing-masing dipengaruhi oleh penggunaan input dalam proses produksi. Model ini telah digunakan oleh Walter

et al. (2004), Hutabarat (1985), Buccola and McCarl (1986) dalam menganalisis tentang risiko produksi.

Pendugaan terhadap fungsi produksi dapat dilakukan secara terpisah antara fungsi produksi rata-rata dan fungsi produksi variance yang keduanya dipengaruhi oleh faktor input (seperti lahan, pupuk, benih, tenaga kerja dan pestisida). Namun Antle (1987) dan Beach et al. (2005) memasukkan faktor risiko sebagai faktor yang mempengaruhi penggunaan input. Sedangkan Just and Pope (1979) melihat risiko pada produksi yang diukur dari varian output, dan menyarankan menggunakan spesifikasi fungsi produksi. Model Just and Pope fokus pada alokasi input yang dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan risiko. Kerangka berfikir Just and Pope (1979) menganggap bahwa error term dalam fungsi produksi adalah risiko, sementara Aigner et al. (1977) menganggap bahwa

error term itu bersumber dari risiko sendiri dan dari inefisiensi. Selain itu, pada model Just and Pope juga tidak memperhitungkan perilaku produsen dalam menghadapi risiko. Padahal perilaku produsen dalam menghadapi risiko sangat

berpengaruh terhadap alokasi atau penggunaan input dan menambah penawaran outputnya.

Oleh karena itu diperlukan sebuah model yang mempertimbangkan perilaku produsen dan efisiensi teknis dalam menghadapi risiko. Kumbhakar (2002) melengkapi model yang dibuat oleh Just and Pope seperti berikut :

u z x q z x g z x f y ( , ) , , --- (3.2) dimana : y adalah output rata-rata , x adalah jenis input yang digunakan, f x,z

merupakan fungsi output rata-rata, g x,z menunjukkan fungsi risiko produksi dan q x,z adalah fungsi inefisiensi teknis, (error term) yang menunjukkan ketidakpastian produksi yang diasumsikan identically and independently distributed (0,1)2 dan umenunjukkan inefisiensi teknis yang lebih besar dari nol (

u > 0).

3.3. Perilaku Petani dalam Menghadapi Risiko

Sikap petani sebagai pembuat keputusan dalam menghadapi risiko produksi dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu (Robinson dan Barry, 1987; Fariyanti, 2008): pertama, pembuat keputusan yang menghindari risiko produksi (risk aversion). Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan yang diharapkan yang merupakan ukuran tingkat kepuasan (utilitas) . Kedua, pembuat keputusan yang berani menghadapi risiko produksi (risk taker). Jika terjadi kenaikan ragam keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan yang diharapkan. Ketiga, pembuat keputusan yang netral terhadap risiko produksi (risk neutral). Jika terjadi kenaikan ragam keuntungan maka pembuat keputusan tidak akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan keuntungan yang diharapkan.

Ellis (1988) dalam bukunya “Peasant Economics” menyatakan bahwa perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi dikategorikan menjadi tiga, yaitu menolak risiko (risk averse), netral risiko (risk neutral), dan mengambil risiko (risk taker). Penjelasan tentang teori utilitas pilihan dengan memasukkan

unsur risiko berkaitan dengan perilaku petani terhadap risiko diperlihatkan dalam Gambar 2.

Sumber : Ellis (1988)

Gambar 2. Teori Utilitas Pilihan dengan Memasukkan Unsur Risiko

Ellis (1988) mengungkapkan bahwa respon terhadap risiko produksi didasarkan pada kekuatan kepercayaan personal atas peluang terjadinya suatu kejadian dan evaluasi personal atas potensi konsekuensi yang menyertainya. Konsep tersebut konsisten dengan konsep maksimisasi utilitas personal di mana individu senantiasa memaksimumkan kesejahteraannya terhadap tujuan obyektif personal. Asumsinya adalah preferensi antar berbagai alternatif pilihan yang disebut sebagai Certainty Equivalent (CE). Asumsi tersebut memungkinkan alternatif yang berisiko tinggi dan yang tidak diletakkan dalam skala preferensi personal pengambil keputusan (petani).

Beberapa definisi dan posisi pengambilan keputusan yang dapat dijelaskan dari Gambar 2 adalah sebagai berikut:

1. DC menunjukkan hubungan linier antara utilitas dan pendapatan yang memiliki kemiringan (slope) positif. Artinya jika pendapatan individu meningkat maka akan meningkatkan utilitas individu.

2. I1 dan I2 adalah dua tingkat pendapatan individu yang berisiko dengan probabilitas yang berbeda (P1 = 0.6 dan P2 = 0.4).

3. Kepuasan yang diharapkan (expected utility) : E(U) = P1U(I1) + P2.U(I2) merupakan penjumlahan utilitas yang diperoleh dari pendapatan I1 dan I2. 4. Nilai uang yang diharapkan (expected money value) : EMV = P1I1 + P2I2

merupakan gambaran dari pendapatan rata-rata yang diduga dibandingkan dengan yang diharapkan.

