• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Biaya

Hafsah (2003) mengungkapkan bahwa biaya produksi adalah semua pengeluaran yang digunakan di dalam mengorganisasikan dan melaksanakan proses produksi (termasuk di dalamnya modal, input-input, dan jasa-jasa yang digunakan dalam produksi). Klasifikasi biaya usaha menurut Soekartawi yaitu biaya tetap, biaya tidak tetap, biaya tunai, dan biaya tidak tunai (biaya diperhitungkan).

Biaya tetap tidak akan berubah pada tingkat di mana dalam jangka pendek produksi berubah tetapi akan berubah dalam jangka panjang sebagaimana jumlah dari biaya tetap berubah. Sepanjang tidak dibutuhkan suatu input tetap dalam jangka panjang, biaya tetap hanya akan berharga untuk jangka pendek dan bernilai nol dalam jangka panjang.

Biaya Tidak Tetap (variable cost) yaitu biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Biaya tidak tetap berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan ouput. Contoh biaya tidak tetap yaitu biaya untuk sarana produksi maupun untuk pembelian bahan baku.

Biaya Tunai didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi keperluan usaha. Contoh biaya tunai dari biaya tetap dapat berupa pajak tanah dan pajak air. Biaya tunai yang sifatnya variabel antara lain berupa biaya untuk pemakaian input, sewa mesin, dan tenaga kerja luar keluarga atau tenaga kerja upahan.

Biaya Tidak Tunai (diperhitungkan) didefinisikan sebagai nilai barang dan jasa yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit. Biaya diperhitungkan yang termasuk biaya tetap antara lain sewa lahan, penyusutan alat-alat pertanian, bunga kredit, dan lain-lain, sedangkan yang diperhitungkan dari biaya variabel antara lain biaya untuk tenaga kerja, biaya pengupasan dan pengolahan tepung dari keluarga.

Konsep Pendapatan

Pendapatan adalah selisih dari biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan suatu usaha. Konsep pendapatan ini sama dengan konsep laba menurut Lipsey yakni selisih antara nilai penjualan perusahaan dengan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi barang yang dijual tersebut. Analisis pendapatan mempunyai kegunaan bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisa pendapatan, yakni menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Jadi analisis pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak.

Suatu kegiatan usaha dikatakan berhasil apabila situasi pendapatannya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: cukup untuk membayar semua pembelian sarana produksi (termasuk biaya angkutan dan administrasi yang mungkin melekat pada pembelian tersebut), cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan (termasuk pembayaran sewa tanah dan dana depresiasi modal), dan cukup untuk membayar upah tenaga kerja yang dibayar atau bentuk-bentuk upah lainnya untuk tenaga kerja yang tidak diupah.

Menurut Soekartawi (2002), terdapat beberapa ukuran pendapatan usaha, antara lain sebagai berikut :

Pendapatan kotor usaha didefinisikan sebagai nilai produk total usaha dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual atau ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usaha. Jangka waktu pembukuan umumnya setahun dan mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga pengusaha, digunakan dalam usaha, digunakan untuk pembayaran, dan disimpan atau ada di gudang pada akhir tahun. Untuk menghindari penghitungan ganda, maka semua produk yang dihasilkan sebelum tahun pembukuan tetapi dijual atau digunakan pada saat pembukuan, tidak dimasukkan ke dalam pendapatan kotor. Istilah lain dari pendapatan kotor ialah nilai produksi (value of production) atau penerimaan kotor usaha (gross return). Dalam menghitung pendapatan kotor, semua komponen produk yang tidak dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar.

Pengeluaran total usaha adalah didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga. Seharusnya pengeluaran yang dihitung dalam tahun pembukuan adalah yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk dalam tahun pembukuan tersebut. Apabila data tersedia, maka cara yang dapat dilakukan ialah memisahkan pengeluaran total usaha menjadi pengeluaran tetap dan pengeluaran tidak tetap.

Apabila dalam suatu usaha digunakan mesin-mesin atau peralatan, harus dihitung penyusutan yang dianggap sebagai pengeluaran tidak tunai. Penyusutan merupakan nilai inventaris yang disebabkan oleh pemakaian selama tahun pembukuan.

