• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1 Teori Harga

Teori harga merupakan teori ekonomi yang menjelaskan tentang perilaku harga pasar barang atau jasa tertentu. Harga merupakan suatu nilai tukar dari produk barang maupun jasa yang dinyatakan dalam satuan moneter. Harga menjadi salah satu penentu keberhasilan dalam proses perdagangan karena harga menentukan seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh dari penjualan produk baik berupa barang maupun jasa. Teori harga membahas mengenai harga suatu barang atau jasa yang pasarnya kompetitif, tinggi rendahnya ditentukan oleh permintaan pasar dan penawaran pasar.

Permintaan (demand) pasar merupakan jumlah (kuantitas) suatu komoditas yang mampu dan ingin dibeli oleh konsumen pada suatu tempat dan waktu tertentu pada berbagai tingkat harga dengan faktor lain yang tidak berubah (cateris paribus). Teori permintaan menerangkan tentang hubungan antara jumlah permintaan dan harga. Hubungan tersebut dapat digambarkan melalui kurva

permintaan. Kurva permintaan menunjukkan hubungan antara harga suatu produk dengan jumlah produk yang diminta masyarakat, jika hal-hal lainnya dianggap konstan (cateris paribus). Kurva permintaan memiliki slope (koefisien arah) negatif terhadap harga, berdasarkan hukum permintaan yang menyatakan ketika harga naik maka permintaan akan turun dan sebaliknya jika harga turun maka permintaan akan naik. Pergerakan sepanjang kurva permintaan terjadi apabila harga komoditas berubah sehingga dapat menyebabkan perubahan jumlah komoditas yang diminta atau ingin dibeli konsumen. Sedangkan, pergeseran kurva permintaan merupakan akibat dari perubahan faktor-faktor di luar harga komoditas tersebut.

Faktor penentu permintaan diantaranya adalah harga barang itu sendiri, harga barang substitusi atau komplementer, pendapatan masyarakat, jumlah penduduk, dan selera masyarakat. Penawaran (supply) pasar merupakan hubungan yang menunjukkan banyaknya suatu komoditas yang akan ditawarkan untuk dijual pada suatu tempat dan waktu tertentu pada berbagai tingkat harga dengan faktor lain yang tidak berubah (cateris paribus). Kurva penawaran adalah suatu kurva yang menunjukkan hubungan antara harga suatu barang tertentu dengan jumlah barang tersebut yang ditawarkan. Kurva penawaran menunjukkan hubungan yang positif antara jumlah komoditas yang akan dijual dengan tingkat harga dari komoditas tersebut. Artinya, jika harga naik maka penawaran terhadap barang akan bertambah dan sebaliknya jika harga turun maka jumlah penawaran terhadap suatu barang akan menurun juga. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penawaran pasar merupakan fungsi dari harga komoditas dengan koefisien arah (slope) yang positif.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran diantaranya adalah harga barang itu sendiri, harga barang substitusi atau komplementer, harga input atau biaya produksi, kebijakan pemerintah, dan tingkat teknologi yang digunakan. Perubahan dari faktor-faktor dapat menggeser fungsi penawaran dari suatu komoditas. Kurva permintaan dan penawaran yang digambarkan dalam satu kurva akan saling memotong di suatu titik yang dinamakan dengan titik equilibrium. Titik equilibrium disebut juga titik keseimbangan pasar yang menunjukkan jumlah produk dan harga keseimbangan suatu komoditas yang terjadi di pasar.

Ada beberapa metode dalam menentukan harga jual suatu produk antara lain (1) pendekatan permintaan dan penawaran (supply demand approach), dilakukan dengan cara mencari harga keseimbangan, yaitu harga yang mampu dibayar konsumen dan harga yang diterima produsen sehingga terbentuk jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan, (2) pendekatan biaya (cost oriented approach), dilakukan dengan cara menghitung biaya yang dikeluarkan produsen dengan tingkat keuntungan yang diinginkan, dan (3) pendekatan pasar (market approach), dilakukan dengan cara merumuskan harga untuk produk yang dipasarkan dengan cara menghitung variabel-variabel yang mempengaruhi pasar dan harga seperti situasi dan kondisi politik, persaingan, sosial budaya, dan lain- lain. Harga pasar mempunyai dua fungsi utama, yaitu 1) sebagai pemberi sinyal/informasi bagi produsen mengenai berapa banyak barang yang seharusnya diproduksi untuk mencapai laba maksimum dan 2) penentu tingkat permintaan bagi konsumen yang menginginkan kepuasan maksimum.

