• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODE PENELITIAN

4.3. Data dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang dibutuhkan untuk menjawab tujuan penelitian, diperoleh

langsung dari petani sampel melalui wawancara dan diskusi kelompok dengan menggunakan daftar pertanyaan. Data primer yang dikumpulkan meliputi data profil petani, luas lahan, data aktivitas produksi, hasil penjualan, biaya produksi termasuk didalamnya data tentang penggunaan bibit, pestisida, pupuk dan tenaga kerja yang merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi produksi. Juga dikumpulkan data tentang harga input variabel dan harga produk yang dihasilkan. Selain itu juga dikumpulkan data tentang permasalahan-permasalahan yang dihadapi petani dalam usahatani kentang.

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi dan dinas pemerintah yang berhubungan dengan penelitian seperti Dinas Pertanian Kabupaten Enrekang, Badan Pusat Statistik Kabupaten Enrekang dan instansi lainnya yang terkait dengan penelitian ini.

4.4. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan dua kelompok petani responden yaitu petani responden yang menanam kentang varietas granola dan petani responden yang menanam kentang varietas kalosi. Karena penelitian ini menggunakan dua kelompok data, maka dilakukan uji kesamaan koefisien antara dua kelompok dengan uji chow. Rumus yang digunakan untuk uji chow adalah (Gujarati, 2003) : ...(4.1) dimana :

RSSr = Residual Sum of Square dari resricted regression (total regresi) RSSur = Residual Sum of Square dari unresricted regression yang

diperoleh dari nilai RSS kelompok pertama ditambah dengan nilai RSS kelompok kedua

n = Jumlah observasi

k = Jumlah variabel yang diestimasi Adapun hipotesis yang akan diuji adalah :

H0 = Tidak terdapat perbedaan koefisien regresi antara dua kelompok data atau observasi.

H1 = Terdapat perbedaan koefisien regresi antara dua kelompok data atau observasi.

Kriteria penolakan H0 :

1. Jika nilai Fhitung > Ftabel maka tolak H0 2. Jika nilai Fhitung≤ Ftabel maka terima H0

4.4.1. Analisis data untuk permasalahan efisiensi dan perilaku petani terhadap risiko

Untuk menganalisis efisiensi dan perilaku risiko petani digunakan model yang dikembangkan oleh Kumbhakar (2002). Adapun bentuk fungsionalnya :

ui j ij j vi j ij j j ij j X X e X e yi 0 7 1 0 7 1 . 0 7 1 . ... (4.2) dimana : j ij j X 7 1

0 adalah fungsi produktivitas rata-rata vi j ij j X .e 7 1

0 adalah fungsi risiko produksi ui j ij j X .e 7 1

0 adalah fungsi inefisiensi teknis.

yi = jumlah produktivitas kentang (kg/ha)

X1 = jumlah bibit kentang yang digunakan (kg/ha).

X2 = jumlah tenaga kerja yang digunakan pada usahatani kentang (HKSP/ha).

X3 = jumlah pupuk urea yang digunakan pada usahatani kentang (kg/ha)

X4 = jumlah pupuk phonska yang digunakan pada usahatani kentang (kg/ha)

X5 = jumlah pupuk kandang yang digunakan pada usahatani kentang (kg/ha)

X6 = jumlah fungisida yang digunakan pada usahatani kentang (kg/ha)

X7 = jumlah insektisida cair yang digunakan pada usahatani kentang (ltr/ha)

vi = error term yang menunjukkan ketidakpastian produksi yang diasumsikan i.i.d (0, 2

)

ui = inefisiensi teknis dengan asumsi i.i.d (0, u)2 dan u>0, ui

independen terhadap vi.

