• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DAFTAR LAMPIRAN

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

PT. Bank Central Asia, Tbk merupakan salah satu bank go public di Indonesia, yang secara periodik wajib menyampaikan laporan keuangannya. Pengukuran kinerja keuangan Bank BCA menggunakan analisis rasio-rasio keuangan dan Economic Value Added (EVA). Rasio keuangan digunakan untuk mengukur kinerja operasional perusahaan yang menjelaskan dan memberikan gambaran tentang baik buruknya keadaan serta posisi keuangan perusahaan. Economic Value Added (EVA) menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah ekonomis.

Di samping itu, kinerja perusahaan juga harus memperhatikan kinerja pasar. Pengukuran kinerja pasar menggunakan analisis Market Value Added (MVA). Market Value Added (MVA) menggambarkan harapan investor terhadap kinerja suatu perusahaan di masa yang akan datang.

Metode rasio keuangan dan EVA memberikan gambaran kinerja perusahaan secara keseluruhan, sedangkan metode MVA memberikan ukuran kinerja pasar. Dengan mencari pengaruh rasio keuangan dan EVA terhadap MVA maka didapat kinerja keuangan secara keseluruhan. Diharapkan dengan mengetahui kinerja keuangan secara keseluruhan akan membantu perusahaan meningkatkan kinerja sekarang dan masa yang akan datang. Khususnya dalam penelitian ini yaitu Bank BCA dalam menciptakan nilai bagi para pemegang saham atau investor. Secara ringkas alur penelitian yang mendasari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Ket :

--- Batas Penelitian

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian PT. Bank Central Asia, Tbk

Kinerja Keuangan

Kinerja Perusahaan Kinerja Pasar

Economic Value

Added (EVA) (Earning Measures) Rasio Keuangan

Market Value Added (MVA)

NOPAT COC ROE,EPS, CAR Nilai Ekuitas

1. Uji Kolmogorov-Smirnov 2. Uji Regresi Berganda

3. Uji Regresi Komponen Utama 4. Uji Korelasi

Analisis Pengaruh dan Hubungan Pengukur

Kinerja Keuangan

3.2. Jenis dan Sumber Data

Pengumpulan data dilakukan selama bulan Januari 2011 sampai dengan Maret 2011. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Jenis data sekunder yang digunakan adalah laporan keuangan tahunan PT. Bank Central Asia, Tbk dari tahun 2006 sampai 2009, laporan harga saham perusahaan, indeks harga saham gabungan dan dividen perusahaan serta peraturan dan kebijakan yang terkait dengan penelitian ini, data sekunder tersebut didapat dari Website PT. Bank Central Asia, Tbk. Data sekunder digunakan untuk mencari nilai EVA dan MVA. Sebagai penunjang digunakan data yang relevan dengan penelitian yang diperoleh dari studi literatur, koran, jurnal, majalah, laporan penelitian, dan publikasi elektronik.

3.3. Metode Pengolahan dan Analisa Data

Data diolah secara kuantitatif dan deskiptif, pengolahan data untuk mengetahui nilai EVA, MVA, dan rasio keuangan dilakukan secara kuantitatif, baik menggunakan microsoft excel maupun manual. Untuk mengetahui hubungan yaitu menggunakan pengujian regresi serta pengaruh antara variabel atau dalam hal ini kinerja keuangannya dengan menggunakan pengujian Korelasi Pearson, dilakukan pula secara kuantitatif yaitu dengan program MinitabTM Release 14. Setelah semua data diproses dan diketahui nilainya dilakukan analisis secara deskriptif untuk menjelaskan perbandingan antara variabel, lalu jelaskan pula hubungan serta pengaruh antara variabel yang diuji.

3.3.1 Rasio Keuangan

Rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah ROE (Return On Equity), Earning Per Shares (EPS) dan Capital Adequacy Ratio (CAR).

Return On Equity = Laba setelah Pajak x 100%...(1) Modal

Semakin tinggi rasio ini, maka kemampuan manajemen dalam mengelola permodalan yang dimiliki semakin baik karena dapat mendatangkan laba yang tinggi.

