• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pemikiran Konseptual

Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, konsep penerimaan usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, pengukuran keuntungan dan efisiensi dengan R/C rasio.

Konsep Usahatani

Menurut soekartawi (2006) ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dimana, dapat dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input).14

Menurut Suratiyah (2008), Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya.15

Hernanto (1996) Usahatani adalah setiap kombinasi yang tersusun (organisasi) dari alam,tenaga kerja dan modal yang ditujukan untuk produksi di lapangan pertanian. Usahatani terdiri dari empat unsur pokok yaitu tanah, tenaga kerja, modal, serta pengelolaan.16

a. Tanah

Tanah merupakan faktor produksi yang relatif langka dibandingkan dengan faktor produksi lainnya dan distribusi penguasaannya di masyarakat pun tidak merata. Dalam pada itu, tanah mempunyai beberapa sifat yang diantaranya adalah luas relatif tetap atau dianggap tetap, tidak dapat dipindah- pindahkan, dapat dipindah tangankan dan diperjual belikan.

        14

Soekartawi. Op.Cit Hal 1. 

15

Suratiyah. 2008. Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya. 

16 

b. Tenaga Kerja

Tenaga kerja pada usahatani terdiri dari tenaga kerja manusia, ternak, dan mekanik. Tenaga kerja manusia dapat diperoleh dari dalam keluarga dan luar keluarga. Selain itu, tenaga kerja manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya. Kerja manusia dipengaruhi oleh umur, pendidikan keterampilan, pengalaman, tingkat kecukupan, tingkat kesehatan, dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan usahatani.

Tenaga kerja ternak digunakan untuk pengolahan dan angkutan. Sedangkan tenaga kerja mekanik digunakan untuk pengolahan tanah, pemupukan, pengobatan, penanaman, dan panen. Tenaga mekanik bersifat substitusi, yaitu digunakan sebagai pengganti tenaga ternak dan manusia. c. Modal

Modal terutama modal operasional merupakan unsur pokok usahatani yang paling penting diantara tiga unsur pokok usahatani lainnya. Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-barang baru, yaitu produksi pertanian. Sedangkan modal operasional adalah modal dalam bentuk tunai yang dapat ditukarkan dengan barang barang modal lain seperti sarana produksi dan tenaga kerja, bahkan untuk membiayai pengelolaan.

Berdasarkan sifatnya, modal dibedakan menjadi modal tetap dan modal bergerak. Modal tetap adalah modal yang tidak habis pada satu periode produksi seperti tanah dan bangunan. Modal bergerak adalah modal yang habis dalam satu periode proses produksi seperti alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di bank, tanaman, dan ternak.

d. Pengelolaan (manajemen)

Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasai sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana

yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya.

Dalam usahatani terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usahatani, yaitu faktor pada usahatani itu sendiri (intern) dan faktor di luar usahatani (ekstern). Faktor intern merupakan faktor didalam usahatani yang perlu diperhatikan yang terdiri dari petani pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani dalam mengalokasikan penerimaan keluarga dan jumlah keluarga. Sedangkan faktor ekstern adalah faktor diluar usahatani yang dapat berpengaruh terhadap berhasilnya suatu usahatani yang terdiri dari tersedianya sarana transportasi dan komunikasi., aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani, fasilitas kredit, serta sarana penyuluhan bagi petani.

Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang harus mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki guna mengoptimalkan dan meningkatkan hasil atau pendapatan dari kegiatan usahatani tersebut. Dimana terdapat faktor-faktor yang perlu diperhatikan guna keberlangsungan kegiatan usahatani, yaitu penerimaan usahatani, biaya usahatani, pendapatan, serta pengukuran keuntungan (imbangan penerimaan dan biaya).