Tanda yang diharapkan untuk masing-masing parameter adalah 1 7> 0; 1 7< 0 atau 1 7> 0; dan 1 7<0 atau 1 7>0. Estimasi model dilakukan dengan menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE). Adapun tahapan analisis yang dilakukan untuk model fungsi produksi, fungsi risiko dan fungsi inefisiensi teknis adalah sebagai berikut:

1. Mengestimasi dengan cara:

a. Meregresi y terhadap Xi dan mendapatkan nilai residual (e) dengan menggunakan metode OLS.

b. Mencari nilai dengan menggunakan rumus = dimana

dan m adalah central moment dari nilai residual

(e).

c. Jika nilai sudah diperoleh maka nilai a, b dan c dapat diperoleh dengan menggunakan rumus-rumus:

; ; dan .

2. Mengestimasi fungsi inefisiensi teknis dengan cara meregresikan terhadap

q(x) dengan menggunakan metode Maximum Likelihood dan menggunakan program LIML.SAS 9.1. Hasil pendugaan fungsi inefisiensi teknis hanya digunakan untuk mengestimasi fungsi produktivitas frontir. Oleh karena itu input-input yang digunakan dalam fungsi inefisiensi teknis tidak dapat digunakan untuk menjelaskan pengaruh input-input tersebut terhadap inefisiensi teknis. Karena inefisiensi teknis dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial ekonomi petani seperti umur, pendidikan, pengalaman usahatani dan sebagainya.

3. Mengestimasi fungsi produksi dan efek inefisiensi teknis dengan cara meregresikan dimana = dengan metode Maximum Likelihood menggunakan program Frontier 4.1 dan program LIML.SAS 9.1 4. Menghitung nilai inefisiensi teknis dimana

5. Mengestimasi fungsi risiko dengan cara meregres vi = ei – ui terhadap g(x) dengan metode Maximum Likelihood dan menggunakan program LIML.SAS 9.1

6. Mengestimasi parameter-parameter yang terdapat dalam dan dengan

menggunakan rumus:

=

; Kriteria pilihan risiko petani adalah:

a. Jika = 0 maka petani bersifat risk neutral terhadap risiko b. Jika

o

c. Jika petani berada dalam efisiensi penuh (u = 0) maka perilaku risiko petani ditentukan oleh .

d. Jika > 0 dan > 0 maka petani bersifat risk taker

7. Nilai tingkat inefisiensi teknis yang diperoleh dari tahapan olah data yang keempat digunakan untuk menghitung tingkat efisiensi teknis dengan menggunakan rumus TE = 1 – TI.

4.4.2. . Analisis data untuk permasalahan inefisiensi teknis

Analisis sumber-sumber penyebab inefisiensi teknis menggunakan model efek inefisiensi teknis yang dikembangkan oleh Battese dan Coelli (1995) dalam

Coelli et al. (1998) : i W Z Z Z Z Z TI 0 1 1 2 2 3 3 4 4 5 5 ... (4.3) dimana :

TI = nilai inefisiensi teknis.

Z1 = Umur, diukur dengan satuan tahun.

Z2 = Pendidikan, diukur dengan satuan lamanya pendidikan formal petani (tahun).

Z3 = Pengalaman usahatani, diukur dengan satuan lamanya berusahatani kentang (tahun).

Z4 = Jumlah anggota keluarga (orang) Z5 = Jarak lahan-rumah (m)

Wi = random error term yang diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N (0, 2).

Tanda yang diharapkan untuk masing-masing parameter efek inefisiensi 1 sampai 4adalah negatif sedangkan 5 diharapkan positif.

Uji statistik one-sided generalized likelihood ratio untuk efek inefisiensi dihitung dengan persamaaan :

) ( ) ( 2 ) ( ) ( 2 0 1 1 0 LnL H LnL H H L H L Ln LR ... (4.4)

dimana : L(H0) dan L(H1) adalah nilai-nilai dari fungsi likelihood dari hipotesis nol yaitu 0 1... n dan hipotesis alternatifnya. Kriteria uji LR adalah jika LRgalat > retriksi2 (tabel Kodde dan Palm) maka tolak H0 dan jika LRgalat <