3.2 Konsep Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah kegiatan memperdagangkan suatu barang dan jasa, yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Perdagangan internasional timbul karena pada hakikatnya tidak ada suatu negara pun di dunia yang dapat menghasilkan semua barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduknya. Perdagangan tersebut dapat dijelaskan oleh teori Heckescher–Ohlin yang menekankan pada perbedaan relatif faktor alam dan harga faktor produksi sebagai faktor yang paling penting. Berdasarkan teori tersebut, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan faktor produksi.

Teori H-O menganggap bahwa tiap negara akan mengekspor komoditas yang mempunyai faktor produksi berlimpah dan murah dan mengimpor komoditas yang relatif jarang dan mahal. Penyamaan harga faktor produksi dengan perdagangan akan menghapuskan atau mengurangi perbedaan harga faktor produksi sebelum perdagangan. Suatu kegiatan perdagangan internasional terjadi ditandai dengan adanya kegiatan ekspor dan impor atau pertukaran komoditas antar dua negara, dimana kegiatan dapat terjadi karena adanya perbedaan

permintaan dan penawaran serta adanya perbedaan tingkat harga antar kedua negara.

Secara teoritis, suatu negara (misalnya negara A) akan dapat mengekspor suatu komoditas (misalnya biji kakao) ke negara lain (misalnya negara B). Negara A mau dan mampu mengekspor komoditasnya tersebut ke negara B apabila harga domestik negara A (sebelum terjadi perdagangan internasional) lebih rendah dari harga domestik di negara B. Harga domestik komoditas tersebut di negara A relatif lebih rendah karena di negara A jumlah penawaran akan barang tersebut lebih tinggi dari permintaan konsumen negara A, atau dengan kata lain mengalami

excess supply untuk komoditas tersebut di negara A.

DA PE x P P QB P QA QE 0 ES SA 0 0 DB SB ED m PB PA Negara A (Eksportir) Negara B (Importir) Pasar Dunia Keterangan: QE = x = m Sumber : Salvatore 1997

Gambar 4. Proses Terjadinya Perdagangan Internasional Keterangan :

0 – QA : Jumlah produksi domestik barang di negara A tanpa perdagangan

internasional

0 – QB : Jumlah produksi domestik barang di negara B tanpa perdagangan

internasional

PE : Harga barang yang terjadi di pasar internasional setelah kedua negara

QE : Jumlah barang yang diproduksi atau jumlah barang yang tersedia

dipasar internasional setelah kedua negara sepakat untuk melakukan proses ekspor impor

PA : Harga domestik barang di negara A tanpa perdagangan internasional

PB : Harga domestik barang di negara B tanpa perdagangan internasional

x : Jumlah barang yang di ekspor setelah terjadinya perdagangan internasional

m : Jumlah barang yang di impor setelah terjadinya perdagangan internasional

Dengan kondisi demikian , maka negara A mempunyai kesempatan untuk menjual kelebihan produksi komoditasnya tersebut ke negara lain. Sedangkan di lain pihak, negara B terjadi kekurangan penawaran karena jumlah pemintaan domestik negara B melebihi jumlah penawaran domestik negara B, atau dengan kata lain mengalami excess demand. Akibat dari keadaan maka harga untuk komoditas tersebut di negara B menjadi tinggi. Maka dengan keadaan seperti negara B ingin membeli komoditas tersebut dari negara A yang harganya relatif lebih murah.

Setelah kedua negara tersebut (negara A dan negara B) melakukan komunikasi dan negosiasi, maka negara A menyetujui untuk mengekspor komoditasnya tersebut ke negara B, dan negara B secara langsung melakukan impor komoditas tersebut dari negara A. Dengan terjadinya kegiatan yang dilakukan antar kedua negara tersebut maka terjadilah suatu proses kegiatan perdagangan internasional (Salvatore 1997). (Gambar 4).