Penerimaan Usahatani

Menurut Soekartawi (2006), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual.17 Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut :

TRi = Yi . Pyi ... ( i ) Keterangan : TR = Total penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh dalam usahatani i

Py = Harga Y

Bila macam tanaman yang diusahakan adalah lebih dari satu, maka rumus berubah menjadi :

TR = ... ( ii )

Keterangan : n = jumlah macam tanaman yang diusahakan.        

17  

Soekartawi. Op.Cit

Oleh karena itu, dalam menghitung total penerimaan usahatani perlu dipisahkan analisis parsial usahatani dan analisis keseluruhan usahatani.

Penerimaan usahatani merupakan hasil keseluruhan pemasukan usahatani tanpa adanya pengurangan-pengurangan biaya. Secara tidak langsung penerimaan usahatani dapat dikatakan pendapatan kotor. Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya satu tahun dan mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit ataupun makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan atau digudangkan pada akhir tahun (soekartawi et al. 1986)18.

Penerimaan usahatani merupakan pemasukan usahatani yang diperoleh melalui pertukaran barang produksi usahatani dengan sebuah nilai tertentu yang dianggap layak dan dapat digunakan kembali guna keberlanjutan kegiatan usahatani.

Biaya Usahatani

Menurut Soekartawi (2006), biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : (a) Biaya tetap (fixed cost) dan (b) Biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap ini umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Contohnya pajak, sewa tanah, alat pertanian, dan iuran irigasi19.

Disisi lain, biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contohnya biaya untuk sarana produksi. Jika menginginkan produksi yang tinggi, maka tenaga kerja perlu ditambah, pupuk juga perlu ditambah dan sebagainya, sehingga biaya ini sifatnya berubah-ubah tergantung dari besar kecilnya produksi yang diinginkan.

        18  

Soekartawi, A. Soeharjo, JL. Dillon, dan J.B. Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian

untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta : Universitas Indonesia Press.   19  

Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk dalam suatu periode produksi. Biaya dapat dibedakan menjadi empat, keempat kriteria tersebut adalah sebagai berikut :

Biaya Tetap

Biaya tetap ialah biaya yang penggunaanya tidak habis dalam satu masa produksi. Besarnya biaya tetap tidak tergantung pada jumlah output yang diproduksi dan tetap harus dikeluarkan walaupun tidak ada produksi. Komponen biaya tetap antara lain; pajak tanah, pajak air, penyusutan alat, pemeliharaan tenaga ternak, pemeliharaan traktor, biaya kredit atau pinjaman dan lain sebagainya.

Biaya Variabel

Biaya variabel atau biaya tidak tetap adalah biaya yang besarnya tergantung pada skala produksi. Komponen biaya variabel antara lain; pupuk, benih atau bibit, pestisida, upah tenaga kerja, biaya pemanenan, pengolahan tanah. Biaya Tunai

Biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani dalam usahataninya. Biaya tunai dari biaya tetap dapat berupa pajak tanah dan pajak air, sedangkan biaya tunai dari biaya variabel antara lain biaya pemakaian bibit atau benih, pupuk, pestisida dan tenaga luar keluarga.

Biaya Tidak Tunai

Biaya tidak tunai atau biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang tidak benar-benar dikeluarkan oleh petani dalam menjalankan usahataninya, namun ikut diperhitungkan. Biaya tidak tunai dari biaya tetap antara lain biaya sewa lahan milik sendiri, penyusutan alat-alat pertanian, bunga kredit bank dan sebagainya, sedangkan biaya tidak tunai dari biaya variabel antara lain biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga dalam pengolahan tanah dan pemanenan, serta jumlah pupuk kandang yang dipakai. Selain empat klasifikasi tersebut, dikenal pula biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung adalah semua biaya yang langsung digunakan dalam proses produksi (actual cost), sedangkan biaya tidak langsung meliputi biaya penyusutan dan lain sebagainya.

Biaya usahatani merupakan seluruh biaya yang harus dikeluarkan baik itu berupa tunai maupun tidak tunai, guna menjalankan kegiatan usahatani yang berkelanjutan.