2

retriksi (tabel Kodde dan Palm) maka terima H0 (Kodde dan

4.4.3. Analisis data untuk permasalahan faktor-faktor yang mempengaruhi peluang petani menerapkan varietas unggul

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi peluang petani menerapkan varietas unggul pada usahatani kentang, maka dilakukan analisis dengan menggunakan pendekatan fungsi logit sedangkan pendugaan parameternya dilakukan dengan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE). Model tersebut dipilih karena variabel Y (dependent variable) melibatkan dua atau lebih pilihan kualitatif. Kemungkinan atau peluang yang terpilih adalah salah satu dari dua atau lebih pilihan yang tersedia. Pada model pilihan kualitatif, variabel terikat Y digambarkan sebagai dummy variable (0 dan 1) atau dikenal dengan Model Pilihan Binary (binary choice model), dimana individu dihadapkan pada suatu pilihan diantara dua alternatif dan pilihan mereka tergantung pada karakteristik masing-masing individu (Pindyck dan Rubinfield, 1998).

Pada model logit distribusi kumulatif adalah berdasarkan distribusi logistik, sehingga nilai peluang penerapan varietas unggul dapat ditentukan sebagai berikut :

... (4.5) ... (4.6) dimana :

P = Peluang petani menerapkan teknologi atau varietas unggul (bernilai antara 0 dan 1)

Xi = Peubah bebas α = Intersep

βi = Parameter fungsi logit

e = Bilangan natural bernilai 2.7182 Jika persamaan (4.6) dimodifikasi maka :

... (4.7) Dengan bentuk modifikasi tersebut di atas, maka proses regresi biasa dapat diterapkan. Model penerapan teknologi/varietas unggul pada usahatani kentang diduga dengan fungsi logit sebagai berikut :

5 5 4 4 3 3 2 2 1 1 1 Pi X X X X X Pi Ln ... (4.8) dimana :

Pi = Peluang petani menggunakan kentang varietas unggul, P1 = 1 jika petani menggunakan varietas unggul (kalosi) dan P1 = 0 jika petani tidak menggunakan varietas unggul (kalosi)

= Intersep

X1 = Luas lahan yang dimiliki (ha) X2 = Pendidikan formal (tahun) X3 = Umur (tahun)

X5 = Perilaku risiko petani

Tanda parameter yang diharapkan (hipotesis) : 1, 2, 4, 5 > 0; 3< 0.

Faktor luas lahan, umur, pendidkan formal, jumlah anggota keluarga dan perilaku petani terhadap risiko dipilih dalam persamaan fungsi logit dengan pertimbangan bahwa faktor-faktor tersebut berhubungan dengan proses adopsi suatu teknologi. Menurut Rogers dan Shomaker (1971) bahwa proses adopsi atau penerapan suatu teknologi dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi dan personal petani. Sebelumnya berbagai variabel telah dicoba dalam model dan menghasilkan lima variabel yang diduga mempengaruhi peluang petani menerapkan varietas unggul.

Faktor luas lahan dan jumlah anggota keluarga diharapkan dapat menggambarkan faktor sosial ekonomi petani sedangkan umur, pendidikan formal dan perilaku petani terhadap risiko diharapkan dapat menggambarkan faktor personal petani. Pemilihan faktor-faktor tersebut juga mengalami beberapa kali proses respesifikasi.

Faktor luas lahan diduga berpengaruh positif terhadap peluang petani untuk menerapkan teknologi. Artinya semakin luas lahan yang dimiliki oleh petani maka semakin cenderung untuk menerapkan teknologi. Karena luas lahan dapat dijadikan sebagai indikator tingkat kekayaan petani. Sehingga dapat diasumsikan bahwa petani dengan pemilikan lahan yang luas memiliki kemampuan yang lebih besar untuk menerapkan varietas unggul yang lebih maju dalam berusahatani.

Faktor umur diduga berpengaruh negatif terhadap penerapan varietas unggul. Petani yang berumur lebih tua umumnya sulit menerima inovasi baru dan cenderung mempertahankan kebiasaan yang telah lama dianutnya. Umumnya mereka telah mapan dengan cara-cara berusahatani yang biasa diterapkan, sehingga semakin tua umur petani maka diduga akan semakin kecil peluangnya menerapkan varietas unggul.