Earning Per Shares = Laba bersih ...………..(2) Saham biasa yang beredar

Semakin tinggi rasio ini, maka kemampuan manajemen dalam menciptakan keuntungan bagi pemegang sahamnya semakin baik.

Capital Adequacy Ratio = Total Modal ...………..(3) ATMR

Perumusan CAR ini berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, dimana ATMR adalah Aktiva Tertimbang Menurut Resiko.

3.3.2 Metode Economic Value Added (EVA)

EVA merupakan selisih antara NOPAT (Net Operating Profit After Tax) dan biaya modal (Cost of Capital). NOPAT merupakan laba bersih setelah pajak ditambah biaya bunga, sementara biaya modal didapat dari WACC (Weighted Average Cost of Capital) dikalikan IC (Invested Capital). WACC merupakan penjumlahan dari biaya hutang dikalikan bobot hutang dan biaya ekuitas dikalikan bobot ekuitas. IC merupakan penjumlahan antara hutang dan ekuitas dikurangi hutang beban. adapun langkah-langkah perhitungan EVA dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Langkah perhitungan EVA

Tahapan Perhitungan Sumber

NOPAT NOPAT = Laba Bersih + Biaya Bunga Laba Rugi Kd* Kd = Biaya Bunga Bunga Kd* = Kd (1-T) Laba Rugi, Neraca Ke Ke = Rf+β (Rm-Rf) Data Histori Saham Struktur Modal Wd = hutang

Aset We = Ekuitas Aset

Neraca

WACC WACC = [(Kd*x Wd) + (Ke x We)]

Neraca, Data Histori Saham IC IC = Aset – Non Interest

Bearing Liabilitas

Neraca

COC COC = WACC x IC Neraca

Eva Eva = NOPAT – COC Neraca, Laba Rugi, dan Data Historis Saham

NOPAT merupakan penjumlahan antara laba bersih dan biaya bunga. Dalam laporan keuangan, laba bersih merupakan laba yang sudah dikurangi pajak penghasilan. Sedangkan biaya bunga adalah beban bunga bank yang tercatat pada laporan laba rugi triwulan.

Biaya hutang (Kd) yang dimaksud adalah perbandingan antara biaya bunga dengan hutang. Biaya bunga adalah beban bunga dan hutang yang dimaksud adalah pengurangan antara jumlah pasiva dan ekuitas. Lalu setelah nilainya didapat, maka biaya hutang perlu

dikurangi dengan pajak penghasilan, pajak penghasilan merupakan perbandingan antara taksiran pajak penghasilan terhadap laba/rugi sebelum pajak. Biaya ekuitas (Ke) dalam penelitian ini menggunakan Capital Asset Pricing Model (CAPM). Alasan memakai model ini karena pemakaian rumus CAPM menghasilkan hasil yang lebih akurat,dan lebih banyak dipakai dalam penentuan biaya ekuitas dalam menilai EVA.

Langkah-langkah dalam menghitung Biaya Ekuitas (Ke) menggunakan CAPM :

1. Rit = Pit – Pit-1 + Dt ……….(4)

Pit-1

Dimana: Rit= tingkat pengembalian saham perusahaan bulan ke-t

Pit = harga saham per lembar bulan t

Pit-1 = harga saham per lembar bulan sebelumnya

Dt = Dividen pada bulan ke-t

2. Rmt = IHSGt – IHSGt-1 ……….(5)

IHSGt-1

E (Rm) = ∑ Rmt .…...(6)

N

Dimana : Rmt = tingkat pengembalian pasar pada bulan ke-t

N = jumlah data

E(Rm) = tingkat pengembalian pasar yang diharapkan

3. βi = σim ………...(7)

