• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bank

2.3. Laporan Keuangan

2.3.2 Laporan Laba Rug

Menurut Brigham dan Houston (2010), laporan laba rugi adalah laporan yang mengikhtisarkan pendapatan dan beban perusahaan selama periode akuntansi tertentu yang umumnya setiap kuartal atau satu tahun. Laporan laba rugi menggambarkan pendapatan bersih dari kegiatan operasi perusahaan selama periode tertentu. Laporan atas laba dan dividen per saham disajikan pada bagian bawah laporan.

2.4. Rasio Keuangan

Rasio keuangan adalah sebuah alat utama untuk menganalisis keuangan sebuah perusahaan. Rasio keuangan terdiri dari perbandingan data keuangan yang terdapat pada laporan keuangan. Rasio keuangan merupakan hasil perhitungan antara dua macam data keuangan bank, yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara kedua data keuangan tersebut yang pada umumnya dinyatakan secara negatif, baik dalam persentase maupun kali (Riyadi, 2004). Rasio keuangan memberikan dua cara untuk membuat perbandingan dari data keuangan menjadi lebih berarti (Keown, 2008):

1. Dapat meneliti rasio antar waktu untuk meneliti arah pergerakannya 2. Dapat membandingkan rasio keuangan perusahaan dengan perusahaan

lain.

Menurut Brigham dan Houston (2010), kelebihan rasio keuangan antara lain:

1. Rasio keuangan mudah dalam perhitungannya.

mengendalikan dan memperbaiki operasi perusahaan

3. Rasio keuangan dapat digunakan untuk membantu menentukan kemampuan perusahaan membayar utang.

4. Rasio keuangan dapat digunakan untuk melihat efisiensi, risiko dan prospek pertumbuhan perusahaan

Walaupun rasio keuangan dapat memberikan informasi yang berguna tentang operasi dan kondisi keuangan perusahaan, namun di dalamnya terdapat masalah dan keterbatasan yang perlu diperhatikan. Kekurangan tersebut antara lain (Brigham dan Houston, 2010)

1. Rasio keuangan lebih berguna bagi perusahaan kecil dibandingkan perusahaan multidivisi.

2. Inflasi dapat memberikan nilai yang dicatat seringkali berbeda dengan nilai yang sebenarnya pada neraca perusahaan.

3. Faktor-faktor musiman dapat mendistorsi analisis rasio keuangan. 4. Perusahaan dapat menggunakan "window dressing" untuk membuat

laporan keuangan nampak lebih baik.

5. Praktik akuntansi yang berbeda dapat mendistorsi perbandingan.

6. Sangat sulit untuk menyamaratakan apakah suatu rasio tertentu baik dan buruk

7. Suatu perusahaan mungkin memiliki beberapa rasio yang kelihatan “bagus” dan yang lainnya kelihatan “buruk:, yang membuat sulit untuk menyatakan apakah perusahaan tersebut kuat atau lemah.

8. Tidak memperhitungkan biaya modal.

Menurut Kasmir (2003), rasio keuangan terdiri dari rasio likuiditas, rasio solvabilitas dan rasio rentabilitas. Rasio likuiditas bertujuan untuk mengukur seberapa likuid suatu bank, rasio solvabilitas bertujuan untuk mengukur efisiensi bank dalam menjalankan aktivitasnya, sedangkan rasio rentabilitas bertujuan untuk mengukur efektivitas bank dalam mencapai tujuannya.

Rasio solvabilitas atau sering juga disebut rasio permodalan merupakan ukuran kemampuan bank mencari sumber dana untuk membiayai kegiatannya (Kasmir dalam Imamah, 2005). Suatu bank

dikatakan solvable apabila bank tersebut mempunyai aktiva yang cukup untuk membayar semua hutangnya. Salah satu rasio yang digunakan untuk menilai tingkat solvatibilitas bank adalah Capital Adequacy Ratio (CAR). Capital Adequacy Ratio (CAR) digunakan untuk mengukur kemampuan permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian di dalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga (Martono dalam Imamah, 2005). Terdapat tiga macam perhitungan CAR, pertama CAR dengan memperhitungkan risiko kredit. Kedua, CAR dengan memperhitungkan risiko kredit dan risiko pasar. Ketiga, CAR yang didapat dari perbandingan antara aktiva tetap terhadap modal. Perhitungan aktiva tetap adalah sebelum dikurangi akumulasi penyusutan.Sedangkan menurut ketentuan Peraturan Bank Indonesia No. 5/12/PBV2003 tanggal 17 Juli 2003, CAR diperoleh dari perbandingan antara total modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).

Sementara itu menurut Helfert dalam Pradhono (2004), pengukuran kinerja perusahaan bisa dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu :

1. Earning measures, yang mendasarkan kinerja pada accounting profti. Termasuk dalam kategori adalah earning per share (EPS), return on investment (ROI), return on net assets (RONA), return on capital employed (ROCE) dan return on equity (ROE), dan lain-lain.

2. Cash Flow Measures, yang mendasarkan kinerja pada arus kas operasi (operating cash flow). Termasuk dalam kategori ini adalah free cash flow, cash flow return on gross investment (ROGI), cash flow return on investment (CFROI), total shareholder return (TSR), dan total business return (TBR).

3. Value measure, yang mendasarkan kinerja pada nilai (value based management).

Termasuk dalam kategori ini adalah economic value added (EVA), market value added (MVA), cash value added (CVA) dan shareholder value (SHV).