Faktor pendidikan formal diduga berpengaruh positif terhadap peluang petani menerapkan varietas unggul, artinya petani yang berpendidikan tinggi cenderung mengadopsi varietas unggul karena diduga memiliki wawasan yang

luas serta mempunyai sikap yang lebih terbuka terhadap perubahan dan tanggap terhadap perubahan teknologi.

Faktor jumlah anggota keluarga terutama yang termasuk dalam usia produktif diduga berpengaruh positif terhadap peluang petani menerapkan varietas unggul. Petani yang memiliki jumlah anggota keluarga yang lebih banyak berarti memiliki banyak ketersediaan tenaga kerja yang dapat digunakan untuk mengelola usahataninya. Selain itu jumlah anggota keluarga juga dapat mensubtitusi penggunaan tenaga kerja luar keluarga.

Faktor perilaku risiko petani diduga berpengaruh positif terhadap penerapan varietas unggul pada usahatani kentang, artinya petani yang berani dengan risiko relatif lebih cepat menerapkan varietas unggul pada usahataninya. Nilai perilaku risiko diperoleh dari hasil perkalian antara nilai dan λ yang dianalisis dengan menggunakan model Kumbhakar.

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

5.1. Keadaan Geografis

Berdasarkan kondisi geografis Kabupaten Enrekang terletak antara 30 14' 36" - 30 50' 0" Lintang Selatan dan antara 1190 40' 53" - 1200 6' 33" Bujur Timur. Ketinggiannya bervariasi yaitu antara 47 meter sampai 3 329 meter di atas permukaan laut. Kabupaten Enrekang dengan ibukota Enrekang terletak ± 235 km sebelah utara ibukota Provinsi Sulawesi Selatan yaitu Makassar. Di sebelah Utara, Kabupaten Enrekang berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidrap dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pinrang. Selain itu, Kabupaten Enrekang diapit oleh gunung Latimojong dan sungai Saddang.

Kabupaten Enrekang juga terkenal dengan sebutan “εASSENREεPUδU” yang bermakna wilayah yang terletak di lereng pegunungan. Hal ini memang tepat karena secara umum keadaan topografi wilayah didominasi oleh bukit-bukit/gunung-gunung yaitu sekitar 84,96% dari luas wilayah Kabupaten Enrekang sedangkan yang datar hanya 15,04%. Kabupaten ini pada umumnya mempunyai wilayah topografi yang bervariasi berupa perbukitan, pegunungan, lembah dan sungai serta tidak mempunyai wilayah pantai.

Luas wilayah Kabupaten Enrekang adalah 1 786.01 km2 atau sebesar 2.82 persen dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Enrekang terbagi atas 12 wilayah kecamatan dan secara keseluruhan terbagi atas wilayah yang lebih kecil yaitu terdiri dari 129 wilayah desa/kelurahan.

Musim yang terjadi di Kabupaten Enrekang hampir sama dengan musim yang ada di daerah lain yang ada di Propinsi Sulawesi Selatan yaitu musim hujan dan musim kemarau dimana musim hujan terjadi pada bulan Desember - Maret sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Juli – November. Pada umumnya curah hujan di wilayah ini relatif tinggi yaitu rata-rata 1 777 mm/tahun. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan topografi daerah yang merupakan daerah dataran tinggi.

Curah hujan minimum 1 323 mm/tahun dengan jumlah hari hujan 72 hari dan curah hujan maksimum 2 046 mm/tahun dengan jumlah hari hujan 106 hari. 5.2. Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Enrekang pada tahun 2011 yaitu sebanyak 192 163 jiwa yang terdiri dari 96 625 jiwa laki-laki dan 95 538 jiwa perempuan. Tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Enrekang adalah 107.6 jiwa/km2 (BPS Kabupaten Enrekang, 2012). Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa selama tahun 2006 sampai dengan tahun 2011 rata-rata pertumbuhan penduduk Kabupaten Enrekang sebesar 0.40 persen per tahun. Sex ratio penduduk Kabupaten Enrekang adalah 101.14 yang artinya setiap 101.14 penduduk laki- laki berbanding dengan 100 penduduk perempuan.