Jika komoditas yang digunakan untuk perdagangan internasional adalah komoditas biji kakao. Maka, sebelum terjadi proses perdagangan internasional, harga biji kakao di negara A (negara pengekspor) adalah sebesar PA, sedangkan

harga biji kakao di negara B (negara pengimpor) adalah sebesar PB. Sebelum

terjadi proses perdagangan internasional jumlah produksi biji kakao di negara A adalah sebesar 0 – QA, sedangkan jumlah produksi biji kakao di negara B adalah

sebesar 0 – QB. Apabila harga biji kakao di negara B adalah sebesar PA maka akan

menyebabkan terjadinya kondisi kelebihan permintaan (excess demand), sedangkan apabila harga biji kakao di negara A adalah sebesar PB maka akan

menyebabkan terjadinya kondisi kelebihan penawaran (excess supply). Pertemuan antara kondisi excess supply dan excess demand lah yang nantinya akan membentuk harga di pasar internasional yang disepakati oleh kedua negara tersebut. Negara A akan mengekspor biji kakao ke negara B, sedangkan negara B akan mengimpor biji kakao dari negara A, sehingga terjadilah proses perdagangan internasional.

Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari aktivitas perdagangan internasional atau perdagangan luar negeri yaitu seseorang dapat menikmati suatu barang atau jasa yang tidak dapat dihasilkan dalam negeri dengan cara mengimpornya dari negara lain. Selain itu, perdagangan luar negeri memungkinkan dilakukannya spesialisasi sehingga barang dan jasa dapat dihasilkan secara lebih murah karena lebih cocok dengan kondisi negara tersebut, baik dari segi bahan baku maupun cara berproduksi. Negara yang melakukan perdagangan luar negeri dapat memproduksi barang atau jasa yang lebih besar daripada yang dibutuhkan pasar dalam negeri sehingga tingkat perekonomian dan pendapatan nasional dapat ditingkatkan serta angka pengangguran dapat ditekan.

3.3 Fungsi Produksi

Dalam arti sempit, kegiatan produksi berarti menghasilkan suatu barang dengan menggunakan faktor-faktor yang tersedia. Dengan kata lain, produksi merupakan fungsi dari faktor-faktor produksi. Yang dimaksud dengan faktor produksi adalah semua input yang dimasukkan kedalam proses produksi. Biji kakao termasuk golongan produk antara (intermediate product) yang merupakan output dari suatu perusahaan namun menjadi input bagi perusahaan lain, misalnya oleh industri pengolahan kakao.

Fungsi produksi merupakan hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan (Lipsey, 1995). Proses produksi mengasumsikan bahwa produsen bertindak rasional yaitu selalu memaksimumkan keuntungan. Fungsi produksi biji kakao dapat dirumuskan sebagai berikut:

QKIN = f (AKIN, L, NKIN) … ... (3.1) Keterangan:

AKIN = Luas areal biji kakao (Ha) L = Tenaga kerja (HOK)

NKIN = Input produksi lainnya (Unit)

Sehingga persamaan biaya total dapat dirumuskan sebagai berikut:

C = C0 + Pa*AKIN + Pl*L + Pn*NKIN ... (3.2)

C adalah biaya total, C0 adalah biaya tetap sedangkan Pa, Pl, Pn adalah harga

lahan, upah tenaga kerja, dan harga input lain. Keuntungan didefinisikan sebagai selisih antara penerimaan dan biaya produksi, jika PKD adalah harga biji kakao maka fungsi keuntungan petani biji kakao dapat dirumuskan sebagai berikut:

π = PKD*QKIN – C

π = PKD * f (AKIN, L, NKIN) – (C0 + Pa * AKIN + Pl * L+

Pn*NKIN) ... (3.3)

Fungsi keuntungan maksimum akan tercapai apabila turunan pertama dari fungsi tersebut sama dengan nol, maka diperoleh:

δπ/ δAKIN = PKD*MPAKIN– Pa = 0 maka PKD* MPAKIN = Pa ... (3.4) δπ/ δL = PKD* MPL– Pl = 0 maka PKD* MPL = Pl ... (3.5) δπ/ δNKIN = PKD* MPNKIN– Pn = 0 maka PKD* MPNKIN = Pn. ... (3.6)

Berdasarkan syarat order pertama, keuntungan petani akan maksimum jika pada suatu tingkat produksi tertentu diperoleh nilai produk marjinal masing- masing input sama dengan harga yang harus dibayarkan untuk memperoleh input tersebut. Selanjutnya fungsi (3.4), (3.5), dan (3.6) dapat dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut:

MPAKIN = Pa/PKD ... (3.7)

MPL = Pl/PKD ... (3.8)

MPNKIN = Pn/PKD ... (3.9)

Berdasarkan fungsi (3.7), (3.8), dan (3.9) dapat diperoleh fungsi permintaan masing-masing inputnya, yaitu berturut-turut AKINd, Ld, NKINd adalah permintaan terhadap lahan, tenaga kerja, dan input lain.