Konsep Pendapatan Usahatani

Hernanto (1996) mengemukakan bahwa kegiatan usahatani pada akhirnya akan dinilai dengan uang yang diperhitungkan dari nilai produksi setelah dikurangi atau memperhitungkan biaya yang telah dikeluarkan. Konsep ini disebut pendapatan usahatani20.

Suratiyah (2008), pendapatan petani adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya per usahatani dengan satuan rupiah.21 Rumus pendapatan petani, yaitu :

I = R – C ... ( iii ) Keterangan :

I = Pendapatan Petani

R = Penerimaan atau nilai produksi (Rp) C = Total Biaya (Rp)

Sehingga pendapatan usahatani dapat dikatakan sebagai penerimaan bersih yang diperoleh petani dengan mengurangkan total penerimaan hasil usahatani dengan total biaya yang dikeluarkan selama menjalankan kegiatan usahatani per periodenya.

Konsep Efisiensi dengan Revenue Cost Ratio

Setelah penerimaan dianalisis, pengukuran efisiensi ataupun keuntungan juga perlu dilakukan. Salah satu metode pengukuran efisiensi adalah dengan R/C Ratio. Analisis R/C Ratio adalah singkatan dari Return Cost Ratio, atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematik, dapat dituliskan sebagai berikut :

R/C = {(Py.Y)/(FC+VC)} ... ( iv ) Keterangan : R = penerimaan

C = biaya

Py = harga output Y = output

FC = biaya tetap (fixed cost) VC = biaya variabel (variable cost)        

20 

Hernanto,F. Op.Cit 

21

R/C rasio menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya. Apabila nilai R/C > 1 berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar dari unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut sehingga usaha dapat dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan (sudah efisien) sedangkan nilai R/C < 1 menunjukkan bahwa tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh sehingga usaha dapat dikatakan rugi dan tidak layak untuk dijalankan (tidak efisien).

Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian Kusumah (2004), bertujuan untuk membandingkan dan menganalisis pengaruh perubahan sistem usahatani terhadap tingkat pendapatan petani organik dan menganalisis saluran pemasaran, fungsi pemasaran, efisiensi pemasaran, dan struktur pasar antara padi organik dan padi anorganik. Adapun input yang digunakan pada usahatani padi organik adalah benih, pupuk organik, dan tenaga kerja, sedangkan pada padi anorganik adalah benih, pupuk (Urea, TSP, KCL), pestisida, dan tenaga kerja. Jumlah benih yang digunakan oleh petani padi organik lebih rendah dibandingkan dengan anorganik. Sedangkan pada penggunaan pupuk, petani padi organik menggunakan pupuk organik dalam jumlah yang lebih besar (1 ton/ha) dari pada petani padi anorganik. Begitu pula dengan jumlah tenga kerja (HOK) yang digunakan.

Berdasarkan hasil analisis pendapatan, diketahui pendapatan atas biaya tunai petani padi organik lebih rendah dari pendapatan atas biaya tunai petani padi anorganik. Sedangkan pendapatan atas biaya total petani padi organik lebih besar dari pendapatan atas biaya total petani padi anorganik. Dilihat dari hasil uji-z ternyata disimpulkan bahwa perubahan sistem usahatani yang dilakukan oleh petani padi di kelurahan Mulyaharja tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pendapatan petani. Apabila dilihat dari imbangan penerimaan dan biaya (R/C Rasio) diketahui bahwa R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh petani padi organik (1,95) lebih rendah dari R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh petani anorganik (2,23).

Penelitian Ridwan (2009), bertujuan untuk menganalisis dan membandingkan tingkat pendapatan petani padi ramah lingkungan dengan petani

padi anorganik, serta efisiensi dari masing-masing usahatani tersebut, dan menganalisis dan membandingkan tingkat kepekaan (sensitivitas) sistem usahatani padi ramah lingkungan dan padi anorganik terhadap variabel harga input, harga output, dan perubahan kedua-duanya.