σ²m

Dimana : σim = kovarian tingkat pengambilan saham i dengan

tingkat pengembalian pasar. σ²m = varian pengembalian pasar

4. Rf = Tingkat pengembalian bebas resiko

= Tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia

Rumus yang digunakan adalah penjumlahan antara tingkat bebas resiko, yang didapat dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan koefisien beta dari saham yang didapat dari pengembalian saham biasa relatif terhadap pasar secara keseluruhan dan beta tersebut dikalikan dengan premi risiko (Keown, 2004). Struktur modal merupakan penjumlahan bobot antara bobot ekuitas dan bobot hutang. Bobot ekuitas (We) didapat dari perbandingan antara ekuitas terhadap total aktiva, sementara bobot hutang (Wd) adalah perbandingan antara hutang dengan total aktiva. Keduanya dinyatakan dalam persen, sehingga hasil akhir struktur modal juga berupa presentasi. Setelah semua komponen untuk menghitung biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) diketahui, langkah selanjutnya adalah dilakukan penjumlahan antara perkalian bobot dan biaya hutang dengan bobot dan biaya ekuitas. Penjumlahan ini merupakan sebuah presentase.

IC merupakan selisih antara asset dan Non Interest Bearing Liabilities. Asset disini adalah total aktiva, atau dalam penelitian ini digunakan penjumlahan antara hutang ditambah ekuitas, dikarenakan dalam laporan keuangan nilai total aktiva (assets) adalah sama dengan total pasiva. Sementara Non Interest Bearing Liabilities adalah hutang beban dan dalam laporan keuangan disebut dengan akun beban yang masih harus dibayar.

Dan langkah selanjutnya adalah perkalian antara WACC dengan IC yang menghasilkan Cost of Capital (COC). COC digunakan sebagai biaya modal untuk dijadikan pengurangan dengan NOPAT yang hasil akhirnya akan menghasilkan EVA dalam bentuk nominal jumlah uang.

3.3.3 Metode Market Value Added (MVA)

Menunjukan nilai perusahaan, dan seharusnya merupakan net present value dari EVA. MVA didefinisikan sebagai:

MVA = nilai pasar perusahaan – total kapital = Net Present Value (NPV) perusahaan = nilai sekarang dari future EVA

Kenaikan nilai pasar dari modal perusahaan diatas nilai modal yang disetor pemegang saham atau yang disebut MVA dirumuskan sebagai berikut.

MVA = nilai pasar ekuitas – modal ekuitas yang disetor pemegang saham.

= ( jumlah saham beredar x harga saham ) – total nilai ekuitas. Nilai pasar perusahaan merupakan perkalian antara harga pasar saham perusahaan dengan jumlah saham yang beredar (shares outstanding). Lalu total kapital adalah nilai buku yang merupakan modal ekuitas yang disetor pemegang saham. Harga pasar yang digunakan adalah harga pasar saham triwulanan yang didapat dari rata-rata harga pasar saham bulanan. Sedangkan jumlah saham yang beredar merupakan jumlah saham yang ditawarkan perusahaan selama periode triwulan. Dan data ini didapat dari pasar modal terpublikasi. Setelah semua komponen diketahui, maka MVA pun dapat diketahui nilainya. Adapun langkah-langkah perhitungan MVA dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Langkah perhitungan MVA

Tahapan Perhitungan Sumber

Nilai Pasar Ekuitas

Harga Penutupan Saham BCA Akhir Bulan

Data Historis Harga Saham Shares

Outstanding

Jumlah Saham Beredar Data Historis Harga Saham Total Kapital Nilai Buku = Ekuitas Neraca MVA (Harga Pasar Saham x

Shares Outstanding) – Total Kapital Data Historis Harga Saham, Neraca

3.3.4 Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan EVA Terhadap MVA Pada umumnya, pengukuran kinerja perusahaan sebagai pencerminan tingkat kesejahteraan investornya dilakukan dengan menggunakan metode parameter akuntansi standar (earning measures), yaitu ROE, EPS dan CAR . Lalu muncul suatu konsep

baru yaitu EVA dan MVA yang merupakan pengukur nilai tambah pasar yang telah dilakukan oleh perusahaan. Kedua metode tersebut merupakan pengukur yang sama-sama digunakan untuk menilai seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menciptakan kekayaan bagi investornya. Hal ini merupakan alat pertimbangan penting bagi investor untuk menilai kelayakan perusahaan atas investasi yang akan digunakan. Sehingga perlu dilakukan pengujian antara tiga metode tersebut, apakah dengan kenaikan dan penurunan rasio rentabilitas dan EVA dapat mencerminkan kenaikan atau penurunan MVA atau sebaliknya.