5. Jika sikap produsen atau petani menolak risiko produksi (risk averse) maka IA < EMV dimana fungsi utilitas di atas DEC yang menunjukkan Diminishing Marginal Utility of Income. EMV - IA adalah jaminan yang digunakan untuk membayar suatu kepastian.

6. Jika sikap produsen atau petani netral terhadap risiko (risk neutral) maka produsen atau petani bersikap indiferen antara IE dan EMV dan utilitas U(IE) sama dengan E(U) dimana utilitas pendapatan tertentu dari IE sama dengan utilitas yang diharapkan (expected utility) dari dua pendapatan yang tidak pasti yang merupakan garis DC.

7. Jika sikap produsen atau petani berani mengambil risiko (risk taker) maka produsen atau petani mengambil peluang untuk memperoleh pendapatan tertinggi yaitu pada I1, meskipun peluang untuk memiliki kondisi yang buruk sebesar 0.4. IB– EMV merupakan pendapatan yang tersedia untuk membayar perkiraan peluang (opportunity gamble).

Setiap aktivitas usaha termasuk pertanian selalu menghadapi berbagai macam risiko. Risiko yang dihadapi oleh petani dapat bersumber dari risiko produksi, risiko harga, risiko kelembagaan, risiko kebijakan dan risiko finansial. Selanjutnya Said dan Intan (2001) menjelaskan bahwa para pelaku dalam agribisnis termasuk petani menghadapi risiko-risiko seperti risiko produksi (seperti penurunan volume dan mutu produk), risiko pemilikan, risiko keuangan dan pembiayaan, risiko kerugian karena kecelakaan, bencana alam seperti banjir, angin topan, kebakaran, serangan hama dan penyakit tanaman, kesalahan dalam menerapkan teknik budidaya dan faktor alam lainnya, kerugian karena perikatan serta kerugian karena hubungan tata kerja. Selain itu, risiko perubahan harga

merupakan risiko yang seringkali menghantui pikiran para pelaku dalam sistem agribisnis.

Usaha dibidang pertanian memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan dengan usaha lainnya. Oleh karena itu, petani perlu mengelola risiko tersebut agar usahanya dapat berjalan secara berkesinambungan. Petani memiliki banyak pilihan dalam mengelola risiko usaha yang dihadapinya antara lain dengan melakukan diversifikasi usaha (enterprise diversification), integrasi vertikal (vertical integration), kontrak produksi (production contract), kontrak pemasaran (marketing contract), perlindungan nilai (hedging), asuransi (insurance). Menurut Debertin (1986) bahwa salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh petani untuk mengurangi kerugian ketika alam dan pasar dalam kondisi kurang menguntungkan adalah dengan melakukan diversifikasi usaha.

Selain itu, Said dan Intan (2001) juga menjelaskan mengenai upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pelaku dalam sistem agribisnis untuk mentrasfer risiko dan mengurangi dampak suatu risiko terhadap kelangsungan usahanya. Risiko produksi secara fisik seperti kemungkinan merosotnya volume produksi secara drastis yang mungkin disebabkan oleh bencana alam, serangan hama dan penyakit tanaman, kebakaran dan karena faktor-faktor lainnya yang akibatnya dapat diperhitungkan secara fisik dapat ditanggulangi dengan membeli polis asuransi produk pertanian. Penanggungan risiko produksi tersebut dapat dialihkan kepada perusahaan jasa asuransi dengan membayar premi asuransi. Disamping itu, risiko kemungkinan menurunnya kualitas produksi dapat ditanggulangi dengan penerapan teknologi budidaya dan teknologi pascapanen yang tepat.

3.4. Keterkaitan Perilaku Risiko Produksi dengan Alokasi Input dan Keuntungan

Kesediaan petani sebagai pengambil keputusan untuk memilih atau berperilaku terhadap risiko produksi, pada dasarnya akan tergantung pada sifat pembawaan psikis dan kepuasan (utilitas) yang diterima produsen atau petani dari hasil keluaran. Faktor-faktor tersebut akan menentukan perilaku dan strategi petani dalam menghadapi risiko produksi. Perbedaan perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi akan mempengaruhi keputusan mereka dalam mengalokasikan input-input produksi yang digunakan. Selanjutnya alokasi input

yang digunakan akan mempengaruhi tingkat efisiensi dan produktivitas yang dicapai oleh petani. Menurut Ellis (1988), pada analisis risiko produksi terdapat dua pendekatan yang berbeda terhadap probabilitas subyektif, yaitu:

1. Perlakuan probabilitas risiko produksi sebagai varian dari rata-rata yang diharapkan atas munculnya kejadian-kejadian yang tidak pasti. Varian merupakan konsep statistik yang mengukur deviasi rata-rata dari suatu kumpulan angka dari rata-ratanya. Dalam pendekatan produksi pertanian risiko produksi dipandang sebagai probabilitas terjadinya kejadian-kejadian yang menyebabkan fluktuasi pendapatan petani yaitu di atas atau di bawah rata-rata pendapatan yang diharapkan (average expected income).