Berdasarkan analisis pendapatan, diketahui bahwa penerimaan total usahatani padi anorganik lebih besar dibandingkan penerimaan total usahatani padi ramah lingkungan. Hal tersebut disebabkan oleh produktivitas padi anorganik lebih tinggi. Pendapatan petani pemilik usahatani anorganik lebih besar dibandingkan pendapatan usahatani padi ramah lingkungan, sedangkan untuk petani penggarap pendapatan usahatani ramah lingkungan lebih besar dibandingkan pendapatan usahatani anorganik. Hasil analisis R/C rasio menunjukan bahwa usahatani padi ramah lingkungan lebih besar dari pada usahatani padi anorganik, yang berarti lebih menguntungkan.

Berdasarkan hasil analisis B/C rasio, untuk petani pemilik sebesar 1,132 yang artinya perubahan sistem usahatani yang dilakukan oleh petani pemilik memberikan tambahan manfaat yang lebih besar dari tambahan biaya. Berbeda dengan petani penggarap dengan nilai B/C rasio 0,801, artinya perubahan sistem usahatani memberikan tambahan manfaat lebih kecil dari tambahan biaya sehingga jika perubahan sistem usahatani dilakukan, petani penggarap akan mengalami kerugian. Dari data faktor kepekaan yang dianalisis, faktor penurunan harga beras lebih sensitif dibandingkan kenaikan harga biaya tunai.

Damayanti (2007), melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan dan efisiensi produksi usahatani padi sawah. Hasil analisis pendapatan usahatani padi sawah di lokasi penelitian dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Hal tersebut dilihat dari nilai R/C rasio atas biaya tunai maupun R/C rasio atas biaya total lebih besar dari satu, yaitu 2,89 dan 1,70. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi padi sawah, adalah luas lahan, benih, pupuk urea dan tenaga kerja. Hasil analisis efisiensi ekonomi, usahatani padi sawah di Desa Purwoadi menunjukan bahwa usahatani tersebut belum efisien. Untuk faktor produksi luas lahan, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk ZA, pestisida, dan tenaga kerja rasio NPM-BKM lebih dari satu.

Hal tersebut menunjukan bahwa jumlah penggunaan masing-masing faktor produksi harus ditambah untuk mendapatkan hasil yang optimal. Sedangkan faktor produksi benih dan pupuk KCL tidak dapat diramalkan secara tepat penggunaan rata-rata efisiensinya, karena perbandingan NPM-BKM bernilai negatif.

Penelitian Rachmiyanti (2009), membandingkan dan menganalisis usahatani padi organik metode System of Rice Intensification dengan padi konvensional. Adapun input yang digunakan dalam usahatani padi organik adalah benih, pupuk organik, dan tenaga kerja. Sedangkan input yang digunakan dalam usahatani padi konvensional adalah benih, pupuk (Urea, TSP, dan KCL), pestisida. Sehingga kegiatan usahatani padi organik dengan padi konvensional secara umum kegiatannya sama. Perbedaanya hanya terletak pada input yang digunakan seperti jumlah benih, pupuk, dan pestisida.

Berdasarkan hasil analisis pendapatan, pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani padi organik metode SRI lebih besar (Rp 8.528.778 per hektar) dari pendapatan atas biaya tunai petani padi konvensional (Rp 7.245.966 per hektar). Sedangkan berdasarkan hasil analisis efisiensi usahatani, nilai R/C rasio atas biaya tunai usahatani padi konvensional lebih besar (2,46) dari R/C rasio usahatani padi organik (1,98).

Penelitian Nafis (2011) mengenai analisis usahatani padi organik dan sistem tataniaga beras organik bertujuan untuk menganalisis perbedaan tingkat pendapatan usahatani serta efisiensi biaya usahatani padi organik yang bersertifikasi dengan non-sertifikasi, mengidentifikasi saluran, lembaga, fungsi, struktur dan perilaku pasar tataniaga beras organik di Kabupaten Tasikmalaya.