Untuk mengetahui pengaruh rasio keuangan dan EVA terhadap MVA dilakukan pendekatan kuantitatif yaitu estimating equation (persamaan regresi). Pendekatan ini merupakan formula matematika yang dirancang untuk mengetahui pengaruh yang signifikan antara variable independen terhadap variable dependen melalui nilai yang diketahui. Dalam penelitian ini, analisis pengaruh yang digunakan adalah multiple regression model (persamaan regresi berganda) karena terdapat lebih dari satu variable independen yang diteliti. Metode yang tepat digunakan dalam uji regresi ini adalah backward elimination, yang akan mengeliminasi secara otomatis variabel-variabel yang tidak memenuhi syarat pada tingkat signifikansi (α) yang sebesar 10 persen atau 0,1. Namun sebelum melakukan pengujian regresi berganda, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri :

1. Multikolinearitas, yaitu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu model. Uji dilakukan dengan mengamati nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang tidak lebih 10 dan nilai Tolerance yang tidak kurang dari 0,1. Maka model tersebut dapat dikatakan bebas dari multikolinearritas.

2. Autokorelasi, yaitu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu (et) pada

periode tertentu dengan variabel pengganggu pada periode sebelumnya (et-1). Cara untuk menditeksi auto korelasi dapat

dilakukan dengan melakukan uji Durbin-Watson. Jika nilai tersebut berada disekitar angka 2 maka model tersebut bebas asumsi klasik.

3. Heteroskedastisitas yaitu pengujian terhadap terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain. Cara memprediksinya adalah dengan melihat pola gambar penyebaran Scatterplot model.

Akan tetapi apabila terdapat multikolinearitas, salah satu caranya yaitu dengan regresi komponen utama (principal component regression). Regresi Komponen Utama (RKU) sebagai salah satu metode yang dikenal baik dan sering digunakan untuk mengatasi masalah multikolinearitas.

Selain itu digunakan pula analisis korelasi untuk mengetahui bagaimana hubungan antar variabel tersebut. Analisis korelasi yang digunakan yaitu Korerasi Pearson karena umumnya digunakan untuk mengukur data interval atau rasio. Formula persamaan regresi berganda yang dikembangkan dan pengertian komponen pembentuknya yaitu :

Y= α+β₁ X₁ +β₂ X₂ +…+βnXn+

………..(9)

Dimana : Y = variabel dependen

α = konstanta ε = factor kesalahan β = koefisien parameter regresi

X = variabel independen

Dalam penelitian ini, variabel dependen yang akan diteliti adalah MVA, dan variabel independennya adalah rasio keuangan yang terdiri dari tiga variabel yaitu ROE, EPS dan CAR lalu ditambahkan variabel independen EVA. Lalu persamaan regresi yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah :

Y= a+b₁ X₁ +b₂ X₂ +b3X3+b4X4

………..(10)

Dimana : Y = + MVA a = konstanta

b = koefisien parameter regresi X1 = ROE (dalam persen)

X2 = EPS (dalam persen)

X3 = CAR (dalam persen)

X4 = EVA ( dalem persen)

Dalam penelitian ini digunakan data time series, karena data ini merupakan kumpulan data dari kinerja keuangan Bank Central Asia dalam beberapa interval waktu tertentu yaitu tahun 2006 sampai dengan 2009. Dan dari penelitian ini diolah dengan menggunakan alat statistik regresi dan korelasi, progam statistik yang digunakan adalah program MinitabTMRelease 14 untuk membuktikan hipotesis yang dirumuskan.