Tabel 7. Jumlah Penduduk Kabupaten Enrekang Tahun 2006 – 20011.

Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa) Pertumbuhan (%)

2006 183 923 - 2007 185 727 0.98 2008 188 070 1.26 2009 190 576 1.33 2010 190.248 -0.17 2011 192 163 -1.01 Rata-rata pertumbuhan (%) 0.40

Sumber: BPS Kabupaten Enrekang, 2012.

Berdasarkan Tabel 7 dapat dijelaskan bahwa penduduk Kabupaten Enrekang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan jumlah penduduk diduga karena kondisi geografis wilayah ini yang cocok untuk pengembangan komoditi pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan) sehingga menarik para pendatang untuk bekerja dan tinggal di wilayah ini.

Berdasarkan umur penduduk Kabupaten Enrekang, struktur penduduknya adalah struktur penduduk muda dimana 57.83 persen merupakan penduduk usia produktif ( 15 s/d 64 tahun ), anak-anak sebanyak 35.32 persen ( 0 – 14 tahun )

dan usia lanjut (65 tahun keatas ) sebesar 6.85 persen. Hal ini menggambarkan kondisi yang positif, karena rasio beban tanggungan kelompok umur produktif terhadap kelompok umur anak-anak dan usia lanjut menjadi kecil.

Penduduk Kabupaten Enrekang terdiri atas tiga etnis yaitu etnis duri, etnis enrekang dan etnis maiwa. Etnis Duri mendiami wilayah utara Kabupaten Enrekang dan wilayah penelitian ini termasuk dalam etnis duri. Budaya dan adat istiadat etnis ini hampir sama dengan suku Tana Toraja karena berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja dan bahasa yang digunakan adalah bahasa Duri. Etnis Enrekang merupakan etnis yang mendiami wilayah tengah Kabupaten Enrekang sampai dengan daerah Suppa, Letta dan Batu Lappa Kabupaten Pinrang. Bahasa dan adat istiadatnya hampir sama dengan suku Bugis karena berbatasan dengan daerah yang penduduknya dominan suku bugis. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Toponjo. Etnis Maiwa mendiami wilayah Selatan Kabupaten Enrekang dimana budaya dan adat istiadatnya menyerupai suku Bugis tetapi bahasa yang digunakan adalah bahasa Maroangin.

5.2.1. Tenaga Kerja

Sektor tenaga kerja merupakan sektor penting dalam pembangunan khususnya dalam upaya pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan. Hal ini disebabkan karena tenaga kerja merupakan modal bagi bergeraknya roda pembangunan dalam suatu wilayah.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Enrekang menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja sebanyak 82 075 orang yang terdiri dari bekerja sebanyak 76 608 orang dan mencari pekerjaan sebanyak 5 467 orang. Sedang bukan angkatan kerja sebanyak 41.212 orang yang terdiri dari yang sekolah sebanyak 4 26 orang, mengurus rumahtangga sebanyak 28 809 orang dan lainnya sebanyak 8 377 orang. Berdasarkan kondisi tenaga kerja di Kabupaten Enrekang dapat disimpulkan bahwa cukup tersedia tenaga kerja untuk usahatani kentang di daerah tersebut.