Berdasarkan hasil analisis pendapatan, diketahui bahwa usahatani padi organik tersertifikasi mengeluarkan biaya yang lebih besar, yaitu Rp 43.992.389 per hektar per tahun dibandingkan dengan usahatani padi organik non-sertifikasi yang sebesar Rp 32.830.582 per hektar per tahun. Namun, pendapatan atas biaya total per hektar per tahun yang diterima petani padi organik tersertifikasi lebih besar Rp 24.459.481 dibandingkan dengan pendapatan atas biaya total petani padi organik non-sertifikasi Rp 10.342.868. Sedangkan berdasarkan nilai R/C rasio atas biaya tunai, petani padi organik tersertifikasi sebesar 3,03 dan petani organik

non-sertifikasi memiliki nilai sebesar 2,30. Berdasarkan nilai R/C rasio atas biaya total, petani padi organik tersertifikasi memiliki nilai sebesar 1,56 dan petani padi organik non-sertifikasi memiliki nilai sebesar 1,32.

Berdasarkan studi terdahulu yang relevan, dapat digeneralisasikan bahwa usahatani organik memiliki pendapatan atas biaya total yang lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani padi anorganik. Pada umumnya, dalam penelitian menganalisis pendapatan serta efisiensi usahatani digunakan pendekatan biaya imbangan atau R/C Rasio. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan atas biaya imbangan. Penelitian ini berbeda dari penelitian terdahulu yang relevan lainnya. Pada penelitian ini komoditasnya adalah padi organik (padi sehat) dengan metode SRI, dimana jarang ditemukan di penelitian-penelitian terdahulu. Pemilihan lokasi yang berbeda dan belum pernah ada yang meneliti tingkat pendapatan petani di desa kebonpedes. Selain itu, adanya analisis mengenai keputusan dalam memilih jenis kegiatan usahatani padi secara konvensional menjadikan penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya.

Kerangka Berfikir

Gambar 2. Hubungan Penerimaan, Biaya, dan R/C Rasio den Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani

Biaya Usahatani  Penerimaan Usahatani 

R/C Rasio

Gambar 2 Hubungan Penerimaan, Biaya, dan R/C Rasio dengan Pendapatan Usahatani

(a) Hubungan Penerimaan dengan Pendapatan Usahatani

Penerimaan usahatani merupakan keseluruhan pemasukan hasil usahatani tanpa adanya pengurangan biaya-biaya usahatani. Adapun hubungan antara penerimaan dengan pendapatan usahatani adalah berhubungan langsung dan searah. Hal tersebut dapat terlihat dimana pendapatan usahatani diperoleh melalui penerimaan usahatani yang dikurangi dengan biaya usahatani. Sehingga apabila diasumsikan biaya usahatani tetap dan penerimaan usahatani mengalami peningkatan maka pendapatan usahatani akan ikut meningkat.

(b) Hubungan Biaya dengan Pendapatan Usahatani

Biaya usahatani merupakan semua biaya atau pengeluaran yang harus dikeluarkan guna menghasilkan atau memproduksi produk usahatani dalam setiap periode produksinya. Adapun hubungan antara biaya dengan pendapatan usahatani adalah berhubungan langsung dan berlawanan. Hal tersebut dapat terlihat dimana pendapatan usahatani diperoleh melalui penerimaan usahatani yang dikurangi dengan biaya usahatani. Sehingga apabila diasumsikan penerimaan usahatani tetap dan biaya usahatani mengalami penurunan, maka pendapatan usahatani justru akan mengalami peningkatan.