Pendapatan bersih usaha adalah selisih antara pendapatan kotor usaha dnegan pengeluaran total usaha. Pendapatan bersih (net income) mengukur imbalan yang diperoleh keluarga pengusaha dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan. Oleh sebab itu, pendapatan bersih usaha merupakan ukuran keuntungan usaha yang dapat digunakan untuk membandingkan penampilan beberapa usaha. Oleh karena bunga modal tidak dihitung sebagai pengeluaran, maka pembandingan tidak dikacaukan oleh perbedaan hutang.

Penghasilan bersih usaha (net earnings) adalah pendapatan bersih dikurangi bunga yang dibayarkan atas modal pinjaman. Ukuran ini menggambarkan penghasilan yang diperoleh dari usaha untuk keperluan keluarga dan merupakan imbalan terhadap semua sumberdaya milik keluarga yang dipakai dalam usaha.

Analisis Rasio Penerimaan - Biaya (R/C)

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan yang mungkin dihasilkan dari setiap satu rupiah yang dikeluakan. Analisis ini juga digunakan untuk melihat kelayakan suatu usaha. Bila R/C lebih besar dari 1, maka usaha tersebut layak untuk dijalankan. Total penerimaan merupakan jumlah keseluruhan dari penerimaan baik yang berasal dari penjualan maupun penerimaan diperhitungkan, sedangkan total biaya adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu yang digunakan dalam proses produksi.

Konsep Nilai Tambah

Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan dalam suatu proses produksi. Menurut Hayami, et. al. (1987) definisi dari nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditi yang bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa proses pengubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat (place utility), maupun proses penyimpanan (time utility). Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen.

Konsep nilai tambah adalah suatu pengembangan nilai yang terjadi karena adanya input yang diperlakukan pada suatu komoditas. Input yang menyebabkan terjadinya nilai tambah dari suatu komoditas dapat dilihat dari adanya perubahan perubahan pada komoditas tersebut, yaitu perubahan bentuk, tempat dan waktu. Analisis Nilai Tambah Metode Hayami

Menurut Hayami et. al. (1987) menyatakan bahwa nilai tambah adalah selisih antara komoditas yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dengan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung. Sumber-sumber dari nilai tambah tersebut adalah pemanfaatan faktor-faktor seperti tenaga kerja, modal, sumberdaya manusia, dan manajemen. Pada kegiatan subsistem pengolahan alat analisis yang sering digunakan adalah alat analisis nilai tambah. Alat analisis ini dikemukakan oleh Hayami. Kelebihan dari alat analisis ini adalah sebagai berikut :

1. Lebih tepat digunakan untuk proses pengolahan produk-produk pertanian 2. Dapat diketahui produktivitas produksinya (rendemen dan efisiensi tenaga

kerjanya)

3. Dapat diketahui balas jasa bagi pemilik-pemilik faktor produksi 4. Dapat dimodifikasi untuk nilai tambah selain subsistem pengolahan

Besaran nilai tambah yang dihasilkan dapat ditaksir besarnya balas jasa yang diterima pemilik faktor produksi yang digunakan dalam proses perlakuan tersebut. Dalam analisis nilai tambah, terdapat tiga komponen pendukung, yaitu faktor konversi yang menunjukkan banyak output yang dihasilkan dari satu-satuan input, faktor koefisien tenaga kerja yang menunjukkan banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu-satuan input, dan nilai produk yang menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu-satuan input.

Analisis Titik Impas (Break Even Point)

BEP adalah cara untuk mengetahui volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak menderita rugi tetapi belum memperoleh laba atau laba = 0 (Mulyadi,

1997). Tujuan ditetapkannya BEP adalah untuk mengetahui berapa jumlah produk minimal yang harus diproduksi agar bisnis tidak rugi dan mengetahui berapa harga terendah yang harus ditetapkan agar usaha tidak rugi. Analisis ini merupakan peralatan yang berguna untuk menjelaskan hubungan antara biaya, penghasilan, dan volume penjualan atau produksi, sehingga banyak digunakan dalam penganalisaan masalah masalah ekonomi manajerial. Analisa break-even

menunjukkan berapa besar laba perusahaan yang akan diperoleh atau rugi yang akan diderita pada berbagai tingkat volume yang berbeda-beda di atas dan di bawah titik impas. Jika angka impas dihubungkan dengan angka pendapatan penjualan yang dianggarkan atau pendapatan penjualan tertentu, akan diperoleh informasi berupa volume penjualan yang dianggarkan atau pendapatan penjualan tertentu boleh turun agar perusahaan tidak menderita rugi (Mulyadi 1997).