5.2.2. Sosial

Tingkat kesejahteraan penduduk Kabupaten Enrekang terdiri atas kelompok pra sejahtera, sejahtera I, sejahtera II, sejahtera III dan sejahtera III plus. Di Kabupaten Enrekang terdapat 4 783 keluarga pra sejahtera pada tahun 2011 dimana terjadi penurunan dari tahun 2010 yaitu 5 380 keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah keluarga pra sejahtera di wilayah ini. Keluarga sejahtera I juga mengalami mengalami penurunan dari 8 954 keluarga pada tahun 2010 menjadi 7 793 keluarga pada tahun 2011. Sedangkan keluarga sejahtera II mengalami peningkatan yaitu 24 025 keluarga pada tahun 2010 menjadi 26 659 keluarga pada tahun 2011.Demikian pula dengan keluarga sejahtera III juga mengalami peningkatan. Adapun jumlah keluarga berdasarkan kelompok pra sejahtera, sejahtera I, sejahtera II, sejahtera III dan sejahtera III plus dapat dilihat pada Tabel 8. Penduduk Kabupaten Enrekang dominan beragama Islam sebanyak 99.97 persen dan minoritas beragama Hindu yaitu sebanyak 0.002 persen.

Tabel 8. Jumlah Keluarga Menurut Tahapan Keluarga Sejahtera di Kabupaten Enrkang Tahun 2006 – 2011.

Tahun

Tahapan Keluarga Sejahtera

Jumlah Pra Sejahtera (Keluarga) Sejahtera I (Keluarga) Sejahtera II (Keluarga) Sejahtera III (Keluarga) Sejahtera III Plus (Keluarga) 2006 6 798 9 045 16 316 8 049 2 118 42 326 2007 7 010 8 938 17 696 8 670 2 198 44 512 2008 6 041 8 493 26 682 10 616 2 446 54 278 2009 5 848 9 107 23 225 9 589 2 387 50 156 2010 5 380 8 954 24 025 9 571 2 523 50 453 2011 4 783 7 793 26 659 9 972 2 086 51 293

Sumber: BPS Kabupaten Enrekang, 2012.

Sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Enrekang adalah terdapat 1 rumah sakit pemerintah yang terletak di ibukota Kabupaten Enrekang, 13 puskesmas, 17 puskesmas pemabantu, 1 rumah bersalin, 39 poskesdes dan 263 posyandu. Semua sarana kesehatan tersebut merupakan milik pemerintah.

Berdasarkan uraian tentang kondisi kesejahteraan dan kesehatan penduduk Kabupaten Enrekang maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan dan kesehatan penduduk di kabupaten tersebut cukup baik. Kondisi ini sangat mendukung kegiatan/pekerjaan penduduk atau petani kentang di wilayah tersebut.

Menurut McConnell and Dillon (1997) bahwa risiko yang dihadapi oleh manajer usahatani terkait dengan lingkungan operasional internal usahatani adalah tingkat kesehatan petani dan keluarganya. Oleh karena itu jika petani dan keluarganya sehat maka akan dapat menurunkan risiko usahatani yang mereka kelola karena mereka dapat menjalankan usahataninya dengan baik.

5.3. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang baik akan mendukung perkembangan perekonomian suatu wilayah. Sarana dan prasarana jalan sangat mendukung dalam pemasaran hasil pertanian dan pembelian sarana produksi yang dibutukan oleh petani. Panjang jalan di Kabupaten Enrekang saat ini mencapai 1 030.95 kilometer dengan rincian 44.38 persen dalam kondisi baik, 34.89 dalam kondisi sedang serta dalam kondisi rusak ringan dan berat mencapai 20.73 persen.

Sarana dan prasarana lain yang ada di Kabupaten Enrekang adalah Sub Terminal Agribisnis (STA). STA tersebut bukan hanya sebagai tempat melakukan transaksi jual beli hasil pertanian, akan tetapi juga merupakan wadah yang dapat mengakomodasi berbagai kepentingan pelaku agribisnis, seperti informasi harga komoditi, sarana prasarana pengemasan, sortasi, penilaian produk (grading), dan penyimpanan. Selain itu, STA sekaligus merupakan tempat berkomunikasi dan saling tukar informasi pelaku agribisnis.