2. Pendekatan kedua memperlakukan risiko produksi sebagai probabilitas bencana. Pendekatan ini menggunakan perspektif yang sama dengan perusahaan asuransi dalam analisis risiko. Situasi dan perilaku rumahtangga petani dalam pendekatan ini difokuskan untuk menghindarkan risiko produksi atau bencana daripada tujuan maksimisasi keuntungan di bawah kondisi ketidakpastian.

Seperti dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa usaha di bidang pertanian memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan usaha lainnya karena paling rawan terhadap dampak negatif perubahan iklim. Meningkatnya insiden dan intensitas banjir dan atau kekeringan menyebabkan terjadinya kerusakan tanaman. Seiring dengan terjadinya perubahan iklim (kebanjiran, kekeringan, serangan OPT dan salinitas) diperkirakan risiko produksi dan ketidakpastian dalam usahatani meningkat seperti pada komoditi kentang yang rentan terhadap perubahan iklim dimana sering atau tingginya serangan hama dan penyakit jika terjadi curah hujan yang tinggi. Dengan demikian, secara langsung maupun tidak langsung areal tanaman terancam gagal panen atau terjadi penurunan produktivitas.

Implikasi analisis risiko produksi dalam model neoklasik yang mengillustrasikan tentang keputusan produksi di bawah risiko dijelaskan oleh Ellis (1988) seperti pada Gambar 3 berikut ini:

Sumber : Ellis (1988)

Gambar 3. Keputusan Produksi di bawah Risiko Keterangan :

TVP1 = Respon nilai produk total (total value product) terhadap peningkatan tingkat penggunaan nitrogen pada tahun tanam dengan iklim baik. TVP2 = Respon nilai produk total (total value product) terhadap peningkatan

tingkat penggunaan nitrogen pada tahun tanam dengan iklim buruk. E(TVP) = Nilai produk total yang diharapkan (expected total value product)

berdasarkan pendugaan subyektif petani mengenai perilaku musim. TFC = Biaya faktor total (total factor cost) yang menggambarkan garis biaya

total.

Bentuk kurva mencerminkan dampak kondisi iklim pada respon output atas kebutuhan pupuk nitrogen. Adapun biaya faktor total merupakan garis biaya total (total cost line) yang menunjukkan bagaimana biaya produksi total meningkat seiring dengan bertambahnya pembelian input pupuk nitrogen (N). Dampak risiko produksi pada perhitungan efisiensi dapat dilihat pada tiga alternatif posisi operasi x1, xE, dan x2 yang masing-masing rasional secara alokatif, tergantung pada preferensi atau perilaku subyektif petani.

Keputusan produksi di bawah risiko dengan pendekatan varian pendapatan dikemukakan oleh Ellis (1988) :

1. Pemakaian input x1. Pemakaian input x1 yang efisien dengan efisiensi alokatif adalah TVP1 memberikan keuntungan terbesar pada ab yang mungkin dicapai pada kondisi cuaca baik. Jika ternyata kondisi cuaca buruk, nilai kerugian yang ditanggung sebesar bj. Petani yang beroperasi di titik ini dapat digolongkan sebagai petani yang berani dengan risiko (risk taker), karena petani sebagai pengambil keputusan tetap mengambil peluang operasi pada x1 meskipun secara subyektif kalkulasinya menyatakan probabilitasnya 0.6. 2. Pemakaian input x2. Pemakaian input x2 konsisten dengan efisiensi alokatif

pada TVP2. Pada kondisi ini, jika cuaca baik petani akan memperoleh keuntungan sebesar ce, namun jika kondisi cuaca buruk maka petani masih memperoleh keuntungan sebesar de. Petani yang beroperasi pada titik ini dapat digolongkan sebagai petani yang menghindari risiko produksi (risk averse).

3. Pemakaian input xE. Kondisi ini konsisten dengan efisiensi alokatif yang berimbang pada dua probabilitas kejadian iklim. Pada TVP1 keuntungan yang diperoleh sebesar fh (lebih kecil dari ab) dan pada TVP2 kerugian yang ditanggung sebesar hi (lebih kecil dari bj). Petani yang beroperasi pada titik ini dapat digolongkan sebagai petani yang netral terhadap risiko produksi (risk neutral).

3.5. Model Fungsi Produksi Frontier, Fungsi Risiko Produksi dan Fungsi Inefisiensi Teknis

Hampir di setiap proses produksi, khususnya dalam produksi pertanian, risiko berperan penting dalam keputusan penggunaan input dan output (Kumbhakar, 2002). Penelitian ini akan menggunakan spesifikasi model fungsi produksi frontier, fungsi risiko produksi dan fungsi inefisiensi teknis yang dikembangkan oleh Kumbhakar (2002) karena dapat digunakan untuk menganalisis dampak input terhadap produksi rata-rata, dampak alokasi input terhadap risiko produksi, efisiensi teknis dan perilaku produsen dalam menghadapi risiko produksi.

Secara umum model fungsi produksi frontier, fungsi risiko produksi dan fungsi inefisiensi teknis yang dikembangkan oleh Kumbhakar (2002) dapat ditulis sebagai berikut:

y = f(x ,z) + g(x, z) – q(x, z)u...(3.3) dimana y adalah output rata-rata, x adalah vektor dari input variabel J, z

Dokumen terkait