Menurut Riyanto (1997), dalam mebgadakan analisa break evem digunakan asumsi-asumsi dasar sebagai berikut :

1. Biaya di dalam perusahaan dibagi dalam golongan biaya variabel dan golongan biaya tetap.

2. Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah-ubah secara proporsionil volume produksi atau penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya adalah tetap sama.

3. Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan volume produksi atau penjualan. Ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah karena adanya perubahan volume kegiatan.

4. Harga jual per unit tidak berubah selama periode yang dianalisis.

5. Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk. Apabila diproduksi lebih dari satu macam produk atau “sales mix”-nya adalah tetap konstan.

Analisis titik impas secara grafis adalah sebagai berikut :

Gambar 3 Analisis BEP secara grafis Sumber : Mulyadi (1997)

Pada Gambar 3, titik impas terjadi pada perpotongan antara Total Revenue

(TR) dan Total Cost (TC) yang ditunjukkan oleh titik output Y. Apabila tingkat penjualan lebih kecil dari Y maka perusahaan akan mengalami kerugian, yang berarti hasil penjualan tidak dapat menutupi biaya total yang telah dikeluarkan. Perusahaan akan mendapat keuntungan jika penjualan lebih besar dari Y, artinya hasil penjualan lebih besar dari biaya total yang telah dikeluarkan.

Kerangka Pemikiran Operasional

Industri kecil tapioka memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan sebagai salah satu penyokong perekonomian di Kabupaten Bogor Jawa Barat. Selain itu, adanya perubahan selera masyarkat membuat permintaan tapioka sebagai salah satu bahan baku industri makanan meningkat baik secara nasional maupun internasional. Hal ini jelas merupakan salah satu peluang pasar yang harus dapat dipenuhi oleh produsen tapioka di Indonesia, khususnya di daerah Kabupaten Bogor.

Desa Pasir Jambu adalah salah satu wilayah produksi tapioka dari beberapa sentra produksi di Bogor. Keadaan iklim maupun ketersediaan bahan baku dan sumberdaya produksi mempertahankan Desa Pasir Jambu sebagai desa yang sebagian besar mata pencahariannya adalah sebagai pengrajin tapioka bahkan sejak tahun 1980-an. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya usaha, banyak permasalahan yang terjadi di industri kecil tapioka tersebut, yaitu minimnya induksi teknologi, keterbatasan informasi dan akses pasar, inkontinyuitas bahan baku, serta sumber daya lahan yang semakin sempit. Adanya kendala ini secara tidak langsung berpotensi menurunkan penerimaan petani, sehingga pendapatan yang diterima berkurang dari tahun-tahun sebelumnya.

Selain itu Jawa Barat terus mengalami peningkatan produktivitas ubi kayu, namun luas panen ubi kayu terus menurun. Adanya peningkatan produktivitas mengindikasikan bahwa telah adanya adopsi teknologi budidaya di tingkat petani ubi kayu. Oleh karena itu penting untuk dikaji mengenai seberapa besar tingkat profitabilitas para pengrajin tapioka di Desa Pasir Jambu dan seberapa besar nilai tambah yang diberikan oleh industri kecil tapioka sesuai dengan kendala yang ada sekarang serta menganalisis bagaimana prospek pengembangan usaha industri kecil tapioka Jawa Barat di masa mendatang.

Analisis dilakukan dengan menggunakan dua macam analisis, yaitu analisis kualitatif untuk membahas mengenai keragaan industri kecil tapioka Desa Pasir Jambu dan statistik deskriptif untuk membahas prospek pengembangan industri kecil tapioka. Analisis kuantitatif dilakukan untuk menghitung analisis pendapatan, penerimaan, dan pengeluaran usaha, analisis titik impas, dan analisis nilai tambah. Dari kesemua hasil analisis akan disajikan ulasan mengenai prospek pengembangan usaha yang sesuai dengan peluang pasar, sehingga didapatkan saran dan rekomendasi bagi para pengrajin industri kecil tapioka, penyuluh pertanian, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah setempat. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.

Gambar 4 Kerangka pemikiran operasional

Dokumen terkait