Perumusan dan Pengujian Hipotesis

Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah variabel- variabel yang telah didefinisikan memiliki pengaruh signifikan terhadap MVA. Hipotesis sendiri merupakan pernyatan dan jawaban sementara sebelum penelitian dilakukan dan diharapkan teruji kebenarannya serta mampu memberikan pola terbaik dalam menyelesaikan masalah seperti yang dirumuskan sebelumnya. Perumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut :

H0 : berarti tidak ada pengaruh antara rasio keuangan dan EVA terhadap

MVA.

Ha : berarti terdapat pengaruh antara rasio keuangan dan EVA terhadap

MVA.

H0 menunjukan hipotesis nol dan Ha menunjukan hipotesis alternatif.

Pengujian hipotesis digunakan untuk menguji kelayakan model yang dirancang serta bertujuan untuk mengetahui apakah variabel

independennya berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya. Uji signifikansi terhadap konstanta dan masing-masing variabel independen ditunjukan oleh besarnya nilai probabilitas hasil output, dan nilai ini dapat diketahui dari p-value nya. Dalam uji p digunakan hipotesis sebagai berikut :

H0 : Koefisien regresi tidak signifikan

Ha : Koefisien regresi signifikan

Jika probabiltas > 0,1 maka H0 diterima

Jika probabilitas < 0,1 maka H0 ditolak

Dipilih tingkat (α ) 10 persen karena untuk memperkecil toleransi kesalahan yang mungkin akan terjadi. Berdasarkan perumusan hipotesis diatas, maka dapat disimpulkan penerimaan H0 adalah tidak terdapat

pengaruh yang signifikan antara variabel independen ( rasio keuangan dan EVA ) terhadap variabel dependennya (MVA). Namun sebaiknya, jika penolakan H0 Maka terdapat pengaruh signifikan antara rasio keuangan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1 Sejarah Perusahaan

Bank Central Asia (BCA) secara resmi berdiri pada tanggal 21 Februari 1957 dengan nama Bank Central Asia NV. Banyak hal telah dilalui sejak saat berdirinya dan yang paling signifikan adalah krisis moneter yang terjadi di tahun 1997. Krisis ini membawa dampak yang luar biasa pada keseluruhan sistem perbankan di Indonesia.

Kondisi ini mempengaruhi aliran dana tunai di BCA dan bahkan sempat mengancam kelanjutannya. Banyak nasabah menjadi panik lalu beramai-ramai menarik dana mereka. Akibatnya, bank terpaksa meminta bantuan dari pemerintah Indonesia. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) lalu mengambil alih BCA di tahun 1998.

Di bulan Desember 1998 dana pihak ketiga telah kembali ke tingkat sebelum krisis. Aset BCA mencapai Rp 67,93 triliun, padahal di bulan Desember 1997 hanya Rp 53,36 triliun. Kepercayaan masyarakat pada BCA telah sepenuhnya pulih, dan BCA diserahkan oleh BPPN ke Bank Indonsia pada tahun 2000.

Selanjutnya, BCA mengambil langkah besar dengan menjadi perusahaan publik. Penawaran Saham Perdana berlangsung di tahun 2000 dengan menjual saham sebesar 22,55% yang berasal dari divestasi BPPN. Setelah Penawaran Saham Perdana itu, BPPN masih menguasai 70,30% dari seluruh saham BCA. Penawaran saham ke dua dilaksanakan di bulan Juni dan Juli 2001, dengan BPPN mendivestasikan 10% lagi dari saham miliknya di BCA.

Tahun 2002 BPPN melepas 51% dari sahamnya di BCA melalui tender penempatan privat yang strategis. Farindo Investment, Ltd., yang berbasis di Mauritius, memenangkan tender tersebut. Saat ini, BCA terus memperkokoh tradisi tata kelola perusahaan yang baik, kepatuhan penuh pada regulasi, pengelolaan risiko secara baik dan komitmen pada

nasabahnya baik sebagai bank transaksional maupun sebagai lembaga intermediasi finansial.