(c) Hubungan R/C rasio dengan Pendapatan Usahatani

R/C rasio merupakan perbandingan antara penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Sehingga R/C rasio menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya. Adapun hubungan antara R/C rasio dengan pendapatan usahatani adalah berhubungan langsung dan searah. Hal tersebut terlihat dari, apabila hasil R/C rasio menunjukan lebih dari satu maka penerimaan lebih besar dari unit biaya yang dikeluarkan yang artinya pendapatan akan memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan R/C rasio yang bernilai kurang dari satu sehingga kegiatan usahatani tersebut layak untuk terus dijalankan.

Kerangka Pemikiran Operasional

Beras merupakan olahan komoditas padi yang juga salah satu makanan pokok masyarakat indonesia dan termasuk dalam salah satu sumber penghasil karbohidrat yang diperlukan oleh tubuh manusia. Dengan adanya peningkatan

permintaan akan beras yang tinggi, seharusnya diikuti dengan meningkatnya produksi maupun produktivitas padi oleh produsen dalam negeri. Terutama sumberdaya alam yang melimpah serta iklim dan geografis indonesia yang mendukung kegiatan pertanian, seharusnya Indonesia mampu memproduksi beras sendiri tanpa harus mengimpor beras dari negara lain. Namun, seiring meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesehatan dan lingkungan hidup, telah menggeser gaya hidup masyarakat terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup, yaitu makanan.

Keterangan : Cakupan Penelitian

Tidak Termasuk dalam Penelitian

Produk pertanian yang memiliki nilai kesehatan dan bebas dari bahan- bahan berbahaya, seperti penggunaan bahan kimia kini memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk pertanian lainnya yang serupa. Sistem

Faktor lain yang mempengaruhi keputusan usahatani

1. Tingginya Permintaan Beras

2. Meningkatnya Kesadaran akan Kesehatan

3. Harga Jual Produk Organik yang Lebih

Tinggi

4. Mendapatkan Pendapatan yang Lebih

Tinggi

Rekomendasi Petani Desa Kebonpedes

Pertanian Padi Sehat Metode SRI

Pertanian Padi Konvensional Analisis : 1. Analisis Biaya 2. Analisis Pendapatan 3. Analisis Efisiensi

Gambar 3 Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sehat Metode SRI dan Konvensional di Desa Kebonpedes, Kecamatan Kebonpedes

pertanian organik merupakan salah satu jawaban dalam mendapatkan produk- produk pertanian yang aman dalam dikonsumsi serta tidak mengandung bahan- bahan kimia yang berbahaya baik bagi kesehatan konsumen maupun lingkungan hidup.

Desa Kebonpedes, Kecamatan Kebonpedes, Kabupaten Sukabumi telah lama turut berkontribusi dalam mengusahakan budidaya padi. Budidaya padi yang dilakukan di desa kebonpedes pada awalnya merupakan budidaya padi anorganik (konvensional). Namun, melihat adanya pergeseran gaya hidup tersebut, membuat sebagian besar petani beralih kepada sistem pertanian organik dengan metode SRI. Hal tersebut dilakukan agar produk yang dihasilkan memiliki nilai jual yang lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan pendapatan mereka. Namun, mengapa di Desa Kebonpedes masih terdapat petani konvensional yang belum beralih kepada usahatani padi sehat dengan metode SRI. Apakah dengan beralihnya dari pertanian padi konvensional ke pertanian padi sehat metode SRI memang dapat meningkatkan pendapatan.

Berdasarkan kondisi diatas, muncul beberapa pertanyaan terkait analisis usahatani tersebut, apakah usahatani padi sehat metode SRI dapat memberikan pendapatan yang lebih besar dari pertanian konvensional, berapakah besar tingkat pendapatan yang diterima oleh petani padi sehat metode SRI dan padi konvensional, apakah usahatani padi sehat metode SRI lebih efisien dibandingkan dengan konvensional berdasarkan biaya imbangan. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi petani konvensional dalam keputusannya belum beralih kepada padi sehat dengan metode SRI.

Dokumen terkait