Sub Terminal Agribisnis (STA) diberi nama STA Sumillan yang berada di Kecamatan Alla, dibangun pada tahun 2004, di lahan seluas 21.953 m². Tapi dalam pembangunan Sub Terminal Agribisnis (STA) ini tidak dibuat Feasibility Study atau Studi Kelayakan terlebih dahulu. Sub Terminal Agribisnis (STA) ini terletak di Desa Sumillan Kecamatan Alla, yang berjarak ± 15 km dari ibu kota Kecamatan Masalle. Anggaran pembangunan STA Sumillan bersumber dari APBD Kabupaten dan APBN (Departemen Pertanian). Fasilitas yang dibangun

pada tahun 2004 yaitu kantor pengelola dan grosir sayuran. Selanjutnya pada tahun 2005 dibangun gudang penyimpanan, Tahun 2006 pengerasan jalan di Sub Terminal Agribisnis (STA) sepanjang 500 m dan tahun 2007 pengadaan sarana angkutan dan mobiler.

Sasaran utama pembangunan Sub Terminal Agribisnis (STA) Sumillan adalah untuk meningkatkan nilai tambah bagi petani dan pelaku pasar, khususnya terhadap hasil-hasil komoditas pertanian di Kecamatan Alla dan kecamatan lainnya seperti Kecamatan Baroko dan Kecamatan Masalle. Sasaran lainnya adalah, untuk mendidik petani agar memperbaiki kualitas produk sekaligus mengubah pola pikir ke arah agribisnis, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani serta menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah dari retribusi yang diperoleh, di samping untuk pengembangan akses pasar. Selain itu sarana perekonomian seperti pasar sudah relatif mudah dijangkau sehingga memungkinkan petani untuk meningkatkan pemasaran hasil usahataninya.

Berdasarkan gambaran sarana dan prasarana yang ada di Kabupaten Enrekang maka dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana yang ada di Kabupaten Enrekang mendukung bagi pengembangan perekonomian dan usahatani kentang dan akan mendukung strategi untuk mengatasi risiko usahatani kentang. Menurut Debertin (1986) salah satu strategi untuk mengatasi risiko dalam usahatani adalah fasilitas dan peralatan pertanian yang fleksibel.

5.4. Hasil Produksi Pertanian

Sektor pertanian sangat penting peranannya dalam perekonomian di Kabupaten Enrekang. Sektor pertanian memberi kontribusi yang cukup besar terhadap PDRB Kabupaten Enrekang yaitu sekitar 47.34 persen. Hal ini mencerminkan bahwa perekonomian sebagian besar penduduk di wilayah ini masih mengandalkan sektor pertanian.

Keberhasilan sektor pertanian mengangkat perekonomian masyarakat didukung oleh ketersediaan sumber daya alam yang memadai. Ketersediaan lahan yang subur memungkinkan pengembangan berbagai komoditas, baik komoditas tanaman pangan dan hortikultura maupun berbagai komoditas pertanian lainnya.

Beberapa komoditi pertanian (tanaman pangan dan hortikultura) yang dihasilkan dari daerah ini adalah padi, jagung, bawang merah, kentang, cabe besar, tomat, wortel, bawang daun, kol/kubis, dan jahe. Untuk komoditi kentang, Kecamatan Masalle dan Kecamatan Baroko yang menjadi wilayah pengembangan karena kondisi agroklimat yang cocok untuk tanaman kentang.

Selain tanaman pangan dan hortikultura, di Kabupaten Enrekang juga cukup beragam dihasilkan tanaman perkebunan. Beberapa jenis komoditi perkebunan yang dihasilkan adalah kopi, kakao, kemiri, jambu mete, lada dan cengkeh. Kopi yang dihasilkan dari Kabupaten Enrekang adalah kopi jenis arabika dan memiliki cita rasa yang khas dan dihasilkan oleh petani yang berada dalam wilayah Kecamatan Baroko dan Kecamatan Bungin.

Tanaman vanili dan murbei nampaknya juga memiliki prospek yang cukup baik di daerah ini, disamping karena kesesuaian lahan juga karena kian besarnya minat masyarakat untuk mengusahakan tanaman tersebut. Besarnya permintaan dan prospek pasar yang cukup menjanjikan menjadi alasan utama bagi petani untuk mengembangkan tanaman tersebut.

VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG

Dokumen terkait