4.1.2 Visi dan Misi

PT Bank BCA Tbk, mempunyai upaya berkelanjutan untuk meningkatkan efisiensi operasional dan menyediakan kenyamanan layanan bagi nasabah. Sesuai dengan visi dan misinya, PT Bank BCA Tbk terus fokus dalam membangun keunggulan utama di bidang sistem pembayaran dan transaksi perbankan yang ikut berperan memajukan perekonomian nasional.

Visi BCA

Bank pilihan utama andalan masyarakat, yang berperan sebagai pilar penting perekonomian Indonesia.

Misi BCA

1) Membangun institusi yang unggul di bidang penyelesaian pembayaran dan solusi keuangan bagi nasabah bisnis dan perseorangan.

2) Memahami beragam kebutuhan nasabah dan memberikan layanan finansial yang tepat demi tercapainya kepuasan optimal bagi nasabah.

3) Meningkatkan nilai francais dan nilai stakeholder BCA.

4.2. Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan suatu perusahaan secara umum dapat diketahui dengan rasio keuangan. Tingkat rasio keuangan dapat memberikan gambaran mengenai baik buruknya kondisi keuangan perusahaan. Selain pengukuran secara akuntansi, kita juga perlu mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam menciptakan nilai tambah kekayaan bagi investor atau pemegang sahamnya. 4.2.1 Rasio Keuangan

Pada umumnya, salah satu pertimbangan penting dalam menilai kinerja perusahaan adalah dengan melihat tingkat keuntungan atau laba yang berhasil dicapai oleh perusahaan. Rasio keuangan yang digunakan adalah ROE, EPS dan CAR.

Return On Equity (ROE) merupakan salah satu pengukuran rasio keuangan yang berbasiskan laba. ROE dicerminkan melalui perbandingan antara laba bersih terhadap ekuitas. Semakin tinggi nilai ROE, maka semakin baik pula kinerja perusahaan dalam menciptakan keuntungan atas modal yang diserahkan investor. Data Return On Equity (ROE) Bank Central Asia dari tahun 2006 sampai tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Return On Equity Bank Central Asia 2006 – 2009.

Periode

Return On Equity (ROE)dalam persen 2006 2007 2008 2009 Maret 26,63 25,25 24,11 30,60 Juni 27,86 25,85 25,68 30,81 September 28,55 26,79 28,29 31,82 Desember 29,07 26,74 30,16 31,80 Rata-rata 28 26,1 28,1 31,4 Rata-rata industri Perbankan 18,5 19,1 14,3 17,3 Sumber : Laporan Keuangan Bank Central Asia tahun 2006-2009

Di tiap tahunnya, terjadi perubahan tingkat ROE yang berhasil dicapai perusahaan. Pada tahun 2006, ROE terendah terjadi pada triwulan pertama yaitu sebesar 26,63 persen sedangkan tertinggi dicapai pada triwulan akhir 2006 sebesar 29,07 persen. Peningkatan ROE menandakan laba bersih yang dicapai perusahaan terus meningkat. Selain itu nilai ROE yang terus meningkat membuktikan perusahaan terus melakukan perbaikan kinerja guna mencapai tujuan yaitu meningkatkan keuntungan dan memaksimalkan kesejahteraan investor.

Pada triwulan I 2007, ROE yang dicapai oleh perusahaan yaitu 25,25 persen. Pada triwulan II 2007 terjadi peningkatan ROE sebesar 0,6 persen dibandingkan semester I menjadi 25,85 persen. Lalu pada triwulan III terjadi peningkatan nilai ROE sebesar 0,94 persen dibandingkan triwulan II menjadi 26,79 persen. Hal ini disebabkan karena meningkatnya laba bersih yang dicapai sebesar Rp. 2. 176. 525 (dalam jutaan) pada triwulan II menjadi Rp. 3.