AKINd = a (Pa, PKD, Pl, Pn) ... (3.10)

Ld = l (Pl, PKD, Pa, Pn) ... (3.11)

Substitusi fungsi permintaan input ke dalam fungsi produksi (3.1) dapat menghasilkan fungsi produksi biji kakao sebagai berikut:

QKIN = f (PKD, Pa, Pl, Pn) ... (3.13)

Persamaan (3.13) menunjukkan bahwa jumlah produksi biji kakao merupakan fungsi dari harga biji kakao (PKD) dan harga input seperti lahan, tenaga kerja dan input lainnya. Harga lahan tidak tersedia dalam kurun waktu penelitian, sehingga harga lahan tidak diperhitungkan.

Produksi biji kakao pada suatu periode waktu merupakan perkalian antara luas areal panen dengan hasil produksi per satuan luas (produktivitas). Fungsi produksi dapat dirumuskan sebagai berikut:

QKIN = AKIN * YKIN ... (3.14) Keterangan :

QKIN = Produksi biji kakao (Ton)

AKIN = Luas areal tanam biji kakao (Ha) YKIN = Produktivitas biji kakao (Ton/Ha)

Secara teoritis tingkat produksi dipengaruhi oleh harga output, harga output alternatif, dan harga input. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produksi adalah luas areal tanam biji kakao. Luas areal tanam selain dipengaruhi harga output itu sendiri juga dipengaruhi oleh harga output komoditas alternatifnya. Komoditas alternatif yang dipilih adalah komoditas sawit karena sawit dapat dibudidayakan pada kondisi agroekosistem yang sama dengan biji kakao. Fungsi luas areal panen dapat dirumuskan sebagai berikut:

AKINt = a (PKDt, PLt, PFt, PMSDt) ... (3.15)

Keterangan:

AKINt = Luas areal panen biji kakao pada tahun ke-t (Ha)

PKDt = Harga biji kakao pada tahun ke-t (Rp/Kg)

PLt = Upah tenaga kerja pada tahun ke-t (Rp/HOK)

PFt = Harga pupuk pada tahun ke-t (Rp/Kg)

PMSDt = Harga minyak sawit pada tahun ke-t (Rp/Kg)

3.4 Fungsi Permintaan

Permintaan adalah jumlah barang yang sanggup dibeli oleh para pembeli pada tempat dan waktu tertentu dengan harga yang berlaku pada saat itu. Fungsi

permintaan merupakan sebuah representasi yang menyatakan bahwa kuantitas yang diminta tergantung pada harga, pendapatan, dan preferensi. Menurut Koutsoyiannis (1979) fungsi permintaan diturunkan dari fungsi utilitas konsumen yang dimaksimumkan dengan kendala tingkat pendapatan tertentu. Fungsi utilitas konsumen dapat dirumuskan sebagai berikut:

U = u (Q, R) ... (3.16) Keterangan:

U = Total utilitas mengkonsumsi kakao Q = Jumlah konsumsi biji kakao (Ton)

R = Jumlah konsumsi komoditas lain (substitusi/komplementer) (Unit) Konsumen yang rasional akan selalu memaksimumkan kepuasannya terhadap konsumsi suatu komoditas pada tingkat harga yang berlaku dan pada tingkat pendapatan tertentu. Tingkat pendapatan merupakan kendala dalam memaksimumkan fungsi utilitas yang dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

Y = PKD * QKD + PR * R ... (3.17) Keterangan:

Y = Tingkat pendapatan konsumen (Rp) PKD = Harga biji kakao per unit (Rp/Kg) PR = Harga komoditas lain per unit (Rp/Unit)

Dari persamaan (3.17) dan (3.18) dapat dirumuskan fungsi kepuasan yang akan dimaksimumkan dengan kendala pendapatan sebagai berikut:

Z = U (Q, R) + λ (Y – PKD*QKIN – PR*R) ... (3.18)

Dimana λ adalah lagrangian multiplier. Untuk memaksimumkan fungsi Z, maka turunan dari fungsi tersebut sama dengan nol. Dengan memasukkan syarat tersebut maka:

δZ/ δQKIN = δU/ δQKIN –λ PKD = 0 atau MUQKIN = λ PKD .... . (3.19)

δZ/ δR = δU/ δR –λ PR = 0 atau MUR = λ PR ... (3.20)

δZ/ δ λ = Y – PKD*QKIN – PR*R = 0 ... (3.21) Dengan menyelesaikan persamaan (3.20) dan (3.21) maka diperoleh nilai:

λ = MUQKIN/PKD = MUR /PR atau MUQKIN/MUR = PKD/PR (3.22) dimana MUQKIN dan MUR masing-masing adalah utilitas marjinal komoditas QKIN dan R. Persamaan (3.20), (3.21), dan (3.22) menunjukkan bahwa PKD, PR,

dan Y merupakan variabel eksogen yang mempengaruhi permintaan biji kakao. Dengan demikian, fungsi permintaan biji kakao dapat dirumuskan sebagai berikut:

QKINd = d (PKD, PR, Y) ... (3.23) 3.5 Kerangka Pemikiran Penelitian

Kakao menjadi salah satu komoditas unggulan dari sektor perkebunan di Indonesia. Tingginya total nilai ekspor kakao hingga mencapai angka US$ 1.64 Miliar di tahun 2010 menjadikan kakao berada pada peringkat ketiga setelah kelapa sawit dan karet untuk komoditas yang menyumbang devisa negara terbesar dalam bidang perkebunan. Kontribusi terbesar dari komoditas kakao tersebut berasal dari volume dan nilai ekspor biji kakao yang mencapai 432 426.8 ton dengan nilai US$ 1 190 739.6 ribu pada tahun 2010. Selain itu, potensi dan peluang komoditas biji kakao dalam perdagangan internasional dapat dilihat dari peningkatan pangsa pasar kakao Indonesia di dunia. Indonesia berhasil menjadi produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana.

Seiring dengan berkembangnya waktu, adanya globalisasi memberikan pengaruh di berbagai bidang salah satunya adalah perekonomian. Dampak globalisasi di bidang ekonomi diikuti oleh adanya kebijakan liberalisasi perdagangan yang membuat seluruh negara di dunia dapat melakukan perdagangan dengan bebas ke negara lain, termasuk juga untuk perdagangan komoditas biji kakao. Sebagai salah satu produsen terbesar penghasil biji kakao didunia, seharusnya Indonesia memiliki kemampuan untuk mengontrol perdagangan biji kakao baik dalam hal jumlah ataupun posisi tawar yang kuat dalam pembentukan harga karena harga merupakan hal penting dalam perdagangan. Eksportir kakao akan melakukan ekspor secara besar-besaran apabila harga kakao internasional sedang meningkat secara tajam tanpa memikirkan pasokan dalam negeri, akan berdampak pada industri hilir kakao yang didominasi oleh industri cocoa butter. Industri akan mengalami kesulitan dalam mendapatkan bahan baku, sehingga produksinya akan menurun. Lebih jauh lagi, akan mengakibatkan terjadinya kelangkaan pasokan bahan baku di pasar domestik yang disertai dengan kenaikan harga. Menyadari dampak tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan perdagangan di sektor industri biji kakao yang berupa

pajak ekspor guna membatasi para eksportir biji kakao untuk tidak mengekspor kakao dalam bentuk biji dan lebih memikirkan pasokan dalam negeri.

Kerangka Pemikiran Penelitian

Gambar 5 : Diagram Alur Pemikiran Penelitian Kurang berkembangnya industri

kakao Indonesia

Ekspor biji kakao meningkat

Faktor-faktor yang mempengaruhi keragaan kakao

Dampak terhadap kinerja industri kakao (produksi dan volume ekspor cocoa butter)

Simulasi dengan menggunakan skenario kebijakan

Alat analisis:

Model: Persamaan Simultan Metode: Two Stage Least Square

Rekomendasi kebijakan perdagangan kakao Indonesia

Dokumen terkait