Dalam penelitian ini, rasio keuangan berupa earning measures yang digunakan adalah :

1. Return On Equity (ROE)

Menurut Brigham dan Houston (2010), ROE adalah laba bersih dibagi dengan ekuitas. Atau dengan kata lain ROE merupakan laba bersih bagi pemegang saham dibagi dengan total ekuitas pemegang saham. Rasio ini menunjukkan seberapa besar tingkat pengembalian atas modal yang telah di investasikan..

2. Earning Per Share (EPS)

Menurut Brigham dan Houston dalam Prehatiningsih (2006), EPS merupakan perbandingan antara laba bersih terhadap saham biasa yang beredar, sehingga EPS menggambarkan laba per lembar saham yang diperoleh investor dari suatu perusahaan.

2.5. Economic Value Added (EVA)

Economic Value Added (EVA) pertama kali digambarkan- oleh Alfred Marshall pada tahun 1890 dalam bukunya yang berjudul "Principle of Economic"_ Dasar teoritis dari konsep nilai tambah ekonomis disajikan dalam kertas akademis yang dipublikasikan antara tahun 1958 dan 1961 oleh dua ekonom keuangan, yaitu Merton H. Miller dan Franco Modigiiani, yang memenangkan hadiah nobel dalam bidang ekonomi. Mereka berargumentasi bahwa laba ekonomis merupakan sumber penciptaan nilai di perusahaan dan bahwa tingkat pengembalian ditentukan berdasarkan risiko yang diasumsikan oleh investor. Akan tetapi, Miller dan Modigliani tidak memberikan teknik untuk mengukur laba ekonomis dalam suatu perusahaan. Konsep EVA mulai digunakan secara luas pada tahun 1990an, tepatnya dipopulerkan pertama kali oleh G. Bennett Stewart, III, Managing Partner dari Stern Stewart and Co dalam bukunya "The Quest for Value" (Tunggal, 2001).

EVA adalah nilai tambah yang diberikan oleh manajemen kepada pemegang saham selama satu tahun tertentu (Bringham dan Houston, 2001). EVA membantu manajer mernastikan bahwa perusahaannya dapat menambah nilai pemegang saham, sementara investor dapat menggunakan EVA untuk mengetahui saham mana yang akan meningkatkan nilainya. EVA sangat bermanfaat apabila digunakan sebagai penilai kinerja

perusahaan di mana fokus penilaian kinerjanya adalah pada penciptaan nilai. Secara sederhana, angka EVA diperoleh dari laba usaha dikurangi biaya-biaya atas modal yang diinvestasikan.

Menurut Young dan O'Byrne dalam Budiharti (2006), EVA sama dengan Net Operating Profit After Tax (NOPAT) dikurangi biaya modal. NOPAT merupakan laba operasi perusahaan setelah pajak dan mengukur laba yang diperoleh perusahaan dan operasi berjalan. Biaya modal Sama dengan modal yang diinvestasikan oleh perusahaan dikalikan rata-rata tertimbang dari biaya modal (Weighted Average Cost of Capital/WACC). WACC sama dengan jumlah biaya dari setiap komponen modal- hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan equitas pemegang saham- ditimbang berdasarkan proporsi relatifnya dalam struktur modal perusahaan pada nilai pasar. Modal yang diinvestasikan adalah jumlah seluruh keuangan perusahaan, terlepas dari kewajiban jangka pendek, pasiva yang tidak menanggung bunga (non interest bearing liabilities) seperti hutang upah yang akan jatuh tempo dan pajak yang akan jatuh tempo. Modal yang diinvestasikan sama dengan jumlah ekuitas pemegang saham, seluruh hutang jangka pendek dan jangka panjang yang menanggung bunga, hutang dan kewajiban jangka panjang lainnya.

Jadi, komponen EVA terdiri dari Net Operating Profit After Tax NOPAT (laba bersih setelah pajak), dan Cost of Capital-COC (biaya modal). Cost of Capital-COC (biaya modal) merupakan perkalian antara Weighted Average Cost of Capifal- WACC (biaya modal rata-rata tertimbang) dengan Invested Capital-IC (modal yang diinvestasikan).

Dengan demikian, EVA dapat dirumuskan sebagai berikut: EVA = NOPAT - Cost of Capital

= NOPAT - (WACC x Invested Capital) dimana NOPAT = Net Operating Profit After Tax (laba operasi

setelah pajak).

WACC = Weighted Aveiage Cost of Capital (biaya modal rata-rata tertimbang).

Invested Capital = Jumlah modal yang tersedia bagi perusahaan untuk membiayai usahanya yang terdiri dari

hutang dan modal sendiri.

Menurut Poeradisastra dalam Budiharti (2006), hasil perhitungan EVA akan bernilai lebih besar dari nol (positif), lebih kecil dari nol (negatif), dan sama dengan nol.

yang berarti:

1. Kondisi EVA yang positif (EVA>O) mencerminkan tingkat kompensasi yang lebih tinggi daripada tingkat biaya modal. Ini berarti manajemen telah mampu menciptakan peningkatan kekayaan perusahaan. Semakin positif EVA berarti semakin bagus kinerja perusahaan tersebut, artinya manajemen telah menjalankan tugasnya dengan baik.

2. Kondisi EVA yang negatif (EVA<O) menunjukkan adanya penurunan nilai kekayaan karena laba yang tersedia tidak mampu memberikan kompensasi yang setimpal dengan investasi yang ditanam.

3. Kondisi EVA sama dengan nol (EVA=O) berarti laba yang tersedia impas untuk memenuhi harapan pemodal dan kinerja keuangan perusahaan tergolong sehat.

2.5.1 Net Operating Profit After Tax (NOPAT)/Laba Bersih Setelah

Dokumen terkait