355.838 (dalam jutaan) pada triwulan III. Sedangkan pada akhir triwulan 2007 nilai ROE yang berhasil dicapai oleh perusahaan adalah 26,74 persen.

Memasuki tahun 2008, ROE pada triwulan I sebesar 24,11 persen. Pada triwulan II terjadi peningkatan ROE sebesar 1,57 persen dibandingkan triwulan I menjadi 25,68 persen. Lalu pada triwulan III terjadi peningkatan ROE sebesar 2,61 persen dibandingkan triwulan II menjadi 28,29 persen. Pada akhir 2008, terjadi peningkatan nilai ROE sebesar 1,87 persen dari triwulan sebelumnya menjadi 30,16 persen. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya laba bersih yang dicapai sebesar Rp. 3.999.505 (dalam jutaan) pada triwulan III menjadi Rp. 5.776.139 (dalam jutaan) pada triwulan IV tahun 2008.

Pada tahun 2009, terjadi peningkatan ROE sebesar 0,44 persen dari akhir triwulan tahun lalu menjadi 30,60 persen pada triwulan I. Pada triwulan II terjadi peningkatan sebesar 0,21 persen dari triwulan sebelumnya menjadi 30,81 persen. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya laba bersih yang dicapai sebesar Rp. 1.631.938 (dalam jutaan) pada triwulan I menjadi Rp. 3.302.966 pada triwulan II. Sedangkan pada triwulan III terjadi peningkatan ROE sebesar 0,1 persen menjadi menjadi 30,82 persen. Sedangkan ROE pada triwulan IV sebesar 30,80 persen.

ROE tertinggi terjadi pada triwulan III 2009 sebesar 31,82 persen, hal ini dikarenakan laba bersihnya sebesar Rp. 5.089.662 (dalam jutaan), dan peningkatan laba bersihnya lebih besar dari peningkatan modal rata-ratanya. Sedangkan tingkat ROE terkecil terjadi pada triwulan I tahun 2008 sebesar 24,11 persen. Hal ini dikarenakan oleh peningkatan laba bersihnya lebih kecil dibandingkan peningkatan modalnya dari tahun 2007. Pada tahun 2006 sampai 2009 rata-rata Nilai ROE BCA yaitu 28 persen, 26,1 persen, 28,1 persen dan 31,4 persen. Sedangkan rata-rata nilai ROE Industri Perbankan Indonesia tahun 2006 sampai 2009 adalah 18,5

persen, 19,2 persen, 14,3 persen dan 17,3 persen. Secara keseluruhan rata-rata nilai ROE BCA yaitu 28,4 persen lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nilai ROE Industri Perbankan Indonesia yaitu 17,6 persen.

2. Earning Per Share (EPS)

Earning Per Share (EPS) merupakan metode pengukur tingkat keuntungan yang dapat dihasilkan perusahaan bagi pemegang sahamnya. Kondisi ini menggambarkan keuntungan per lembar saham yang dimiliki pemegang saham. Semakin tinggi rasio ini, maka menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik karena dapat menciptakan laba per saham bagi investor yang tinggi. Data Earning Per Share (EPS) Bank Central Asia tahun 2006 sampai tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Earning Per Share Bank Central Asia 2006 2009 Periode Earning Per Share(EPS) dalam rupiah

2006 2007 2008 2009

Maret 80 86 47 67

Juni 166 177 99 136

September 253 274 164 209

Desember 345 366 236 279

Sumber : Laporan Keuangan Bank Central Asia tahun 2006-2009 Pada tahun 2006, EPS bank BCA pada Triwulan I sebesar Rp. 80. Pada triwulan II terjadi peningkatan EPS sebesar Rp. 86 dari triwulan sebelumnya menjadi Rp. 166. Pada triwulan III dan IV EPS yang dicapai perusahaan adalah Rp. 253 dan Rp. 345. Hal ini berarti perusahaan mengalami peningkatan kinerja dalam menghasilkan keuntungan bagi pemegang sahamnya. Peningkatan yang terjadi

Dokumen terkait